Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

CARSINOMA NASOFARING

A. KONSEP MEDIS

1. Anatomi Nasofaring

Gambar 1.1

Nasofaring adalah bagian posterior rongga nasal yang membuka ke arah

rongga nasal melalui dua naris internal (koana).

Dua tuba eustachius (auditorik) menghubungkan nasofaring dengan

telinga tengah. Tuba ini berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara pada

kedua sisi gendang telinga.

Amandel (adenoid) faring adalah penumpukan jaringan limfatik yang

terletak di dekat naris internal. Pembesaran adenoid dapat menghambat aliran

udara (Sloane, 2003).


Laporan Pendahuluan Karsinoma Nasofaring
Nasofaring merupakan rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan

lateral. Ke depan berhubungan dengan rongga hidung melalui koana sehingga

sumbatan hidung meruapakan gangguan yang sering timbul. Demikian juga

penyebaran tumor ke lateral akan menyumbat muara tuba eustachius dan akan

mengganggu pendengaran serta menimbulkan cairan di telinga tengah. Ke arah

belakang dinding melengkung ke atas dan ke depan dan terletak di bawah

korpus os sphenoid dan bagian basilar dari os oksipital. Nekrosis akibat

penekanan mungkin timbul di tempat-tempat tersebut. Di belakang atas torus

tubarius terdapat resesus faring atau fosa rosenmuleri dan tepat di ujung atas

posteriornya terletak foramen laserum. Tumor dapat menjalar kearah intracranial

dalam dua arah, masing-masing menimbulkan gejala-gejala neurologic yang

khas. Perluasan langsung melalui foramen laserum ke sinus kavernosus dan fosa

kranii media menyebabkan gangguan saraf otak III, IV, VI dan kadang-kadang

II. Sebaliknya, penyebaran ke kelanjar faring lateral dan sekitar selubung

karotis/ jugularis pada ruang retreparotis akan menyebabakn kerusakan saraf

otak ke IX, X, XI dan XII. Saraf otak ke VII dan VIII biasanya jarang terkena.

Jaringan limfe di nasofaring terdapat banyak saluran limfe yang terutama

mengalir ke lateral bermuara di kelenjar retrofaring Krause (kelenjar rouviere).

Terdapat hubungan bebas melintasi garis tengah dan hubungan langsung dengan

mediastinum melalui rongga ruang retrofaring. Metastasis jauh sering terjadi.

Pembagian daerah nasofaring :

Dinding posterosuperior: daerah setinggi batas palatum durum dan mole

sampai dasar tengkorak.

Laporan Pendahuluan Karsinoma Nasofaring


Dinding lateral: termasuk fosa resenmuleri.

Dinding inferior: terdiri atas permukaan superior palatum mole.

Nasofaring letaknya tertinggi di antara bagian-bagian lain dari faring, tepatnya

di sebelah do sal dari cavum nasi dan dihubungkan dengan cavum nasi oleh

koane. Nasofaring tidak bergerak, berfungsi dalam proses pernafasan dan ikut

menentukan kualitas suara yang dihasilkan oleh laring. Nasofaring merupakan

rongga yang mempunyai batas-batas sebagai berikut :

Atas : Basis kranii.

Bawah : Palatum mole

Belakang : Vertebra servikalis

Depan : Koane

Lateral : Ostium tubae Eustachii, torus tubarius, fossa

rosenmuler (resesus faringeus).

Pada atap dan dinding belakang Nasofaring terdapat adenoid atau tonsila

faringika.

2. Pengertian Carsinoma Nasofaring

a. Karsinoma Nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa

nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring.

b. Carsinoma Nasofaring merupakan karsinoma yang paling banyak di THT

dalam keadaan terlambat atau stadium lanjut.

c. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah

nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring.

Laporan Pendahuluan Karsinoma Nasofaring


Gambar 1.2

Didapatkan lebih banyak pada pria dari pada wanita, dengan

perbandingan 3 : 1 pada usia/umur rata-rata 30 50 tahun.

