Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR FEMUR


DI RUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL (IBS)
RSD dr. SOEBANDI JEMBER

disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners (P3N)


Stase Keperawatan Medikal Bedah

Oleh:
Nandita Yogis Pratama, S.Kep
092311101029

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN FRAKTUR FEMUR DI RUANG


INSTALASI BEDAH SENTRAL (IBS) RSD dr. SOEBANDI JEMBER
Oleh : Nandita Yogis Pratama, S.Kep

I
a.

KONSEP PENYAKIT
Kasus
Faktur femur

b.

Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. Femur adalah tulang terpanjang dan kuat pada tubuh
manusia. Fraktur femur adalah fraktur yang terjadi pada tulang femur.
Fraktur dibagi dalam dua jenis :
1. Fraktur terbuka (kompleks)
Fraktur terbuka merupakan patah pada seluruh garis tengah tulang
dan biasanya mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal),
fraktur terbuka ditandai oleh luka yang dalam hingga bersinggungan
dengan hematom fraktur hingga menyediakan jalan masuk untuk
bakteri.
Fraktur terbuka digolongkan dalam tiga grade, yaitu :
a)

Grade I : luka besih kurang dari 1 cm panjangnya.

b)

Grade II : luka lebih luas (1-10 cm) tanpa kerusakan jaringan lunak
yang ekstensif.

c)

Grade III : luka sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan


jaringan lunak yang ekstensif, merupakan yang paling berat (luka
>10 cm).

Grade IIIa : kerusakan jaringan lunak ekstensif

Grade IIIb : luka luas, tulang terbuka

Grade IIIc : terdapat cedera neurovaskular

2. Fraktur tertutup (sederhana)


Fraktur tertutup tidak menyebabkan robeknya kulit.

Tscherne (1984) telah mengklasifikasi cedera tertutup dalam tiga tingkat,


yaitu:
a)

tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cidera jaringan


lunak

b)

tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar pada kulit dan
jaringan subkutan

c)

tingkat 3 : cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata


dan ancaman sindroma kompartemen

Fraktur juga diklasifikasikan berdasarkan pola fraktur yang tampak pada


radiografi :
Spiral

1. Kominutif paling tidak terdapat tiga fragmen


2. Greenstick terjadi pada anak-anak. Fraktur pada satu sisi tulang,
sedangkan sisi yang lainnya membengkok.
3. Transversal patahan pada sudut tegak lurus dari sumbu tulang panjang
(biasanya akibat taruma langsung).
4. Oblik garis fraktur membentuk sudut kurang dari 90 o terhadap sumbu
tulang panjang (biasanya akibat dari trauma tidak langsung).
5. Spiral fraktur memuntir dalam bentuk spiral (biasanya akibat dari
trauma tidak langsung).
6. Komplikatif struktur atau organ disekitar fraktur rusak

7. Robekan (avulsion) dapat disebabkan karena kontraksi otot tiba-tiba


atau pelekatan ligamen yang menarik porsio tulang tempat pelekatan
ligamen tersebut.
8. Depresi (umumnya pada tengkorak) akibat benturan tajam terlokalisir.
9. Kompresi (benturan) umumnya terjadi pada tulang belakang dan
pergelangan kaki (biasanya akibat dari trauma tidak langsung).
10. Segmental (fraktur ganda) fraktur pada dua tingkat yang berbeda
11. Impaksi satu fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya
(misal, femur atau humerus)
c.

Etiologi
Fraktur dapat terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang
dapat diabsorpsinya. Terdapat tiga penyebab utama fraktur, yaitu :
1. Trauma langsung maupun tidak langsung
2. Fraktur lemah atau stres
3. Fraktur patologis terjadi pada tulang abnormal atau berpenyakit, dan
menyebabkan fraktur yang disebabkan oleh kekuatan yang terbatas
(misal osteoporosis, tumor).

d.

Klasifikasi fraktur femur


Fraktur femur dapat terjadi di 3 bidang, yaitu kepala/kolum femur (ujung
atas, dekat panggul), poros utama dari tulang, atau ujung bawah dekat lutut
(fraktur suprakondiler dan kondiler).

Fraktur batang femur memiliki insidensi yang cukup tinggi diantara jenisjenis patah tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3
tengah.
Fraktur kolum femur dapat terjadi akibat trauma langsung, pasien terjatuh
dengan posisi miring dan trokanter mayor langsung terbentur pada benda
keras seperti jalanan. Pada trauma tidak langsung, fraktur kolum femur
terjadi karena gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah.
Kebanyakan fraktur ini terjadi pada wanita tua yang tulangnya sudah
mengalami osteoporosis.
e.

Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan. Tapi apabila terdapat tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diabsorpsi oleh tulang, maka terjadilah
trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang dan terjadilah fraktur. Setelah terjadi fraktur, periosteum
dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak
yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan
tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan
tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang

ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih ini merupakan dasar penyembuhan tulang
f.

Tanda dan gejala


Manifestasi klinis yang terjadi pada fraktur adalah :
1. Nyeri
Nyeri karena fraktur terus bertambah sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
2. Deformitas
Pergesaran fragmen tulang menyebabkan deformitas (terlihat maupun
teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan
ekstremitas normal.
3. Hilangnya fungsi
Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
4. Pemendekan ekstremitas
Pemendekan tulang terjadi karena kontraksi otot yang melekat di atas
dan di bawah tempat fraktur.
5. Krepitus
Adanya derik tulang saat ekstremitas diperiksa dengan tangan. Uji
krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih
berat.
6. Pembengkakan dan perubahan warna
Pembengkakan dan perubahan warna terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini dapat terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cedera.

g.

Komplikasi
Komplikasi fraktur dapat digolongkan sebagai komplikasi cepat (saat
cedera), awal (dalam beberapa jam atau hari), dan lambat (dalam beberapa
minggu aatau bulan).
1. Komplikasi cepat
a)

Perdarahan kehilangan darah dari tulang tersebut ditambah


kehilangan darah dari kerusakan pada jaringan sekitar tulang.

b)

Kerusakan arteri dan saraf

c)

Kerusakan pada jaringan sekitar

2. Komplikasi awal
a)

Infeksi luka

b)

Emboli lemak, yang terrjadi terutama pada fraktur multipel


tulang panjang

c)

Masalah imobilisasi umum

d)

Kompartemen sindrom 5P : pain (nyeri), pulse (denyut arteri


tidak teraba/lemah), pallor (pucat), parastese (terasa baal),
power lost (kehilangan fungsi).

3. Komplikasi lambat
a)

Penyatuan terlambat saat fraktur tidak menyatu pada waktu


yang diperkirakan.

b)

Penyatuan yang salah saat tulang yang fraktur sudah menyatu


sepenuhnya. Tetapi pada posisi yang salah dan pembedahan
mungkin diperlukan, tergantung pada disablitas dan hasil
potensial.

c)

Tidak ada penyatuan bukan masalah serius pada tulang yang


tidak menyangga bagian tubuh yang berat (sendi palsu tanpa
nyeri dapat terbentuk), tetapi mungkin perlu dilakukan fiksasi
internal atau trranplantasi tulang.

d)

Deformitas.

e)

Osteoartritis sekunder sendi.

f)

Nekrosis asepsis dan/atau avaskular dapat terjadi, terutama


setelah fraktur pada tulang femoral, skafoid, dan talus terjadi
akibat ganggaun suplai darah ke tulang tersebut setelah fraktur.

h.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penting pada fraktur, yaitu :
1. Umum

Cari

tanda-tanda

syok/perdarahan

dan

periksa

Airway,

Breathing,Circulation (ABC)

Cari trauma pada tempat lain yang berisiko (kepala, tulang belakang,
iga dan pneumotoraks, dan trauma pelvis)

2. Segera

Hilangkan rasa nyeri (opiat intravena, blok saraf, gips, dan traksi)

Buat akses intravena dengan baik dan kirim golongan darah dan
sampel untuk dicocokkan

Fraktur terbuka (compound) membutuhkan debridement, antibiotik,


dan profilaksis tetanus.

3. Definitif

Reduksi (tertutup atau terbuka)


Berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesesejajarannya dan
rotasi anatomis. Reduksi segera dilakukan untuk mencegah jaringan
lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan
perdarahan.

Imobilisasi

(gips,

bracing

fungsional,fiksasi

internal,

fiksasi

eksternal, traksi)

Rehabilitasi (bertujuan untk mengembalikan pasien ke tingkat fungsi


seperti sebelum trauma dengan fisioterapi dan terapi okupasi)

i.

Hal hal yang harus diperhatikan pada farktur

1. Selalu pertimbangkan trauma multipel pada pasien yang datang dengan


fraktur.
2. Fraktur

compound

merupakan

kegawatdaruratan

bedah

dan

membutuhkan penilaian sesuai untuk mencegah infeksi, termasuk


pencegahan tetanus.
3. Selalu bayangkan sendi diatas dan dibawah tulang panjang yang
mengalami fraktur
II KONSEP PEMBEDAHAN
a.

Indikasi pembedahan

b.

Penanggulangan non operatif gagal

Fraktur multipel

Robeknya arteri femoralis

Fraktur patologik

Fraktur pada orang tua

Open Reduction and Internal Fixation (ORIF)


Fragmen tulang di ikat dengan sekrup, pen atau paku pengikat, plat
logam yang di ikat dengan sekrup, paku intramedular yang panjang
(dengan

atau

tanpa

sekrup

pengunci),circumferential

bands, atau

kombinasi dari metode ini. Bila di pasang dengan semestinya, fiksasi


internal menahan fraktur secara aman sehingga gerakan dapat segera di
mulai, dengan gerakan lebih awal maka kekakuan dan edema dapat di
hilangkan. Komplikasi yang membahayakan adalah sepsis, bila terjadi
infeksi maka keuntungan fiksasi internal (reduksi yang tepat, stabilitas
yang segera dan gerakan lebih awal) dapat hilang.
Indikasi ORIF, yaitu :
1.

Fraktur yang tidak dapat di reduksi kecuali dengan operasi

2.

Fraktur yang tak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami


pergeseran kembali setelah reduksi, juga fraktur yang cenderung perlu
di tarik terpisah oleh kerja otot

3.

Fraktur yang penyatuannya kurang baik dan perlahan-lahan, terutama


fraktur pada leher femur.

4.

Fraktur

patologik,

di

mana

penyakit

tulang

dapat

mencegah

penyembuhan.
5.

Fraktur multiple

6.

Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya (penderita paraplegia,


pasien dengan cedera multiple dan sangat lansia).

Tujuan Tindakan Operasi


Tujuan dari operasi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang
agar tetap menyatu dan tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini
berupa Intra Medullary Nail biasanya digunakan untuk fraktur tulang
panjang dengan tipe fraktur tranvers
a. Persiapan Perioperative
1) Keadaan pre operasi :
1. Klien menjalani program puasa 6 jam sebelum operasi dimulai.
2. Jenis Anestesi : General anestesi : Face mask
3. Premedikasi yang diberikan : Muscle relaxan : Atracurium
4. Induksi Anestesi : Untuk induksi digunakan Propofol 80 mg I.V
secara pelan
5. Anestesi inhalasi : O2, Halothane
6. Rumatan : RL digrojog
7. Posisi anastesi : Terlentang

2). Persiapan alat


Basic set

Jumla

Alat tambahan

Jumlah

h
o Gunting kassa

o Jas operasi

o Gunting jaringan

o Handscoon

o Klem

10

o Duk besar

o Pinset anatomis

o Duk sedang/sarung kaki

o Canul suction

(besar/kecil)
o Pinset cirugis

o Selang suction

(besar/kecil)

o Kassa

o Kocher

o Pisturi no. 22

o Dukklem

o Cutter

o Nail fuder

o Benang: crumic 2/0, side

o Scuple (no 4)

o Kom

o Bengkok

2/0, plain 2/0


o Jarum: taper no: 24, cutting no

30
o Set ORIF:

Bone klem

Reduction

Raspatorium

Kuret

Mata bor

Screw driver 3,5

1 set

Plate 1/3 tubuler 6 whole

Penatalaksanaan/instrumen
No
1 Desinfeksi

Tindakan
Kom,

Peralatan
betadin,

alcohol,

2
3
4

Drapping
Menandai daerah sayatan
Melakukan sayatan pada

klempanjang, kassa
Duk besar, duk lubang, duk klem
Pisau, klem, kassa
kulit Pisau, kassa, klem arteri,

5
6
7

sampai otot
Mempertahankan hemostatis
Membersihkan area fraktur
Reposisi fraktur menahan

Pinset cirugis, gunting


Kassa klem cutter, suction
Kuret
area Raspatorium

8
9
10
11
12
13
14
15
16

fraktur
Fiksasi fraktur
Bor 6 whole area fraktur
Memasang plate
Mencuci daerah operasi
Hecting otot
Hecting sub cutis
Hecting kulit
Desinfeksi
Balut luka

