PENDAHULUAN
di antara tumor ganas THT di Indonesia. Hampir 60 % tumor ganas kepala dan leher
merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan
sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil,
hipofaring dalam persentase rendah. Tumor ini berasal dari fossa Rosenmuller pada
Survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1980 secara
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta saja, ditemukan lebih dari 100 kasus
setahun, RS. Hasan Sadikin Bandung rata rata 60 kasus, Ujung Pandang 25 kasus,
Bukittinggi.1,2
masalah, hal ini karena etiologi yang masih belum pasti, gejala dini yang tidak khas
serta letak nasofaring yang tersembunyi, sehingga diagnosis sering terlambat dan
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
bagian atas, belakang, lateral yang merupakan bagian dari faring. Nasofaring ini
berbentuk kerucut dan selalu terbuka pada waktu respirasi karena dindingnya berasal
dari tulang, kecuali dasarnya yang dibentuk oleh palatum mole. Batas nasofaring 3 :
Anterior : Koana, dibagi atas koana kanan dan kiri oleh septum nasi.
2
Faring menerima aliran darah dari sistem arteri karotis eksterna terutama
arteri faringeal ascendens. Vena terletak dibawah muskulus konstriktor mayor, akan
Daerah nasofaring dipersarafi oleh pleksus faringeal yang terdapat di atas otot
konstriktor faringeus media. Pleksus faringeus terdiri dari serabut sensoris saraf
glossofaringeus (IX), serabut motoris saraf vagus (X) dan serabut saraf ganglion
servikalis simpatikus. Sebagian besar saraf sensoris nasofaring berasal dari saraf
3
glossofaringeus, hanya daerah superior nasofaring dan anterior orifisuim tuba yang
pertama adalah kelompok nodul pada daerah retrofaringeal yang terdapat pada ruang
prevertebra. Pada dinding lateral terutama di daerah tuba Eustachius paling kaya akan
kelenjar retrofaringeal atau ke kelenjar yang paling proksimal dari masing-masing sisi
rantai kelenjar spinal dan jugularis interna, rantai kelenjar ini terletak di bawah otot
Struktur penting yang terletak pada daerah nasofaring adalah sebagai berikut4:
4
a. Koana: pintu masuk dari hidung ke nasofaring. Terdapat satu pada setiap sisi
hidung, dibagi dua oleh septum nasal, dan jika salah satu tertutup oleh tumor,
maka akan terjadi keluhan hidung tersumbat melalui sisi hidung tersebut.
b. Tuba Eustachius: sering juga disebut tuba auditori, terletak pada sisi lateral
nasofaring. Tuba eustachius ini membantu mengatur tekanan dalam telinga dan
nasofaring menutupi Tuba Eustachius ini maka mukus akan menumpuk pada teliga
telinga.
c. Fossa Russenmuller: terletak sedikit lebih ke dalam dari tuba eustachius. Fossa
Russenmuller ini penting karena daerah ini merupakan tempat paling sering
nasofaring. Tepat di atas apeks dari fossa russenmuller terdapat foramen laserum,
yang berisi arteri karotis interna dengan sebuah lempeng tipis fibrokartilago.
melalui karotis yang berjalan naik. Tepat di anterior fossa russenmuller, terdapat
nervus mandibula (V3) yang berjalan di dasar tengkorak melalui foramen ovale.
Kira-kira 1.5 cm posterior dari fossa russenmuller terdapat foramen jugulare, yang
dilewati oleh saraf kranial IX-XI, dengan kanalis hipoglosus yang terletak paling
medial.
d. Basis kranii: nasofaring terletak tepat di bawah basis kranii, sedangkan sisi lain
dari basis kranii ini adalah otak. Karsinoma nasofaring pada tahap lanjut dapat
5
e. Nervus kranial: nervus kranial bermula pada otak dan keluar melalui basis kranii.
Karsinoma nasofaring ini dapat merusak beberapa nervus ini, baik dengan meluas
ke otak atau merusak mereka saat nervus tersebut keluar dari basis kranii.
f. Ruang retrofaringeal: ruang di belakang faring dan di depan spinal. Karsinoma
Karsinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel epithelial
6
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang timbul pada epithelial pelapis
2.3 Epidemiologi
per 100.000 penduduk di Eropa dan Amerika Serikat. Di Cina Selatan, kanker
nasofaring merupakan kasus endemik dengan insidens hingga 25 kasus per 100.000
penduduk. Kejadian cukup sering dapat ditemukan di Asia Tenggara. Pada daerah
sel skuamosa tipe I terkeratinisasi dan 12% sebagai differentiated karsinoma sel
leher terbanyak yang ditemukan. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher
merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti tumor ganas hidung dan sinus
paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut , tonsil, hipofaring
DR. Cipto Mangunkusumo Jakarta saja, ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS
7
lain-lain menunjukkan bahwa tumor ganas ini terdapat merata di Indonesia.6
2.4 Etiologi
Epstein Barr sangat dominan untuk terjadinya karsinoma nasofaring tetapi faktor non
viral seperti konsumsi ikan asin, kebiasaan merokok, pengawet makanan, asap kayu
bakar, obat nyamuk bakar, infeksi saluran pernafasan atas berulang dan genetik
karsinoma nasofaring didapatkan Titer antivirus Epstein barr (EB) yang cukup tinggi.
Titer ini lebih tinggi dari titer orang sehat, pasien tumor ganas kepala leher lainnnya,
Sebagian besar infeksi EBV tidak menimbulkan gejala. EBV menginfeksi dan
menetap secara laten pada 90% populasi dunia. Di Hongkong, 80% anak terinfeksi
pada umur 6 tahun, hampir 100% mengalami serokonversi pada umur 10 tahun.
Infeksi EBV primer biasanya subklinis. Transmisi utama melalui saliva, biasanya
pada negara berkembang yang kehidupannya padat dan kurang bersih. Limfosit B
adalah target utama EBV, jalur masuk EBV ke sel epitel masih belum jelas, replikasi
EBV dapat terjadi di sel epitel orofaring. Virus Epstein-barr dapat memasuki sel-sel
epitel orofaring, bersifat menetap (persisten), tersembunyi (laten) dan sepanjang masa
nasofaring, pada pasien karsinoma nasofaring terjadi peningkatan antibody IgG dan
8
IgA, hal ini dijadikan pedoman tes skrining karsinoma nasofaring pada populasi
2. Ikan asin
Paparan non-viral yang paling konsisten dan berhubungan kuat dengan risiko
karsinoma nasofaring adalah konsumsi ikan asin. Konsumsi ikan asin meningkatkan
risiko 1,7 sampai 7,5 kali lebih tinggi dibanding yang tidak mengkonsumsi. Diet
konsumsi ikan asin lebih dari tiga kali sebulan meningkatkan risiko karsinoma
nasofaring. Potensi karsinogenik ikan asin didukung dengan penelitian pada tikus,
disebabkan proses pengawetan dengan garam tidak efisien sehingga terjadi akumulasi
nitrosamin yang dikenal karsinogen pada hewan. Enam puluh dua persen pasien
diawetkan. Tingginya konsumsi nitrosamin dan nitrit dari daging, ikan dan sayuran
3. Tembakau
diperkirakan menjadi 10 juta per tahunnya pada tahun 2030. Rokok mempunyai lebih
9
karsinoma nasofaring tipe I berhubungan dengan merokok sedangkan risiko
karsinoma nasofaring tipe II atau III tidak berhubungan dengan merokok. Perokok
lebih dari 30 bungkus per tahun mempunyai risiko besar terkena karsinoma
tahun (51%) dan mengkonsumsi tembakau dalam bentuk lain (47%). Merokok lebih
4. Asap lain
tinggi di Cina Selatan dan Afrika Utara disebabkan karena asap dari pembakaran
