Anda di halaman 1dari 42

Trauma Wajah

dr. Utama Abdi Tarigan, Sp.BP-RE (K)

Hayatul Karimah 190131069


Mhd. Khairi Akbar F. Siregar 190131106
Mhd. Nazrul Bin Mohd. Nasir 190131108
Rizky Cyntia Simamora 190131149

DEPARTEMEN ILMU BEDAH PLASTIK FK USU


Anatomi
Anatomi Maksilofasial

• Pertumbuhan kranium terjadi sangat cepat pada tahun pertama dan kedua setelah
lahir dan lambat laun akan menurun kecepatannya.
• Pada anak usia 4-5 tahun, besar kranium sudah mencapai 90% kranium dewasa.
• Maksilofasial tergabung dalam tulang wajah yang tersusun secara baik dalam
membentuk wajah manusia (Pappachan, 2012 ).

Papachan Abosadegh, M.M.A.A., 2012. Association of traumatic head injuries and maxillofacial fractures among patients treated at Hospital Universiti Sains
Malaysia (Doctoral dissertation, Pusat Pengajian Sains Perubatan, Universiti Sains Malaysia).
Maksilofasial dibagi menjadi tiga
bagian :
• Sepertiga atas wajah :
Tulang frontalis, regio supra
orbita, rima orbita dan sinus
frontalis.
• Sepertiga tengah :
maksila, zigomatikus, lakrimal,
nasal, palatinus, nasal konka
inferior, dan tulang vomer
• Sepertiga bawah : mandibula

Papachan Abosadegh, M.M.A.A., 2012. Association of traumatic head injuries and maxillofacial fractures among patients treated at Hospital Universiti Sains Malaysia (Doctoral dissertation, Pusat
Pengajian Sains Perubatan, Universiti Sains Malaysia).
Trauma
Maksilofasial
Definisi
Fraktur ialah hilang atau terputusnya kontinuitas jaringan keras tubuh.
Fraktur maksilofasial ialah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang
pembentuk Wajah (Grace and Borley, 2007)

.
Grace,Pierce A, neil R. Borley.2007.At a Glance Ilmu Bedah.edisi ketiga.Jakarta:Erlangga.
Hwang K, You SH. Analysis of facial bone fracture: An 11 – year study of patients. Indian J Plast Surg 2010; 43(1): 42 – 48
Epidemiologi
Kejadian trauma maksilofasial sekitar 6% dari seluruh trauma yang ditangani
oleh SMF Ilmu Bedah RS Dr. Soetomo. Kejadian fraktur mandibula dan maksila
terbanyak diantara 2 tulang lainnya, yaitu masing-masing sebesar 29,85%,
disusul fraktur zigoma 27,64% dan fraktur nasal 12,66%. Penderita fraktur
maksilofasial ini terbanyak pada laki-laki usia produktif, yaitu usia 21-30 tahun,
sekitar 64,38% disertai cedera di tempat lain dan trauma penyerta terbanyak
adalah cedera otak ringan sampai berat sekitar 56%. Penyebab terbanyak
adalah kecelakaan lalu lintas dan sebagian besar adalah pengendara sepeda
motor 

Penelitian yang dilakukan oleh Hwang Kun dan You Sun Hye dari tahun 1996-
2007 di Inha University Hospital, bahwa kelompok usia yang paling umum terjadi
adalah kelompok usia 21 – 30 tahun (29%), diikuti oleh usia 11 – 20 tahun
(22,3%) dan 31 – 40 tahun (21%). Laki – laki lebih umum terjadi dibandingkan
dengan perempuan (3,98:1)
Etiologi

Pedersen GW. Buku ajar praktis bedah mulut. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1996
Manifestasi Klinis
✔ Dislokasi ✔ Krepitasi
✔ Pergerakan yang abnormal ✔ Laserasi
✔ Rasa nyeri pada sisi fraktur ✔ Diskolorisasi
✔ Perdarahan pada daerah fraktur ✔ Numbness
yang dapat menyumbat saluran ✔ Pada fraktur orbita dapat
napas dijumpai penglihatan kabur atau
✔ Pembengkakan dan memar ganda, penurunan pergerakan
bola mata dan penurunan visus
KLASIFIKASI TRAUMA
MAKSILOFASIAL
A. Trauma Jaringan Lunak
Trauma benda tajam, akibat peca-han kaca pada
kecelakaan lalu lintas atau pisau dan golok pada perkelahian:
1. Berdasarkan jenis luka dan penyebab
a. Ekskoriasi
b.Luka sayat (vulnus scissum), luka robek(vulnus
laceratum) , luka tusuk (vulnus punctum)
c. Luka bakar (combustio)
d. Luka tembak (Vulnus Sclopetorum)
2.Berdasarkan ada atau tidaknya kehilangan jaringan
(Skin Avulsion & Skin Loss)
3. Dikaitkan dengan unit estetik
Menguntungkan atau tidak mengun- tungkan, dikaitkan
dengan garis Langer Gambar 1. Laserasi yang menyilang garis Langer tidak
menguntungkan mengakibatkan penyem-buhan yang
  secara kosmetik jelek. B. Insisi fasial ditempatkan
sejajar dengan garis Langer
4. Berdasarkan Derajat Kontaminasi c. Luka Tercemar
a. Luka Bersih • Potensi terinfeksi Spillage traktur
• Luka Sayat Elektif elementarius, dan traktur
• Steril Potensial Terinfeksi genitourinarius dan kandung empedu.
• Tidak ada kontak dengan orofaring, • Luka trauma baru: laserasi,fraktur
traktus respiratorius, traktur elemen- terbuka dan luka penetrasi.
tarius, dan traktur genitourinarius. d. Luka Kotor
• Akibat pembedahan yang sangat
b. Luka Bersih Tercemar terkontaminasi.
• Luka sayat elektif. • Perforasi viscera,abses dan trauma
• Potensial terinfeksi : lama.
Spillage minimal, Flora normal. 5. Klasifikasi Lain
• Kontak dengan orofaring, traktus •Luka dengan pergeseran flap pedicle
respi-ratorius, traktur elementarius, (trapp door).
dan traktur genitourinarius. •Luka Tusukan (puncture).
• Proses penyembuhan lebih lama. •Luka pada kulit yang berhubungan
dengan mukosa secara langsung.
B. Trauma Jaringan Keras Wajah
Berdasarkan fraktur tulang yg terjadi. Secara
umum dilihat dari terminologinya, trauma pada
jaringan keras wajah dapat diklasifikasikan
berdasarkan:
1. Lokasi anatomic dan estetika Gambar 2. Fraktur pada daerah mandibula

✔ Berdiri Sendiri : fraktur frontal, orbita,


nasal, zigomatikum, maxil-la, mandibulla,
gigi dan alveolus
✔ Bersifat Multiple : Fraktur kom-pleks
zigoma, fronto nasal & fraktur kompleks
mandibular
Gambar 3. Fraktur kompleks zygomaticomaxillaris
2. Berdasarkan kekhususan 4. Berdasarkan perluasan tulang
✔ Fraktur Blow Out ✔ Fraktur komplit
✔ Fraktur Le-Fort I Le-Fort II, dan Le-Fort III ✔ Fraktur tidak komplit
✔ Fraktur segmental mandibula
5. Berdasarkan Konfigurasi
3. Berdasarkan Tipe Fraktur  Fraktur transversal
 Fraktur simple  Fraktur oblique
 Fraktur kompoun  Fraktur spiral
 Fraktur komunisi  Fraktur community
Gambar 5. Komfigurasi fraktur
 Fraktur patologis
6. Berdasarkan hubungan antar fragmen

Gambar 4. Fraktur Blow out


 Displacement & Undisplacemnet
Lokasi Anatomis Fraktur
a. Fraktur Sepertiga Bawah Wajah/Mandibula
- Klasifikasi berdasarkan lokasi
(Fonseca, 2005) anatominya:
-Klasifikasi fraktur berdasarkan istilah : • Midline
✔ Multiple  • Parasymphyseal :
✔ Simple atau Closed 
✔ Impacted  • Symphysis 
✔ Compound atau Open  • Angle 
✔ Atrophic  • Ramus
✔ Comminuted 
✔ Indirect  • Processus Condylus 
✔ Greenstick •
✔ Complicated atau Complex  Processus Coronoid 
✔ Pathologic  • Processus Alveolaris 
b. Fraktur Sepertiga Tengah Wajah
(tulang maksila, tulang palatina, dan tulang nasal).
Berdasarkan klasifikasi Le Fort:
 Fraktur Le Fort tipe I (Guerin’s)  Fraktur Le Fort tipe II (fraktur piramidal)
→jenis fraktur yang paling ter-sering, dan →(+) edema di kedua periorbital, ekimosis
menyebabkan terpi-sahnya prose-sus alveolaris seperti racoon sign, hipoesthesia di nervus
infraorbital. Disebabkan trauma langsung atau laju
dan palatum durum. Menyebabkan rahang atas
perkembangan dari edema. Kemungkinan terjadinya
mengalami perge-rakan yang disebut floating deformitas pada saat palpasi di area infraorbital dan
jaw. Hipoestesia nervus infraorbital sutura nasofrontal. Keluarnya cairan cerebro-spinal
kemungkinan terjadi akibat dari adanya edema. dan epistaksis juga dapat ditemukan pada kasus ini. 