Bone klem, Raspatorium


Bor, mata bor
Plate, screw driver
NaCL
Plain 2/0, taper no 30
Chromic 2/0, taper no 24
Side 2/0, cuting no 30
Kassa betadin
Kassa steril, kassa betadin dan
hipafix

3). Prosedur Operasi


1) Pasien sudah teranastesi GA
2) Tim bedah melakukan cuci tangan (Scrubbing)
3) Tim bedah telah memakai baju operasi (Gloving)
4) Lakukan disinfeksi pada area yang akan dilakukan sayatan dengan arah
dari dalam keluar, alkohol 2x, betadine 2x
5) Pasang duk pada area yang telah di disinfeksi (Drapping)
6) Hidupkan cuter unit
7) Lakukan sayatan dengan hand mest dengan arah paramedian
8) Robek subkutis dengan menggunakan cuter hingga terlihat tulang yang
fraktur
9) Lakukan pengeboran pada tulang

10) Pasang platina


11) Lakukan pembersihan bagian yang kotor dengan cairan NaCl
12) Jahit subkutis dengan plain 2/0
13) Jahit bagian kulit dengan side 2/0
14) Tutup luka dengan kassa betadine, setelah itu diberi hepafik
c.

Close Reduction and External Fixation (OREF)


Fraktur dapat di pertahankan dengan sekrup pengikat atau kawat
penekan melalui tulang di atas dan di bawah fraktur dan di lekatkan pada
suatu kerangka luar. Selain pada fraktur femur cara ini dapat di terapkan
pada tibia dan pelvis, humerus, radius bagian bawah dan bahkan tulangtulang pada tangan.
Indikasi OREF, yaitu :
1. Fraktur yang di sertai dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat di
mana luka dapat dibiarkan terbuka untuk pemeriksaan, pembalutan atau
pencangkokan kulit.
2. Fraktur yang disertai dengan kerusakaan saraf atau pembuluh darah.
3. Fraktur yang sangat kominutif dan tidak stabil
4. Fraktur yang tidak menyatu, yang dapat dieksisi dan dikompresi
5. Fraktur yang terinfeksi, di mana fiksasi internal mungkin tidak cocok.
6. Cidera multipel yang berat

III MASALAH YANG PERLU DIKAJI


a. Identitas Klien: untuk mengkaji status klien (nama, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, alamat, pekerjaan, status perkawinan)
b. Riwayat kesehatan: diagnosa medis, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah
dialami, alergi, imunisasi, kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang
digunakan, riwayat penyakit keluarga
c. Genogram

d. Pengkajian Keperawatan:
1. persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan,
2. pola nutrisi/metabolik terdiri dari antropometri, biomedical sign,
clinical sign, diet pattern
3. pola eliminasi: BAB dan BAK (frekuensi, jumlah, warna, konsistensi,
bau, karakter)
4. pola aktivitas & latihan: Activity Daily Living,status oksigenasi, fungsi
kardiovaskuler, terapi oksigen
5. Pola tidur & istirahat : durasi, gangguan tidur, keadaan bangun tidur
6. Pola kognitif & perceptual : fungsi kognitif dan memori, fungsi dan
keadaan indera
7. Pola persepsi diri : gambaran diri, identitas diri, harga diri, ideal diri,
dan peran diri
8. Pola seksualitas & reproduksi : pola seksual dan fungsi reproduksi
9. Pola peran & hubungan
10. Pola manajemen & koping stres
11. Sistem nilai dan keyakinan : oleh pasien maupun masyarakat
e. Pemeriksaan fisik
a

Keadaan umum, tanda vital

Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata,


telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas,
kulit dan kuku, dan keadaan lokal.

Pemeriksaan fraktur

Look/inspeksi DOTS
D deformitas : kelainan bentuk
O open injury : adakah luka terbuka untuk segera mencegah
kontaminasi
T tenderness : nyeri tekan
S swelling pembengkakan

Feel/palpasi

Adakah tenderness, krepitasi, nyeri saat digerakkan, suhu


(panas/dingin), denyut arteri, jaringan lunak (atrofi, spasme, tumor),
benjolan, edema, nodul.