kayu bakar. Sembilan puluh tiga persen penderita karsinoma nasofaring tinggal di
rumah dengan ventilasi buruk dan mempunyai riwayat terkena asap hasil bakaran
kayu bakar. Pajanan asap hasil kayu bakar lebih dari 10 tahun meningkatkan 6 kali
5. Pajanan Pekerjaan
Pajanan pekerjaan terhadap fume, asap, debu atau bahan kimia lain
kali lipat, didukung oleh penelitian pada tikus, terutama untuk tipe I tetapi tidak untuk
tipe II dan III. Namun sebuah meta-analisis dari 47 penelitian tidak mendukung
10
paparan ke pelarut dan pengawet kayu, seperti klorofenol juga memicu karsinoma
nasofaring karena iritasi dan inflamasi nasofaring langsung atau melalui endotoksin
bakteri. Paparan tempat kerja yang panas atau produk bakaran meningkatkan dua kali
lipat risiko terkena karsinoma nasofaring. Paparan debu kayu di tempat kerja lebih
6. Pajanan Lain
Riwayat infeksi kronik telinga, hidung, tenggorok dan saluran napas bawah
meningkatkan risiko karsinoma nasofaring sebanyak dua kali lipat. Bakteri yang
menginfeksi saluran nafas dapat mengurai nitrat menjadi nitrit, kemudian dapat
betel nut (Areca catechu) selama lebih dari 20 tahun berhubungan dengan
Selatan menemukan 2 sampai 3 kali lipat kadar nikel di nasi, air minum, dan rambut
Penelitian lain menyatakan bahwa kandungan nikel, zinc dan cadmium pada air
minum lebih tinggi di wilayah yang tinggi insiden karsinoma nasofaringnya. Kadar
nikel pada air minum, kadar elemen alkali seperti magnesium, kalsium, strontium
yang rendah pada tanah, dan tingginya kadar radioaktif seperti thorium dan uranium
pada tanah berperan pada mortalitas karsinoma nasofaring, namun masih perlu
meningkat berhubungan dengan makanan berpengawet lain seperti daging, telur, buah
dan sayur terutama di Cina Selatan, Asia Tenggara, Afrika Utara/Timur Tengah dan
11
penduduk asli Artik.8
7. Familial Clustering
karsinoma nasofaring mempunyai risiko empat sampai sepuluh kali dibanding yang
tidak. Risiko kanker kelenjar air liur dan serviks uterus juga meningkat pada keluarga
dengan kasus karsinoma nasofaring. Faktor risiko lingkungan seperti ikan asin,
merokok dan paparan pada produk kayu meningkatkan level antibodi anti-EBV dan
beberapa polimorfasi genetik. Kasus familial biasanya pada tipe II dan III, sedangkan
2.5 Patogenesis
awalnya infeksi dari virus ini menyebabkan perubahan sel displasia grade rendah
pada nasofaring. Sel displasia grade rendah ini sudah terjadi akibat faktor
predisposisi. Displasia merupakan lesi awal yang dapat terdeksi, yang diperkirakan
kehilangan alel pada lengan pendek kromosom 3 dan 9 yang menyebabkan inaktivasi
Area displasia ini merupakan asal dari tumor namun belum cukup untuk
menyebabkan perkembangan yang progresif. Pada stadium laten ini, infeksi EBV
dapat mengacu pada perkembangan displasia yang lebih berat. Didapatkan kerusakan
gen pada kromosom 12 dan kehilangan alel pada 11q, 13q dan 16q dapat memicu
12
terjadinya kanker invasif dan metastasis sering dihubungkan dengan mutasi p53 dan
ekspresi cadherin yang menyimpang. Jadi, infeksi dari EBV serta pengaruh gangguan
KNF tidak mempunya gejala yang spesifik. KNF akan terlihat pada saat sudah
menyerang kelenjar getah bening yang akan menimbulkan benjolan pada kedua
bagian leher. Gejala atau manifestasi klinis dari karsinoma nasofaring dapat dibagi
tumor di leher, gejala mata dan gejala saraf, gejala akibat infiltrasi tumor dan gejala
1. Gejala Hidung/Nasofaring
13
usia lebih dari 40 tahun, sedang pada pemeriksaan hidung terdapat kelainan.
b.
