Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
Vertigo berasal dari bahasa latin Vertere yang artinya memutar merujuk pada sensasi berputar
sehingga mengganggu keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan pada
sistem keseimbangan


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. DEFINISI
Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek; yang sering
digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau rasa
pusing (dizziness); deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar tidak dikacaukan
dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama karena di kalangan awam kedua istilah tersebut
(pusing dan nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian.

Vertigo adalah gejala yang umum pada individu yang mengalami trauma tumpul kepala ,
leher , dan persimpangan craniocervical . Cedera dapat disebabkan dari kecelakaan
kendaraan bermotor , jatuh , perkelahian, dan olahraga kontak dapat menyebabkan vertigo .
Variabilitas yang besar dari mekanisme trauma dan dampaknya terjadi beberapa cedera
anatomi pada sistem vestibular .
II.2. EPIDEMIOLOGI
II.3. PATOFISIOLOGI
Pada vertigo patau hubungan pasca trauma dapat terjadi akibat kerusakan telinga
dalam,N.VIII atau hubungan vestibular sentral atau adanya salah pilih antara input
sensoris yang dibutuhkan untuk keseimbangan yang sempurna.Mekanisme vertigo pasca
trauma adalah trauma kepala penetrasi seperti luka tembak yang merupakan penyebab
utamanya ,40 % mengenai tulang temporal dan pada penderita yang hidup kerusakan
labirin dan N.VIII menyebabkan kerusakan permanen fungsi koklea dan vestibular ;
tulang temporal peka terhadap trauma karena terletak pada dasar tengkorak dan
mengandung rongga labirin,komosio labirin yaitu perdarahan koklea dan
labirin;komosio serebri dimana vertigo disebabkan perubahan otak mikroskopis koklea
dan labyrin; komosio labyrin yaitu pendarahan mikroskopis yaitu perdarahan
mikroskopis kohlea dan labyrin, terjadi paling sering sesudah trauma oksipital; komosio
serebri dimana vertigo disebabkan perubahan otak mikroskopis yang difus yang
menyertai komosio ringan, mekanisme paling sering kerusakan otak akibat trauma
kepala tumpul adalah gerakan dan deformitas otak pada waktu gerakan kepala yang
cepat tiba-tiba dihentikan, bagian viskoelastik otak menyebabkan ia tetap bergerak,
dengan rotasi di sekitar sumbu batang otak sehingga dapat menyebabkan kerusakan saraf
cranial, termasuk N.VIII; dan fistula perilympatik sebagai akibat rupture membrane
oval or round window .
II.4. KLASIFIKASI
Sindroma vertigo post trauma dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu vertigo post
trauma akut dan vertigo post trauma posisional.
a. vertigo post trauma akut
Vertigo,nausea dan muntah dapat terjadi akut setelah trauma kepala.Ini misalnya
terjadi oleh paresis vestibuler unilateral yang mendadak (konkusi labirin).Didapatkan
vertigo dan nistagmus dengan komponen cepat menjauhi sisi yang terkena.
Keseimbangan terganggu dan dijumpai gejala penyimpangan lengan penderita kea
rah sisi yang terkena (past pointing test).Gejala bertambah berat jika kepala
digerakkan dengan cepat dan memburuk bila telinga yang terlibat berada pada posisi
disebelah bawah.Gejala akan banyak berkurang selama beberapa hari pertama dan
kemudian berkurang secara lambat laun (gradual) selama mingu-minggu
berikutnya.Sebagian besar penderita akan menjadi bebas dari gejala dalam kurun
waktu 1-6 bulan.
b. Vertigo post trauma posisional
Vertigo post trauma posisional menjadi suatu kenyataan beberapa hari atau minggu
setelah terjadi trauma kepala. Jenis vertigo ini umumnya mulai timbul setelah gejala-
gejala sindroma vertigo post trauma akut menghilang. Jadi, segera setelah
mengalami trauma kapitis timbul vertigo yang terus-menerus. Kemudian, vertigo itu
hanya timbul pada sikap kepala tertentu. Tanpa pengobatan vertigo posisional
tersebut dapat lenyap dengan sendiri, tetapi dapat juga sekali-kali timbul kembali.
Bahkan adakalanya vertigo posisional itu menetap dan amat mengganggu kehidupan
penderita. Destruksi sistema vestibular pada sisi yang sakit harus dianjurkan bila
vertigo posisional itu tidak dapat diredakan dengan obat-oban.
II.5. DIAGNOSIS
Anamnesis
Para penderita dengan keluhan vertigo harus ditanyakan apakah ada pengaruh sikap atau
perubahan sikap terhadap munculnya vertigo .Posisi mana yang dapat memicu vertigo.
Penting ditanyakan lagi,selain perubahan posisi ,yang dapat membuat gejala vertigo
bertambah berat.Adapun keluhan-keluhan lain yang timbul yaitu
- Rasa tidak stabil
Keluhan ini sering dijumpai pada gangguan vestibular.Penderita menjadi takut dan
tidak mau berjalan atau berdiri.Pada gangguan vestibular akut penderita menjadi
sangat stabil.Lain halnya dengan gangguan serebelum. Ataksia dan ketidak-
seimbangan tidak dipengaruhi oleh atau malah bertambah buruk oleh fiksasi visual
- Disorientasi
Suatu keadaan yang dapat menganggu penderita dengan gangguan vestibular adalah
rasa disorientasi.Disorientasi ini dapat berupa tidak mengetahui mana bagian atas
dan mana bagian bawah.
- Nausea dan muntah
Gangguan vestibular sering mengakibatkan nausea (rasa enek) dan bila berat dapat
mengakibatkan muntah.Keadaan ini lebih mencolok pada lesi perifer dan kurang
pada penyakit serebelar.
Pemeriksaan fisik
Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan sistemik, otologik, atau
neurologik vestibuler atau serebeler; dapat berupa pemeriksaan fungsi pendengaran
dan keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan fungsi serebelum.
Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab; apakah
akibat kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan syaraf pusat korteks
serebri, serebelum, batang otak atau berkaitan dengan sistem vestibuler/otologik; selain
itu harus dipertimbangkan pula faktor psikologik/psikiatrik yang dapat mendasari
keluhan vertigo tersebut.
Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/ dicari antara lain aritmi jantung, hipertensi,
hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi, hipoglikemi.
Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk vertigonya,
lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal yang tepat
dan terapi simtomatik yang sesuai.
(1)


Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik ; tekanan darah diukur
dalam posisi berbaring, duduk dan berdiri; bising karotis, irama (denyut jantung) dan
pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.
(3)

Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada :
Fungsi vestibuler/serebeler
a. Uji Romberg
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata
terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik.
Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya
dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya
pada mata tertutup badan penderita akan bergoang menjauhi garis tengah
kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan
pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka
maupun pada mata tertutup.
(1)




Gambar 5. Uji Romberg
b. Tandem Gait
Penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada ujung jari
kaki kanan/kiri ganti berganti.
Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan menyimpang, dan pada kelainan
serebeler penderita akan cenderung jatuh.
(1)

c. Uji Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal kedepan dan jalan ditempat dengan
mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler
posisi penderita akan menyimpang/berputar kearah lesi dengan gerakan seperti
orang melempar cakram; kepala dan badan berputar kearah lesi, kedua lengan
bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik.
Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat kearah lesi.



Gambar 6. Uji Unterberg
d. Past-Pointing test (Uji Tunjuk Barany)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus kedepan, penderita disuruh
mengangkat lengannya keatas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk
tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan
tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke
arah lesi.
(1)


Gambar 7. Uji Tunjuk Barany
e. Uji Babinsky-Weii
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke depan dan lima
langkah ke belakang selama setengah menit; jika ada gangguan vestibuler
unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.
(1)
.

Gambar 8. Uji Babinsky Weil
Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis
Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya disentral atau perifer
1. Fungsi Vestibuler
a) Uji Dix Hallpike
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan kebelakang dengan
cepat, sehingga kepalanya menggantung 45 derajat dibawah garis horizontal,
kemudian kepala menggantung 45 derajat ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat
timbul dan hilangnya vertigo dan nitagmus, dengan uji ini dapat dibedakan
apakah lesinya perifer atau sentral.
Perifer (Benign Positional Vertigo) : vertigo dan nistagmus timbul setelah periode
laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau
menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatique).
Sentral: tiak ada periode laten, nistagmus dan vertigo berlangsung lebih ari 1
menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatique).
(1,3)


Gambar 9. Uji Dix-Hallpike
b) Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30 derajat, sehingga kanalis
semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal telinga diirigasi bergantian dengan air
dingin dan air hangat masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit.
Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya
nistagmus tersebut (normal 90-150).
Dengan tes ini dapat ditentukan adanyan canal paresis atau directional
preponderence ke kiri atau ke kanan. Canal paresis ialah jika abnormalitas ditemukan
disatu telinga , baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan
directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus
yang sama-sama dimasing-masing telinga.
Canal paresis menunjukkan lesi perifer dilabirin atau N.VIII, sedangkan
directional preponderance menunjukkan lesi sentral.
(1,3)


c) Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan dirumah sakit dengan tujuan untuk merekam
gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut dapat dianalisis
secara kuantitatif.
(10,11)