Gambar 6. Fraktur Le Fort II (Fonseca, 2005)


 Fraktur Le Fort III (fraktur tarnsversal)
→(+) disfungsi kraniofasial. Tanda: wajah remuk, mobilitas tulang
zygomatikomaksila kompleks, keluarnya cairan serebrospinal,
edema, dan ekimosis periorbital.

Gambar 7. Le Fort I, Le Fort II, Le Fort III


c. Fraktur Sepertiga Atas Wajah(Tulang frontalis,
regio supra orbita, rima orbita dan sinus frontalis).
Umumnya bersifat depressed ke dalam atau hanya
mempunyai garis fraktur linier yang dapat meluas ke
daerah wajah yang lain.
DIAGNOSIS

Anamnesis
→Bagaimana mekanisme cedera?
→Apakah pasien kehilangan kesadaran atau mengalami perubahan status mental?
Jika demikian, untuk waktu berapa lama?
→Apakah terdapat gangguan penglihatan? Kilatan cahaya, fotofobia, diplopia,
pandangan kabur, nyeri, atau perubahan dengan gerakan mata?
→Apakah pasien mengalami tinitus atau vertigo?
→Apakah pasien memiliki kesulitan bernapas melalui hidung?
DIAGNOSIS

Anamnesis
→Apakah pasien memiliki manifestasi berdarah atau yang jelas cairan dari hidung
atau telinga?
→Apakah pasien memiliki kesulitan membuka atau menutup mulut?
→Apakah ada rasa sakit atau kejang otot?
→Apakah pasien dapat menggigit tanpa rasa sakit, dan pasien merasa seperti
kedudukan gigi tidak normal?
→Apakah ada daerah mati rasa atau kesemutan pada wajah?
DIAGNOSIS

Pemeriksaan Fisik
→Inspeksi
Secara sistematis bergerak dari atas ke f. Otorrhea/Rhinorrheaf. Telecanthus,
bawah : Battle's sign, Raccoon's sign.
a. Deformitas, memar, abrasi, laserasi, g. Cedera kelopak mata.
edema. h. Ecchymosis, epistaksisi.
b. Luka tembus. i. Defisit pendengaran.
c. Asimetris atau tidak. j. Perhatikan ekspresi wajah untuk rasa
d. Adanya Maloklusi/trismus, nyeri, serta rasa cemas
pertumbuhan gigi yang abnormal.
DIAGNOSIS

• Pemeriksaan Fisik
Palpasi
DIAGNOSIS • Pemeriksaan Fisik
Palpation of Palpasi
Nose
DIAGNOSIS
Palpation of
Zygoma
• Pemeriksaan Fisik
Palpasi
DIAGNOSIS

Palpation of
Orbita

• Pemeriksaan Fisik
Palpasi
DIAGNOSIS
Palpation of maxilla
• Pemeriksaan Fisik
Palpasi
DIAGNOSIS

Pemeriksaan Penunjang

­ CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D (Cone Beam CT-scan 3D).

­ CT-scan aksial koronal.

