TINJAUAN PUSTAKA
Fig. 1.-Anatomy of the zygoma. 1-5, Temporal, frontal, maxillary, orbital, and infraorbital
processes of zygoma; 6. frontal bone; 7, maxillary bone; 8, temporal bone; 9, greater wing of
sphenoid bone; 10, zygomatic process of temporal bone; 11, zygomatic temporal suture; 12,
zygomatic process of maxilla; 13, zygomatic maxillary suture; 14, orbital surface of maxilla;
15, infraorbital foramen (Fujioka et al. 2013, Satish M. 2014).
ZMC terdiri dari 4 struktur pendukung (buttress), yaitu :
1. Zygomaticomaxillary buttress
2. Frontozygomatic buttress
3. Infraorbital buttress
4. Zygomatic arch buttress (Parashar et al. 2014, Rana M. et al. 2012)
ZMC mempunyai 4 perlekatan pada tengkorak, yaitu :
1. Sutura zygomaticofrontal (perlekatan daerah superior pada os frontale)
2. Sutura zygomaticomaxillary (perlekatan daerah medial pada maksila)
3. Sutura Zygomaticotemporal (perlekatan daerah lateral pada os temporal)
4. Sutura Zygomaticosphenoidal (perlekatan pada sayap terbesar os sphenoid) (Parashar
et al. 2014, Rana M. et al. 2012)
Fraktur ZMC juga dikenal sebagai fraktur tetrapod dan merupakan merupakan fraktur
fasial yang paling sering terjadi. Tingginya insiden dari fraktur ZMC berhubungan dengan
lokasi zigoma yang lebih menonjol dan berstruktur konveks. Predileksi terutama pada laki-
laki, dengan perbandingan 4:1 dengan perempuan dan memuncak pada usia 20-30 tahun
(Ascani G, 2014).
Etiologi
Penyebab dari fraktur ZMC yang paling sering adalah akibat benturan atau pukulan
pada daerah inferolateral orbita atau pada tonjolan tulang pipi dikarenakan kecelakaan
kendaraan bermotor, perkelahian, atau cidera olahraga (Kamath RAD et al. 2012).
Patofisiologi
Fraktur ZMC biasanya melibatkan dinding bawah orbita tepat diatas nervus alveolaris
inferior, sutura zigomatikofrontal, sepanjang arkus pada sutura zigomatikotemporal, dinding
lateral zigomatikomaksila, dan sutura zigomatikosplenoid yang terletak di dinding lateral
orbita, sedangkan dinding medial orbita tetap utuh (Yamamoto K et al. 2013, Thangavelu K
et al. 2013).
Fig. 2.-A. Impingement of temporalprocess of zygoma on coronoid process of mandible as
result of depressed zygomatic complex fracture. B and C. Downward displacement of frontal
process of zygoma and its attached lateral palpebral ligament
with separation of zygomaticofrontal suture. Lateral canthus of eyelid and eyeball are
depressed. On upward gaze. involved eyeball remains fixed due to incarceration of inferior
rectus and inferior oblique muscles between bony fracture fragments of orbital floor. D,
Fractures of infraorbital process, floor of orbit, and lateral maxillary sinus involving
infraorbital canal, infraorbital foramen, and nerve (Yamamoto K et al. 2013, Thangavelu K et
al. 2013).
Diagnosis
Diagnosa dari fraktur zigoma didasarkan pada pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
penunjang. Riwayat trauma pada wajah dapat dijadikan informasi kemungkinan adanya
fraktur pada kompleks zigomatikus selain tanda-tanda klinis. Tetapi pemeriksaan klinis
seringkali sulit dilakukan karena adanya penurunan kesadaran, oedem dan kontusio jaringan
lunak dari pasien yang dapat mengaburkan pemeriksaan klinis, dan pula tidak ada indikator
yang sensitif terhadap adanya fraktur zigoma (Miscusi et al. 2013).
Dari anamnesis dapat ditanyakan kronologis kejadian trauma, arah dan kekuatan dari
trauma terhadap pasien maupun saksi mata. Trauma dari arah lateral sering mengakibatkan
fraktur arkus zigoma terisolasi atau fraktur zigoma komplek yang terdislokasi inferomedial.
Trauma dari arah frontal sering mengakibatkan fraktur yang terdislokasi posterior maupun
inferior (Miscusi et al. 2013).
Pemeriksaan zigoma termasuk inspeksi dan palpasi. Inspeksi dilakukan dari arah
frontal, lateral, superior, dan inferior. Diperhatikan simetri dan ketinggian pupil yang
merupakan petunjuk adanya pergeseran pada dasar orbita dan aspek lateral orbita, adanya
ekimosis periorbita, ekimosis subkonjungtiva, abnormal sensitivitas nervus, diplopia dan
enoptalmus; yang merupakan gejala yang khas efek pergeseran tulang zigoma terhadap
jaringan lunak sekitarnya (Pau CY et al. 2010).
