Disusun oleh:
Catharina (22010118220123); Della Amanda (22010119220155); Melinda Fiska
(22010118220180); Nabila Dini (22010119220159); Pratiwi Diah Pitaloka (22010118220080);
Sri Suci Ningtyas Ardi (22010119220033); Titisari Wardani (22010119220200); Vivi Nurmalita
(22010118220081)
Seorang laki-laki 50 tahun datang dengan keluhan benjolan di leher kanan yang dirasakan sejak 6
bulan lalu dan dirasakan makin membesar. Tidak dirasakan nyeri pada benjolan tersebut. 2 bulan
sebelum timbulnya benjolan tersebut, penderita mengeluh telinga gemrebeg terutama telinga
kanan disertai adanya hidung tersumbat dan mimisan yang terjadi 1 bulan sebelum timbulnya
benjolan tersebut. 3 bulan terakhir ini penderita mengeluhkan sering nyeri kepala yang hebat,
dirasakan terus menerus, serta tidak berkurang dengan konsumsi obat. Sejak 1 bulan terakhir,
penderita mengeluh pandangan mata (terutama kanan) terasa dobel.
PF tampak benjolan di leher kanan atas 4x6x6 cm, batas tidak tegas, warna sama dengan kulit
sekitar, tidak nyeri, konsistensi kenyal keras. Mata kanan tampak ptosis disertai dengan
strabismus konvergen. Pemeriksaan cavum nasi / rhinoskopi anterior tidak tampak jelas dan
tidak bisa evaluasi adanya massa di cavum nasi.
I. TERMINOLOGI
1. Ptosis
Ptosis adalah kondisi di mana kelopak mata bagian atas turun. Kondisi ini terjadi
ketika otot levator yang memegang kendali atas kelopak mata melemah. Jika kelopak
mata turun cukup parah, maka dapat menghalangi pupil dan menyebabkan kebutaan
parsial. Beberapa anak terlahir dengan ptosis. Sementara, ada beberapa kasus yang
kondisi berkembang saat penderita bertambah tua. Melemahnya otot levator
merupakan bagian dari proses penuaan.
2. Strabismus konvergen
Secara umum dikenal sebagai “mata juling” adalah suatu kelainan mata dimana visual
axis mata tidak mengarah bersamaan ke titik fiksasi, dengan kata lain terjadi
ketidakseimbangan (imbalance) dalam kedudukan bola mata. Ketidakseimbangan
tersebut dapat terjadi di segala arah; Konvergen/Esotropia (kedalam),
Divergen/Eksotropia (keluar), Hypertropia (keatas), Hipotropia (kebawah).
3. Rhinoskopi anterior
Pemeriksaan rhinoskopi anterior merupakan pemeriksaan hidung menggunakan
spekulum hidung yang dimasukkan ke cavum nasi. Organ yang dapat dilihat antara lain:
konka nasi inferior, vestibulum nasi, meatus inferior, meatus media, konka media, dan
septum nasi. Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk identifikasi adanya tumor atau
peradangan.
4. Mimisan
Mimisan atau “epistaksis” merupakan suatu perdarahan dari hidung. dapat berasal dari
bagian anterior rongga hidung atau dari bagian posterior rongga hidung. Dapat terjadi
akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik). Kebanyakan ringan dan sering
berhenti sendiri tanpa memerlukan bantuan medis, tetapi epistaksis yang berat, walaupun
jarang, merupakan masalah kedaruratan yang berakibat fatal bila tidak segera ditangani.
5. Cavum nasi
Cavum nasi merupakan rongga traktus respiratorius yang pertama sekali yang langsung
berhubungan dengan udara luar.
Laki-laki
50 tahun
Gejala: PF:
- Telinga gemrebeg - Benjolan di leher
- Hidung tersumbat kanan atas
- Mimisan - Mata ptosis dengan
- Nyeri kepala strabismus konvergen
- Pengelihatan dobel
Dx
Kanker Nasofaring
- Etiologi & faktor risiko
- Insidensi
- Gejala & tanda
- Anamnesis, PF & penunjang
- Tumor staging
- Diagnosis banding
- Tatalaksana & edukasi
III. SASARAN BELAJAR
1. Etiologi & faktor risiko kanker nasofaring
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring dengan
predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring dan merupakan suatu tumor ganas utama di
nasofaring pada daerah endemis. Penyebab KNF bersifat multifaktorial, dikaitkan dengan adanya
interaksi antara infeksi kronik oncogenic gamma herpesvirus Epstein-Barr virus yang mana virus
Epstein-Barr telah menginfeksi lebih dari 95% populasi dunia. Selain itu faktor lingkungan dan
faktor genetik, juga terlibat dalan proses multistep karsinogenik. Transformasi ganas terjadi pada
sel-sel permukaan di daerah nasofaring namun penyebab sebenarnya belum diketahui.
Penyebab Karsinoma Nasofaring belum sepenuhnya diketahui. Beberapa faktor risiko yang
berkemungkinan menjadi pemicu timbulnya Kanker Nasofaring:
- Jenis Kelamin
- Ras Asia dan Afrika Utara
- Umur 30–50 tahun
- Sering konsumsi makanan yang diawetkan
- Infeksi Virus Epstein-Barr
- Riwayat keluarga
- Faktor Gen HLA (Human Leokcyte Antigen) dan Genetik
- Merokok
- Konsumsi Alkohol
Gejala dan tanda karsinoma nasofaring dapat dibagi dalam 4 kelompok yaitu: gejala telinga,
gejala hidung, metastasis atau gejala di leher, gejala mata, serta gejala intrakranial.
1) Gejala Telinga (Ear Sign)
Gangguan pada telinga merupakan gejala dini karsinoma nasofaring yang timbul karena
tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fossa Rosenmuller). Gangguan dapat berupa
:1
a. Rasa penuh di telinga dan berdengung (tinitus)
b. Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia)
c. Terasa tersumbat
d. Kurang pendengaran ringan
e. OME / OMSK berulang
Gejala ini muncul karena gangguan fungsi tuba eustachius akibat tumor yang menutupi
muara tuba atau perluasan tumor ke lateroposterior sehingga mengganggu kerja otot
untuk membuka tuba. Keadaan ini merupakan kelainan lanjut yang terjadi akibat
penyumbatan muara tuba, dimana rongga telinga tengah akan terisi cairan. Cairan yang
diproduksi makin lama makin banyak, sehingga akhirnya terjadi perforasi membran
timpani dengan akibat gangguan pendengaran. Jenis gangguan pendengaran yang timbul
biasanya konduktif karena timbulnya otitis media efusi.
Gambar 8. Ptosis7
b. Gangguan N. IV menimbulkan kelumpuhan m. obliqus superior bola mata. Lesi saraf ini
jarang merupakan kelainan yang berdiri sendiri tetapi lebih sering diikuti kelumpuhan
N.III. Biasanya penekanan saraf-saraf ini terjadi di dalam atau pada dinding lateral sinus
kavernosus.
Pada penderita KNF, sering ditemukan adanya tuli konduktif bersamaan dengan elevasi
dan imobilitas dari palatum lunak serta adanya rasa nyeri pada wajah dan bagian
lateral dari leher (akibat gangguan pada nervus trigeminal). Ketiga gejala ini jika
ditemukan bersamaan, maka disebut Trotter’s Triad.
4. Pemeriksaan fisik kanker nasofaring
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
TERAPI CA NASOFARING
Bukti dari studi retrospektif menunjukkan bahwa hasil telah membaik karena kemajuan
dalam perencanaan dan prosedur RT. Pada kasus peningkatan staging, khususnya penggunaan
magnetic resonance imaging (MRI) lebih dipilih dibandingkan computed tomography (CT).
Sejumlah besar pasien dengan penyakit tahap awal belum dimasukkan dalam uji coba kemoterapi
induksi, kemoterapi adjuvan, atau kemoradioterapi bersamaan, dan masih belum jelas apakah
kelompok ini mendapat manfaat dari terapi modalitas kombinasi.
Penanganan Suportif
Bila ada nyeri hebat di kepala harus diatasi sebagai nyeri kanker sesuai protocol nyeri
(stepladder WHO).
Bila ada kesulitan makan/asupan nutrisi kurang, pasang NGT/gastrotomi.
Bila ada tanda-tanda infeksi di daerah saluran napas atas, telinga tengah, diberikan antibiotik
sistemik (oral/injeksi) atau dan topikal tetes telinga konsultasi ke ahli otologi.
Bila terdapat obstruksi jalan napas atas sesuai dengan protocol obstruksi jalan napas atas.
Perawatan Paliatif
KNF memiliki resiko terjadinya rekurensi, dan diperlukan follow-up jangka panjang.
Kekambuhan tersering terjadi <5 tahun, 5-15% antara 5-10 tahun.
Sehingga pasien KNF perlu di follow-up setidaknya 10 tahun setelah terapi.
EDUKASI
DAFTAR PUSTAKA
Endang, M., Retno, W. (2008). Epistaksis. Soepardi EA, Iskandar NH. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan THT-KL, edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI: hal 155-9.
IARC. GLOBOCAN 2012: Estimated Cancer Incidence, Mortality and Prevalence Worldwide in 2012.
Globocan 2012;2012:3–6.
Ferlay J. Cancer incidence and mortality worldwide: sources, methods and major patterns in
GLOBOCAN 2012. Int. J. Cancer. 2015; 136
Adham, Marlinda dkk, Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran, Kanker Nasofaring. Jakarta.
2017
Endang M, Damajanti S. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala &
Leher. Buku Ajar Telinga Hidung tenggorokan Kepala Leher. 2010;145–53.
Watkinson J, Gilbert R. Stell & Maran’s Textbook of Head and Neck Surgery and Oncology.
Stell & Maran’s Textbook of Head and Neck Surgery and Oncology. 2011.
Bruce 2011. Gray`s Anatomy for Students 4th. Vol. 53, Journal of Chemical Information and
Modeling. 2020. 1689-1699 p.
Bansal M, Bansal M. Acute otitis media and otitis media with effusion. In: Essentials of Ear,
Nose and Throat. 2016. p. 101–101.
Wei WI, Sham JST. Nasopharyngeal carcinoma. In: Lancet. 2005. p. 2041–54.
Suzina SAH, Hamzah M. Clinical Presentation of Patients with Nasopharyngeal Carcinoma.
Med J Malaysia. 2003;58(4):539–45.
Ahmad K, Wright M, Lueck CJ. Ptosis. Practical Neurology.
Trimartani, Rasad, S. A., Rosalina, D., et al. 2020. Panduan Praktik Klinis, Panduan Praktik
Klinis Prosedur Tindakan, dan Clinical pathways di Bidang THT-KL. Volume 2. Jakarta:
PERHATI THT-KL.
Soepardi, E., Iskandar, N., Bashiruddin, J., et al. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-7. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Hui, E.P., Chan, A.P., Le, Q.T. 2020. Treatment of Early and Locoregionally Advanced
Nasopharyngeal Carcinoma. In: Shah, S(Ed), UpToDate.