Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Computed Tomography Scan atau biasa disebut CT-Scan merupakan salah satu
pencitraan diagnostik dengan cara penggabungan atau kombinasi antara pencitraan
yang dilakukan oleh sinar-X dengan teknologi komputer dalam mengolah,
menganalisa dan merekonstruksi data menjadi gambaran irisan transversal tubuh.
CT-Scan menghasilkan gambaran irisan tubuh baik secara transversal, coronal, atau
sagital tubuh. Ini akan memudahkan untuk mendiagnosa suatu penyakit tertentu yang
tidak dapat atau sukar dideteksi dengan menggunakan sinar-X secara konvensional.
Pemeriksaan-pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan menggunakan CT-Scan
meliputi brain, kepala, sinus paranasal, nasofaring, tulang belakang, dan tungkai pun
juga dapat diperiksa. Nasofaring merupakan rongga dengan dinding kaku di atas,
belakang dan lateral. Batas- batas nasofaring yaitu batas atas (atap) adalah os
sphenoid dan sebagian prosessus basilaris, batas anterior adalah koana dan palatum
molle, batas posterior adalah vertebra servikal dan batas inferior adalah permukaan
atas palatum molle dan berhubungan dengan orofaring.
Klinis yang banyak ditemui pada pemeriksaan CT-Scan nasofaring adalah
karsinoma nasofaring atau yang lebih dikenal sebagai kanker nasofaring. Kanker
Nasofaring adalah jenis kanker yang tumbuh di rongga belakang hidung dan
belakang langit-langit rongga mulut. Penyebab kanker nasofaring belum diketahui
dengan pasti. Kanker nasofaring juga dikaitkan dengan adanya virus epstein bar.
Sampai saat ini belum jelas bagaimana mulai tumbuhnya kanker nasofaring. Namun
penyebaran kanker ini dapat berkembang ke bagian mata, telinga, kelenjar leher, dan
otak. Sebaiknya yang beresiko tinggi terkena kanker nasofaring rajin memeriksakan
diri ke dokter, terutama dokter THT. Risiko tinggi ini biasanya dimiliki oleh laki-laki
atau adanya keluarga yang menderita kanker ini. Salah satu penunjang medis untuk
membantu penegakkan diagnosa kanker nasofaring.
Pada pasien dengan kasus karsinoma nasofaring, pelaksanaan pemeriksaan CT-
Scan di “Mayapada Hospital” Jakarta Selatan menggunakan media kontras dengan
fase Arteri dan Vena. Di “Mayapada Hospital” Jakarta Selatan menggunakan CT-
Scan Multislice. Berdasarkan hal tersebut penulis ingin mengkaji lebih leanjut
mengenai pemeriksaan CT-Scan di “Mayapada Hospital” Jakarta Selatan dengan

9
membuat laporan kasus yang berjudul: “TEKNIK PEMERIKSAAN CT-SCAN
NASOFARING DENGAN MENGGUNAKAN KONTRAS PADA SUSPECT
MASSA NASOFARING di RUMAH SAKIT MAYAPADA HOSPITAL
JAKARTA SELATAN”.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana teknik pemeriksaan CT-Scan nasofaring menggunakan dengan
kontras pada Suspect Massa Nasofaring di “Mayapada Hospital” Jakarta
Selatan?
1.2.2 Apa manfaat dari menggunakan media kontras dengan fase Arteri dan Vena?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui bagaimana teknik pemeriksaan CT-Scan nasofaring
menggunakan dengan kontras pada suspect massa Nasofaring di “Mayapada
Hospital” Jakarta Selatan?
1.3.2 Untuk mengetahui apa manfaat dari menggunakan media kontras dengan fase
Arteri dan Vena

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Bagi penulis
Mengetahui bagaimana teknik pemeriksaan CT-Scan nasofaring menggunakan
dengan kontras pada Suspect Massa Nasofaring di “Mayapada Hospital” Jakarta
Selatan.
1.4.2 Bagi Pembaca
Dapat memperoleh wawasan dan pengetahuan bagaimana teknik pemeriksaan
CT-Scan nasofaring menggunakan dengan kontras pada Suspect Massa
Nasofaring di “Mayapada Hospital” Jakarta Selatan
1.4.3 Bagi Akademi
Sebagai masukan bagi penulis laporan kasus dengan topik yang sama

10
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Anatomi dan Fisiologi Nasofaring


2.1.1 Nasofaring merupakan rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan
lateral. Batas- batas nasofaring yaitu batas atas (atap) adalah os sphenoid dan
sebagian prosessus basilaris, batas anterior adalah koana dan palatum molle,
batas posterior adalah vertebra servikal dan batas inferior adalah permukaan
atas palatum molle dan berhubungan dengan orofaring. Ada lima batas
nasofaring:
1. Superior :
a) Basis kranii, diliputi oleh mukosa dan fascia
2. Inferior : bidang horizontal yang ditarik dari palatum durum ke posterior, bersifat
subjektif karena tergantung dari palatum durum.
b) Anterior : choane, oleh os vomer dibagi atas choane kanan dan kiri.
c) Posterior : - vertebra cervicalis I dan II - fascia space = rongga yang berisi
jaringan longgar - mukosa lanjutan dari mukosa atas.
d) Lateral : - mukosa lanjutan dari mukosa atas dan belakang - muara tuba
eustachii - fossa rosenmulleri Pada dinding lateral nasofaring lebih kurang
1,5 inci dari bagian belakang konka nasalinferior terdapat muara tuba
eustachius. Pada bagian belakang atas muara tuba eustachiuster dapat
penonjolan tulang yang disebut torus tubarius dan dibelakangnya terdapat
suatu lekukan dari fossa Rosenmuller dan tepat diujung atas posteriornya
terletak foramen laserum.Pada daerah fossa ini sering terjadi pertumbuhan
jaringan limfe yang menyempitkan muara tuba eustachius sehingga
mengganggu ventilasi udara telinga tengah.
e) Dinding lateral nasofaring merupakan bagian terpenting, dibentuk oleh
laminafaringobasilaris dari fasia faringeal dan otot konstriktor faring
superior. Fasia ini mengandung jaringan fibrokartilago yang menutupi
foramen ovale, foramen jugularis, kanalis karotis dankanalis hipoglossus.
Struktur ini penting diketahui karena merupakan tempat penyebarantumor ke
intrakranial.

11
Gambar 1.Anatomi Nasofaring
Nasofaring berbentuk kerucut dan selalu terbuka pada waktu respirasi karena
dindingnya dari tulang, kecuali dasarnya yang dibentuk oleh palatum molle.
Nasofaring akan tertutup bila paltum molle melekat ke dinding posterior
pada waktu menelan, muntah, mengucapkan kata-kata tertentu. Struktur
penting yang ada di nasofaring:
a. Ostium Faringeum tuba auditiva muara dari tuba auditiva.
b. Torus tubarius, penonjolan di atas ostium faringeum tuba auditiva
yang disebabkankarena cartilago tuba auditiva.
c. Torus levatorius, penonjolan di bawah ostium faringeum tuba auditiva
yang disebabkan karena musculus levator veli palatini.
d. Plica salpingopalatina, lipatan di depan torus tubarius.
e. Plica salpingopharingea, lipatan di belakang torus tubarius,
merupakan penonjolan dari musculus salphingopharingeus yang
berfungsi untuk membuka ostium faringeumtuba auditiva terutama
ketika menguap atau menelan.
f. Recessus Pharingeus disebut juga fossa rossenmuller. Merupakan
tempat predileksi karsinoma nasofaring.
g. Tonsila pharingea, terletak di bagian superior nasofaring. Disebut
adenoid jika ada pembesaran. Sedangkan jika ada inflammasi disebut
adenoiditis.
h. Tonsila tuba, terdapat pada recessus pharingeus.
i. Isthmus pharingeus merupakan suatu penyempitan di antara
nasopharing danoropharing karena musculus sphincterpalatopharing.

12
j. Musculus constrictor pharingeus dengan origo yang bernama raffae
pharingei.

Gambar 2. Nasofaring
Fungsi nasofaring :
a) Sebagai jalan udara pada respirasi,
b) Jalan udara ke tuba eustachii,
c) Resonator, dan
d) Sebagai drainage sinus paranasal kavum timpani dan hidung.
2.2 Patofisiologi Nasofaring
2.2.1 Definisi Kanker Nasofaring Tumor ganas pada Nasofaring.
Kanker nasofaring merupakan penyakit ganas pada leher dan
kepala yang terbanyak ditemukan di Indonesia (60 persen). Untuk
mendiagnosis secara dini sangatlah sulit, karena tumor ini baru
menimbulkan gejala pada stadium-stadium akhir. Gejala-gejala pada
stadium awal penyakit ini sukar dibedakan dengan penyakit lainnya.
Di mana letak dari tumor ini tersembunyi di belakang tabir langit-
langit dan terletak di dasar tengkorak, dan sukar sekali dilihat jika
bukan dengan ahlinya. Presentase untuk bertahan hidup dalam 5 tahun
juga terlihat mencolok, hal ini dilihat dari stadium I (76 %), stadium II
(50 %), stadium III (38 %) dan stadium lanjut atau IV (16,4%).

