Anda di halaman 1dari 20

JUVENILE NASOPHARYNX

ANGIOFIBROMA

Clinical Science Session


Firdha Fachrunnisa

Muhammad Fadhil

Nadia

Ummi Yusuf

SMF Telinga-Hidung-Tenggorok
RS Al-Ihsan Baleendah
FK Universitas Islam Bandung
2016
PENDAHULUAN
• Juvenile nasopharyngeal angiofibroma
(JNA) merupakan tumor yang sering terjadi
pada remaja pria.
• Gejala awalnya adalah epistaksis dan
obstruksi nasal.
• Secara histologis tumor ini bersifat jinak,
tumor vaskular ini dapat menginvasi
struktur vital sekitarnya dan juga dapat
menginvasi dasar tengkorak.
ANATOMI FARING
ANATOMI NASOFARING
• Letak : diatas palatum mole dan di posterior choana
• Struktur-struktur nasofaring :
• Jaringan adenoid, atap dinding posterior
• Fossa rosenmuller’s, dinding lateral pharyng
• Torus tubarius, bagian kartilago dari tuba eustachius yang
menonjol ke dinding lateral nasopharing
• Koana posterior dari rongga hidung.
• Foramen kranial seperti jugular foramen jugular, dimana saraf
kranial glossopharyngeal, vagal dan aksesori spinal.
• Struktur pembuluh darah, sinus petrosal inferior, vena jugular
internal, arteri meningeal, arteri faringeal ascenden.
• Tulang temporal bagian petrous dan foramen lacerum
merupakan bagian lateral dari atap nasopharynx.
• Ostium dari sinus sphenoid.
6
NASOFARING
VASKULARISASI PERSARAFAN
• Arteri Palatine Ascenden, • Saraf kranial IX dan X  pleksus faringeus
• Arteri Pharyngeal Ascenden, • Persarafan motorik otot-otot konstriktor 
• Cabang Arteri Tonsilar Yang Memperdarahi nervus vagus, stylopharyngeus  saraf
Wajah, cranial IX.
• Cabang Arteri Maxillary, Dan • Persarafan sensorik nasofaring berasal dari
• Cabang arteri lingual bagian dorsal. V2, bagian atas faring  saraf cranial IX,
bagian bawah faring  saraf cranial X.
HISTOLOGI NASOFARING

• Epitel  Epitel bertingkat silindris bersilia


• Lamina propria  Nodul limfoid
• Gland  Banyak (sel goblet), kelenjar
mucous dan serous (kebanyakan mucous)
• Serat elastin
• Otot  Skeletal
JUVENILE NASOPHARYNX
ANGIOFIBROMA

• Tumor jinak pembuluh darah di nasofaring.


• Secara histologik jinak, klinis bersifat ganas, karena
mampu mendestruksi tulang dan meluas ke
jaringan sekitarnya, seperti ke sinus paranasal, pipi,
mata, dan tengkorak.
• Sangat mudah berdarah yang sulit dihentikan.
EPIDEMIOLOGI JNA

• Jarang ditemukan
• Frekuensi 1/5000 – 1/60.000 dari pasien THT
• 0.05% dari tumor kepala & leher
• Umumnya terjadi pada laki-laki usia dekade
ke-2 antara 7-19 tahun
ETIOLOGI JNA

• Teori jaringan asal  dinding posterolateral atap rongga hidung


• Teori hormonal  kekurangan androgen atau kelebihan estrogen
• Respon desmoplastik periosteum nasofaring atau fibrokartilago
embrionik antara basiocciput dan basisphenoid.
• Sel paraganglion nonkromatofin cabang terminal arteri maksila.
• Delesi kromosom 17  gen supresor tumor p53 (Her-2/neu oncogene)
DIAGNOSIS JNA

• Gejala klinis :
• Hidung tersumbat
• Epistaksis berulang & masif
• Rhinore kronis
• Gangguan penciuman
• Ketulian dan otalgia
DIAGNOSIS JNA

• Pemeriksaan (Rinoskopi posterior)


• massa tumor konsistensi kenyal,
• warna : abu-abu – merah muda
• bagian yang terlihat di nasofaring (tumor diliputi
seliput lender berwarna keunguan), bagian yang
mengarah keluar dri nasofaring (berwarna putih atau
abu-abu)
• pada usia muda warnanya merah muda, pada usia tua
warnanya kebiruan (banyak komponen fibroma)
• mukosa mengalami hipervaskularisasi dan tidak
jarang ditemukan ulserasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG JNA

• Radiologik konvesional (AP, lateral, Waters)


Hollman Miller  pendorongan processus pterigoid ke
belakang, sehingga fissura pteri-palatine melebar.
• CT scan dan kontras
Deteksi perluasan massa tumor dan destruksi jaringan
sekitar.
• Arteriografi
Vaskularisasi tumor
Klasifikasi Menurut Session

• Stadium IA : Tumor terbatas di nares posterior dan atau nasofaringeal voult


• Stadium IB : Tumor meliputi nares posterior dan atau nasofaringeal voult dengan meluas
sedikitnya 1 sinus paranasal
• Stadium IIA : Tumor meluas sedikit ke fossa pterigomaksila
• Stadium IIB : Tumor memenuhi fossa pterigomaksila tanda mengoreksi tulang orbita
• Stadium IIIA: Tumor telah mengerosi dasar tengkorak dan meluas sedikit ke intrakranial
• Stadium IIIB: Tumor ini meluas ke intra kranial dengan atau tanpa meluas ke sinus
kavernosus
Klasifikasi Menurut Finch

• Stadium I : Tumor terbatas di rongga hidung, nasofaring tanpa


mendestruksi tulang
• Stadium II : Tumor menginvasi fossa pterigomaksila, sinus
paranasal dengan destruksi tulang
• Stadium III : Tumor menginvasi fossa infratenporal, orbita dengan
atau regio paraselar
• Stadium IV : Tumor menginvasi sinus kafernosus, region chiasma
optik dan atau fossa pituitary
DIAGNOSIS BANDING

• Penyakit lain yang menyebabkan obstruksi nasal,


(misalkan: polip nasal, polip antrokoanal, teratoma,
ensefalokel, dermoids, inverting papilloma,
rabdomiosarkoma, squamous cell carcinoma
rhabdomyosarcoma, squamous cell carcinoma)
• Penyakit lain yang menyebabkan epistaksis, baik lokal
maupun sistemik
• Penyakit lain yang menyebabkan proptosis maupun
bengkak daerah orbita
TERAPI

• Tindakan operasi
 Risiko perdarahan hebat.
• Hormonal
Stadium I dan II : preparat testosteron reseptor blocker (flutamid)
• Radioterapi
 Gama knife
• Jika tumor meluas  radioterapi + hormonal, 6 minggu sebelum
operasi
PROGNOSIS

• JNA  berkembang lanjut dan


berekspansi.
• Dapat menghilang secara spontan.
• Angka rekurensi tinggi setelah terapi
pembedahan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai