PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
Gambar 1. Os Zygoma
2.2 Klasifikasi Fraktur Zygoma
Klasifikasi fraktur zygoma digunakan untuk memprediksi yang bagian
yang mengalami patah tulang akan stabil setelah dilakukan reduksi.
pengklasifikasian ini akan memudahkan identifikasi apakah fraktur yang telah
terjadi akan memerlukan tindakan reduksi secara terbuka dan untuk menentukan
metode fiksasi yang akan dilakukan oleh dokter bedah. Pada tahun 1961, Knight
dan North, mengelompokkan fraktur zygoma berdasarkan arah dan pola
pergeseran anatomis fragmen tulang, yang terdiri atas :
• Grup I
• Tidak ada pergeseran yang signifikan, fraktur terlihat pada foto
rontgen namun fragmen tetap segaris (6%)
• Grup II
• Fraktur arkus zigoma dengan arkus mendesak ke dalam tanpa
keterlibatan orbita atau bagian anterior (10%)
• Grup III
• Fraktur korpus, bergeser ke bawah dan ke dalam namun tidak ada
rotasi (33%)
• Grup IV
• Fraktur korpus zigoma dengan rotasi ke medial, bergeser ke bawah,
ke dalam dan ke belakang dengan rotasi (11%)
• Grup V
• Fraktur korpus dengan rotasi ke lateral, bergeser ke bawah,
belakang dan medial dengan rotasi zigoma (22%)
• Grup VI
• Semua kasus dengan garis fraktur tambahan melewati fragmen
utama (18%)
2
Gambar 2. Klasifikasi fraktur zygoma menurut Knight and North
3
Pada tahun 1990, Manson dan rekannya mengusulkan metode klasifikasi
yang didasarkan pada pola segmentasi dan perpindahan. Fraktur yang
menunjukkan sedikit atau tidak ada perpindahan, diklasifikasikan sebagai cedera
ringan. Fraktur menengah melibatkan semua sendi dengan pergeseran ringan
hingga sedang. Cedera berat ditandai dengan keterlibatan lateral orbita dan
pergeseran lateral dengan segmentasi zygomatic arch.
Zincc dan rekannya melakukan review pada fraktur zygoma dan
mengklasifikasikan cedera pada fraktur menjadi 3, yaitu:
a. Tipe A
Merupakan fraktur ringan yang hanya melibatkan satu pilar zygoma:
zygomatic arch, dinding lateral orbital, atau infraorbital rim.
b. Tipe B
Merupakan fraktur lengkap “monofragment” dengan fraktur dan
perpindahan sepanjang semua empat sendi.
c. Tipe C
Merupakan fraktur "multifragment" yakni termasuk fragmentasi tubuh
zygoma.
2.3 Etiologi
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan
pada tulang yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan
sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh
kendaraan bermotor.
Menurut Carpenito (2000) adapun penyebab fraktur antara lain:
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat
fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat
yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya
4
adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan
dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan,
kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
Fraktur zigoma merupakan salah satu fraktur midfasial yang paling sering
terjadi, umumnya sering terjadi pada trauma yang melibatkan 1/3 bagian tengah
wajah, hal ini dikarenakan posisi zigoma agak lebih menonjol pada daerah
sekitarnya. Fraktur ZMC biasanya melibatkan dinding bawah orbita tepat diatas
nervus alveolaris inferior, sutura zigomatikofrontal, sepanjang arkus pada sutura
zigomatikotemporal, dinding lateral zigomatikomaksila, dan sutura
zigomatikosplenoid yang terletak di dinding lateral orbita, sedangkan dinding
medial orbita tetap utuh.
5
Fragmen sering saling melingkupi satu samalain sampai 2,5-5 cm (1-2
inchi)
d. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya (uji krepitus dapat mengaibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat).
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat
trauma dari pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.
Pemeriksaan zigoma termasuk inspeksi dan palpasi. Inspeksi dilakukan
dari arah frontal, lateral, superior, dan inferior. Diperhatikan simetri dan
ketinggian pupil yang merupakan petunjuk adanya pergeseran pada dasar orbita
dan aspek lateral orbita, adanya ekimosis periorbita, ekimosis subkonjungtiva,
abnormal sensitivitas nervus, diplopia dan enoptalmus; yang merupakan gejala
yang khas efek pergeseran tulang zigoma terhadap jaringan lunak sekitarnya.
Tanda yang khas dan jelas pada trauma zigoma adalah hilangnya tonjolan
prominen pada daerah zigomatikus. Selain itu hilangnya kurvatur cembung yang
normal pada daerah temporal berkaitan dengan fraktur arkus zigomatikus.
Deformitas pada tepi orbita sering terjadi jika terdapat pergeseran, terutama pada
tepi orbital lateral dan infraorbita. Ahli bedah juga meletakkan jari telunjuk
dibawah margin infraorbita, sepanjang zigoma, menekan ke dalam jaringan yang
oedem untuk palpasi secara simultan dan mengurangi efek visual dari oedem saat
melakukan pemeriksaan ini.
2.5 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum
dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
6
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang
merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
a. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan
fraktur.
b. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya
tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,
elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
7
Gambar 3. Patofisiologi fraktur zygoma
8
dan aspek lateral orbita, adanya ekimosis periorbita, ekimosis subkonjungtiva,
lekukan palpebra superior yang dalam (sunken eye) abnormal sensitivitas nervus,
diplopia dan enoptalmus; yang merupakan gejala yang khas efek pergeseran
tulang zigoma terhadap jaringan lunak sekitarnya. Tanda yang khas dan jelas pada
trauma zigoma adalah hilangnya tonjolan prominen pada daerah zigomatikus atau
depresi malar iminen. Selain itu hilangnya kurvatur cembung yang normal pada
daerah temporal berkaitan dengan fraktur arkus zigomatikus. Deformitas pada tepi
orbita sering terjadi jika terdapat pergeseran, terutama pada tepi orbital lateral dan
infraorbita (mata anti mongoloid). Dapat juga ditemukan epistaksis unilateral sisi
yang terkena, maloklusi atau kesulitan menggerakan rahang bawah, eksoftalmus.
Ahli bedah juga meletakkan jari telunjuk dibawah margin infraorbita,
sepanjang zigoma, menekan ke dalam jaringan yang oedem untuk palpasi secara
simultan dan mengurangi efek visual dari oedem saat melakukan pemeriksaan ini
dan juga dapat menilai adanya diskontinuitas pada os zygoma.
Penggunaan CT Scan dan foto roentgen sangat membantu menegakkan
diagnosa, mengetahui luasnya kerusakan akibat trauma, dan perawatan. CT scan
pada potongan axial maupun coronal merupakan gold standard pada pasien
dengan kecurigaan fraktur zigoma, untuk mendapatkan pola fraktur, derajat
pergeseran, dan evaluasi jaringan lunak orbital. Secara spesifik CT scan dapat
memperlihatkan keadaan pilar dari midfasial: pilar nasomaxillary,
zygomaticomaxillary, infraorbital, zygomaticofrontal, zygomaticosphenoid, dan
zygomaticotemporal. Penilaian radiologis fraktur zigoma dari foto polos dapat
menggunakan foto waters, caldwel, submentovertek dan lateral. Dari foto waters
dapat dilihat pergeseran pada tepi orbita inferior, maksila, dan bodi zigoma. Foto
caldwel dapat menunjukkan region frontozigomatikus dan arkus zigomatikus.
Foto submentovertek menunjukkan arkus zigomatikus.
9
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi berdasarkan waktunya dapat dilihat pada table
berikut :
Tabel 1. Komplikasi fraktur zygoma
Early Late
Udem Skar
Hematom Malunion/Non union
Perdarahan Non viable teeth
Gangguan sensasi Osteomyelitis
Dehisence Komplikasi plate
Kebutaan Komplikasi orbita (diplopia,
penurunan visus, enoftalmus /
eksoftalmus, ektropion sementara
10
Alignment zigoma harus ditetapkan pada setidaknya 3 area dan difiksasi di
setidaknya 2 area.
Buttress zygomatikomaksila adalah determinan yang paling baik untuk
reduksi, rima infraorbita. Sedangkan sutura zygomatikofrontal merupakan
determinan yang kurang baik.
Arkus zigoma bila di reduksi akan mengembalikan lebar midface dan
dalam waktu bersamaan proyeksi eminensia malar.
Tatalaksana insisi preaurikuler menyediakan pendekatan ke dasar tengkorak
yang memungkinkan akses ke fossa infratemporal dan fossa kranial tengah
dengan morbiditas minimal. Pendekatan ini berbeda dari sebagian besar
pendekatan yang dijelaskan sebelumnya karena menggunakan sayatan
preauricular, sehingga dapat menjaga saraf wajah, dan menghindari tulang
mastoid.
1. Pendekatan preauricular dapat digunakan untuk mengakses dan mengobati
fraktur pada akar lengkung zygomatik.
.
11
Gambar 4. Ilustrasi akses dan jumlah paparan.
2. Struktur neurovaskuler. Cabang dari nervus fasialis mungkin dapat terlibat
pada insisi dan diseksi ini.
Gambar 5. Arteri temporalis superfisialis dan vena sering terlibat pada pendekatan
ini. Pembuluh darah perlu diperhatikan dan dipertahankan jika memungkinkan.
3. Insisi kulit
Gambar 6. Insisi kulit pada lengkung preaurikuler dengan anestesi lokal dan
vasokonstriktor.
12
4. Diseksi
13
Gambar 8. Buat insisi oblique parallel dengan cabang temporal dari nervis fasialis
melalui lapisan superfisial dari fasia temporalis melalui arkus zygoma.
6. Masukkan periosteal elevator beneath
Gambar 9. Masukkan periosteal elevator beneath pada lapisan suerfisial dari fasia
temporalis dan garis pada oeriosteum dari arkus zygoma lateral. Diseksi dapat
dilakukan pada bagian bawah kapsula temporomandibular joint yang terkeskpos.
14
Gambar 10. Cabang temporal dari nervus fasialis dilindungi dengan lapisan
superfisial dari fasia temporalis.
9. Luka ditutup
15
Gambar 12. Fasia temporalis ditutup.
BAB III
PENUTUP
16
Tatalaksana insisi preaurikuler menyediakan pendekatan ke dasar tengkorak
yang memungkinkan akses ke fossa infratemporal dan fossa kranial tengah
dengan morbiditas minimal. Pendekatan ini berbeda dari sebagian besar
pendekatan yang dijelaskan sebelumnya karena menggunakan sayatan
preauricular, sehingga dapat menjaga saraf wajah, dan menghindari tulang
mastoid.
17