­ Imaging Alternatif diantaranya termasuk CT Scan kepaladan

X-ray kepala

­ Panoramic X-Ray
Tatalaksana
Airway

• Patensi jalan napas dengan memperhatikan


apakah ada obstruksi jalan napas
• Tanda obstruksi.
- Obstruksi parsial  gargling, snoring, stridor,
bantuan otot-otot pernapasan
- Obstruksi total  silent chest, sianosis, gelisah
Breathing
● Breathing
 Look  inspeksi apakah ada Orofaringeal
Airway
tanda kesulitan bernapas, corpus
alienum di orofaring
 Listen  apakah ada suara napas
abnormal (stridor, gargling,
crowing)
 Feel  merasakan hembusan
napas
 Menilai apakah ada cedera toraks

Nasofaringeal Airway
Circulation
• Menilai  frekuensi nadi dan
suhu akral
• Tanda-tanda syok (perdarahan)  resusitasi

cairan dan atasi perdarahan Pemeriksaan

Pemeriksaan darah lengkap dan


faktor pembekuan darah
Disability
● Nilai kesadaran dengan Glasglow coma scale (GCS), lakukan
pemeriksaan neurologis secara singkat.
Exposure
Beberapa yang perlu diperhatikan dalam penilaian:
• Mata racoon (ekimosis periorbital) – fraktur basis cranii.
• Battle’s sign (ekimosis periauricular) –fraktur basis cranii.
• Otorea –fraktur basis cranii, fraktur kondilar.
• Perforasi membrane timpani.
• Epistaksis.
• CSF Rinore.
• Trauma intraoral.

 SECONDARY
SURVEY
Pemeriksaan Head to Toe
Anamnesa :
✔ Mekasisme injury
✔ Waktu injury
✔ Tingkat kesadaran
✔ Trauma lainnya
Terapi Medis Umum
Farmakologi
Penatalaksanaan
fraktur/jaringan keras
Tahap-tahap terapi :
 Reposisi : Mengembalikan letak fragmen ke posisi yang benar secara anatomi.
 Imobilisasi/ Retensi : Dapat menggunakan IDW, miniplat ataupun sekrup.
 Fiksasi : Tujuannya adalah agar fragmen yang telah direposisi dan mendapat
retensi tidak bergerak selama masa awal penyembuhan, fiksasi ini dapat
menggunakan metode fiksasi maksilomandibular.
 Mobilisasi : Mobilisasi dini sehabis fraktur penting untuk mencegah ankilosis
pada sendi rahang pada kasus fraktur kondilus, mengembalikan jalan nafas
orofaringeal dan mengembalikan rasa percaya diri pasien sehingga dapat
berkativitas dengan normal (fungsi social)
Penatalaksanaan Trauma Jaringan Lunak
Laserasi
• Luka robekan pada wajah  eksisi tepi marginal luka dan penutupan
berlapis. Luka dengan tepi tidak teratur, hancur dan mengandung
jaringan mati diubah menjadi lurus dengan insisi yang akan
meningkatkan kosmetik pada waktu penutupan dan juga mengurangi
risiko terjadinya infeksi.

• Tahapan dasar dalam penutupan luka meliputi perbaikan struktur-


struktur yang lebih dalam terlebih dahulu yaitu; tulang, kelenjar,
duktus dan saraf. Diikuti dengan aproksimasi terhadap otot, lemak,
dermis dan epidermis.
Laserasi

● Penggunaan jahitan dengan benang halus yang dapat diserap hendaknya


cukup kuat untuk mempertahankan penyatuan kulit setelah jahitan kulit
dilepaskan pada hari ke-3 dan ke-5. Pengangkatan jahitan lebih dini,
yaitu pada hari ke-5 dan ke-7 post operasi, mencegah terbentuknya bekas
jahitan dan jaringan parut
Penatalaksanaan Trauma Mata

● Sebelum kelopak mata diperbaiki, inspeksi dan pemeriksaan bola mata


yang teliti adalah hal yang terpenting. Hal ini harus didahulukan daripada
perbaikan jaringan lunak. Konjungtiva, tarsal, septal, levator, dan
orbicularis oris dapat diperbaiki dengan menggunakan benang yang dapat
diabsorbsi.
Prognosis
Hasil yang diharapkan dari perawatan pada pasien fraktur maksilofasial adalah
penyembuhan tulang yang cepat, normalnya kembali okular, sistem mastikasi, dan fungsi
nasal, pemulihan fungsi bicara, dan kembalinya estetika wajah dan gigi.
Selama fase perawatan dan penyembuhan, penting untuk meminimalisir efek lanjutan pada
status nutrisi pasien dan mendapatkan hasil perawatan dengan minimalnya kemungkinan
pasien merasa tidak nyaman.
Thank
s!

Anda mungkin juga menyukai