Anda di halaman 1dari 17

PENDAHULUAN

AV Pattern Strabismus mempunyai sudut strabismus horizontal yang berbeda waktu


melihat keatas dan kebawah. AV Pattern ini terlihat pada eksotropia dan esotropia.
Kriteria untuk menegakkan diagnosis masih bervariasi tetapi definisi sudah banyak
diterima.
Perbedaan dari sudut strabismus horizontal pada waktu melihat keatas dan kebawah
ditemukan pertama kali oleh Duane pada tahun 1897 dan ditegaskan oleh penelitian
Urrets-Zavalia tahun 1948 dan Urist tahun 1951. Dari tahun 1896 sampai 1956 AV
Pattern dikenal sebagai strabismus horizontal yang berhubungan dengan elemen vertikal.
Jampolsky memperkenalkan nama tent atau tepee syndrome. Albert dan Costan
Bader memperkenalkan nama A Pattern dan V Pattern pertama kali tahun 1957 dan
diterima secara universal. Pada A pattern ketika mata bergerak dari arah atas ke arah
bawah eksotropia meningkat atau esotropia menurun. Pada V pattern eksotropia menurun
dan esotropia meningkat. Pada posisis primer AV pattern bisa ortophoria, esodeviasi atau
eksodeviasi.

(Duane, Noorden, Good, Plotnik

Epidemiologi
Urist (1958) mendapatkan 79 % dari pasien dengan strabismus horizontal juga
mempunyai strabismus vertikal. 54% pasien esotropia dengan elevasi bilateral waktu
adduksi (V pattern esotropia); 18% esotrpia dengan depresi bilateral waktu adduksi (A
pattern esotropia); 20% eksotropia dengan elevasi bilateral waktu adduksi (V pattern
eksotropia) dan 8% eksotropia dengan depresi bilateral waktu adduksi (A pattern
eksotropia) (Good)
-

Persentase tertinggi dilaporkan 87,7%

Persentase terendah 12,5%

Persentase rata-rata 15%-25%

Sering pada strabismus infantil.

Bisa timbul setelah kelumpuhan otot rektus lateral atau otot obliq.

A pattern esotropia : A pattern eksotropia = 2,2 : 1 (Plotnik

A pattern esotropia biasa timbul pada anak Afrika-Amerika. A pattern pada anak kulit
putih mungkin

berhubungan dengan penyakit

neurologi,

seperti hodrosefalus

(Rabinowicz, 1974) atau Malformasi Arnold-Chiari (France, 1975,1976; Maloney dkk,


1977) (Good)
Etiologi.
Banyak teori yang diperkenalkan tapi belum ada kesepakatan tentang etiologi. Anomali
dari otot-otot dan struktur mata lainnya sering dianggap penyebab. Ada dua prinsip dasar
untuk menerangkan etiologi AV pattern. Prinsip pertama : Kontraksi dan relaksasi dari
otot rektus horizontal yang tidak sama waktu melihat keatas dan kebawah.. Prinsip
lainnya adalah abnormalitas otot cyclovertikal.(duane)
Teori-teori yang populer :
1. Disfungsi otot horizontal sekunder
Menurut Urist dan Villaseca kelemahan kedua otot rektus lateral menjadikan
kelemahan divergen waktu melihat keatas, menyebabkan A Pattern esotropia dan
kelemahan dari kedua otot rektus medial menjadikan kekurangan konvergen waktu
melihat kebawah menyebabkan A Pattern Eksotropia. Kebanyakan orang tidak
mendukung teori ini tetapi tidak adanya deviasi vertikal dan inkomintan pada garis
tengah vertikal setelah operasi otot horizontal (biasanya dengan transposisi vertikal)
memperlihatkan diisfungsi dari otot horizontal pada beberapa kasus.(Plotnik,
2. Disfungsi rektus vertikal sekunder
Brown mengemukakan bahwa disfungsi dari rektus vertikal yang memiliki fungsi
tersier adduksi menyebabkan A V Pattern. Sebagai contoh jika ada overaksi dari otot
rektus superior menyebabkan peningkatan efek adduksi (konvergen meningkat)
waktu melihat keatas. Underaksi dari otot rektus inferior menurunkan adduksi
(konvergen meningkat) waktu melihat ke bawah menjadi A pattern.

3. Disfungsi otot obliq sekunder dan efek siklotorsi.


Ini adalah teori yang paling populer sekarang. Hasil yang tinggi dari operasi otot
obliq, dalam menghilangkan A V Pattern mendukung teori ini. Overaksi dari obliq
inferior (pada V Pattern) atau obliq superior (pada A Pattern) sering ditemukan pada
kasus-kasus A V Pattern strabismus. Fungsi tersier dari otot obliq superior adalah
abduksi. Jadi disfungsi dari otot ini dapat menyebabkan A V Pattern dengan beberapa
jarak :
a. Overaksi primer atau sekunder dari otot obliq inferior dapat menyebabkan V
Pattern dengan meningkatnya abduksi pada waktu elevaksi.
b. Parise dari otot obliq superior menyebabkan kelemahan abduksi waktu depresi
menyebabkan V Pattern.
c. Kelemahan otot obliq inferior atau overaksi dari obliq superior menyebabkan
A Pattern strabismus dengan melemahnya abduksi pada waktu elevasi dan
menguat pada waktu depresi.
4. Otot ekstraokular abnormal atau torsi bola mata.
Lokasi yang tidak normal dari jaringan ikat mata dapat menyebabkan deviasi
incomitant, menyerupai overaksi otot obliq superior.
Torsi bola mata mungkin menjadi penyebab strabismus horizontal incomitant. Torsi
bola mata dapat menyebabkan abnormal fungsi otot obliq atau tidak bisa fusi.
5. Anomali anatomi dari muka seperti mongoloid atau anti mongoloid
Walaupun belum ada pembuktian tapi karakteristik wajah didapatkan pada penderita
strabismus vertikal inkomitan.
A pattern ditandai dengan garis kelopak mata yang datar di kedua mata dan kantus
lateral lebih tinggi dari kantus medial seperti wajah mongoloid.
Gejala klinis
Secara garis besar A pattern

dengan orthoporia

pada posisi primer menyebabkan

diplopia atau astenopia.


Keluhan umum pada grup ini adalah manifestasi deviasi pada arah tertentu (seperti
elevasi) atau menyebabkan keluhan kosmetik.

Gejala klinis pada A pattern esotropa :


-

esotropia bertambah pada waktu melihat lurus keatas dan berkurang padawaktu
melihat lurus kebawah.

Mata mungkin ortho pada waktu melihat kebawah atau lurus kedepan

Pasien mungkin dengan dagu terangkat, kompensasi supaya mata bisa melihat lurus
waktu melihat kebawah.

Pada A pattern eksotropia


-

Eksotropia meningkat pada waktu melihat lurus kebawah dan menurun pada waktu
melihat lurus keatas.

Mata mungkn lurus pada waktu melihat keatas dan lurus kedepan

Pasien mungkin dengan dagu kebawah atau sedikit menunduk, kompensasi supaya
mata bisa melihat lurus waktu melihat keatas.( Plotnik, Duane Wright

Pasien dengan A pattern bisa mempunyai gejala dari overaksi obliq superior, termasuk
overdepresi waktu adduksi, incyclotorsi dari mata yang terlibat, dan/atau berhubungan
dengan strabismus vertikal
-

Pada pemeriksaan forced duction etst bisa terlihat otot obliq superior kuat

Kebanyakan pasien dengan overaksi otot obliq superior kongenital tidak


mengeluhkan pengaruh torsi, walaupun ada bukti intorsi dengan pemeriksaan
oftalmoskop indirect.

Pemeriksaan
Pemeriksaan rutin yaitu pergerakkan bola mata dan binocular vision dengan memakai test
cover test, bielchowsky head tilting test, pemeriksaan gerak bola mata, konvergen,
konvergensi, visus, refraksi setelah pemberian sikloplegik, pemeriksaan fundus, test
fungsi binocular dan besarnya defiasi. Pada kasus tertentu dipakai test khusus seperti hess
screen dan diplopia test jika dicurigai adanya kelumpuhan.
Pemeriksaan besar deviasi paling kurang diperiksa pada tiga arah vertikal :
1. 30o elevasi
2. Posisi primer
3. 30o depresi

Hal-hal yang harus diperhatikan :


-

Pasien harus memakai kacamata koreksi penuh

Pemeriksaan harus dilakukan sebelum dan sesudah operasi

Pasien harus memakai kacamata koreksi penuh sejak lama

Sinoptophore atau prisma bar dapat dipakai untuk mengukur deviasi

Untuk ketepatan dianjurkan memakai sinoptophore

Jika menggunakan prisma objek fiksasi harus objek akomodatif dan tidak bercahaya
dan diletakkan jarak 6 m

Pergerakkan bola mata harus diperksa secara hati-hati untuk memeriksa over aksi otot
obliq yang tidak selalu muncul pada A V Pattern

Manajeman
Prinsip umum :
1. Ada 2 aspek dalam setiap kasus strabismus yaitu sensorik dan motorik. Keduanya
harus diperksa supaya hasil lebih baik.
2. Koreksi penuh untuk kelainan refraksi
3. Hilangkan supresi dan terapi ambliopia sebelum operasi
4. Perawatan post operasi harus baik.
Pengobatan ambliopia pada anak-anak dan untuk memperbaiki fusi. Menghilangkan
supresi pada kasus strabismus intermiten dan fungsi binokuler yang baik. Operasi jika
deviasi menimbulkan gejala, kelainan kosmetik dan atau menimbulkan anomali sensorik
seperti supresi dan ambliopia.
Indikasi operasi :
1.

Manifestasi deviasi 50 % atau lebih.

2.

Timbulnya problem sensorik seperti supresi, peneurunan fungsi binokular.

3.

Jika menimbulkan keluhan kosmetik.

4.

Memerlukan fungsi binokular dan pergerakkan mata normal pada pekerjaan


tertentu. (Plotnik

Prinsip operasi :
1.

Pelemahan atau penguatan otot rektus horizontal

2.

Tansposisi vertikal dari otot rektus horizontal

3.

Pelemahan atau penguatan otot rektus vertikal

4.

Tansposisi horizontal dari otot rektus vertikal

5.

Pelemahan atau penguatan otot obliq (Duane)

Masing-masing alternatif mempunyai kelebihan. Beberapa ahli mengatakan operasi otot


vertikal sebagai prosedur primer.
1. Pelemahan atau penguatan otot rektus horizontal
Urist menyarankan operasi pelemahan dan penguatan otot rektus horizontal. Prosedur
ini dilaporkan efektif untuk kasus-kasus tanpa adanya disfungsi otot vertikal,
terutama otot obliq. Prinsip dasar adalah recess otot kearah insersi dipindahkan. Pada
A Pattern insersi otot rektus lateral dipindahkan kebawah dan rektus medial keatas.
Jarak pemindahan tergantung dari perbedaan sudut deviasi pada garis tengah vertikal.
Biasanya pada kasus moderat setengah dari insersi yang dipindahkan.

Otot rektus medial dipindahkan keatas dimana konvergen lebih besar. Ini
melemahkan otot waktu melihat keatas dan mengencangkan otot waktu
melihat kebawah yang menghasilkan adduksi relatif lebih lemah waktu
melihat keatas dan kuat waktu melihat ke bawah.

Otot rektus lateral dipindahkan kearah bawah dimana divergen lebih besar. Ini
menguatkan otot waktu melihat keatas dan melemahka otot waktu melihat
kebawah yang mengahsilkan abduksi yang relatif lemah waktu melihat
kebawah dan kuat waktu melihat keatas.

Besarnya otot horizontal yang dipindahkan dari setengah sampai seluruh


tendon otot tersebut. (Duane, Pltnik)

2. Tansposisi vertikal dari otot rektus horizontal


Knapp menyatakan transposisi vertikal dari insersi rektus horizontal efektif dan
sangat berguna untuk terapi AV pattern. Transposisi vertikal setengah tendon dari
kedua otot rektus horizontal mengurangi kira-kira 15 20 PD dari A pattern.
o Beberapa

ahli

menganut

semakin

besar A pattern

semakin

besar

transposisinya, sedangkan pendapat lain transposisi tetap sama untuk semua


pasien A pattern.
o

Transposisi vertikal dari otot rektus horizontal biasanya digabung dengan


resect dan recess dari otot rektus horizontal tersebut untuk koreksi deviasi
pada posisi primer.

o Displacement vertikal dari otot rektus horizontal mempunyai sedikit efek pada
posisi primer mata atau pada torsi bola mata.
RL

RM
Biasanya insersi otot horizontal dipindahkan dari panjang insersi (5 mm), tapi jika
A pattern terlau besar perlu lebih panjang lagi.
A. Perbedaan > 20 D

transposisi lebih dari panjang insersi (Gunter

B. Perbedaan 15-20 PD

Untuk memperlemah aksi otot horizontal waktu melihat keatas , otot


dipindahkan insersinya ke atas atau batas atas diresesi lebih dari batas
bawahnya. Untuk

memperlemah aksi otot horizontal pada waktu

melhat kebawah, insersi otot dipindahkan ke bawah atau insersi baru


dipindahkan sehingga batas bawah diresesi labih dari batas atas.

Untuk A pattern dengan heterotropia pada posisi primer:


Recess/resec otot horizontal + transposisi vertikal

A pattern denagn heterotropia horizontal pada posisi primer :


Recess/resect otot orizontal + slanting

A pattern tanpa heterotropia pada posisi primr : Salah satu


prosedur untuk melemahkan otot horizontal (transposisi atau
slanting)

C. Perbedaan 10-15 PD
a. Tanpa heterotropia horizontal pada posisi primer dan tanpa kompensasi
kepala dan gejala lain seperti diplopia : tidak diperlukan operasi.
b. Tanpa heterotropia horizontal tanpa keluhan, operasi untuk deviasi
horizontal saja sudah cukup.
c. Tanpa heterotropia horizontal tapi dengan keluhan pada waktu melihat
keatas dan kebawah, hanya slanting yang bisa mengkoreksinya. Ukuran
yang biasanya dipakai 1 -2 mm kebelakang

Operasi binocular pada A pattern esotropia

Recess otot rektus medial bilateral sesuai besar deviasi pada posisi
primer dengan displacement keatas dari kedua otot rektus medial. Ini
bisa menurunkan kira-kira 15-20 PD. (good)

Alternatif lain adalah resect otot rektus lateral bilateral sesuai besar
deviasi pada posisi primer dengan displacement kebawah dari kedua
rektus lateral.

Operasi binocular pada A pattern exotropia

Recess otot rektus lateral bilateral sesuai besar deviasi pada posisi
primer dengan displacement kebawah dari kedua rektus lateral

Alternatif lain adalah resect otot rektus medial bilateral sesuai besar
deviasi pada posisi primer dengan displacement keatas dari kedua
rektus medial.

Operasi monoculer pada A pattern

Otot rektus medial dipindahkan keatas dan otot rektus lateral


ipsilateral dipindahkan kebawah. Operasi ini biasanya dikombinasikan
dengan prosedur resect dan recess.

Rektus medial lebih kuat (menurunkan adduksi) dan rektus lateral


melemah (meningkatkan abduksi) pada waktu melihat keatas. Pada
waktu melihat kebawah terjadi sebaliknya

Transposisi tidak memberikan efek vertikal dapa posisi primer

(Plotnik,

Good, Noorden, Wright, Johnson, Kansky

3. Pelemahan atau penguatan otot rektus vertikal


Operasi pernah dicoba tapi tidak lulus tes pada waktu dulu. Prinsip tehnik ini adalah
efek adduksi sekunder dari otot rektus vertikal. Adduksi total oleh otot ini secara teori
meningkat waktu otot rektus inferior berkontraksi saat melihat kebawah dan rektus
superior berkontraksi saat melihat keatas. Dilakukan 4 mm recess dan resect rektus
vertikal.
4. Transposisi horizontal dari otot rektus vertikal
Transposisi horizontal dari otot rektu vertikal pertama kali diperkenalkan oleh Miller.
Fungsi adduksi dari rektus vertikal diperlemah atau diperkuat dengan transposisi
insersi ke nasal atau temporal.

Otot rektus vertikal mempunyai fungsi sekunder adduksi, Dengan


memindahkan insersinya besar adduksinya dapat dimodifikasi.

Untuk mengurangi esotropia A pattern, rektus superior dipindahkan 57 mm ke temporal untuk mengurangi efek adduksi pada waktu melihat
keatas

Untuk mengurangi eksotropia A pattern, rektus inferior dipindahkan


5-7 mm ke nasal, sehingga memperkuat efek adduksi pada waktu
melihat ke bawah.

Operasi ini tidak biasa dipakai oleh ahli mata karena sering ditemukan
tidak efektif dan tidak bisa diprediksi.

5. Pelemahan atau penguatan otot obliq


Pelemahan otot obliq dilakukan jika ada overaksi dari otot obliq superior dan A
pattern besar.

Banyak prosedur yang digunakan termasuk tenotomy, tenectomy, recess


bertahap atau pemanjangan otot dengan silikon. (Duane Plotnik, Good, Johnson

Jika ada overaksi otot obliq superior berhubungan dengan deviasi horizontal,
operasi otot horizontal harus dilakukan bersamaan dengan operasi otot obliq.
Recess bilateral, resect bilateral atau recess-resect dilakukan pada otot rektus
horizontal untuk mengurangi deviasi pada posisi primer.

Prieto-Diaz mendapatkan bahwa disinsersi sklera dari obliq superior sangat


bermanfaat pada deviasi A pattern sedang. (Prieto)

Jorge Alberto mendapatkan hasil yang baik dari penelitiannya memakai recess
bilateral dari Obliq superior. Dari 21 pasien yang diperiksa 3 pasien terkoreksi
penuh, 5 pasien underkoreksi dan 13 pasien overkoreksi.(Alberto

Tenotomi obliq superior bilateral untuk mengkoreksi A pattern yang besar,


berhubungan dengan overaksi obliq superior. Operasi ini bisa mengkoreksi A
pattern 23-45 PD pada posisi melihat dekat (divergen menurun) post operasi.

Tenotomy obliq superior pertama kali diperkenalkan oleh Berke tahun 1947.
Berke merekomendasikan isolasi tendon dari arah nasal dan sudah banyak
dipakai oleh ahli mata lainnya. Reynolds J D mendpatkan bahwa isolasi
tendon dari arah temporal lebih baik dari pada dari arah nasal. (Reynolds)

Reynold juga mendapatkan bahwa tenotomi obliq superior bilateral bisa


memperbaiki fusi dari pasien A pattern. (Reynolds0

Besarnya pelemahan dengan tenotomi obliq superior dapat dilakukan


bertahap. Tenotomi yang lebih dekat dengan penyebab lebih baik
daripada tenotomi yang dekat dengan insersi. Untuk A pattern kecil,
tenotomi obliq superior bilateral dengan pemindahan 7/8 insersi
posterior dari tendon obliq superior.

Banyak ahli setuju timbul sedikit exodeviasi pada waktu melihat


keatas tetapi hasil tenotomi obliq suprior bilateral pada posisi primer
mendapatkan hasil yang kontroversial.

Ahli lain percaya bahwa pengurangan abduksi dari operasi ini


menghasilkan esodeviasi pada posisi primer 10 15 PD. Mereka
menyatakan besarnya operasi otot rektus horizontal untuk kompensasi
perubahan pada posisi primer.

Rosenbaum mendapatkan tenectomi dari serat posterior tendon obliq


superior pada insersinya sangat efektif untuk mengurangi deviasi A
pattern. Tehnik ini mempunyai resiko rendah terhadap kelumpuhan
obliq superior, cyclotorsi yang tidak dikehendaki atau kelainan posisi
kepala.( Rosenbaum)

Obliq superior dapat dilemahkan dengan silikon tendon expander, bahan


sintetis yang digunakan untuk memanjangkan tendon obliq superior.

Dilakukan tenotomi obliq superior dan implant silikon diletakkan


antara tendon yang dipotong.

Besarnya pelemahan dapat diatur dengan variasi panjang ekspander


silikon. Biasanya 4-7 mm pita silikon no. 240 digunakan sebagai
ekspander. Makin besar overaksi makin panjang silikon yang
digunakan.

Operasi ini bermanfaat karena bisa memanjangkan tendon obliq


superior secara bertahap dan tidak mudah overkoreksi dan reversibel

Pada penelitian Sharma, pelemahan tendon obliq superior bilateral


dengan tenotomi dan insersi 6 mm silikon ekspander menghasilkan
koreksi 23 PD., yang mengkoreksi 95 % dari A pattern.

tehnik ini tidak biasa dipakai untuk mengurangi A pattern

James Z.Lai mendapatkan bahwa Pemakaian Silikon ekspander lebih


menguntungkan daripada tenotomy Obliq superior (Lai)

Recess obliq superior bilateral dipergunakan

pada penelitian kecil oleh

Romano dan Drummond untuk mengkoreksi A pattern

Tehnik ini menyebabkan pelemahan otot obliq superior secara


bertahap tanpa ada tendensi menyebabkan overkoreksi

Penelitian Sharma, recess obliq superior bilateral menghasilkan


koreksi 30,7 PD

Recess obliq superior bilateral dipergunakan

pada penelitian kecil oleh

Romano dan Drummond untuk mengkoreksi A pattern

Tehnik ini menyebabkan pelemahan otot obliq superior secara


bertahap tanpa ada tendensi menyebabkan overkoreksi

Penelitian Sharma, recess obliq superior bilateral menghasilkan


koreksi 30,7 PD

Walaupun tidak dipakai secara luas, operasi obliq inferior bilateral dianjurkan
untuk terapi A pattern esotropia

Tehnik

ini memindahkan insersi otot obliq inferior, diletakkan

dibawah otot rektus lateral dan diinsersikan lagi ke sklera 2-3 mm


superior dari rektus latreal dan kira- kira 8 mm posterior insersi
sebelumnya.

Untuk esotropia tehnik ini digabung dengan operasi otot horizontal

Pada penelitian Goldstein, koreksi rata-rata A pattern 23 PD (4-33 PD)


dengan operasi obliq inferior bilateral

Memindahkan insersi otot horizontal sangat baik untuk terapi A pattern


esotropia tanpa adanya overaksi obliq superior. Rektusmedial dipotong dan
diikatkan ke slera 3 m posterior dari insersi sebelumnya . (plotnik, Good, Noorden)

Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum operasi


-

Adanya ptosis walaupun sedikit perlu diperiksa dan ditentukan apakah true atau falls.
Jika ada pseudo ptosis dapat terlihat pada mata hipotropik ketika mata lain terfiksasi
jika mata yang hipotropik dengan pseudo ptosis difiksasikan ptosis akan hilang .

Pengukuran yang tepat dari elevasi sampai depresi harus ditentukan. Ini bisa diperiksa
dengan amblioskop atau prisma bar.

Aksi otot extra okuler perlu diperiksa selama pemeriksaan gerak bola mata apakah
ada over aksi atau under aksi.

Hasil dari operasi tidak bisa dipastikan karena anomali dari otot dan abnormaliti dari
bola mata.

Operasi Otot obliq dikerjakan jika ada tanda-tanda disfungsi.

Operasi otot dikerjakan jika operasi lain pada otot horizontal atau obliq gagal atau
kontra indikasi.

Jika tidak ada disfungsi otot obliq operasi dilakukan pada rektus horizontal. Aksi dari
rektus diperlemah pada arah insersi yang dipindahkan.

Insersi rektus medial selalu dipindahkan kearah atas untuk mengurangi konvergen.

Insersi rektus lateral selalu dipindahkan kearah bawah untuk menguatkan difergen.

Jika ada heterotropia horizontal pada posisi primer pemindahan insersi otot horizontal
digabung dengan recess dan resect

Komplikasi operasi:
1.

Underkoreksi dan overkoreksi

2.

Iatrogenik vertikal dan torsional strabismus (post operasi). Komplikasi ini terjadi bila
fungsi otot obliq normal melemah.

3.

Diplopia vertikal dan torsional.

4.

Kelumpuhan obliq superior setelah operasi

5.

Hilangnya beberapa serat tendon posterior sehingga menyebabkan residu overaksi


obliq superior (Wright

6.

Overaksi otot obliq inferior setelah pelemahan otot obliq superior

7.

Kelainan posisi kepala

8.

Overaksi otot obliq yang persisten, biasanya kesalahan dalam mendiagnosa adanya
disfungsi otot obliq.(Good, Plotnik, Duane

Kepustakaan
1.

American Academy of Ophthalmology, Pediatrics Ophthalmology and Strabismus.


Section 6, 1997-1998, 2(X), 316- 321

2. Caldeira JAF, Bilateral Recession of the Superior Oblique Graded According to the A
Pattern: A Prospective Study of 21 Consecutive Patients. In Binocular Vision, 1995;
10(3): 167-174.
3. Good W V, Hoyt C S, Management of A and V Patterns, in Strabismus Management,
1996, 10; 105-116.
4. Kanski J J, Strabismus, in Clinical Ophthalmology, 3rd ed. 19.., 428-453.
5. Lai J Z, Koseoglu S T, Superior Oblique Silicone Expander versus Tenotomy for APattern Strabismus with Superior Oblique Overaction,

abstrak diakses dari:

http//:www.med-aapos.bu.edu/AAPOS1998/post9837.html
6. Noorden G K, A and V Patterns, in Binocular Vision and Ocular Motility, 5th ed. 1996,
17;376-391.
7. Noorden G K, Strabismus: A Decision Making Approach, 1994. 126-127.
8. Parks MM, Mitchell PR, A and V Patterns, in Duane., 1991, 16; 1-9.
9. Pratt-Johnson J A, Management of strabismus and Amblyopia; A Practical Guide,
1994; 11;138-142.
10. Prieto-Diaz J, Disinsertion of the Superior Oblique for A-Pattern Anisotropias, in
Binocular Vision, 1987, 2(I); 7-14.
11. Reynolds J D, Temporal Approach to Nasal Tenotomy of the Superior Oblique for APattern Strabismus, in Binocular Vision, 1985 (1986); 1(3); 127-134.
12. Reynolds J D, Wackerhagen M; Bilateral Superior Oblique Tenotomy For A-Pattern
Strabismus in Patients with Fusion; in Binocular Vision, 1988, 3(I);33-39.
13. Rosenbaum A L, Posterior Superior Oblique Tenectomy at Scleral Insertion for
Collapse of A-Pattern Strabismus, abstrak diakses dari: http//: www.medaapos.bu.edu/pappostp5/papers16.htm

14. Wright K W, Oblique Overaction and A-Pattern and V-Patterns, inPediatric


Ophthalmology and Strabismus 1995, 14; 203-209.
15. Biglan A.W. Pattern Strabismus, in Clinical Strabismus Management; 1999, 202-215
16. Robb. R.M; Strabismus in Childhood, in Principles and Practice of Ophthalmology;
1994 (4), 218; 2730-2735.
17. Noordens B, A and V Pattern, in Binocular Vision and Ocular Motility, 1980,18; 338352
18. Folk E R, Strabismus, in Principles and Practice of Ophthalmology edited by Peyman
G.A.; 1980; (29); 1777-1899.

Literature Review

MANAJEMEN A PATTERN

IWAN DJASANANDA

SUB BAGIAN STRABISMUS


BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAK. KEDOKTERAN UNAND/ PERJAN RS DR. M.DJAMIL
PADANG
2003

Anda mungkin juga menyukai