Bila penderita pilek dan keluar sekret yang kental, berbau busuk, lebih-lebih
jika terdapat titik atau garis perdarahan tanpa kelainan di hidung atau sinus
paranasal.
c.
Pada penderita yang berusia lebih dari 40 tahun, sering keluar darah dari hidung
hidung tidak ada kelainan.11 Dinding tumor biasanya rapuh sehingga apabila
terjadi iritasi ringan dapat terjadi perdarahan. Keluarnya darah ini biasanya
tumor ke dalam rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek
kental.
2. Gejala Telinga
diperhatikan jika gejala ini menetap atau sering timbul tanpa penyebab yang
jelas.6
b. Gangguan pendengaran yang terjadi biasanya berupa tuli hantaran dan terjadi
bila ada perluasan tumor atau karsinoma nasofaring ke sekitar tuba, sehingga
14
terjadi sumbatan.6,11
c. Radang telinga tengah sampai perforasi membran timpani.
Keadaan ini merupakan kelainan lanjutan yang terjadi akibat penyumbatan
muara tuba, dimana rongga telinga tengah akan terisi cairan. Cairan yang
hidung ini bukan merupakan gejala yang khas untuk penyakit ini, karena juga
dijumpai pada infeksi biasa, misalnya rinitis kronis, sinusitis dan lain-lainnya.
Epistaksis juga sering terjadi pada anak-anak yang sedang menderita radang.
Namun jika keluhan ini timbul berulang kali, tanpa penyebab yang jelas atau
menetap walaupun telah diberikan pengobatan, kita harus waspada dan segera
limfogen dari karsinoma nasofaring. Penyebaran ini bisa terjadi unilateral maupun
bilateral. Spesifitas tumor leher sebagai metastase karsinoma nasofaring adalah letak
besar bila pada pemeriksaan rongga mulut, lidah, faring, tonsil, hipofaring dan laring
Sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot
di bawahnya. Kelenjarnya menjadi lekat pada otot dan sulit digerakan. Keadaan ini
merupakan gejala yang lebih lanjut. Pembesaran kelenjar limfe leher merupakan
15
gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter.
4. Gejala Mata
secara teliti, penderita akan menerangkan bahwa ia melihat sesuatu menjadi dua atau
dobel. Jelas yang dimaksud di sini adalah diplopia. Hal ini terjadi karena kelumpuhan
N.VI yang letaknya di atas foramen laserum yang mengalami lesi akibat perluasan
tumor. Keadaan lain yang dapat memberikan gejala mata adalah karena kelumpuhan
N.III dan N.IV, sehingga menyebabkan kelumpuhan mata yang disebut dengan
oftalmoplegia. Bila perluasan tumor mengenai kiasma optikus dan N.II maka
5. Gejala Saraf
gejala subyektif yang dirasakan sangat menganggu oleh penderita seperti nyeri kepala
atau kepala terasa berputar, hipoestesia pada daerah pipi dan hidung, dan kadang
trigeminal oleh ahli saraf saat belum ada keluhan yang berarti. Proses karsinoma yang
lebih lanjut akan mengenai N. IX, X, XI dan XII jika perjalanan melalui foramen
jugulare. Gangguan ini disebut dengan sindrom Jackson. Bila sudah mengenai
seluruh saraf kranial disebut dengan sindrom unilateral. Dapat pula disertai dengan
destruksi tulang tengkorak dan bila sudah demikian prognosisnya menjadi buruk.6,11
a. Limfadenopati servikal
16
Melalui aliran pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat sampai di kelenjar limfe di
sana karena memang kelenjar ini merupakan pertahanan pertama agar sel-sel
kanker tidak langsung mengalir ke bagian tubuh yang lebih jauh. Di dalam
kelenjar ini sel tersebut tumbuh dan berkembang biak sehingga kelenjar menjadi
besar dan tampak sebagai benjolan pada leher bagian samping. Benjolan ini tidak
dirasakan nyeri karenanya sering diabaikan oleh pasien. Selanjutnya sel-sel kanker
Kelenjar menjadi lekat pada otot dan sulit digerakkan. Keadaaan ini merupakan
gejala yang lebih lanjut lagi. Limfadenopati servikalis merupakan gejala utama
anterior saraf otak yaitu n.II s/d n.VI. Perluasan ke atas lebih sering ditemukan di
Yang terkena adalah grup posterior saraf otak yaitu n.VII s/d n.XII beserta nervus
17
b n.X :Hiper/hipo/anastesi mukosa palatum mole, faring dan laring disertai
gangguan respirasi.
Biasanya beberapa saraf otak terkena secara unilateral, tetapi pada beberapa
kasus pernah ditemukan bilateral. Nervus VII dan VIII, karena letaknya agak tinggi
Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama aliran getah bening atau darah, mengenai
organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering ialah tulang (femur), hati
dan paru. Hal ini merupakan stadium akhir dan prognosis sangat buruk.6
2.7 Diagnosis
kepala dan leher, sehingga pada tumor primer yang tersembunyi pun tidak akan
dan Waters menunjukan massa jaringan lunak di daerah nasofaring. Foto dasar
tengkorak memperlihatkan destruksi atau erosi tulang di daerah fossa serebri media.
Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal dan lain -lain dilakukan untuk mendeteksi
metastasis.12
Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk infeksi virus E-B
18
pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menentukan prognosis pengobatan.
dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung atau dari mulut. Biopsi dari hidung
dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsi). Cunam biopsi dimasukkan
dimasukkan melalui hidung dan ujung kateter yang berada didalam mulut ditarik
keluar dan diklem bersama-sama ujung kateter yang di hidung. Kemudian dengan
kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor melalui
kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut, massa
tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring umumnya dilakuan dengan
Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan maka
Endoskopi dapat membantu dokter untuk melihat bagian dalam tubuh dengan hanya
menggunakan thin fexible tube. Pasien disedasi semasa tuba dimasukkan melalui
mulut ataupun hidung untuk menguji area kepala ataupun leher. Apabila endoskopi
T = Tumor
19
T0 - Tidak ada bukti tumor primer
N = Nodule
N3 - Terdapat metastesis
M = Metastasis
Stadium
20
Stadium 0 Tis, n0, M0
Stadium IIB - (T1, N1, M0), (T2, N1, M0),(T2a, N1, M0 ),( T2b, N0,
M0)
Stadium III - ( T1, N2, M0 ),(T2a, N2, M0),( T2b, N2, M0),( T3, N0,
Stadium IVA - (T4, N0, M0), (T4, N1, M0),( T4, N2, M0)
2.8 Penatalaksanaan
yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer,
interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus. Semua pengobatan tambahan
ini masih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi masih tetap terbaik sebagai
terpai adjuvant.6
Stadium I : Radioterapi
21
Stadium V dengan N >6cm : Kemoterapi dosis penuh dilanjutkan kemoradiasi
saat ini sedang dikembangkan dengan hasil sementara yang cukup memuaskan.
epirubicin dan cis-platinum, meskipun ada efek samping yang cukup berat, tetapi
mitomycin C dan 5-fluorouracil oral setiap hari sebelum diberikan radiasi yang
Kemoterapi bisa digunakan untuk mengatasi tumor secara lokal dan juga
A. Cisplatin
Cisplatin merupakan obat utama dan paling sering sering dipakai pada
terapi kanker kepala dan leher. Cisplatin biasanya diberikan dalam waktu 2-6
jam dengan dosis 60-120 mg/m2. Efek toksik pada renal biasanya terjadi,
magnesium dan potassium. Efek toksik lainnya adalah mual dan muntah,
diberikan setiap 3-4 minggu dengan respon parsial lebih kurang 15-30 %.9
22
Carboplatin saat ini banyak dipakai, khususnya untuk tujuan palliatif, dimana
efek samping yang minimal dan waktu rawatan yang singkat diperlukan.
Contoh obat turunan lainnya adalah oxaliplatin yang saat ini dalam uji klinis
B. 5-Fluorouracil
dan konversi uridine menjadi thymidine. Sel akan kekurangan thymidine dan
tidak dapat mensintesa DNA. Banyak obat-obatan lain yang dapat berinteraksi
C. Methotrexate
sintesis DNA. Obat ini aktif hanya selama siklus sel fase S. Hal ini secara
dalam bentuk leucovirin dalam waktu 36 jam setelah pemberian obat. Untuk
23
pemberian tunggal methotrexate biasanya diberikan dalam dosis mingguan
muntah, diare dan fibrosis hepar. Lesi pada renal terjadi pada pemberian dosis
melawan kanker kepala dan leher. Paclitaxel pada awalnya didapat dari kulit
pohon yew Pacific, tetapi saat ini sudah dibuat sintetis. Golongan taxane ini
1. Kemoterapi adjuvan
lokal. Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi yaitu
24
- Pada tumor dengan derajat keganasan tinggi. (oleh karena
2. Kemoterapi neoadjuvan
lebih awal yang dilanjutkan pemberian radiasi. Maksud dan tujuan pemberian
kepala dan leher. Alasan utama penggunaan kemoterapi neoadjuvan pada awal
perjalanan penyakit adalah untuk menurunkan beban sel tumor sistemik pada saat
terdapat sel tumor yang resisten. Vaskularisasi intak sehingga perjalanan ke daerah
tumor lebih baik. Terapi bedah dan radioterapi sepertinya akan memberi hasil yang
infus 15- 20 menit perhari yang diberikan dalam 1 hari dan 5-FU 1000 mg/m2/hari
secara intra vena, diulang setiap 21 hari. Sebelum pemberian Cisplatin diawali
2.000 mL 0,9% natrium garam mengandung 40 mEq kalium klorida. Pasien diberikan
25
antagonis ditambah 20 mg deksametason. Berdasarkan penelitian pemberian
neoadjuvan kemoterapi dalam 2-3 siklus yang diberikan setiap 3 minggu dengan
3. Kemoterapi concurrent
4. Imunoterapi
leher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali setelah
penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang yang
dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi. Operasi sisa tumor induk
(residu) atau kambuh (residif) diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi yang
2.9 Komplikasi
fibrosis dari leher dengan hilangnya lengkap dari jangkauan gerak, trismus, kelainan
gigi, dan hipoplasia struktur otot dan tulang yang diiradiasi. Retardasi pertumbuhan
26
Panhypopituitarism dapat terjadi dalam beberapa kasus. Kehilangan pendengaran
2.10 Prognosis
daripada yang non keratinasi dan tidak berdiferensiasi, walau metastase limfatik dan
hematogen lebih sering pada ke-2 tipe yang disebutkan terakhir. Prognosis buruk bila
berkeratinasi . Prognosis juga diperburuk oleh beberapa faktor seperti stadium yang
lebih lanjut,usia lebih dari 40 tahun, laki-laki dari pada perempuan dan ras Cina
DAFTAR PUSTAKA
27
1. Soepardi, EA. Telinga hidung tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta: Balai
308-12.
6. Roezin A & Adham M. Karsinoma Nasofaring dalam Buku Ajar Ilmu
2013; 40(5).
9. Firdaus, M.A & Prijadi, J. Kemoterapi Neoadjuvan pada Karsinoma
28
13. Ma J, Liu L, Tang L, Zong J, Lin A, Lu T, et al. Retropharyngeal lymphnode
health, 2011.
http://www.cancer.gov/cancertropics/pdq/treatment/nasopharyngeal/patient/all
16. Lee N, Chan K. Benign and Malignant Lesions of the Nasopharix . Current
diagnosis and treatment in otolaryngology head and neck surgery. 2nd ed. Mc-
29