3. Etiologi

Penyebab timbulnya Karsinoma Nasofaring masih belum jelas. Namun banyak

yang berpendapat bahwa berdasarkan penelitian-penelitian epidemiologik dan

eksperimental, ada 5 faktor yang mempengaruhi yakni :

1. Faktor Genetik (Banyak pada suku bangsa Tionghoa/ras mongolid).

2. Faktor Virus (Virus EIPSTEIN BARR)

3. Faktor lingkungan (polusi asap kayu bakar, atau bahan karsinogenik

misalnya asap rokok dll).

4. Iritasi menahun : nasofaringitis kronis disertai rangsangan oleh asap,

alkohol dll

5. Hormonal : adanya estrogen yang tinggi dalam tubuh.


Laporan Pendahuluan Karsinoma Nasofaring
4. Patofisiologi

Nasofaring terletak di belakang tabir langit-langit dan di bawah dasar

tengkorak.letak yang demkian sulit untuk diperiksa oleh orang yang bukan ahli,

sehingga sering kali tumor ditemukanterlambat dan menyebabkan metastase ke

leher.

Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel, daerah asal, dan kecepatan

pertumbuhan. Empat tipe sel primer pada kanker paru adalah karsinoma

epidermoid (sel skuamosa), karsinoma sel kecil (sel oat), karsinoma sel besar

(tak terdeferensiasi) dan adenokarsinoma. Sel skuamosa dan karsinoma sel kecil

umumnya terbentuk di jalan napas utama bronkial. Karsinoma sel besar dan

adenokarsinoma umumnya tumbuh di cabang bronkus perifer dan alveoli.

Karsinoma sel besar dan karsinoma sel oat tumbuh sangat cepat sehingga

mempunyai prognosis buruk. Sedangkan pada sel skuamosa dan

adenokarsinoma prognosis baik karena sel ini pertumbuhan lambat.

5. Gejala

Berkait dengan hal tersebut, maka gejala yang timbul pada karsinoma nasofaring

cukup kompleks dan digolongkan dalam 4 kelompok yaitu:

1. Gejala nasofaring

Epistaksis ringan atau sumbatan hidung.

Pilek dari satu atau kedua lubang hidung yang terus-menerus/kronik.

Lendir dapat bercampur darah atau nanah yang berbau.

Epistaksis dapat sedikit atau banyak dan berulang.

Laporan Pendahuluan Karsinoma Nasofaring


Dapat juga hanya berupa riak campur darah.

Obstruksio nasi unilateral atau bilateral bila tumor tumbuh secara

eksofilik

Hal ini perlu pemeriksaan cermat seperti nasofaringoskop.

2. Gejala telinga

Letak nasofaring yaitu dekat dengan muaratuba eustakius, sehingga

gangguan yang timbul dapat berupa tinitus, rasa tidak enak ditelinga bahkan

kadang-kadang timbul nyeri pada telinga (otolgia), kurang pendengaran,

OMP

3. Gejala mata

Nasofaring berhubungan dan dekat dengan rongga tengkorak melalui

beberapa lubang. Penjalaran dari karsinoma melalui foramen laserum akan

mengenai saraf otak iii, iv dan vi. Gejala yang nampak dari gangguan

tersebut adalah diplopia dan neuralgia trigeminal.

4. Gejala saraf

Proses karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ix, x, xi dan xii.

Penderita akan mengalami kesulitan dalam mengunyah.

5. Gejala karena tumbuh dan menyebarnya tumor

Merupakan gejala yang timbul oleh penyebaran tumor secara ekspansif,

infiltratif dan metastasis.

a. Ekspansif

Ke muka, tumor tumbuh ke depan mengisi nasofaring dan menutuk

Laporan Pendahuluan Karsinoma Nasofaring


koane sehingga timbul gejala obstruksi nasi/hidung buntu.

Ke bawah, tumor mendesak palatum mole sehingga terjadi

bombans palatum mole sehingga timbul gangguan menelan/sesak.

b. Infiltratif

Ke atas :

Melalui foramen ovale masuk ke endokranium, maka terkena dura

dan timbul sefalgia/sakit kepala hebat, Kemudian akan terkena N VI,

timbul diplopia, strabismus. Bila terkena N V, terjadi Trigeminal

neuralgi dengan gejala nyeri kepala hebat pada daerah muka, sekitar

mata, hidung, rahang atas, rahang bawah dan lidah. Bila terkena N

III dan IV terjadi ptosis dan oftalmoplegi. Bila lebih lanjut lagi akan

terkena N IX, X, XI dan XII.

Ke samping :

Masuk spatium parafaringikum akan menekan N IX dan X : Terjadi

Paresis palatum mole, faring dan laring dengan gejala regurgitasi

makan-minum ke kavum nasi, rinolalia aperta dan suara parau.

Menekan N XI : Gangguan fungsi otot sternokleido mastoideus

dan otot trapezius.

Menekan N XII : Terjadi Deviasi lidah ke samping/gangguan

menelan

c. Gejala karena metastasis melalui aliran getah bening :

Terjadi pembesaran kelenjar leher yang terletak di bawah ujung planum

Laporan Pendahuluan Karsinoma Nasofaring


mastoid, di belakang ungulus mandibula, medial dari ujung bagian atas

muskulus sternokleidomastoideum, bisa unilateal dan bilateral.

Pembesaran ini di sebut tumor colli.

d. Gejala karena metastasis melalui aliran darah :

Akan terjadi metastasis jauh yaitu paru-paru, ginjal, limpa, tulang dan

sebagainya.

Gejala di atas dapat dibedakan antara :

I. Gejala Dini : Merupakan gejala yang dapat timbul waktu tumor

masih tumbuh dalam batas-batas nasofaring, jadi

berupa gejala setempat yang disebabkan oleh tumor

primer (gejala-gejala hidung dan gejala-gejala

telinga seperti di atas).

II. Gejala Lanjut : Merupakan gejala yang dapat timbul oleh karena

tumor telah tumbuh melewati batas nasofaring, baik

berupa metastasis ataupun infiltrasi dari tumor.

Sebagai pedoman :

Ingat akan adanya tumor ganas nasofaring bila dijumpai TRIAS :

A. Tumor colli, gejala telinga, gejala hidung.

B. Tumor colli, gejala intrakranial (syaraf dan mata), gejala hidung dan

telinga.

C. Gejala Intrakranial, gejala hidung dan telinga.

Laporan Pendahuluan Karsinoma Nasofaring


6. Pembagian Karsinoma Nasofaring

Menurut Histopatologi :

Well differentiated epidermoid carcinoma.

- Keratinizing

- Non Keratinizing.

Undiffeentiated epidermoid carcinoma = anaplastic carcinoma

- Transitional

- Lymphoepithelioma.

Adenocystic carcinoma

Menurut bentuk dan cara tumbuh

Ulseratif

Eksofilik : Tumbuh keluar seperti polip.

Endofilik : Tumbuh di bawah mukosa, agar sedikit lebih tinggi dari

jaringan sekitar (creeping tumor)

7. Klasifikasi Histopatologi menurut WHO (1982)

Tipe WHO 1

- Karsinoma sel skuamosa (KSS)

- Deferensiasi baik sampai sedang.

- Sering eksofilik (tumbuh dipermukaan).

Laporan Pendahuluan Karsinoma Nasofaring


Tipe WHO 2

- Karsinoma non keratinisasi (KNK).

- Paling banyak pariasinya.

- Menyerupai karsinoma transisional

Tipe WHO 3

- Karsinoma tanpa diferensiasi (KTD).

- Seperti antara lain limfoepitelioma, Karsinoma anaplastik, Clear Cell

Carsinoma, varian sel spindel.

- Lebih radiosensitif, prognosis lebih baik.

Laporan Pendahuluan Karsinoma Nasofaring


8. Klasifikasi TNM

Menurut UICC (1987) pembagian TNM adalah sebagai berikut :

Klasifikasi berdasarkan TNM : tumor, nodul dan metastase.

TUMOR SIZE (T)


T Tumor primer
T0 Tidak tampak tumor
T1 Tumor terbatas pada satu lokasi saja
Tumor dterdapat pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih
T2
terbatas pada rongga nasofaring
T3 Tumor telah keluar dari rongga nasofaring
Tumor teah keluar dari nasofaring dan telah kmerusak tulang
T4
tengkorak atau saraf-saraf otak
Tx Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap
REGIONAL LIMFE NODES (N)
N0 Tidak ada pembesaran
Terdapat pembesarantetapi homolateral dan masih bisa
N1
digerakkan
Terdapat pembesaran kontralateral/ bilateral dan masih dapat
N2
digerakkan
Terdapat pembesaran, baik homolateral, kontralateral maupun
N3
bilateral yang sudah melekat pada jaringan sekitar
METASTASE JAUH (M)
M0 Tidak ada metastase jauh
M1 Metastase jauh

9. Penentuan Stadium

1. Stadium I : T1 No dan Mo

2. Stadium II : T2 No dan Mo

3. Stadium III : T1/T2/T3 dan N1 dan Mo atau T3 dan No dan Mo

4. Stadium IV : T4 dan No/N1 dan Mo atau T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan Mo


Laporan Pendahuluan Karsinoma Nasofaring
atau T1/T2/T3/t4 dan No/N1/N3/N4 dan M1

10. Lokasi :

1. Fossa Rosenmulleri.

2. Sekitar tuba Eustachius.

3. Dinding belakang nasofaring.

4. Atap nasofaring.

11. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi : Wajah, mata, rongga mulut dan leher.

Pemeriksaan THT:

1. Otoskopi : Liang telinga, membran timpani.

2. Rinoskopia anterior :

a. Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung, mungkin

hanya banyak sekret.

b. Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian belakang rongga

hidung, tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum mole

negatif.

3. Rinoskopia posterior :

a. Pada tumor indofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak

agak menonjol, tak rata dan paskularisasi meningkat.

b. Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.

4. Faringoskopi dan laringoskopi :


Laporan Pendahuluan Karsinoma Nasofaring
Kadang faring menyempit karena penebalan jaringan retrofaring; reflek

muntah dapat menghilang.

5. X foto : tengkorak lateral, dasar tengkorak, CT Scan

12. Pemeriksaan tambahan

1. Biopsi :

Biopsi sedapat mungkin diarahkan pada tumor/daerah yang dicurigai.

Dilakukan dengan anestesi lokal.

Biopsi minimal dilakukan pada dua tempat (kiri dan kanan), melalui

rinoskopi anterior, bila perlu dengan bantuan cermin melalui rinoskopi

posterior.

Bila perlu Biopsi dapat diulang sampai tiga kali.

Bila tiga kali Biopsi hasil negatif, sedang secara klinis mencurigakan

dengan karsinoma nasofaring, biopsi dapat diulang dengan anestesi umum.

Biopsi melalui nasofaringoskopi dilakukan bila klien trismus atau keadaan

umum kurang baik.

Biopsi kelenjar getah bening leher dengan aspirasi jarum halus dilakukan

bila terjadi keraguan apakah kelenjar tersebut suatu metastasis.

13. Penatalaksanaan :

Terapi utama : Radiasi/Radioterapi ditekankan pada

penggunaan megavoltage dan pengaturan dengan

komputer (4000 6000 R)

Laporan Pendahuluan Karsinoma Nasofaring


Terapi tambahan : Diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor

transfer, inferferon, Sitostatika/Kemoterapi,

seroterapi, vaksin dan anti virus

Semua pengobatan tambahan ini masih dalam

pengembangan, sedangkan kemoterapi masih

tetap terbaik sebagai terapi ajuvan (tambahan).

Berbagai macam kombinasi dikembangkan, yang

terbaik sampai saat ini adalah kombinasi dengan

Cis-platinum sebagai inti. Pemberian ajuvan

kemoterapi Cis-platinum, bleomycin dan 5-

fluorouracil sedang dikembangkan di bagian THT

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

dengan hasil sementara yang cukup memuaskan.