13
Gambar 3. Metastasis pada Kanker Nasofaring
2.2.2 Epidemologi
Penyakit ini banyak ditemukan pada ras Cina terutama yang
tinggal di daerah selatan. Ras Mongloid merupakan faktor dominan
dalam munculnya kanker nasofaring, sehingga sering timbul di
Negara-negara asia bagian selatan. Penyakit ini juga ditemukan pada
orang-orang yang hidup di daerah iklim dingin, hal ini diduga karena
penggunaan pengawet nitrosamine pada makanan-makanan yang
mereka simpan.
2.2.3 Patofisiologi atau Etiologi
Salah satu penyebab dari kanker nasofaring adalah infeksi virus
Epstein Barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan kadar
antivirus Virus Epstein Barr didapatkan cukup tinggi. Faktor lain yang
mempengaruhi adalah letak geografis yang sudah disebutkan diatas,
penyakit ini lebih sering ditemukan pada laki-laki walaupun alasannya
belum dapat dibuktikan hingga saat ini. Faktor lain yang
mempengaruhi adalah faktor lingkungan seperti iritasi oleh bahan
kimia, asap, bumbu masakan, bahan pengawet, masakan yang terlalu
panas, air yang memiliki kadar nikel yang cukup tinggi, dan kebiasaan
seperti orang Eskimo yang mengawetkan ikannya dengan
menggunakan nitrosamine. Tentang faktor keturunan sudah banyak
diteliti tetapi hingga sekarang belum dapat ditarik kesimpulan. Satu
hal lagi yang penting diketahui adalah bahwa penyakit ini seringkali
menyerang masyarakat dengan golongan sosial yang rendah, hal ini

14
mungkin berkaitan dengan kebiasaan dan lingkungan hidup di sekitar
orang-orang tersebut.
2.3 Dasar – Dasar CT-Scan

CT-Scan merupakan perpaduan antara teknologi sinar-x, computer dan televisi


sehingga mampu menmpilkan gambar anatomis tubuh dalam manusia dalam bentuk
irisan atau slice (Rasad, 1992 ).Pada CT-Scan prinsip kerjanya hanya dapat men-
scanning tubuh dengan irisan melintang tuibuh (potongan axial). Namun dengan
memanfaatkan teknologi computer maka gambaran axial yang telah didapatkan
dapat diformat kembali sehingga didapatkan gambaran coronal, sagital, oblique,
diagonal bahkan bentuk tiga dimensi dari objek tersebut. (Tortorici, 1995)

2.3.1 Perkembangan CT-Scan


Godfrey Hounsfield seorang insinyur dari EMI Limited London
dengan James Ambrose seorang teknisi dari Atkinson Morley’s Hospital di
London Inggris pada tahun 1970, memperkenalkan Computed Tomography
Scanning atau CT-Scan (Ballinger, 1995).

a. Scanner Generasi Pertama


Prinsip scanner generasi pertama, menggunakan pancaran sinar-x
model pencil yang diterima oleh satu atau dua detector. Waktu yang
dicapai 4,5 menit untuk memberi informasi yang cukup pada satu slice
dari rotasi tabung dan detector sebesar 180 derajat.

b. Scanner Generasi Kedua


Scanner generasi ini mengalami perbaikan besar dan terbukti
pancaran sinar-x model kipas dengan menaikkan jumlah detector
sebanyak 30 buah, dengan waktu scanning yang sangat pendek, yaitu
antara 15 detik per slice atau 10 menit untuk 40 slice

c. Scanner Generasi Ketiga

15
Scanner generasi ketiga ini, dengan kenaikan 960 detektur yang
meliputi bagian tepi, berhadapan dengan tabung sinar-x yang saling yang
saling rotasi memutari pasien dengan membentuk lingkaran 360 derajat
secara sempurna untuk menghasilkan satu slice data jaringan. Waktu
scanning pada scanner generasi ketiga yang modern ini berkisar satu
detik.

d. Scanner Generasi Keempat


Sekitar tahun 1980 scanner generasi ini diperkenalkan dengan
teknologi fixed-ring yang mempunyai 4800 detektor. Saat pemeriksaan
berlangsung X-ray tube berputar 360 derajat mengelilingi detector yang
diam (Bontrager, 2000) .

Generasi terakhir dari CT-Scan disebut CT Helical atau CT Spiral.


Kelebihan dari tipe ini penggambaran organ akan lebih cepat dan
radiografer dapat mengolah data menjadi gambar tiga dimensi melalui
pengolahan computer

2.3.2 Komponen Dasar CT-Scan (Tortorici, 1995)


CT-Scan memiliki tiga komponen utama yaitu : Gantry, meja
pemeriksaan (couch), dan konsul. Gantry dan couch berada di dalam ruang
pemeriksaan sedanakan konsul diletakkan terpisah dalam ruang control.

a. Gantry
Di dalam CT-Scan, pasien berada diatas meja pemeriksaan dan meja
tersebut dapat bergerak menuju gantry. Gantry ini terdiri dari tabung
sinar-x, kolimator dan detector .

b. Tabung sinar-x
Berdasarkan strukturnya, tabung sinar-x sangat mirip dengan tabung
sinar-x konvensional namun perbedaanya terletak pada kemampuannya
untuk menahan panas dan output yang tinggi.

c. Kolimator

16
Kolimator berfungsi untuk mengurangi radiasi hambur, membatasi
jumlah sinar-x yang sampai ke tubuh pasien serta untuk meningkatkan
kualitas gambaran. Tidak seperti pada pesawat radiografi konvensional,
CT-Scan menggunakan dua buah kolimator. Kolimator pertama
diletakkan pada rumah tabung sinar-x yang disebut pre-pasien kolimator
dan kolimator keduadiletakkan diantara pasien dan detector yang disebut
pre-detektor kolimator atau post pasien kolimator.

d. Detektor
Selama eksposi, berkas sinar-x (foton) menembus pasien dan
mengalami perlemahan (atenuasi). Sisa-sisa foton yang telah ter-atenuasi
kemudian ditangkap oleh detector Detektor memiliki dua tipe yaitu
detector solide state dan detector isian gas

e. Meja pemeriksaan (couch)


Meja pemeriksaan merupakan tempat untuk memposisikan pasien.
Meja ini biasanya terbuat dari fiber karbon. Meja ini harus kuat dan
kokoh mengigat fungsinya untuk menopang tubuh pasien selama meja
bergerak ke dalam gantry.

f. Sistem konsul
Konsul tersedia dalam berbagai variasi. Model tang lama masih
menggunakan dua system konsul yaitu untuk pengoperasian CT-Scan
sendiri dan untuk perekaman dan pencetakan gambar. Bagian dari system
konsul ini yaitu :

g. Sistem kontrol
Pada bagian ini petugas dapat nengontrol parameter-parameter yang
berhubungan dengan beroperasinya CT-Scan seperti pengaturan kV,
mA, waktu scanning, ketebalan irisan (slice thicknes), dan lain-lain. Juga
dilengkapi dengan keyboard untuk memasukkan data pasien dan
pengontrolan fungsi tertentu pada computer

h. Sistem pencetakan gambar


Setelah gambaran CT-Scan diperoleh, gambaran tersebut
dipindahkan ke dalam bentuk film. Pemindahan ini dengan

17
menggunakan kamera multiformat. Cara kerjanya yaitu kamera merekam
gambaran di monitor dan memindahkannya ke dalam film. Tampilan
gambar di film dapat mencapai 2-24 gambar tergantung ukuran filmnya
(biasanya 8 x 10 inchi atau 14 x 17 inchi)

i. Sistem perekaman gambar


Merupakan bagian penting yang lain dari CT-Scan. Data-data
pasien yang telah ada disimpan dan dapat dipanggil kembali dengan
cepat.

Gambar 4 Gantry dan Couch (meja pemeriksaan)

( Bontrager, 2001 )

Gambar 5 Komputer dan console ( Bontrager, 2001 )

2.3.3 Parameter CT-Scan

18
Gambar pada CT-Scan dapat terjadi sebagai hasil dari berkas-berkas
sinar-x yang mengalami perlemahan setelah menembus objek, ditangkap
detector, dan dilakukan pengolahan dalam computer. Sehubungan dengan hal
tersebut maka dalam CT-Scan dikenal beberapa parameter untuk
pengontrolan eksposi dan output gambar yang optimal.

a. Slice Thickness
Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari objek yang
diperiksa. Nilainya dapat dipilih antara 1mm-10mm sesuai dengan
keprluan klinis. Pada umumnya ukuran yang tebal akan menghasilkan
gambaran dengan detail yang rendah sebaliknya ukuran yang tipis akan
menghasilkan gambaran dengan detail yang tinggi. Jika ketebalan irisan
semakin tinggi maka maka gambaran akan cenderung terjadi artefak dan
jika ketebalan irisan semakn tipis maka gambaran cenderung akan
menjadi noise.

b. Range
Range adalah perpaduan atau kombinasi dari beberapa slice
thickness. Sebagai contoh untuk CT-Scan kepala, range yang digunakan
adalah dua. Range pertama lebih tipis dari range kedua. Range pertama
meliputi irisan dari basis cranii hingga pars petrosus dan range kedua dari
pars petrosum hingga verteks. Pemanfaatan dari range adalah untuk
mendapatkan ketebalan irisan yang berbeda pada satu lapangan
pemeriksaan.

c. Volume Investigasi
Volume investigasi adalah keseluruhan lapangan dari objek yang
diperiksa. Lapangan objek ini diukur dari batas awal objek hingga batas
akhir objek yang akan diiris semakin besar.

d. Faktor Eksposi
Faktor eksposi adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
eksposi meliputi tegangan tabung (kV), arus tabung (mA) dan waktu
eksposi (s). Besarnya tegangan tabung dapat dipilih secara otomatis pada
tiap-tiap pemeriksaan. Namun kadang-kadang pengaturan tegangan

19
tabung diatur ulang untuk menyesuaikan ketebalan objek yang akan
diperiksa (rentang antara 80-140 kV).

e. Field of View (FOV)


Field of view adalah diameter maksimal dari gambaran yang akan
direkonstruksi. Besarnya bervariasi dan biasanya berada pada rentang 12-
50 cm. FOV yang kecil akan meningkatkan resolusi gambaran karena
dengan FOV yang kecil maka akan mereduksi ukuran pixel (picture
element). Sehingga dalam proses rekonstruksi matriks hasil gambarannya
akan menjadi lebih teliti. Namun jika ukuran FOV terlalu kecil maka area
yang mungkin dibutuhkan untuk keperluan klinis menjadi sulit dideteksi.

f. Gantry Tilt
Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang vertical dengan
gantry (tabung sinar-x dan detector). Rentang penyudutan antara -25
derajat sampai +25 derajat. Penyudutan dari gantry bertujuan untuk
keperluan diagnosa dari masing-masing kasus yang dihadapi. Disamping
itu bertujuan untik mereduksi dosis radiasi terhadap organ-organ yang
sensitive seperti mata.

g. Rekonstruksi Matriks
Rekonstruksi matriks adalah deretan baris dan kolom dari picture
element (pixel) dalam proses perekonstruksian gambar. Rekonstruksi
matriks ini merupakan salah satu struktur elemen dalam memori
computer yang berfungsi untuk merekonstruksi gambar. Pada umumnya
matriks yang digunakan berukuran 512 x 512 yaitu 512 baris dan 512
kolom. Rekonstriksi matriks ini berpengaruh terhadap resolusi gambar
yang akan dihasilkan. Semakin tinggi matriks yang dipakai maka
semakin tinggi resolusi yang akan dihasilkan.

h. Rekonstruksi Algorithma
Rekonstruksi algorithma adalah prosedur matematis (algorithma)
yang digunakan dalam merekonstruksi gambar. Sebagian besar CT-Scan
sudah memiliki standar algorithma tertentu untuk pemeriksaan kepala,
abdomen dsan lain-lain. Semakin tinggi resolusi algorithma yang dipilih
maka akan semakin tinggi pula resolusi gambar yang akan dihasilkan.

20
i. Window Width
Window Width adalah rentang nilai computed tomography yang
dikonversi menjadi gray levels untuk ditampilkan dalam TV monitor.
Setelah computer menyelesaikan pengolahan gambar melalui
rekonstruksi matriks dan algorithma maka hasilnya akan dikonversi
menjadi skala numeric yang dikenal dengan nama nilai computed
tomography. Nilai ini mempunyai nilai satuan HU (Hounsfield Unit)
yang diambil dari nama penemu CT-Scan kepala pertama kali yaitu
Godfrey Hounsfield

Tipe jaringan Nilai CT (HU) Penampakan

Tulang +1000 Putih

Otot +50 Abu-abu

Materi putih +45 Abu-abu menyala

Materi abu-abu +40 Abu-abu

Darah +20 Abu-abu

CSF +15 Abu-abu

Air 0

Lemak -100 Abu-abu gelap ke hitam

Paru -200 Abu-abu gelap ke hitam

Udara -1000 Hitam

Tabel 1. Nilai CT pada jaringan yang berbeda penampakannya pada layar


monitor (Bontrager, 2000)

Dasar dari pemberian nilai ini adalah air dengan jnilai 0 HU. Untuk
tulang mempunyai nilai +1000 HU kadang sampai +3000 HU.
Sedangkan untuk kondisi udara nilai yang dimiliki -1000 HU. Diantara

21
rentang tersebut merupakan jaringan atau substansi lain dengan nilai
yang berbeda-beda pula tergantung pada tingkat perlemahannya. Dengan
demikian maka penampakan tulang dalam layar monitor menjadi putih
dan penampakan udara hitam. Jaringan dan substansi lain akan
dikonversi menjadi warna abu-abu yang bertingkat yang disebut gray
scale. Khusus untuk darah yang semula dalam penampakannya berwarna
abu-abu dapat menjadi putih jika diberi media kontras iodine.

j. Window Level
Window level adalah nilai tengah dari window yang digunakan untuk
penampilan gambar. Nilainya dapat dipilih dan tergantung pada
karakteristik perlemahan dari struktur objek yang diperiksa. Window
level ini menentukan densitas gambar yang dihasilkan.

2.4 Pemeriksaan CT Scan Nasofaring (Long, 2016 et Bontrager, 2018)

Pemeriksaan CT Scan Nasofaring merupakan pilihan utama dalam


mendukung diagnosa karsinoma nasofaring.

a. Indikasi

1) Kelainan bawaan.

2) Trauma.

3) Infeksi atau abses.

4) Massa nasofaring, orofaring, kelenjar parotis, dan laring.

b. Persiapan pasien

Tidak ada persiapan khusus bagi pasien, hanya instruksi-instruksi


yang menyangkut prosedur pemeriksaan dan posisi penderita harus
diberitahukan dengan jelas. Benda-benda aksesoris seperti gigi palsu, anting-
anting, kaca mata, rambut palsu, penjepit rambut, kawat gigi, dan alat bantu
pendengaran harus dilepas terlebih dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan.
Untuk kenyamanan pasien dan agar tidak kedinginan maka pasien diberi
selimut (Broker cit. Isma 2005)

22
c. Teknik pemeriksaan

1) Pasien diposisikan telentang di atas meja dengan kepala bersandar pada


spons.
2) Pastikan kepala dan leher pasien berada di pertengahan gantry.
3) Pastikan kepala dan bahu pasien tidak diputar atau dimiringkan.
4) Tengadahkan dagu ke atas agar bidang gigi tegak lurus dengan meja
pemeriksaan
5) Tinggikan meja sehingga sinar coronal pada gantry berada ditengah leher
6) Lakukan scanogram atau scout, untuk menentukan luasan pemeriksaan
7) Atur FoV dari dasar fossa frontalis sampai toracic inlet dengan slice
thickness 2 - 3 mm
8) Biasanya tidak diperlukan kemiringan gantry, namun prinsipnya scanning
harus tegak lurus terhadap bidang midcoronal
9) Pasien diinstruksikan agar jangan menelan ludah selama scanning dan yang
menyebabkan segala bentuk gerakan saluran napas atas (berbicara,
mengunyah permen karet, bernapas)
10) Untuk membantu membedakan kerongkongan dari jaringan lunak di
sekitarnya, pasien mungkin diminta untuk menelan media kontras
radioopaque esofagus densitas rendah
11) Lakukan scanning pre kontras
12) Masukkan media kontras intravena untuk mengidikasikan sejauh mana
tumor jaringan dan memvisualisasikan struktur pembuluh darah. Akan
tetapi menurut Makes dan Susworo (1987) pada sebagian besar
pemeriksaan CT Scan nasofaring dengan kasus karsinoma tidak selalu
menggunakan zat kontras intravena
13) Lakukan scanning post kontras dengan lapangan scanning sama dengan pre
kontras
e. Pengolahan citra
Rekonstruksi gambar citra MSCT kepala di sajikan dengan irisan axial dan
coronal baik pre dan post kontras.

23
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 PAPARAN KASUS


Untuk memberikan deskriptif yang jelas, maka penulis akan menguraikan
tentang pelaksanaan pemeriksaan CT-Scan nasofaring pada Suspect Massa di
Instalasi Radiologi Mayapada Hospital Jakarta Selatan.

3.1.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. D

Umur : 48 Tahun

Jenis Kelamin : Wanita

Tanggal pemeriksaan :

Permintaan foto : CT-Scan Nasopharinx dengan kontras

Diagnosa : Suspect Massa

3.1.2 Prosedur Pemeriksaan CT-Scan Nasofaring


a. Persiapan alat
1) Pesawat CT-Scan
Merk : Philips

Tipe : Phillips CT Inguinity

No tabung : 320021
2) Selimut
3) Film
4) Printer
5) Fiksasi Kepala
6) Injector
7) Abocath
8) Selang Threeway
9) Media Kontras (Iopamiro 100cc)

24
b. Persiapan Pasien
Tidak ada persiapan khusus bagi pasien, hanya instruksi-instruksi
yang menyangkut prosedur pemeriksaan dan posisi penderita harus
diberitahukan dengan jelas. Benda-benda aksesoris seperti gigi palsu,
anting-anting, kaca mata, rambut palsu, penjepit rambut, kawat gigi, dan
alat bantu pendengaran harus dilepas terlebih dahulu sebelum dilakukan
pemeriksaan. Untuk kenyamanan pasien dan agar tidak kedinginan maka
pasien diberi selimut.
c. Teknik Pemeriksaan
1) Pasien diposisikan telentang di atas meja dengan kepala bersandar
pada spons.
2) Pastikan kepala dan leher pasien berada di pertengahan gantry.
3) Pastikan kepala dan bahu pasien tidak miring.
4) Tengadahkan dagu ke atas agar bidang gigi tegak lurus dengan meja
pemeriksaan
5) Tinggikan meja sehingga sinar coronal pada gantry berada ditengah
leher
6) Lakukan scanogram atau scout, untuk menentukan luasan
pemeriksaan
7) Atur FoV dari dasar fossa frontalis sampai toracic inlet dengan slice
thickness 2 - 3 mm
8) Biasanya tidak diperlukan kemiringan gantry, namun prinsipnya
scanning harus tegak lurus terhadap bidang midcoronal
9) Pasien diinstruksikan agar jangan menelan ludah selama scanning dan
yang menyebabkan segala bentuk gerakan saluran napas atas
(berbicara, mengunyah permen karet, bernapas)
10) Untuk membantu membedakan kerongkongan dari jaringan lunak di
sekitarnya, pasien mungkin diminta untuk menelan media kontras
radioopaque esofagus densitas rendah
11) Lakukan scanning pre kontras
12) Masukkan media kontras intravena untuk mengindikasikan sejauh
mana tumor jaringan dan memvisualisasikan struktur pembuluh darah.

25
13) Di Mayapada Hospital Jakarta Selatan discanning post kontras dengan
lapangan scanning sama dengan pre kontras dengan dua fase yaitu,
dengan fase vena terlebih dahulu menerapkan delay kurang lebih 30
detik lalu fase arteri menerapkan delay kurang lebih 70 detik, delay ini
diterapkan dengan menggunakan Injector
d. Scan Parameter Pada pemeriksaan CT-Scan Nasofaring dengan kontras
1) Scanogram : AP dan Lateral
2) Range : 165
3) Slice Thickness :1
4) FOV : 20
5) KVp : 120
6) mAS : 450
7) Window Width : 80
8) Window Level : 40
Pada saat memasukan kontras petugas memberitahu ke pasien
bahwa obat kontras akan dimasukkan. Obat kontras (Iopamiro) yang
dimasukkan melalui vena sebanyak 80cc
e. Proses Pencetakan Gambar
Setelah scaning selesai dan gambar telah sesuai dengan
yang diinginkan, maka gambar siap dicetak dalam printer Dry View.
Pencetakan gambar dilakukan sesui dengan format printing yang
diinginkan.

26
Gambar 6. Hasil CT-Scan pre kontras

27
Gambar 7. Fase arteri

28
Gambar 8. Fase Vena

3.2 Hasil Pembacaan Foto


Deskrisi:
Identifikasi lokasi benjolan di parotis kiri, diberi marker. Kelenjar silvia karotis
bentuk dan ukuran relatif lebih besar dibandingkan kanan, namaun tidak tampak
gambaran massa maupun lesi focal. Tidak tampak pula gambaran dilatasi duktus
yang prominen. Pasca pemberian kontras tidak tampak penyengatan focal patologis.

Nasopharix dan oropharynx terbuka simetris. Spatrium parapharynx dan


masticator kanan-kiri baik. Kelenjar parotis, submandibula dan thyroid kanan-kiri
baik. Sinus paranasal lainnya bersih. Epiglottis dan sinus piriformis dalam batas
normal. Daerah supraglottis, glottis dan infraglottis baik. Larynx terbuka simeteris.
Kartilago tyrhoid, krikoid and artenoid baik. Trakea di tengah. Tak tampak
pembesaran di kelenjar getah bening. Air cell kedua mastoid cerah. Tidak tampak
kelainan pada intracranial yang tervaluasi. Tulang-tulang intak tampak

29
kelengkungan vertebra cervical melurus, tampak spur formation di endplate margin
corpus vertebra C5 dengan penyempitan celah diskus intravertebralis C5-6.

Kesan:

Bentuk dan ukuran kelenjar parotis kiri sedikit lebih besar dibandingkan sisi
kanan, namun tidak tampak massa tumor, lesi focal maupun penyengatan prominen
pasca pemberian kontras di kelenjar saliva parotis kiri.

Straight cervical

Spondylosis cervicalis dengan penyempitan celah diskus intravertebralis C5-6

3.3 PEMBAHASAN

Prosedur pemeriksaan CT-Scan nasopharynx pada suspek massa di Mayapada


Hospital Jakarta selatan dilakukan dengan agak sedikit berbeda dengan teori yaitu
dengan adanya penambahan fase arteri pada saat melakukan scaning post kontras.
Tujuan dari menggunakan fase ini yaitu, memperlihatkan massa di pembuluh darah
arteri karena jika di pembuluh darah arteri massa lebih terlihat jelas dibandingkan
dengan hanya menggunakan fase vena. Serta dapat menilai lebih jelas ketika obat
kontras melewati pembuluh darah vena ke arteri. Harapannya massa terlihat jelas
karena massa lebih banyak membutuhkan sari-sari makanan dari pembuluh darah
arteri

Proses pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan protokol pemeriksaan


nasopharynx+C dengan slice thickess –mm dan – mm, dengan 3 kali pemeriksaan
yaitu, dengan menggunakan media kontras pada fase arteri dan vena serta tidak
menggunakan kontras (polos) hal ini dilakukan supaya dapat menilai terdapat massa
atau tidak di daerah nasopharynx. Jika terdapat kelainan seperti tumor atau lesi
abnormal di daerah sekitarnya maka dengan penambahan zat obat media kontras
akan terlihat lebih jelas.

30
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang di atas, maka terdapat beberapa point penting,
yaitu antara lain :
4.1.1 Pelaksanaan pemeriksaan CT-Scan nasofaring dengan kasus suspek massa
di instalasi radiologi Mayapada Hospital Jakarta Selatan dilakukan dengan
pemberian obat media kontras melalui intravena sehingga dapat
memperjelas kelainan yang dicurigai terdpat massa di nasofaring.
4.1.2 Tujuan dari menggunakan fase ini yaitu, memperlihatkan massa di
pembuluh darah arteri karena jika di pembuluh darah arteri massa lebih
terlihat jelas dibandingkan dengan hanya menggunakan fase vena. Serta
dapat menilai lebih jelas ketika obat kontras melewati pembuluh darah
vena ke arteri. Harapannya massa terlihat jelas karena massa lebih banyak
membutuhkan sari-sari makanan dari pembuluh darah arteri

4.2 SARAN
Saran penulis yaitu sebaiknya metode pemeriksaan dengan menggunakan fase
arteri dan vena diedukasikan ke semua rumah sakit agar dalam menilai hasil
radiograf pada suspek massa di semua jenis pemeriksaan lebih akurat. Karena
dengan hanya melakukan fase vena saja bisa saja ada informasi yang kurang dari
hasil pemeriksaan tersebut.

31
DAFTAR PUSTAKA

Ballinger, Philip W. dan Eugene D. Frank. 2003. Merrils’s Atlas of Radiographic


Position and Radiologic Prosedures, Tenth Edition, Volume Three. The Mosby
Company. St Louis: America.

http://erafransiska.blogspot.com/2014/02/ct-nasofaring.html

Tortorici, M, R, 1995, Advanced Radiographic and Angiographic Procedures with an


Introduction to Spealized Imaging, F. A Davis Company, Philadelphia.

Bontranger, K.L. 2001. Text Book of Radiographic Positioning and Related Anatomy
Fifth Edition. St. Louis Missori : The CV Mosby Company.

Broker, M.L. 2005. Computed Tomography for Radiographer. England: MIP Press
Limited

Long, Bruce W. dkk. 2016. Merrill’s Atlas Of Radiographic Positioning & Procedures.
Missouri: Elsevier

32

Anda mungkin juga menyukai