Tanda yang khas dan jelas pada trauma zigoma adalah hilangnya tonjolan prominen
pada daerah zigomatikus. Selain itu hilangnya kurvatur cembung yang normal pada daerah
temporal berkaitan dengan fraktur arkus zigomatikus. Deformitas pada tepi orbita sering
terjadi jika terdapat pergeseran, terutama pada tepi orbital lateral dan infraorbita. Ahli bedah
juga meletakkan jari telunjuk dibawah margin infraorbita, sepanjang zigoma, menekan ke
dalam jaringan yang oedem untuk palpasi secara simultan dan mengurangi efek visual dari
oedem saat melakukan pemeriksaan ini (Pau CY et al. 2010).
Gejala klinis yang paling sering ditemui adalah:
Keliling mata kehitaman, yakni ekhimosis dan pembengkakan pada kelopak mata
Perdarahan subkonjungtiva
Proptosis (eksophtalmus)
Mungkin terjadi diplopia (penglihatan ganda), karena fraktur lantai dasar orbita
dengan penggeseran bola mata dan luka atau terjepitnya otot ekstraokuler inferior
Mati rasa pada kulit yang diinervasi oleh n.infraorbitalis (Loxha MP et al. 2013,
Yamamoto K et al. 2013).
Gambar. Pergeseran bola mata ke arah postero inferior (tanda panah) yang terjadi setelah
fraktur ZMC yang melibatkan rima orbitalis dan dasar orbita (enophtalmos)
Pemeriksaan radiografis terlihat adanya kabut dan opasitas di dalam sinus maksilaris
yang terkena. Pengamatan yang lebih cermat pada dinding lateral antrum pada regio
pendukung (buttres) (basis os zygomaticum) sering menunjukkan diskontinuitas atau step.
Pergeseran yang umumnya terjadi adalah inferomedial yang mengakibatkan masuknya corpus
zygoma ke dalam sinus maksilaris dan mengakibatkan berkurangnya penonjolan malar (Bali
R. et al, 2013, Loxha MP et al. 2013, Regan et al. 2014).
Gambar.(kiri) pergeseran yang biasa terjadi pada fraktur ZMC adalah ke arah inferomedial.
(kanan) sesudah dilakukan reduksi, elemen fraktur distabilisasi dengan kawat tunggal pada
sutura zygomaticofrontalis (Joe T, KimJ. 2014, Ungari et al. 2012 ).
Penggunaan CT Scan dan foto roentgen sangat membantu menegakkan diagnosa, mengetahui
luasnya kerusakan akibat trauma, dan perawatan. CT scan pada potongan axial maupun
coronal merupakan gold standard pada pasien dengan kecurigaan fraktur zigoma, untuk
mendapatkan pola fraktur, derajat pergeseran, dan evaluasi jaringan lunak orbital. Secara
spesifik CT scan dapat memperlihatkan keadaan pilar dari midfasial: pilar nasomaxillary,
zygomaticomaxillary, infraorbital, zygomaticofrontal, zygomaticosphenoid, dan
zygomaticotemporal. Penilaian radiologis fraktur zigoma dari foto polos dapat menggunakan
foto waters, caldwel, submentovertek dan lateral. Dari foto waters dapat dilihat pergeseran
pada tepi orbita inferior, maksila, dan bodi zigoma. Foto caldwel dapat menunjukkan region
frontozigomatikus dan arkus zigomatikus. Foto submentovertek menunjukkan arkus
zigomatikus (Bali R. et al. 2013, Ungari et al. 2012).
Klasifikasi fraktur ZMC adalah:
Fraktur stable after elevation:
(a) hanya arkus (pergeseran ke medial),
(b) rotasi pada sumbu vertikal, bisa ke medial atau ke lateral (Ramanathan M dan
Cherian MP. 2010).
Fraktur unstable after elevation:
(a) hanya arkus (pergeseran ke medial);
(b) rotasi pada sumbu vertikal, medial atau lateral;
(c) dislokasi en loc, inferior, medial, posterior, atau lateral;
(d) comminuted fracture (Cheon et al. 2013).
Optimalnya fraktur ditangani sebelum oedem pada jaringan muncul, tetapi pada
praktek di lapangan hal ini sangat sulit. Keputusan untuk penanganan tidak perlu dilakukan
terburu-buru karena fraktur zigoma bukan merupakan keadaan yang darurat. Penundaan
dapat dilakukan beberapa hari sampai beberapa minggu sampai oedem mereda dan
penanganan fraktur dapat lebih mudah (Andrades P et al. 2010).
Penatalaksanaan fraktur zigoma tergantung pada derajat pergeseran tulang, segi
estetika dan defisit fungsional. Perawatan fraktur zigoma bervariasi dari tidak ada intervensi
dan observasi meredanya oedem, disfungsi otot ekstraokular dan parestesi hingga reduksi
terbuka dan fiksasi interna. Intervensi tidak selalu diperlukan karena banyak fraktur yang
tidak mengalami pergeseran atau mengalami pergeseran minimal. Penelitian menunjukkan
bahwa antara 9-50% dari fraktur zigoma tidak membutuhkan perawatan operatif. Jika
intervensi diperlukan, perawatan yang tepat harus diberikan seperti fraktur lain yang
mengalami pergeseran yang membutuhkan reduksi dan alat fiksasi (Beogo R et al. 2014,
Yamamoto K. et al. 2014).