Move/gerakan
Adakah gerakan abnormal, batasan gerak, hilangnya fungsi, periksa
trauma

daerah

lain

(head

to

toe),

komplikasi

fraktur,

periksa radiologis dengan sisi antero-posterior dan lateral. Foto


harus memuat 2 sendi (1 proksimal 1 distal, identitas, tanggal yang
jelas)
f. Terapi, pemeriksaan penunjang & laboratorium

X-Ray

CT Scan, MRI, tomografi (jarang)

USG dan scan tulang dengan radioisotop

Hambatan
mobilitas fisik

I. POHON MASALAH

Progam pembatasan gerak

Fungsi muskuloskeletal
belum pulih
Defisit
perawatan diri

Nyeri akut

Tirah baring
Post operasi

Terputusnya
kontinuitas jaringan

Risiko
Risiko hipotermi
Faktor risiko yang menyertai
Didalam ruangan
yang dingin

Insisi bedah
Ansietas

Gangguan
perfusi jaringan
: perifer

Indikasi operasi

Kompartemen
sindrom

Hambatan
mobilitas fisik

Nyeri akut

Risiko syok
hipovolemik

Port the entry


Robekan pada kulit

Menurunnya
aliran darah ke
daerah distal

Gangguan
fungsi
muskuloskeletal

Risiko

Spasme otot

Deformitas

Perubahan jaringan sekitar


Ujung tulang menembus
otot dan kulit
Fraktur terbuka

Perdarahan

Persgeseran fragmen tulang


Diskontinuitas tulang

Hematom pada
daerah fraktur
Perdarahan lokal

Perubahan fragmen tulang,


kerusakan jaringan dan
pembuluh darah

Fraktur pada tulang (tertutup/terbuka)

Stres > daya absorpsi tulang

Trauma langsung/tidak langsung

Kelemahan tulang/stres tulang

Kondisi patologis

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


A. DIAGNOSA PRE OP
1. Resiko syok hipovolemi berhubungan dengan perdarahan
2. Resiko infeksi berhubungan dengan port the entry kuman
3. Ansietas berhubungan dengan proses pembedahan
B. DIAGNOSA INTRA OP
1.
Resiko cidera berhubungan dengan faktor resiko yang menyertai
2.
Resiko hipertermi berhubungan dengan ruangan yang dingin
C. DIAGNOSA POST OP
1. Nyeri akut berhubungan dengan pergesaran fragmen tulang
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan gerak
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan tirah baring

III.RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


No
1.

Diagnosa
keperawatan
Nyeri akut
berhubungan
dengan
pergesaran
fragmen tulang

Tujuan
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
2x24jam post
operasi, nyeri
dapat berkurang
NOC :
o Pain level
o Pain control
o Comfort level

Kriteria hasil

Mampu mengontrol NIC :


Pain Management
nyeri
Nyeri berkurang
Mampu
mengenali 1 Kaji karakteristik nyeri
dari precipitating, quality,
nyeri
region, severity, dan time
Menyatakan
rasa
(PQRST), skala nyeri
nyaman
2 Berikan penjelasan
mengenai penyebab nyeri
3 Observasi respon nonverbal pasien
4

2.

Risiko syok
hipovolemi
berhubungan

Setelah
dilakukan
tindakan

TTV dalam batas


normal
Hidrasi dengan

Rasional

Intervensi keperawatan

Segera imobilisasi daerah


fraktur
5 Kolaborasi pemberian
analgesik
NIC:
Shock prevention

Pertimbangan tindakan
selanjutnya

Pasien memahami keadaan


sakitnya
Respon non verbal terkadang
lebih menggambarrkan apa
yang pasien rasakan
Mengurangi nyeri yang timbul

4
5

Mengontrol / mengurangi
nyeri pasien

dengan
perdarahan

keperawatan
1x6 jam syok
dapat dihindari
NOC :
o Shock
prevention
o Shock
management

3.

Risiko infeksi
berhubungan
dengan port the
entry kuman

Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan 1x6
jam infeksi dapat
dihindari
NOC:
o Risk control
o Infection
control

indikator : tidak
terdapat mata
cekung, hematokrit
dalam batas normal,
tidak terdapat demam

Pasien bebas dari


tanda-tanda infeksi
Luka tidak
terkontaminasi
Jumlah lekosit dalam
jumlah normal

1. Monitor status sirkulasi


(tekanan darah, warna
kulit, suhu kulit, denyut
jantung, ritme, nadi
perifer, dan CRT)
2. Monitor tanda inadekuat
oksigenasi jaringan
3. Monitor input dan output

Mengidentifikasi keadekuatan
status sirkulasi

4. Monitor tanda awal syok


5. Kolaborasi pemberian
cairan IV dengan tepat
NIC:
Infection control

4
5

Mengetahui adakah gangguan


perfusi jaringan
Mengetahui keseimbangan
cairan
Skrining adanya syok
Rehidrasi

Inspeksi kondisi luka

Pertahankan teknik
aseptik
Lakukan debridement

Pastikan tidak terdapat


benda asing yang
tertinggal
Pantau tanda-tanda infeksi

3
4

Pertimbangan intervensi
selanjutnya
Mencegah infeksi pada luka
Mencegah adanya benda asing
yang tertinggal pada luka
Mengecek kembali bahwa
benar-benar tidak terdapat
benda asing yang tertinggal
Tindakan cepat bila ada tanda-

4.

Risiko cedera
berhubungan
dengan faktor
risiko

Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan 1x8
jam cedera dapat
dihindari
NOC :
o Risk control

Pasien terbebas dari


cedera

Kolaborassi pemberian
antibiotik

tanda infeksi
Mencegah infeksi

NIC :
Positioning : Intraoperative
1
2
3

4
5

Posisikan pasien sesuai


kebutuhan
Kunsi roda meja operasi
Cek sirkulasi perifer dan
status neurologi

Jaga IV lines, kateter, dan


saluran pernapasan
Pastikan tidak terdapat
alat bedah yang tidak
diinginkan tertinggal
Memastikan jumlah alat
dan bahan dipakai saat
sebelum dan sesudah
operasi sama jumlahnya

2
3

Memudahkan tindakan yang


akan dilakukan
Mencegah pasien terjatuh
Memantau kondisi fisiologis
pasien selama operasi
berlangsung
Menjaga keadaan sirkulasi
pasien tetap aman
Mencegah cedera pada pasien

Memastikan peralatan yang


digunakan tidak tertinggal
dalam tubuh pasien

5.

Hambatan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan program
pembatasan
gerak

Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan 2x24
pasca operasi jam
mobilitas pasien
dapat meningkat

Pasien meningkat
dalam aktivitas fisik
Mengerti tujuan dari
peningktaan
mobilitas fisik

NOC:
o Joint
movement :
active
o Mobility level
o Self care :
ADLs
6.

Ansietas
berhubungan
dengan proses
pembedahan

Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan1x 6
jam, ansietas
pasien dapat
berkurang
NOC: Anxiety self
control,

Pasien
mampu
mengidentifikasi dan
mengungkapkan
gejala cemas
Mengidentifikasi,
mengungkapkan dan
menunjukkan tekhnik
untuk
mengontrol
cemas

NIC:
Exercise therapy
1. Kaji kemampuan pasien
dalam mobilisasi
2. Ajarkan bagaimana
latihan yang diperlukan
3. Anjurkan pasien untuk
rutin latihan
4. Monitor perkembangan
kemampuan aktivitas
pasien
5. Anjurkan keluarga juga
berpartisipassi dalam
program latihan pasien

1. Pertimbangan intervensi
selanjutnya
2. Pasien memahami latihan
yang perlu dilakukan
3. Membantu mempercepat
proses peningkatan aktivitas
4. Memantau kemajuan dari
terapi
5. Membantu mempercepat
peningkatan mobilisasi pasien

NIC: anxiety reduction


1. gunakan pendekatan yang
menenangkan
2.jelaskan semua prosedur
dan apa yang yang dirasakan
selama prosedur
3.dengarkan dengan penuh
perhatian

1. memberikan rasa nyaman pada


pasien
2. menurunkan rasa cemas pasien
3.

me
mberikan penghargaan pada
pasien

coping

Vital sign dalam batas 4. identifikasi tingkat


kecemasan
normal
5.instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi

4.

men
getahui tingkat cemas yang
dirasakan pasien
5.
men
gurangi rasa cemas pasien

DAFTAR PUSTAKA
Brroker, Chris. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC
Grace, P.A. & Borley,N.R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta : Penerbit
Erlangga
Joane. 2004. Nursing Intervention Classification. Mosby : USA
Joane. 2004. Nursing Outcomes Classification. Mosby : USA
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius FK UI
Nanda International. 2011. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 20122014. Jakarta: EGC
Nurarif, A.H. & Kusuma, H.K. 2013. Aplikasi Asuhan Kepreawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction Publishing
Smeltzer , Suzanna C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai