Anda di halaman 1dari 28

Referensi Artikel

GANGGUAN OBSESIF-KOMPULSIF

Disusun Oleh :

Denata Sienviolincia G99152025

Pembimbing :

dr. Wijaya Sp.KJ

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA

RUMAH SAKIT DR.MOEWARDI SURAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Definisi
Obsesi adalah ketekunan yang patologis dari suatu pikiran atau
perasaan yang tidak dapat ditentang yang tidak dapat dihilangkan dari
kesadaran oleh usaha logika, yang disertai dengan kecemasan. Sedangkan
kompulsi adalah kebutuhan yang patologis untuk melakukan suatu impuls
yang jika ditahan menyebabkan kecemasan. Obsesi meningkatkan
kecemasan seseorang, sedangkan melakukan kompulsi menurunkan
kecemasan seseorang. Tetapi, jika seseorang memaksa untuk melakukuan
kompulsi, kecemasan meningkat.2
Gangguan obsesif – kompulsif merupakan suatu kondisi yang
ditandai dengan adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif,
dimana membutuhkan banyak waktu (lebih dari satu jam perhari) dan
dapat menyebabkan penderitaan (distress). Gangguan Obsesif-kompulsif
membutuhkan adanya obsesi atau kompulsi yang merupakan sumber
gangguan atau kerusakan yang signifikan dan bukan karena gangguan
mental lainnya 3
Seseorang dengan gangguan obsesif- kompulsif biasanya
menyadari irrasionalitas dari obsesi dan merasakan bahwa obsesi dan
kompulsi sebagai ego-distonik. Gangguan obsesif-kompulsif dapat
merupakan gangguan yang menyebabkan ketidakberdayaan, karena obsesi
dapat menghabiskan waktu dan dapat mengganggu secara bermakna pada
rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan, aktifitas sosial yang
biasanya, atau hubungan dengan teman dan anggota keluarga.3

B. Epidemiologi
Epidemiologi telah mendokumentasikan bahwa tingkat prevalensi
seumur hidup gangguan obsesif kompulsif adalah sebesar 2-3%. Pria

1
biasanya mengembangkan OCD antara usia 6 dan 15 tahun, wanita
biasanya mengembangkan OCD antara usia 20 dan 29 tahun. Beberapa
peneliti telah memperkirakan bahwa gangguan obsesif kompulsif
ditemukan pada sebanyak 10% pasien rawat jalan di klinik psikiatrik.
Angka tersebut menyebabkan gangguan obsesif kompulsif sebagai
diagnosis psikiatrik tersering yang keempat setelah fobia, gangguan
berhubungan zat, dan gangguan depresif berat. Suatu studi di Swedia
menemukan bahwa meskipun kebanyakan pasien OCD menunjukkan
perbaikan, banyak juga yang terus berlanjut mempunyai gejala gangguan
ini sepanjang hidup mereka.9
Diperkirakan bahwa sekitar 1 dari 100 orang dewasa atau antara 2
hingga 3 juta orang dewasa di Amerika Serikat saat ini menderita
gangguan Obsesif Kompulsif. Ini kira-kira adalah jumlah yang sama orang
yang tinggal di kota Houston, Texas.Ada juga setidaknya 1 dari 200.000
atau 500.000 - anak-anak dan remaja yang menderita gangguan Obsesif-
kompulsif. Ini adalah jumlah yang sama anak-anak yang menderita
diabetes. Itu berarti ada empat atau lima anak dengan gangguan Obsesif-
kompulsif kemungkinan terdaftar di setiap sekolah dasar. Mulai dari
sekolah menengah sedang sampai besar, mungkin ada 20 siswa yang
sedang berjuang dengan tantangan yang disebabkan oleh gangguan
Obsesif-kompulsif. gangguan Obsesif-kompulsif menyerang laki-laki,
perempuan dan anak-anak dari semua ras dan latar belakang yang
sama.6umur rata-rata onset dari gangguan Obsesif-kompulsif berkisar 22
sampai 36 tahun, dengan hanya sekitar 15% dari pasien yang menderita
berumur lebih dari 35 tahun.8 Dalam studi ECA, tingkat prevalensi
gangguan obsesif-kompulsif menunjukkan angka kejadian lebih tinggi
pada wanita dibandingkan dengan pria.3
Pada beberapa pasien, gangguan ini dimulai pada masa pubertas
atau sebelumnya, timbulnya gangguan obsesif-kompulsif saat remaja
umumnya terjadi pada laki-laki.Pasien lain dapat memiliki onset
dikemudian hari, misalnya, setelah kehamilan, keguguran, atau selama

2
proses melahirkan. Biasanya pasien dengan gangguan Obsesif-kompulsif
mengunjungi 3 samapai 4 dokter dan menghabiskan waktu lebih dari 9
tahun untuk mencari pengobatan sebelum akhirnya didiagnosis dengan
benar.8 Pasien juga mungkin merasa malu untuk mengunjungi seorang
dokter, atau mungkin tidak menyadari bahwa bantuan tersedia, dalam satu
survei, sehingga jeda waktu dari onset gejala menuju ke diagnosis yang
benar adalah 17 tahun.7

C. Etiologi
1. Faktor Biologis
a. Sistem serotoninergik
Banyak percobaan yang dilakukan untuk mendukung
hipotesis tentang terlibatnya disregulasi serotonin terhadap
munculnya gejala obsesif dan kompulsif pada penyakit ini.
Banyak data yang menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih
efektif dibandingkan dengan obat lain yang juga
mempengaruhi sistem neurotransmitter, tetapi apakah serotonin
terlibat sebagai penyebab terjadinya gangguan Obsesif-
kompulsif masih belum jelas. Fungsi serotonin di otak
ditentukan oleh lokasi system proyeksinya. Proyeksi pada
konteks frontal diperlukan untuk pengaturan mood, proyeksi
pada ganglia basalis bertanggung jawab pada gangguan obsesi
kompulsi.9

b. Genetik
Penelitian kesesuaiaan pada anak kembar untuk
gangguan obsesif-kompulsif telah secara konsisten menemukan
adanya angka kesesuaian yang lebih tinggi secara bermakna
pada kembar monozigotik dibandingkan kembar dizigotik.
Penelitian keluarga pada pasien gangguan obsesif kompulsif
telah menemukan bahwa 35 persen sanak saudara derajat

3
pertama pasien gangguan obsesif-kompulsif juga menderita
gangguan.
c. Sistem Noradrenergik
Bukti saat ini masih kurang tentang adanya disfungsi
sistem noradrenergik dalam terjadinya gangguan obsesif
kompulsif. Namun, ada laporan dari peningkatan dalam OCD
gejala dengan clonidine oral.3,9
d. Neurologi
Berbagai penelitian pencitraan otak fungsional, sebagai
contoh PET ( positron emission tomography), telah
menemukan peningkatan aktifitas (sebagai contoh,
metabolisme dan aliran darah) di lobus frontalis, ganglia
basalis (khususnya kaudata), dan singulum pada pasien dengan
gangguan obsesif kompulsif. Baik tomografi komputer (CT
scan) dan pencitraan resonansi magnetik (MRI) telah
menemukan adanya penurunan ukuran kaudata secara biateral
pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Baik
penelitian pencitraan otak fungsional maupun struktural
konsisten dengan pengamatan bahwa prosedur neurologis yang
melibatkan singulum kadang-kadang efektif dalam pengobatan
pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Suatu penelitian
MRI baru-baru ini melaporkan peningkatan waktu relaksasi T1
di korteks frontalis.
e. Infeksi
Beberapa pakar berpendapat bahwa ada hubungan
positif antara infeksi streptokokus dan gangguan obsesif
kompulsif. Infeksi Streptokokus β-Hemolitikus grup Adapat
menyebabkan demam rematik, dan sekitar 10-30% pasien juga
mengalami Syndenham’s chorea dan Gangguan Obsesif
Kompulsif.9

4
2. Faktor Psikologis
Gangguan Obsesif-kompulsif menyetarakan pikiran dengan
tindakan atau aktifitas tertentu yang dipresentasikan oleh pikiran
tersebut. Ini disebut “thought-action fusion” (fusi pikiran dan
tindakan). Fusi antara pikiran dan tindakan ini dapat disebabkan oleh
sikap-sikap tanggung jawab yang berlebih-lebihan yang menyebabkan
timbulnya rasa bersalah seperti yang berkembang selama masa kanak-
kanak, dimana pikiran jahat diasosiasikan dengan niat jahat.10
3. Faktor Psikososial
Gangguan obsesif-kompulsif bisa disebabkan karena regresi
dari fase anal dalam perkembangannya. Mekanisme pertahanan
psikologis mungkin memegang peranan pada beberapa manifestasi
pada gangguan obsesif-kompulsif. Represi perasaan marah terhadap
seseorang mungkin menjadi alasan timbulnya pikiran berulang untuk
menyakiti orang tersebut. Mekanisme pertahanan psikologis mungkin
memegang peranan pada beberapa manifestasi gangguan obsesif-
kompulsi. Represi perasaan marah terhadap seseorang mungkin
menjadi alasan timbulnya pikiran berulang untuk menyakiti orang
tersebut.

a. Faktor kepribadian
Gangguan obsesif-kompulsif adalah berbeda dari gangguan
kepribadian obsesif-kompulsif. Sebagian besar pasien
gangguan obsesif-kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif
pramorbid. 10
Dengan demikian, sifat kepribadian tersebut tidak
diperlukan atau tidak cukup untuk perkembangan gangguan
obsesif-kompulsif. Hanya kira-kira 15 sampai 35 persen pasien
gangguan obsesif-kompulsif memiliki sifat obsesional
pramorbid. 11

5
b. Faktor psikodinamika
Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme pertahanan
psikologis utama yang menentukanbentuk dan kualitas gejala
dan sifat karakter obsesif-kompulsif; isolasi, meruntuhkan
(undoing), dan pembentukan reaksi. 12
i. Isolasi
Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi
seseorang dari afek dan impuls yang mencetuskan
kecemasan. Jika terjadi isolasi, afek dan impuls yang
didapatkan darinya adalah dipisahkan dari komponen
idesional dan dikeluarkan dari kesadaran. Jika isolasi
berhasil sepenuhnya, impuls dan afek yang terkait
seluruhnya terepresi, dan pasien secara sadar hanya
menyadari gagasan yang tidak memiliki afek yang
berhubungan dengannya.
ii. Undoing
Karena adanya ancaman terus-menerus bahwa impuls
mungkin dapat lolos dari mekanisme primer isolasi dan
menjadi bebas, operasi pertahanan sekunder diperlukan
untuk melawan impuls dan menenangkan kecemasan
yang mengancam keluar ke kesadaran. Tindakan
kompulsif menyumbangkan manifestasi permukaan
operasi defensif yang ditujukan untuk menurunkan
kecemasan dan mengendalikan impuls dasar yang
belum diatasi secara memadai oleh isolasi. Operasi
pertahanan sekunder yang cukup penting adal;ah
mekanisme meruntuhkan (undoing). Seperti yang
disebutkan sebelumnya, meruntuhkan adalah suatu
tindakan kompulsif yang dilakukan dalam usaha untuk
mencegah atau meruntuhkan akibat yang secara

6
irasional akan dialami pasien akibat pikiran atau impuls
obsesional yang menakutkan.
iii. Pembentukan reaksi
Pembentukan reaksi melibatkan pola perilaku yang
bermanifestasi dan sikap yang secara sadar dialami
yang jelas berlawanan dengan impuls dasar. Seringkali,
pola yang terlihat oleh pengamat adalah sangat dilebih-
lebihkan dan tidak sesuai.
4. Teori Behavioral dan kognitif
Teori behavioral menganggap kompulsi sebagai perilaku yang
dipelajari yang dikuatkan oleh reduksi rasa takut. Sebagai contoh,
mencuci tangan secara kompulsif dipandang sebagai respons pelarian
operant yang mengurangi kekhawatiran obsessional dan ketakutan
terhadap kontaminasi oleh kotoran dan kuman.12
Sejalan dengan itu, pengecekan secara kompusif dapat
mengurangi kecemasan terhadap apapun bencana yang diantisipasi
pasien jika ritual pengecekan tersebut tidak dilakukan. Respons-
respons psikofisiologis memang dapat dikurangi dengan perilaku
kompulsif semacam itu. Tindakan kompulsif sering muncul karena
stimuli yang menimbulkan kecemasan sulit disadari. Sebagai contoh,
sulit untuk mengetahui kapan kuman muncul dan kapan kuman
tersebut telah dihilangkan oleh ritual pembersihan.12
Pemikiran lain mengenai pengecekan secara kompulsif adalah
bahwa hal itu disebabkan oleh defisit memori. Ketidakmampuan untuk
mengingat suatu tindakan secara akurat (seperti mematikan kompor)
atau membedakan antara perilaku actual dan perilaku yang
dibayangkan dapat menyebabkan seseorang berulangkali melakukan
penegcekan.11,12
Namun demikian, sebagian besar studi menemukan bahwa
penderita OCD tidak menunjukkan defisit memori. Sebagai contoh,
salah satu study membandingkan pasien penderita OCD, gangguan

7
panic, dan orang-orang normal pada tes mengenai informasi umum.
Tidak ada perbedaan diantara ketiga kelompok dalam jumlah jawaban
benar. Tetapi para pasien penderita OCD kurang yakin dengan
jawaban mereka dibanding kelompok normal.11,12
Obsesi pasien penderita gangguan obsesif kompulsif biasanya
membuat mereka cemas, sama halnya dengan pikiran yang agak
mengganggu pada orang-orang normal tentang stimuli yang penuh
stress, misalnya film. Orang-orang dengan gangguan obsesif kompulsif
secara aktif mungkin mencoba menekan pikiran-pikiran yang
menganggu tersebut, namun seringkali dengan konsekuensinya yang
tidak mengenakkan.10
5. Faktor psikodinamik lainnya
Pada teori psikoanalitik klasik, gangguan obsesif-kompulsif
dinamakan neurosis obsesif-kompulsif dan merupakan suatu regresi
dari fase perkembangan oedipal ke fase psikoseksual anal. Jika pasien
dengan gangguan obsesif-kompulsif merasa terancam oleh kecemasan
tentang pembalasan dendam atau kehilangan objek cinta yang penting,
mereka mundur dari fase oedipal dan beregresi ke stadium emosional
yang sangat ambivalen yang berhubungan dengan fase anal. Adanya
benci dan cinta secara bersama-sama kepada orang yang sama
menyebabkan pasien dilumpuhkan oleh keragu-raguan dan
kebimbangan. Suatu ciri yang melekat pada pasien dengan gangguan
obsesif-kompulsif adalah derajat dimana mereka terpaku dengan agresi
atau kebersihan, baik secara jelas dalam isi gejala mereka atau dalam
hubungan yang terletak di belakangnya. Dengan demikian,
psikogenesis gangguan obsesif-kompulsif, mungkin terletak pada
gangguan dan perkembangan pertumbuhan normal yang berhubungan
dengan fase perkembangan anal-sadistik.9,10

8
i. Ambivalensi
Ambivalensi adalah akibat langsung dari perubahan dalam
karakteristik kehidupan impuls. Hal ini adalah ciri yang penting
pada anak normal selama fase perkembangan anal-sadistik;
yaitu anak merasakan cinta dan kebencian kepada suatu objek.
Konflik emosi yang berlawanan tersebut mungkin ditemukan
pada pola perilaku melakukan-tidak melakukan pada seorang
pasien dan keragu-raguan yang melumpuhkan dalam
berhadapan dengan pilihan.10
ii. Pikiran magis
Pikiran magis adalah regresi yang mengungkapkan cara
pikiran awal, ketimbang impuls; yaitu fungsi ego, dan juga
fungsi id, dipengaruhi oleh regresi. Yang melekat pada pikiran
magis adalah pikiran kemahakuasaan. Orang merasa bahwa
mereka dapat menyebabkan peristiwa di dunia luar terjadi
tanpa tindakan fisik yang menyebabkannya, semata-mata
hanya dengan berpikir tentang peristiwa tersebut. Perasaan
tersebut menyebabkan memiliki suatu pikiran agresif akan
menakutkan bagi pasien gangguan obsesif-kompulsif.6

D. Diagnosis
Diagnosis gangguan Obsesif-kompulsif didasarkan pada gambaran
klinisnya. Penderita gangguan obsesif – kompulsif sering kali juga
menunjukkan gejala depresi dan sebaliknya penderita gangguan depresi
berulang dapat menunjukkan pikiran – pikiran obsesif selama episode
depresinya. Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau
menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan
perubahan gejala obsesif. Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut,
maka diagnosis diutamakan dari gejala – gejala yang timbul terlebih dahulu.2,9
Diagnosis gangguan obsesif – kompulsif ditegakkan hanya bila tidak
ada gangguan depresif pada saat gejala obsesif – kompulsif tersebut timbul.

9
Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik menganggap
depresi sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka
prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain
menghilang.9,10
Gejala obsesif sekunder yang terjadi pada gangguan skizofrenia,
sindrom Tourette, atau gangguan mental organik, harus dianggap sebagai
bagian dari kondisi tersebut.8 Sebagai bagian dari kriteria diagnostik untuk
Gangguan Obsesif Kompulsif, Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) memberikan
kemudahan bagi para klinisi untuk mendiagnosis gangguan Obsesif-kompulsif
pada pasien yang umumnya tidak sadar akan obsesi berlebihan dan
kompulsinya.9
 Kriteria obsesi menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) harus memenuhi
4 criteria dibawah ini.
 Pikiran berulang dan terus-menerus, impuls, atau gambaran yang
dialami di beberapa waktu selama gangguan yang bersifat
mengganggu dan tidak sesuai dan menyebabkan kecemasan dan
penderitaan. Orang dengan gangguan ini menyadari kualitas
patologis dari pikiran-pikiran yang tidak diinginkan ini (seperti
ketakutan untuk menyakiti anak-anak mereka) dan tidak akan terjadi
pada mereka, tetapi pikiran ini sangat mengganggu dan sulit untuk
berdiskusi dengan orang lain.
 Pikiran, impuls, atau gambar tidak hanya kekhawatiran yang
berlebihan tentang masalah kehidupan nyata.
 Pasien mencoba untuk menekan atau mengabaikan pikiran seperti itu
atau untuk menetralisirnya dengan beberapa pemikiran lain atau
tindakan.
 Orang tersebut mengakui bahwa pikiran obsesional, impuls, atau
gambaran adalah produk dari pikiran sendiri (tidak dipaksakan dari
luar, seperti dalam penyisipan pikiran).

10
 Kriteria Kompulsif menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) harus memenuhi
2 kriteria dibawah ini.
 Individu melakukan perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan,
pemesanan, memeriksa) atau tindakan mental (misalnya, berdoa,
menghitung, mengulang kata-kata diam-diam) dalam menanggapi
sebuah obsesi atau menurut aturan yang harus diterapkan secara kaku.
Perilaku tersebut bukan akibat efek fisiologis langsung dari suatu zat
atau kondisi medis umum.
 Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau
mengurangi gangguan atau mencegah suatu peristiwa atau situasi
yang dicemaskan. Namun, perilaku atau tindakan mental yang
dilakukan baik tidak terhubung pada cara yang realistis dengan apa
yang mereka buat untuk mentralisir atau cegah atau jelas berlebihan.
 Pada beberapa poin selama gangguan, pasien mengakui bahwa obsesi
atau kompulsi itu berlebihan atau tidak masuk akal (walaupun ini
tidak berlaku untuk anak-anak).
 Obsesi atau kompulsi itu menimbulkan penderitaan, yang memakan
waktu (berlangsung >1 jam/hari), atau secara signifikan mengganggu
rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan atau akademis, atau
kegiatan sosial biasanya atau hubungan dengan orang lain.
 Jika gangguan Axis I lainnya muncul, isi dari obsesi atau kompulsi
tersebut tidak terbatas pada itu saja.
 Gangguan ini tidak terjadi karena pengaruh langsung zat psikotik atau
kondisi medis tertentu.
 Spesifikasi tambahan "dengan tilikan rendah" dibuat bagi seorang
dengan gangguan Obsesif-kompulsif jika, untuk dalm suatu jangka
waktu episode, orang tersebut tidak mengenali bahwa gejala itu
berlebihan atau tidak masuk akal.9
Menurut PPDGJ-III untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala
obsesif atau tindakan kompulsif, atau kedua-duanya harus ada hampir setiap

11
hari selama sedikitnya dua minggu berturut-turut.Hal tersebut merupakan
sumber penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas penderita. Gejala-
gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:15
a. Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri
b. Setidaknya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan,
meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita
c. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan merupakan
hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega
dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan
seperti dimaksud diatas.
d. Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak menyenangkan.
Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikuran obsesif dengan
depresi.Penderita gangguan Obsesif-kompulsif sering kali juga menunjukan
gejala depresi dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang dapat
menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode depresinya.Dalam
berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya gejala
depresi umumnya diikuti secara paralel dengan perubahan gejala obsesif.15
a. F42.0 Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan
Pedoman Diagnostik
- Keadaan ini dapat berupa : gagasan, bayangan pikiran atau impulls
(dorongan perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien).
- Meskipun isi pikiran tersebut berbeda – beda, umumnya hampir
selalu menyebabkan penderitaan (distress).
b. F42.1 Predominan Tindakan Kompulsi
Pedoman Diagnostik
- Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan : kebersihan
(khususnya mencuci tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan
bahwa suatu situasi yang dianggap berpotensi bahaya tidak terjadi atau
masalah kerapihan dan keteraturan.

12
Hal tersebut dilatar belakangi perasaan takut terhadap bahaya yang
mengancam dirinya atau bersumber dari dirinya dan tindakan ritual
tersebut meriupakan ikhtiar simbolik dan tidak efektif untuk menghindari
bahaya tersebut.
- Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita waktu sampai
beberapa jam dalam sehari dan kadang – kadang berkaitan dengan
ketidakmampuan mengambil keputusan dan kelambanan.
c. F42.2 Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif
Pedoman Diagnostik
- Kebanyakan dari penderita – penderita obsesif – kompulsif
memperlihatkan pikiran serta tindakan kompulsif.
Diagnosis ini digunakan bilamana kedua hal tersebut sama – sama
menonjol, yang umumnya memang demikian.
- Apabila salah satu memang jelas lebih dominan, sebaiknya
dinyatakan dalam diagnosis F42.0 atau F42.1. Hal ini berkaitan dengan
respon yang berbeda terhadap pengobatan. Tindakan kompulsif lebih
responsif terhadap terapi perilaku.
Diagnosis gangguan Obsesif-kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada
gangguan depresi pada saat gejala Obsesif-kompulsif tersebut timbul. Bila dari
keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik menganggap depresi
sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas
diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain menghilang.15

E. Gejala Klinis
Obsesif dan kompulsi memiliki ciri tertentu secara umum:2

1. Suatu gagasan atau impuls yang memaksakan dirinya secara bertubi-


tubi dan terus-menerus ke dalam kesadaran seseorang.
2. Suatu perasaan ketakutan yang mencemaskan yang menyertai
manifestasi sentral dan seringkali menyebabkan orang melakukan
tindakan kebalikan melawan gagasan atau impuls awal.

13
3. Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego (ego-alien), yaitu dialami
sebagai suatu yang asing bagi pengalaman seseorang tentang dirinya
sendiri sebagai makhluk psikologis.
4. Tidak peduli bagaimana jelas dan memaksanya obsesi atau kompulsi
tersebut, orang biasanya menyadarinya sebagai mustahil dan tidak
masuk akal.
5. Orang yang menderita akibat obsesi dan kompulsi biasanya
merasakan suatu dorongan yang kuat untuk menahannya.

Gambaran obsesi dan kompulsi adalah heterogen pada dewasa, pada


anak-anak dan remaja. Gejala pasien individual mungkin bertumpang tindih
dan berubah dengan berjalannya waktu, tetapi gangguan obsesif-kompulsif
memiliki empat pola gejala yang utama. Pola yang paling sering ditemukan
adalah suatu obsesi tentang kontaminasi, diikuti oleh mencuci disertai
penghindaran obsesif terhadap objek yang kemungkinan terkontaminasi.3

Objek yang ditakuti seringkali sukar untuk dihindari, sebagai contoh


feses, urin, debu atau kuman. Pasien mungkin secara terus-menerus
menggosok kulit tangannya dengan mencuci tangan secara berlebihan atau
mungkin tidak mampu pergi keluar rumah karena takut akan kuman.
Walaupun kecemasan adalah respon emosional yang paling sering terhadap
objek yang ditakuti, rasa malu dan rasa jijik yang obsesif juga sering
ditemukan. Pasien dengan obsesi kontaminasi biasanya percaya bahwa
kontaminasi ditularkan dari objek ke objek atau orang ke orang oleh kontak
ringan.3

Pola kedua yang sering adalah obsesi keragu-raguan, diikuti oleh


pengecekan yang kompulsi. Obsesi seringkali melibatkan suatu bahaya
kekerasan, seperti lupa mematikan kompor atau tidak mengunci pintu.
Pengecekan tersebut mungkin menyebabkan pasien pulang beberapa kali ke
rumah untuk memeiksa kompor. Pasien memiliki keragu-raguan terhadap diri

14
sendiri yang obsesional, saat mereka selalu merasa bersalah karena
melupakan atau melakukan sesuatu.3

Pola ketiga yang tersering adalah pola dengan semata-mata pikiran


obsesional yang mengganggu tanpa suatu kompulsi. Obsesi tersebut biasanya
berupa pikiran berulang akan suatu tindakan seksual atau agresi yang dicela
oleh pasien. Pola keempat yang tersering adalah kebutuhan akan simetrisitas
atau ketepatan, yang dapat menyebabkan perlambatan kompulsi. Pasien
secara harfiah menghabiskan waktu berjam-jam untuk makan atau mencukur
wajahnya. Trikotilomania dan menggigit kuku mungkin merupakan kompulsi
yang beruhubungan dengan gangguan obsesif-kompulsif.3

Gejala dari Obsesif-kompulsif ditandai dengan pengulangan pikiran


dan tindakan sedikitnya 4 kali untuk satu kompulsi dalam sehari dan
berlangsung selama 1 sampai 2 minggu selanjutnya. Gejala utama obsesi-
kompulsif harus memenuhi kriteria sebagai berikut:2

1. Perilaku dan pikiran yang muncul tersebut disadari sepenuhnya oleh


individu atau didasarkan pada impuls dalam dirinya sendiri. Individu juga
menyadari bahwa perilakunya itu tidak rasional, namun tetap dilakukan
untuk mengurangi kecemasan.
2. Beberapa perilaku yang muncul disadari oleh oleh individu dan berusaha
melawan kebiasaan dan pikiran-pikiran rasa cemas tersebut sekuat tenaga,
namun tidak berhasil
3. Pikiran dan tindakan tersebut tidak memberikan perasaan lega, rasa puas
atau kesenangan, melainkan disebabkan oleh rasa khawatir secara
berlebihan dan mengurangi stres yang dirasakannya.
4. Obsesi (pikiran) dan kompulsi (perilaku) sifatnya berulang-ulang secara
terus-menerus dalam beberapa kali setiap harinya.
Individu yang beresiko mengalami gangguan obsesif-kompulsif
adalah individu yang mengalami permasalahan dalam keluarga dari broken
home,kesalahan atau kehilangan masa kanak-kanaknya. (teori ini masih

15
dianggap lemah namun masih dapat diperhitungkan). Faktor neurobilogi
dapat berupa kerusakan pada lobus frontalis, ganglia basalis dan singulum.
Individu yang memilki intensitas stress yang tinggi adalah individu dengan
iwayat gangguan kecemasan - Depresi - Individu yang mengalami gangguan
seksual.6

Tabel 1. Klasifikasi Obsesi dan Kompulsi 11


OBSESI KOMPULSI

Perhatian terhadap kebersihan (kotoran, Ritual mandi, mencuci dan


kuman, kontaminasi) membersihkan yang berlebihan

Perhatian terhadap ketepatan Ritual mengatur posisi berulang – ulang

Perhatian terhadap peralatan rumah Memeriksa berulang – ulang dan


tangga (piring, sendok) membuat inventaris peralatan

Perhatian terhadap sekresi tubuh Ritual menghindari kontak dengan


(ludah, feces, urine) sekret tubuh, menghindari sentuhan

Obsesi religius Ritual keagamaan yang berlebihan


(berdoa sepanjang hari)

Obsesi seksual (nafsu terlarang atau Ritual berhubungan seksual yang kaku
tindakan seksual yang agresif)

Obsesi terhadap kesehatan (sesuatu Rituall berulang (pemeriksaan tanda


yang buruk akan terjadi dan vital berulang, diet yang terbatas,
menimbulkan kematian) mencari informasi tentang kesehatan
dan kematian

Onsesi ketakutan (menyakiti diri sendiri Pemeriksaan pintu, kompor, gembok


atau orang lain) dan rem darurat berulang – ulang

16
Pemikiran mengganggu tentang suara, Menghitung, berbicara, menulis,
kata – kata atau musik memainkan alat musik dengan suatu
ritual yang beragam

F. Diagnosis Banding
1. Kondisi medis
Gangguan neurologis utama yang dipertimbangkan dalam
diagnosis banding adalah gangguan Tourette, gangguan tik lainnya,
epilepsi lobus temporalis, dan kadang-kadang komplikasi trauma dan
pascaensefalitik. Gejala karakteristik dari gangguan Tourette adalah tik
motorik dan vokal yang sering dan hampir setiap hari terjadi.7

Gejala karakteristik dari gangguan Tourette adalah tik motorik


dan vocal yang sering dan hamper setiap hari terjadi. Gangguan
Tourette dan gangguan obsesif-kompulsif memiliki onset usia yang
sama dan gejala yang mirip. Kira-kira 90 persen pasien dengan
gangguan Tourette memiliki gejala kompulsif, dan sebanyak dua-
pertiganya memenuhi kriteria diagnostic untuk gangguan obsesif-
kompulsif.8

2. Kondisi psikiatrik
Pertimbangan psikiatrik utama di dalam diagnosis banding
gangguan obsesifkompulsif adalah skizofrenia, gangguan kepribadian
obsesif-kompulsif, fobia, dan gangguan depresif. Gangguan obsesif
kompulsif biasanya dapat dibedakan dari skizofrenia oleh tidak adanya
gejala skizofrenik lain, oleh kurang kacaunya sifat gejala, dan oleh
tiikan pasien terhadap gangguan mereka. Gangguan kepribadian
obsesif-kompulsif tidak memiliki derajat gangguan fungsional yang
berhubungan dengan gangguan obsesif-kompulsif.10
Fobia dibedakan dengan tidak adanya hubungan antara pikiran
obsesif dan kompulsi. Gangguan depresif berat kadang-kadang dapat

17
disertai oleh gagasan obsesif, tetapi pasien dengan gangguan obsesif-
kompulsif saja tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan
depresif berat.10
Kondisi psikiatrik lain yang dapat berhubungan erat dengan
gangguan obsesif kompulsif adalah hipokondriasis, gangguan
dismorfik tubuh, dan kemungkinan gangguan impuls lainnya, seperti
kleptomania dan judi patologis. Pada semua gangguan tersebut pasien
memiliki pikiran yang berulang, sebagai contoh permasalahan tentang
tubuhnya, atau perilaku yang berulang sebagai contoh mencuri.11

G. Tatalaksana
1. Psikoterapi
Psikoterapi suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya
untuk pasien gangguan obsesif-kompulsif, walaupun gejalanya
memiliki berbagai derajat keparahan, adalah mampu untuk bekerja dan
membuat penyesuaian sosial. Dengan kontak yang kontinu dan teratur
dengan tenaga yang profesional, simpatik dan mendorong, pasien
mungkin mampu untuk berfungsi berdasarkan bantuan tersebut, tanpa
hal tersebut gejala mereka akan menyebabkan gangguan bagi mereka.
Kadang-kadang jika ritual dan kecemasan obsesional mencapai
intensitas yang tidak dapat ditoleraansi, perlu untuk merawat pasien di
rumah sakit sampai tempat penampungan institusi dan menghilangkan
stres lingkungan eksternal menurunkan gejala sampai tingkat yang
dapat ditoleransi.9
Anggota keluarga pasien seringkali menjadi putus asa karena
perilaku pasien. Tiap usaha psikoterapik harus termasuk perhatian
pada anggota keluarga melalui dukungan emosional, penentraman,
penjelasan dan nasihat tentang bagaimana menangani dan berespons
terhadap pasien.10
Penanganan psikoterapi untuk gangguan Obsesif-kompulsif
umumnya diberikan hampir sama dengan gangguan kecemasan

18
lainnya. Psikoterapi suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya
untuk pasien gangguan bosesif kompulsif yang, walaupun gejalanya
memiliki berbagai derajat keparahan, adalah mampu untuk bekerja dan
membuat penyesuaian sosial.10
Tujuan Psikoterapi Suportif antara lain menguatkan daya tahan
mental yang ada, mengembangkan mekanisme yang baru dan yang
lebih baik untuk mempertahankan kontrol diri, dan mengembalikan
keseimbangan adaptif. Cara-cara psikoterapi suportif antara lain
sebagai berikut:2
a. Ventilasi atau (psiko) kataris
b. Persuasi atau bujukan
c. Sugesti
d. Penjaminan kembali (reassurance)
e. Bimbingan dan penyuluhan
f. Terapi kerja
g. Hipno-terapi dan narkoterapi
h. Psikoterapi kelompok
i. Terapi perilaku
Ada beberapa faktor gangguan Obsesif-kompulsif sangat sulit
untuk disembuhkan, penderita gangguan Obsesif-kompulsif kesulitan
mengidentifikasi kesalahan (penyimpangan perilaku) dalam
mempersepsi tindakannya sebagai bentuk penyimpangan perilaku yang
tidak normal. Individu beranggapan bahwa ia normal-normal saja
walaupun perilakunya itu diketahui pasti sangat menganggunya.
Baginya, perilaku kompulsif tidak salah dengan perilakunya tapi
bertujuan untuk memastikan segala sesuatunya berjalan dengan baik-
baik saja. Faktor lain adalah kesalahan dalam penyampaian informasi
mengenai kondisi yang dialami oleh individu oleh praktisi secara tidak
tepat dapat membuat individu merasa enggan untuk mengikuti terapi.2

19
2. Terapi perilaku
Walaupun beberapa perbandinga telah dilakukan, terapi
perilaku sama efektifnya dengan farmakoterapi pada gangguan
obsesif-kompulsif. Dengan demikian, banyak klinisi
mempertimbangkan terapi perilaku sebagai terapi terpilih untuk
gangguan obsesif-kompulsif. Terapi perilaku dapat dilakukan pada
situasi rawat inap maupun rawat jalan. Pendekatan perilaku utama
pada gangguan obsesif-kompulsif adalah pemaparan dan pencegahan
respon. 7
Desensitisasi, menghentikan pikiran, pembanjiran, terapi
implosi, dan pembiasaan tegas juga telah digunakan pada pasien
gangguan obsesif kompulsif. Dalam terapi perilaku pasien harus benar-
benar menjalankannya untuk mendapatkan perbaikan.7
Terapi tingkah laku ini dimulai dengan pasien membuat daftar
tentang obsesinya kemudian diatur sesuai hierarki mulai dari yang
kurang membuat cemas sampai yang paling membuat cemas. Dengan
melakukan paparan berulang terhadap stimulus diharapkan akan
menghasilkan kecemasan yang minimal karena adanya habituasi.4,7

3. Psikofarmakologi
Data yang tersedia menyatakan bahwa semua obat yang
digunakan untuk mengobati gangguan depresif atau gangguan mental
lain, dapat digunakan dalam rentang dosis yang biasanya. Efek awal
biasanya terlihat setelah empat sampai enam minggu pengobatan,
walaupun biasanya diperlukan waktu delapan sampai enam belas
minggu untuk mendapatkan manfaat terapeutik yang maksimum.
Walaupun pengobatan dengan obat antidepresan adalah masih
kontroversial, sebagian pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif
yang berespon terhadap pengobatan dengan antidepresan tampaknya
mengalami relaps jika terapi obat dihentikan. Pengobatan standar
adalah memulai dengan obat spesifik-serotonin, contohnya

20
clomipramine (Anafranil) atau inhibitor ambilan kembali spesifik
serotonin (SSRI-serotonin specific reuptake inhibitor), seperti
Fluoxetine (Prozac).14
Clomipramine biasanya dimulai dengan dosis 25 sampai 50
mg sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25 mg
sehari setiap dua sampai tiga hari, sampai dosis maksimum 250 mg
sehari atau tampak efek samping yang membatasi dosis. Karena
Clopramine adalah suatu obat trisiklik, obat ini disertai dengan efek
samping berupa sedasi, hipotensi, disfungsi seksual dan efek samping
antikolinergik, seperti mulut kering.13
Penelitian tentang Fluoxetine dalam gangguan
obsesifkompulsif menggunakan dosis sampai 80 mg setiap hari untuk
mencapai manfaat terapeutik. Walaupun SSRI mempunyai efek seperti
overstimulasi, kegelisahan, nyeri kepala, insomnia, mual, dan efek
samping gastrointestinal, SSRI dapat ditoleransi dengan lebih baik
daripada obat trisiklik. Dengan demikian, kadang-kadang SSRI
digunakan sebagai obat lini pertama dalam pengobatan gangguan
obsesif kompulsif.13
Jika pengobatan dengan Clomipramine atau SSRI tidak
berhasil, banyak ahli terapi menambahkan lithium (Eskalith). Obat lain
yang dapat digunakan dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif
adalah inhibitor monoamin oksidase (MAOI, monoamine oxidase
inhibitor), khususnya Phenelzine (Nardil).13
Obat-obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)
bekerja terutama pada terminal akson presinaptik dengan menghambat
ambilan kembali serotonin. Penghambatan ambilan kembali serotonin
diakibatkan oleh ikatan obat (misalnya: fluoxetine) pada transporter
ambilan kembali yang spesifik, sehinggga tidak ada lagi
neurotransmitter serotonin yang dapat berkaitan dengan transporter.
Hal tersebut akan menyebabkan serotonin bertahan lebih lama di celah
sinaps. Pengguanaan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)

21
terutama ditujukan untuk memperbaiki perilaku stereotipik , perilaku
melukai diri sendiri, resisten terhadap perubahan hal-hal rutin, dan
ritual obsesif dengan ansietas yang tinggi. Salah satu alas an utama
pemilihan obat-obat penghambat reuptake serotonin yang selektif
adalah kemampuan terapi.13
Efek samping yang dapat terjadi akibat pemberian fluoxetine
adalah nausea, disfunfsi seksual, nyeri kepala, dan mulut kering.
Toleransi SSRI yang relative baik disebabkan oleh karena sifat
selektivitasnya. Obat SSRI tidak banyak berinteraksi dengan reseptor
neurotransmitter lainnya. Penelitian awal dengan metode pengamatan
kasus serial terhadap 8 subjek. Tindakan terapi ditujukan untuk
mengatasi gejala-gejala disruptif, dan dimulai dengan fluexetine dosis
10 mg/hari dengan pengamatan. Perbaikan paling nyata dijumpai pada
gangguan obsesif dan gejal cemas.13
Obat jenis trisiklik berupa clomipramine (Anafranil). Trisiklik
merupakan obat-obatan lama dibandingkan SSRIs dan bekerja sama
baiknya dengan SSRIs. Pemberian obat ini dimulai dengan dosis
rendah.Beberapa efek pemberian jenis obat ini adalah peningkatan
berat badan, mulut kering, pusing dan perasaan mengantuk.13
Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs).Jenis obat ini adalah
phenelzine (Nardil), tranylcypromine (Parnate) dan isocarboxazid
(Marplan).Pemberian MAOIs harus diikuti pantangan makanan yang
berkeju atau anggur merah, penggunaan pil KB, obat penghilang rasa
sakit (seperti Advil, Motrin, Tylenol), obat alergi dan jenis
suplemen.Kontradiksi dengan MOAIs dapat mengakibatkan tekanan
darah tinggi.13

4. Terapi Lain
Terapi keluarga seringkali berguna dalam mendukung
keluarga, membantu menurunkan percekcokan perkawinan yang

22
disebabkan gangguan, dan membangun ikatan terapi dengan anggota
keluarga untuk kebaikan pasien.12
Terapi kelompok berguna sebagai sistem pendukung bagi
beberapa pasien. Untuk pasien yang sangat kebal terhadap pengobatan,
terapi elektrokonvulsif (ECT) dan bedah psiko (psychosurgery) harus
dipertimbangkan. ECT tidak seefektif bedah psiko tetapi kemungkinan
harus dicoba sebelum pembedahan.12
Prosedur bedah psiko yang paling sering dilakukan untuk
gangguan obsesif kompulsif adalah singulotomi, yang berhasil dalam
mengobati 25 sampai 30 persen pasien yang tidak responsif terhadap
pengobatan lain. Komplikasi yang paling sering dari bedah psiko
adalah perkembangan kejang, yang hampir selalu dikendalikan dengan
pengobatan Phenytoin (Dilantin). Beberapa pasien yang tidak respon
dengan bedah psiko saja dan dengan farmakoterapi atau terapi perilaku
sebelum operasi menjadi respon terhadap farmakoterapi atau terapi
perilaku setelah bedah psiko.12

H. Prognosis
Lebih dari setengah pasien dengan gangguan obsesif kompulsif
memiliki onset gejala yang tiba-tiba. Kira-kira 50 sampai 70 persen pasien
memiliki onset gejala setelah suatu peristiwa yang menyebabkan stres,
seperti kehamilan, masalah seksual, dan kematian seorang sanak saudara.
Karena banyak pasien tetap merahasiakan gejalanya, mereka seringkali
terlambat 5 sampai 10 tahun sebelum pasien datang ke psikiater, walaupun
keterlambatan tersebut kemungkinan dipersingkat dengan meningkatkan
kesadaran akan gangguan tersebut diantara orang awam dan profesional.
Perjalanan penyakit biasanya lama tetapi bervariasi. Beberapa pasien
mengalami penyakit yang berfluktuasi, dan pasien lain mengalami
penyakit yang konstan.9,10

23
Kira-kira 20 sampai 30 persen pasien dengan gangguan obsesif
kompulsif memiliki gangguan depresif berat, dan bunuh diri adalah risiko
bagi semua pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Suatu prognosis
buruk dinyatakan oleh mengalah (bukannya menahan) pada kompulsi,
onset pada masa anak-anak, kompulsi yang aneh (bizzare), perlu
perawatan di rumah sakit, gangguan depresif berat yang menyertai,
kepercayaan waham, adanya gagasan yang terlalu dipegang (overvalued)-
yaitu penerimaan obsesi dan kompulsi, dan adanya gangguan kepribadian
(terutama gangguan kepribadian skizotipal). Prognosis yang baik ditandai
oleh penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa
pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik. Isi obsesional tampaknya
tidak berhubungan dengan prognosis.11
Suatu prognosis yang buruk dinyatakan oleh mengolah (bukannya
menahan) pada kompulsi, onset pada masa anak-anak, kompulsi yang aneh
perlu perawatan di rumah sakit, gangguan depresi berat yang menyertai,
kepercayaan waham, adanya gagasan yang terlalu dipegang (overvalued)
yaitu penerimaan obsesi dan kompulsi dan adanya gangguan keperibadian.
Prognosis yang baik ditandai oleh penyesuian sosial dan pekerjaan yang
baik, adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik.9,11

24
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Gangguan obsesif-kompulsif adalah gangguan cemas, dimana
pikiran seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap dan tidak
terkontrol, dan ia dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu berulang-
ulang, sehingga menimbulkan stress dan mengganggu fungsinya dalam
kehidupan sehari-hari. Prevalensi penderita gangguan ini adalah sekitar 2-
3% dari populasi, dengan jumlah penderita perempuan lebih banyak
daripada laki-laki. Penyebab gangguan Obsesif-kompulsif antara lain
dipengaruhi oleh aspek biologis, psikologis, dan aspek sosial.
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau
tindakan kompulsif, atau kedua-duanya harus ada hampir setiap hari
selama sedikitnya dua minggu berturut-turut.Diagnosis gangguan Obsesif-
kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan depresi pada saat
gejala Obsesif-kompulsif tersebut timbul.Bila dari keduanya tidak ada
yang menonjol, maka lebih baik menganggap depresi sebagai diagnosis
yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada
gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain menghilang.
Gejala dari Obsesif-kompulsif ditandai dengan pengulangan
pikiran dan tindakan sedikitnya 4 kali untuk satu kompulsi dalam sehari
dan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu selanjutnya. Penanganan
pasien dengan gangguan Obsesif-kompulsif dapat berupa psikoterapi dan
psikofarmakologi. Prognosis pasien gangguan Obsesif-kompulsif dapat
baik dan buruk. Prognosis buruk bila terjadi pada usia anak-anak, terdapat
depresi berat serta adanya kepercayaan waham. Sedangkan baik bila
penyesuian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan
suatu sifat gejala yang episodik.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Ko Soo Meng. Obsessive Compulsive Disorder. 2006. Available from:


www.med.nus.edu.sg/pcm/book/14.pdf.
2. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga
University Press.2009.h 312-313
3. Benjamin J, Virginia A. Kaplan & Sadock's Comprehensive Textbook
of Psychiatry. Seventh Edition. Lippincott Williams & Wilkins
Publishers. 2000. p 2569-2580.
4. William M Greenberg.Obsessive Compulsive Disorder. [ updated 2011
December 29; cited 2017 October 29]. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/1934139-overview
5. Jerald Kay, Allan Tasman. Obsessive Compulsive
Disorder.WileyEssential Of Psychiatry.British Library Cataloguing.
2006.
6. S. Wilhelm, G. S. Steketee’s.“Cognitive Therapy for Obsessive-
Compulsive Disorder: A Guide for Professionals”.2006.
7. D J Stein. Obsessive Compulsive Disorder. The Lancet. Vol 360. USA:
Lancet Publshing Group.2002. p 397-405.
8. Michael AJ. Obsessive Compulsive Disorder. The new england journal
of medicine. Inggris : Department of Psychiatry, Massa- chusetts
General Hospital. 2004.
9. Sadock VA. Kaplan dan Sadock Synopsis Sciences/ Clinical. Tenth
Edition. New York: Lippincott Williams dan Wilkins. 2007. p 604
10. Kaplan, Harold I MD,dkk. Gangguan Obsesif Kompulsif. Ilmu
pengetahuan perilaku psikiatri klinis, Jilid 2, edisi Ketujuh, Hal 56-68
11. Sa’adi Y.PSIKOLOGI ABNORMAL Obsesif Kompulsif. Madiun :
Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI. 2010.
12. Jenike MA. Obsessive compulsive disorder. N Engl J Med 2004; 350 :
259-65

26
13. Maslim Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Obat Psikotropik. Edisi
Ketiga. Jakarta: PT Nuh Jaya ; 2000. P.47-51
14. Laurenc B, Keith P, Donald B, Iain B. Pharmacotherapy of Asthma.
Goodman & Gilman’s Manual of Pharmacology and Therapeutics.
United States of America : The McGraw-Hills Company. 2008. p 286-
295
15. Maslim Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya;2001.p.76-77.

27

Anda mungkin juga menyukai