Anda di halaman 1dari 5

13.

TUMOR RONGGA HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

Bakti Soerarso,
Mulyarjo, Widodo Ario Kentjono, Haryono Kusuma

BATASAN
Semua tumor jinak maupun ganas yang berasal dari rongga hidung dan/atau sinus
paranasal.

PATOLOGI
Urutan asal tumor menurut kekerapan:
1. Sinus maksila
2. Rongga hidung
3. Sel-sel etmoid
4. Sinus frontal
5. Sinus sfenoid

Pembagian menurut hispatologi:

- Tumor jinak
 Dari jinak lunak: fibroma, neurofibroma, meningioma.
 Dari jaringan tulang: osteoma, giant cell tumor, dispasia fibrosa, ossifying
fibrome.
 Odontogenik: kista-kista gigi, ameloblastoma.

- Tumor pra ganas:


Inverted papilloma.

- Tumor ganas

1
 Dari epitel: karsinoma sel skuamosa, limfoepitelioma, karsinoma sel basal,
silindroma, dsb.
 Dari jaringan ikat: fibrosarkoma, rabdomiosarkoma.
 Dari jaringan tulang/tulang rawan: osteosarkoma, kondrosarkoma.

GEJALA KLINIK
Gejala dini tidak khas, pada stadium lanjut tergantung asal tumor dan arah perluasannya.

- Gejala hidung
Buntu hidung unilateral dan progresif, terutama pada tumor di rongga hidung. Buntu
bilateral bila terjadi pendesakan ke sisi lainnya. Sekret hidung bervariasi. Purulen dan
berbau bila ada infeksi. Sekret yang bercampur darah atau adanya epistaksis
menunjukkan kemungkinan keganasan. Rasa nyeri di sekitar hidung dapat
diakibatkan oleh gangguan ventilasi sinus. Sedangkan rasa nyeri terus-menerus dan
progresif umumnya akibat infiltrasi tumor ganas.

- Gejala lokal masing-masing sinus


Sinus maksila
Pertumbuhan tumor lebih lanjut dapat menyebabkan:
- Pembengkakan pipi.
- Pembengkakan palatum durum.
- Geraham ataas goyah, maloklusi gigi.
- Gangguan mata bila tumor masuk orbita.

Sel-sel etmoid.
- Masuk ke orbita melalui lamina papirasea, mendesak bola mata, terjdi diplopi,
dan penurunan visus.
- Pendesakan ke arah depan menyebabkan benjolan pada pangkal hidung.

Sinus frontal
- Pendesakan ke depan menyebabkan benjolan pada dahi.

2
- Ke orbita menyebabkan diplopi, gangguan visus.

Sinus sfenoid
- Pertumbuhan ke arah nasofaring, benjolan terlihat pada rinoskopi posterior (RP).
- Pendesakan ke retrobulbair, menyebabkan prostrusio bulbi dan penurunan visus,
dan gangguan gerakan bola mata.

DIAGNOSIS

- Anamnesis yang cermat terhadap keluhan-keluhan di atas.


- Pemeriksaan
 Inspeksi terhadap dahi, mata, pipi, geraham dan palatum.
 Palpasi terhadap tumor yang tampak dan kelenjar leher (bila ada).
 Rinoskopi anterior untuk mengevaluasi tumor di dalam rongga hidung.
 Rinoskopi posterior untuk melihat ekstensi ke nasofaring.
 Pemeriksaan THT lainnya menurut keperluan.
- Pemeriksaan tambahan
 Pemeriksaan radiologi :
X-foto posisi Water: untuk melihat perluasan tumor di dalam sinus maksilaris,
dan sinus frontal. Kranium lateral : untuk melihat ekstensi ke fosa kranii
anterior/media.
CT SCAN: untuk mengetahui lebih tepat perluasan tumor.
 Biopsi:
Biopsi dengan forsep Blakesley dilakukan pada tumor yang tampak.
Tumor di dalam sinus maksilaris dibiopsi dengan pungsi melalui meatus nas
inferior. Untuk tumor kecil di dalam rongga sinus maksila atau rongga hidung
dapat dilakukan menggunakan antroskopi atau naso-endoskopi. Tumor jinak
langsung dilakukan operasi. Untuk kecurigaan terhadap keganasan, bila perlu
dapat dilakukan potong beku.

3
TERAPI

Tumor jinak: Terapi pembedahan.


Beberapa macam pembedahan antara lain:
- Rinotomi lateral
- Caldwell-Luc
- Pendekatan trans paltal
Tumor ganas:
Pembedahan:
 Reseksi:
- Rinotomi lateral
- Maksilektomi partial/total
- Dapat dengan kombinasi eksenterasi orbita
 Paliatif: mengurangi besar tumor (debulking), sebelum radiasi.

Radiasi:
- Dilakukan bila operasi kurang radikal atau residif.
- Pra bedah pada tumor yang radio sensitif (misal: tumor sangat besar/inoperable,
metastasis jauh, kombinasi dengan radiasi).

Kemoterapi: sebagai terapi tambahan pada pembedahan dan radiasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Miller RH. Neoplasms of the nose and paranasal sinuses. In: Ballenger JJ. Ed.
Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck. 14th ed. Philadelphia, London:
Lea & Febiger, 1991: 109-18.
2. Krespi YP, Levine TM. Tumors of the nose and paranasal sinuses. In: Paparella
NN, Shumrick DD, Stuckman JL, Meyerhoff WL, eds. Otolaryngology 3rd ed.

4
Vol. III, Head and Neck.. Philadelphia, London, Toronto, WB Saunders, Co,
1991:1938-58.
3. Myers EN, Carrau RL. Neoplasms of the nose and paranasal sinuses. In: Bailey
BJ and Pillsburry III HC. Eds. Head and Neck surgery – Otolaryngology Vol. II
Philadelphia: JB Lippincott Company. 1993:1091-109.
4. Lane M, Donovan DT. Neoplasms of the head and neck. In: Calabresi P, Schein
PS. Eds. Medical Oncology. 2nd ed New York: Mc Graw Hill, Inc. 1993:565-92.

Anda mungkin juga menyukai