Demikian pula telah dilakukan penelitian

pemberian kemoterapi praradiasi dengan

efirubicin dan cis-platinum, meskipun ada efek

samping yang cukup berat, tetapi memberikan

harapan kesembuhan yang lebih baik.

Laporan Pendahuluan Karsinoma Nasofaring


ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Gejala :
- Kelemahan dan / atau kelelahan.
- Perubahan pada pola istirahat / jam tidur karena keringat berlegih, nyeri
atau ansietas.
2. Integritas Ego :
Gejala :
- Faktor stress (perubahan peran atau keuangan).
- Cara mengatasi stress (keyakinan/religius).
- Perubahan penampilan.
3. Makanan/cairan
Gejala :
- Kebiasaan diet buruk (Bahan Pengawet)
4. Neurosensori
Gejala :
- Pusing atau sinkope
5. Pernafasan
Gejala :
- Pemajanan bahan aditif
6. Interaksi sosial
Gejala :
- Kelemahan sistem pendukung
7. Pembelajaran
Laporan Pendahuluan Karsinoma Nasofaring
Gejala :
- Riwayat kanker pada keluarga

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas

akibat kanker.

2. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

kesukaran menelan.

4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan fungsi

pendengaran.

5. Ansietas berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan.

6. Defisit volume cairan berhubungan dengan mual muntah

7. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan stimulus nyeri, stimulus

mual-muntah

C. Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas.
Tujuan : jalan napas bersih
Kriteria Hasil:
- Jalan napas paten
- Tidak ada sesak napas
- RR 16-24x/menit
Intervensi:
1. Berikan pasien posisi semi atau fowler dan Bantu pasien untuk napas
dalam.
R/ posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya
pernapasan.
Laporan Pendahuluan Karsinoma Nasofaring
2. Berikan oksigen
R/ meningkatkan transport oksigen.
3. Kolaborasi dengan dokter dalam trakeostomi
R/ pemasangan trakeostomi dibutuhkan jika ada pembesaran kanker
nasofaring untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi.
4. Kolaborasi dengan dokter dalam terapi radioterapi dan kemoterapi.
R/ Radioterapi dan kemoterapi merupakan penatalaksanaan untuk
mengendalikan pertumbuhan kanker.

2. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).


Tujuan : Rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil :
- Mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi nyeri
- Melaporkan penghilangan nyeri maksimal/kontrol.
Intervensi :
1. Berikan tindakan kenyamanan (misal: gosok punggung) dan kativitas
hiburan (misal: musik, televisi).
R/ meningkatkan relaksasi dan membantu menfokuskan kembali
perhatian.
2. Dorong penggunaan keterampilan manajemen nyeri (misal: teknik
relaksasi, visualisasi).
R/ memungkinkan pasien untuk berpartisipasi secara aktif dan
meningkatkan rasa kontrol.
3. Kolaborasi dengan dokter dalam terapi analgesik (morfin, metadon).
R/ nyeri adalah komplikasi sering dari kanker, meskipun respon individu
berbeda.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


kesukaran menelan.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
1. Berat badan meningkat.
Laporan Pendahuluan Karsinoma Nasofaring
2. Nafsu makan meningkat.
Intervensi:
1. Sesuaikan diet sebelum dan sesudah pemberian obat sesuai dengan
kesukaan dan toleransi pasien.
R/ Memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
2. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
R/ Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
3. Berikan oral hygiene.
R/ Meningkatkan nafsu makan.
4. Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori, kaya nutrien dengan
masukan cairan adekuat.
R/ Jenis makanan ini akan meningkatkan pemenuhan nutrisi tanpa
meningkatkan stimulus pada pencernaan.
5. Kolaborasi dengan spesialis THT untuk pemasangan nasogastrik tube.
R/ Memenuhi kebutuhan nutrisi.

