Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

OS.ZYGOMA

Disusun Oleh

Muhammad Robbani Ritbiyyun

P07220219105

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN TK. 1
TAHUN AJARAN 2019-2020
Laporan Pendahuluan
Fraktur Zygomaticus

A. Konsep Dasar
1. Definisi
Fraktur adalah hilang atau putusnya kontinuitas jaringan keras tubuh. Fraktur
maksilofasial adalah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang wajah yaitu tulang frontal,
temporal, orbitozigomatikus, nasal, maksila dan mandibula. Fraktur maksilofasial lebih sering
terjadi sebagai akibat dari faktor yang datangnya dari luar seperti kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan kerja, kecelakaan akibat olah raga dan juga sebagai akibat dari tindakan
kekerasan.
Fraktur midfasial terdiri dari fraktur zigomatikomaksilar (zygomaticomaxillary
complex /ZMC) termasuk fraktur Le fort, dan fraktur nasoorbitoethmoid
(nasoorbitalethmoid /NOE). Fraktur midfasial cenderung terjadi pada sisi benturan terjadi dan
bagian yang lemah seperti sutura, foramen, dan apertura. Fraktur zigoma merupakan salah
satu fraktur midfasial yang paling sering terjadi, umumnya sering terjadi pada trauma yang
melibatkan 1/3 bagian tengah wajah, hal ini dikarenakan posisi zigoma agak lebih menonjol
pada daerah sekitarnya. Fraktur ZMC biasanya melibatkan dinding bawah orbita tepat diatas
nervus alveolaris inferior, sutura zigomatikofrontal, sepanjang arkus pada sutura
zigomatikotemporal, dinding lateral zigomatikomaksila, dan sutura zigomatikosplenoid yang
terletak di dinding lateral orbita, sedangkan dinding medial orbita tetap utuh.

2. Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur komplek zigomatikus adalah:
a. fraktur stable after elevation:
1) hanya arkus (pergeseran ke medial),
2) rotasi pada sumbu vertikal, bisa ke medial atau ke lateral.
b. Fraktur unstable after elevation:
1) hanya arkus (pergeseran ke medial);
2) rotasi pada sumbu vertikal, medial atau lateral;
3) dislokasi en loc, inferior, medial, posterior, atau lateral;
4) comminuted fracture.
3. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang
yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering berhubungan
dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor.
Menurut Carpenito (2000) adapun penyebab fraktur antara lain:
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.
Fraktur zigoma merupakan salah satu fraktur midfasial yang paling sering terjadi,
umumnya sering terjadi pada trauma yang melibatkan 1/3 bagian tengah wajah, hal ini
dikarenakan posisi zigoma agak lebih menonjol pada daerah sekitarnya. Fraktur ZMC
biasanya melibatkan dinding bawah orbita tepat diatas nervus alveolaris inferior, sutura
zigomatikofrontal, sepanjang arkus pada sutura zigomatikotemporal, dinding lateral
zigomatikomaksila, dan sutura zigomatikosplenoid yang terletak di dinding lateral orbita,
sedangkan dinding medial orbita tetap utuh.
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dari faktur ,menurut Brunner and Suddarth,(2002)
a. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai tulang diimobilisasi. Spasme otot
yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai almiah yang di rancang utuk
meminimalkan gerakan antar fregmen tulang
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat di gunakan dan cenderung bergerak
secara alamiah (gerak luar biasa) bukanya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran
fragmen tulang pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketahui membandingkan ekstermitas yang normal
dengan ekstermitas yang tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu
samalain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi)
d. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus
yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya (uji krepitus dapat
mengaibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat trauma dari pendarahan
yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah
cidera.
Pemeriksaan zigoma termasuk inspeksi dan palpasi. Inspeksi dilakukan dari arah frontal,
lateral, superior, dan inferior. Diperhatikan simetri dan ketinggian pupil yang merupakan
petunjuk adanya pergeseran pada dasar orbita dan aspek lateral orbita, adanya ekimosis
periorbita, ekimosis subkonjungtiva, abnormal sensitivitas nervus, diplopia dan enoptalmus;
yang merupakan gejala yang khas efek pergeseran tulang zigoma terhadap jaringan lunak
sekitarnya. Tanda yang khas dan jelas pada trauma zigoma adalah hilangnya tonjolan
prominen pada daerah zigomatikus. Selain itu hilangnya kurvatur cembung yang normal pada
daerah temporal berkaitan dengan fraktur arkus zigomatikus. Deformitas pada tepi orbita
sering terjadi jika terdapat pergeseran, terutama pada tepi orbital lateral dan infraorbita. Ahli
bedah juga meletakkan jari telunjuk dibawah margin infraorbita, sepanjang zigoma, menekan
ke dalam jaringan yang oedem untuk palpasi secara simultan dan mengurangi efek visual dari
oedem saat melakukan pemeriksaan ini.

5. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi
karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan
tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma
dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
a. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar,
waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
b. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya
fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau
kekerasan tulang.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. X.Ray
b. Foto Ronsen
c. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
d. Ct Scan pada potongan axial maupun coronal merupakan gold standard pada pasien
dengan kecurigaan fraktur zigoma, untuk mendapatkan pola fraktur, derajat pergeseran,
dan evaluasi jaringan lunak orbital.

7. Penatalaksanaan Medis
a. Pemberian anti obat antiinflamasi.
b. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut
c. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot
d. Bedrest, Fisioterapi

8. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
B1 (Breathing) : Napas pendek
B2 (Blood) : Hipotensi, bradikardi,
B3 (Brain) : Pusing saat melakukan perubahan posisi, nyeri tekan
otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma dan mengalami
deformitas pada daerah trauma.
B4 (Bleader) : Inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine,
distensi perut dan peristaltic hilang
B5 ( Bowel) : Mengalami distensi perut dan peristaltik usus hilang
B6 (Bone) : Kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok
spinal, hilangnya sensasi dan hilangnya tonus otot dan hilangnya
reflek.

b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
stress/ansietas, luka operasi.
2) Gangguan bersihan jalan nafas b/d pendarahan pada midfasial
3) Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran
alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
4) Gangguan integritas kulit b/d luka operasi
5) Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma
jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
6) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d
kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,
kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
Daftar Pustaka

Brunner, Suddarth. 2012. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta
Carpenito, LJ. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Doengoes, M.E., 2010, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Ircham Machfoedz, 2017. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di Perjalanan.
Yogyakarta: Fitramaya
Johnson, M., et all. 2015. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Smeltzer, S.C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai