Epidemiologi
Urist (1958) mendapatkan 79 % dari pasien dengan strabismus horizontal juga
mempunyai strabismus vertikal. 54% pasien esotropia dengan elevasi bilateral waktu
adduksi (V pattern esotropia); 18% esotrpia dengan depresi bilateral waktu adduksi (A
pattern esotropia); 20% eksotropia dengan elevasi bilateral waktu adduksi (V pattern
eksotropia) dan 8% eksotropia dengan depresi bilateral waktu adduksi (A pattern
eksotropia) (Good)
-
Bisa timbul setelah kelumpuhan otot rektus lateral atau otot obliq.
A pattern esotropia biasa timbul pada anak Afrika-Amerika. A pattern pada anak kulit
putih mungkin
neurologi,
seperti hodrosefalus
dengan orthoporia
esotropia bertambah pada waktu melihat lurus keatas dan berkurang padawaktu
melihat lurus kebawah.
Mata mungkin ortho pada waktu melihat kebawah atau lurus kedepan
Pasien mungkin dengan dagu terangkat, kompensasi supaya mata bisa melihat lurus
waktu melihat kebawah.
Eksotropia meningkat pada waktu melihat lurus kebawah dan menurun pada waktu
melihat lurus keatas.
Mata mungkn lurus pada waktu melihat keatas dan lurus kedepan
Pasien mungkin dengan dagu kebawah atau sedikit menunduk, kompensasi supaya
mata bisa melihat lurus waktu melihat keatas.( Plotnik, Duane Wright
Pasien dengan A pattern bisa mempunyai gejala dari overaksi obliq superior, termasuk
overdepresi waktu adduksi, incyclotorsi dari mata yang terlibat, dan/atau berhubungan
dengan strabismus vertikal
-
Pada pemeriksaan forced duction etst bisa terlihat otot obliq superior kuat
Pemeriksaan
Pemeriksaan rutin yaitu pergerakkan bola mata dan binocular vision dengan memakai test
cover test, bielchowsky head tilting test, pemeriksaan gerak bola mata, konvergen,
konvergensi, visus, refraksi setelah pemberian sikloplegik, pemeriksaan fundus, test
fungsi binocular dan besarnya defiasi. Pada kasus tertentu dipakai test khusus seperti hess
screen dan diplopia test jika dicurigai adanya kelumpuhan.
Pemeriksaan besar deviasi paling kurang diperiksa pada tiga arah vertikal :
1. 30o elevasi
2. Posisi primer
3. 30o depresi
Jika menggunakan prisma objek fiksasi harus objek akomodatif dan tidak bercahaya
dan diletakkan jarak 6 m
Pergerakkan bola mata harus diperksa secara hati-hati untuk memeriksa over aksi otot
obliq yang tidak selalu muncul pada A V Pattern
Manajeman
Prinsip umum :
1. Ada 2 aspek dalam setiap kasus strabismus yaitu sensorik dan motorik. Keduanya
harus diperksa supaya hasil lebih baik.
2. Koreksi penuh untuk kelainan refraksi
3. Hilangkan supresi dan terapi ambliopia sebelum operasi
4. Perawatan post operasi harus baik.
Pengobatan ambliopia pada anak-anak dan untuk memperbaiki fusi. Menghilangkan
supresi pada kasus strabismus intermiten dan fungsi binokuler yang baik. Operasi jika
deviasi menimbulkan gejala, kelainan kosmetik dan atau menimbulkan anomali sensorik
seperti supresi dan ambliopia.
Indikasi operasi :
1.
2.
3.
4.
Prinsip operasi :
1.
2.
3.
4.
5.
Otot rektus medial dipindahkan keatas dimana konvergen lebih besar. Ini
melemahkan otot waktu melihat keatas dan mengencangkan otot waktu
melihat kebawah yang menghasilkan adduksi relatif lebih lemah waktu
melihat keatas dan kuat waktu melihat ke bawah.
Otot rektus lateral dipindahkan kearah bawah dimana divergen lebih besar. Ini
menguatkan otot waktu melihat keatas dan melemahka otot waktu melihat
kebawah yang mengahsilkan abduksi yang relatif lemah waktu melihat
kebawah dan kuat waktu melihat keatas.
ahli
menganut
semakin
besar A pattern
semakin
besar
o Displacement vertikal dari otot rektus horizontal mempunyai sedikit efek pada
posisi primer mata atau pada torsi bola mata.
RL
RM
Biasanya insersi otot horizontal dipindahkan dari panjang insersi (5 mm), tapi jika
A pattern terlau besar perlu lebih panjang lagi.
A. Perbedaan > 20 D
B. Perbedaan 15-20 PD
C. Perbedaan 10-15 PD
a. Tanpa heterotropia horizontal pada posisi primer dan tanpa kompensasi
kepala dan gejala lain seperti diplopia : tidak diperlukan operasi.
b. Tanpa heterotropia horizontal tanpa keluhan, operasi untuk deviasi
horizontal saja sudah cukup.
c. Tanpa heterotropia horizontal tapi dengan keluhan pada waktu melihat
keatas dan kebawah, hanya slanting yang bisa mengkoreksinya. Ukuran
yang biasanya dipakai 1 -2 mm kebelakang
Recess otot rektus medial bilateral sesuai besar deviasi pada posisi
primer dengan displacement keatas dari kedua otot rektus medial. Ini
bisa menurunkan kira-kira 15-20 PD. (good)
Alternatif lain adalah resect otot rektus lateral bilateral sesuai besar
deviasi pada posisi primer dengan displacement kebawah dari kedua
rektus lateral.
Recess otot rektus lateral bilateral sesuai besar deviasi pada posisi
primer dengan displacement kebawah dari kedua rektus lateral
Alternatif lain adalah resect otot rektus medial bilateral sesuai besar
deviasi pada posisi primer dengan displacement keatas dari kedua
rektus medial.
(Plotnik,
Untuk mengurangi esotropia A pattern, rektus superior dipindahkan 57 mm ke temporal untuk mengurangi efek adduksi pada waktu melihat
keatas
Operasi ini tidak biasa dipakai oleh ahli mata karena sering ditemukan
tidak efektif dan tidak bisa diprediksi.
Jika ada overaksi otot obliq superior berhubungan dengan deviasi horizontal,
operasi otot horizontal harus dilakukan bersamaan dengan operasi otot obliq.
Recess bilateral, resect bilateral atau recess-resect dilakukan pada otot rektus
horizontal untuk mengurangi deviasi pada posisi primer.
Jorge Alberto mendapatkan hasil yang baik dari penelitiannya memakai recess
bilateral dari Obliq superior. Dari 21 pasien yang diperiksa 3 pasien terkoreksi
penuh, 5 pasien underkoreksi dan 13 pasien overkoreksi.(Alberto
Tenotomy obliq superior pertama kali diperkenalkan oleh Berke tahun 1947.
Berke merekomendasikan isolasi tendon dari arah nasal dan sudah banyak
dipakai oleh ahli mata lainnya. Reynolds J D mendpatkan bahwa isolasi
tendon dari arah temporal lebih baik dari pada dari arah nasal. (Reynolds)
Walaupun tidak dipakai secara luas, operasi obliq inferior bilateral dianjurkan
untuk terapi A pattern esotropia
Tehnik
Adanya ptosis walaupun sedikit perlu diperiksa dan ditentukan apakah true atau falls.
Jika ada pseudo ptosis dapat terlihat pada mata hipotropik ketika mata lain terfiksasi
jika mata yang hipotropik dengan pseudo ptosis difiksasikan ptosis akan hilang .
Pengukuran yang tepat dari elevasi sampai depresi harus ditentukan. Ini bisa diperiksa
dengan amblioskop atau prisma bar.
Aksi otot extra okuler perlu diperiksa selama pemeriksaan gerak bola mata apakah
ada over aksi atau under aksi.
Hasil dari operasi tidak bisa dipastikan karena anomali dari otot dan abnormaliti dari
bola mata.
Operasi otot dikerjakan jika operasi lain pada otot horizontal atau obliq gagal atau
kontra indikasi.
Jika tidak ada disfungsi otot obliq operasi dilakukan pada rektus horizontal. Aksi dari
rektus diperlemah pada arah insersi yang dipindahkan.
Insersi rektus medial selalu dipindahkan kearah atas untuk mengurangi konvergen.
Insersi rektus lateral selalu dipindahkan kearah bawah untuk menguatkan difergen.
Jika ada heterotropia horizontal pada posisi primer pemindahan insersi otot horizontal
digabung dengan recess dan resect
Komplikasi operasi:
1.
2.
Iatrogenik vertikal dan torsional strabismus (post operasi). Komplikasi ini terjadi bila
fungsi otot obliq normal melemah.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Overaksi otot obliq yang persisten, biasanya kesalahan dalam mendiagnosa adanya
disfungsi otot obliq.(Good, Plotnik, Duane
Kepustakaan
1.
2. Caldeira JAF, Bilateral Recession of the Superior Oblique Graded According to the A
Pattern: A Prospective Study of 21 Consecutive Patients. In Binocular Vision, 1995;
10(3): 167-174.
3. Good W V, Hoyt C S, Management of A and V Patterns, in Strabismus Management,
1996, 10; 105-116.
4. Kanski J J, Strabismus, in Clinical Ophthalmology, 3rd ed. 19.., 428-453.
5. Lai J Z, Koseoglu S T, Superior Oblique Silicone Expander versus Tenotomy for APattern Strabismus with Superior Oblique Overaction,
http//:www.med-aapos.bu.edu/AAPOS1998/post9837.html
6. Noorden G K, A and V Patterns, in Binocular Vision and Ocular Motility, 5th ed. 1996,
17;376-391.
7. Noorden G K, Strabismus: A Decision Making Approach, 1994. 126-127.
8. Parks MM, Mitchell PR, A and V Patterns, in Duane., 1991, 16; 1-9.
9. Pratt-Johnson J A, Management of strabismus and Amblyopia; A Practical Guide,
1994; 11;138-142.
10. Prieto-Diaz J, Disinsertion of the Superior Oblique for A-Pattern Anisotropias, in
Binocular Vision, 1987, 2(I); 7-14.
11. Reynolds J D, Temporal Approach to Nasal Tenotomy of the Superior Oblique for APattern Strabismus, in Binocular Vision, 1985 (1986); 1(3); 127-134.
12. Reynolds J D, Wackerhagen M; Bilateral Superior Oblique Tenotomy For A-Pattern
Strabismus in Patients with Fusion; in Binocular Vision, 1988, 3(I);33-39.
13. Rosenbaum A L, Posterior Superior Oblique Tenectomy at Scleral Insertion for
Collapse of A-Pattern Strabismus, abstrak diakses dari: http//: www.medaapos.bu.edu/pappostp5/papers16.htm
Literature Review
MANAJEMEN A PATTERN
IWAN DJASANANDA