4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan fungsi


pendengaran.
Tujuan : mampu beradaptasi terhadap perubahan sensori pesepsi.
Kriteria Hasil:
Mengenal gangguan dan berkompensasi terhadap perubahan.
Intervensi:
1. Tentukan ketajaman pendengaran, apakah satu atau dua telinga terlibat .
R/ Mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien .
2. Orientasikan pasien terhadap lingkungan.
R/ Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan proses
penyembuhan.
3. Bicara pada sisi telinga sehat
R/ mempermudah dalam memberikan informasi.

5. Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan


Laporan Pendahuluan Karsinoma Nasofaring
prognosis.
Tujuan : tidak terjadi kecemasan
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapkan kecemasan berkurang
- Klien berpartisipasi dalam kegiatan pengobatan
Intervensi :
1. Orientasikan tentang penyakit yang dialami klien
R/ : meningkatkan pemahaman klien tentang penyakit
2. Berikan kesempatan pada klien untuk bertanya tentang penyakitnya
R/ : menimbulkan rasa aman dan perhatian bagi klien
3. Beri dukungan psikologis
R/ : dapat berupa penguatan tentang kondisi klien, peran serta aktif klien
dalam perawatan
4. Terangkan setiap prosedur yang dilakukan dan jelaskan tahap perawatan
yang akan dijalani
R/ : mengurangi rasa ketidaktahuan dan kecemasan yang terjadi
5. Beri informasi tentang penyakit yang dialami
R/ : mengorientasikan pada penyakit dan kemungkinan realistik sebagai
konsekuensi penyakit dan menunjukkan realitas

6. Defisit volume cairan berhubungan dengan mual muntah


Tujuan :
Setelah tindakan keperawatan selama 24 jam kebutuhan cairan terpenuhi,
kriteria ;
a. Turgor baik
b. Mukosa tetap basah
c. Mata tidak cekung
d. Akral hangat
e. Intake adekuat
f. Klien tidak muntah
Intervensi :
1) Observasi tanda-tanda vital
Laporan Pendahuluan Karsinoma Nasofaring
R. Untuk mengetahui keadaan umum dan perkembangan klien
2) Kaji membran mukosa, turgor kulit.
R. Turgor kulit dan membran mukosa merupakan indikasi status hidrasi
3) Berikan cairan peroral atau parenteral sesuai dengan indikasi
R. Dapat menurunkan iritasi gaster dan muntah serta meminimalkan
kehilangan cairan
4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi cairan
R. Untuk memenuhi kebutuhan volume cairan

7. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan stimulus nyeri, stimulus mual-


muntah
Tujuan :
Klien dapat tidur nyenyak dalam 4 hari perawatan dengan kriteria hasil :
a. Klien mengatakan dapat tidur dengan nyenyak
b. Klien tidak lemah
Intervensi :
1. Observasi TTV
R/ Untuk memberikan Tindakan selanjutnya
2. Kaji pola istrahat tidur pasien
R/ Mengetahui sejauh mana kebutuhan istrahat tidur klien terganggu
3. Atur Posisi klien
R/ Untuk memberikan rasa nyaman bagi klien
4. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
R/ Lingkungan yang nyaman dan tenang dapat membantu klien untuk
cepat istrahat / tidur

Laporan Pendahuluan Karsinoma Nasofaring


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta.

Doenges, M. G. (2004). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.

Lab. UPF Ilmu Penyakit THT FK Unair. (2008). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Lab/UPF

Ilmu Penyakit THT. Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetom Fakultas Kedokteran

Universitas Airlangga. Surabaya.

Makalah Kuliah THT. Tidak dipublikasikan

Prasetyo B, Ilmu Penyakit THT, EGC Jakarta

Rothrock, C. J. (2000). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. EGC : Jakarta.

Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. (2006). Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT. Edisi

kekempat. FKUI : Jakarta.

Sri Herawati. (2010). Anatomi Fisiologi Cara Pemeriksaan Telinga, Hidung, Tenggorokan.

Laboratorium Ilmu Penyakit THT Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Surabaya.

Laporan Pendahuluan Karsinoma Nasofaring

Anda mungkin juga menyukai