II.6. PENATALAKSANAAN
Secara umum, penatalaksanaan medikamentosa mempunyai tujuan utama: (i)
mengeliminasi keluhan vertigo, (ii) memperbaiki proses-proses kompensasi vestibuler,
dan (iii) mengurangi gejala-gejala neurovegetatif ataupun psikoafektif. Beberapa
golongan obat yang dapat digunakan untuk penanganan vertigo di antaranya adalah:
a. Antikolinergik
Antikolinergik merupakan obat pertama yang digunakan untuk penanganan vertigo,
yang paling banyak dipakai adalah skopolamin dan homatropin. Kedua preparat
tersebut dapat juga dikombinasikan dalam satu sediaan antivertigo. Antikolinergik
berperan sebagai supresan vestibuler melalui reseptor muskarinik. Pemberian
antikolinergik per oral memberikan efek rata-rata 4 jam, sedangkan gejala efek
samping yang timbul terutama berupa gejala-gejala penghambatan reseptor
muskarinik sentral, seperti gangguan memori dan kebingungan (terutama pada
populasi lanjut usia), ataupun gejala-gejala penghambatan muskarinik perifer, seperti
gangguan visual, mulut kering, konstipasi, dan gangguan berkemih.
b. Antihistamin
Penghambat reseptor histamin-1 (H-1 blocker)
saat ini merupakan antivertigo yang paling
banyak diresepkan untuk kasus vertigo,dan
termasuk di antaranya adalah difenhidramin,
siklizin, dimenhidrinat, meklozin, dan prometazin.
Mekanisme antihistamin sebagai
supresan vestibuler tidak banyak diketahui,
tetapi diperkirakan juga mempunyai efek terhadap
reseptor histamin sentral. Antihistamin
mungkin juga mempunyai potensi dalam
mencegah dan memperbaiki motion sickness.
Efek sedasi merupakan efek samping utama
dari pemberian penghambat histamin-1. Obat
ini biasanya diberikan per oral, dengan lama
kerja bervariasi mulai dari 4 jam (misalnya, siklizin)
sampai 12 jam (misalnya, meklozin).
c. Histaminergik
Obat kelas ini diwakili oleh betahistin yang
digunakan sebagai antivertigo di beberapa
negara Eropa, tetapi tidak di Amerika. Betahistin
sendiri merupakan prekrusor histamin. Efek
antivertigo betahistin diperkirakan berasal
dari efek vasodilatasi, perbaikan aliran darah
pada mikrosirkulasi di daerah telinga tengah
dan sistem vestibuler. Pada pemberian per
oral, betahistin diserap dengan baik, dengan
kadar puncak tercapai dalam waktu sekitar 4
jam. efek samping relatif jarang, termasuk di
antaranya keluhan nyeri kepala dan mual.
d. Antidopaminergik
Antidopaminergik biasanya digunakan untuk
mengontrol keluhan mual pada pasien
dengan gejala mirip-vertigo. Sebagian besar




Terapi rehabilitasi vestibuler adalah suatu terapi fisik untuk mengobati vertigo. Tujuan dari
pengobatan ini adalah meminimalkan dizziness, meningkatkan keseimbangan dan mencegah
kambuhnya vertigo. Pada rehabilitasi vertigo, latihan paada pasien didesain untuk menjadikan
otak beradaptasi dan mengkompensasi keadaan yang bisa menyebabkan vertigo.
Ada 3 indikasi dilakukannya rehabilitasi vestibuler :
1) Intervensi spesifik untuk Benign Paroxysmal Positional Vertigo :
a. Manuver dari Epley dan Semont
b. Manuver Branft-Daroff
c. Log roll exercises
2) Intervensi umum untuk vestibuler loss
a. Unilateral loss, contoh : vestibular neuritis atau acoustic neurima
b. Bilateral loss, contoh : intoksikasi gentamisin
3) Pengobatan empiris untuk situasi umum dimana diagnosis tidak begitu jelas
a. Vertigo pasca traumatik
b. Ketidakseimbangan multifaktorial pada orangtua.
(2)



Brandt dan Daroff Manuver
Manuver ini sebagai upaya desensitasi reseptor semisirkularis. Dimana pasien duduk
tegak ditepi tempat tidur dengan tungkai tergantung, lalu dengan posisi kepala diputar 45 derajat
ke salah satu sisi dan kedua mata tertutup dan berbaring dengan cepat ke salah satu sisi tubuh,
tahan selama 30 detik, kemudian duduk tegak kembali. Setelah 30 detik baringkan tubuh dengan
cara yang sama ke sisi lain, tahan selama 30 detik, kemudian duduk tegak kembali
(1)


Gambar 10. Brandt dan Daroff Manuver
(1)

Hal ini dilakukan berulang (lima kali berturut-turut) pada pagi dan petang hari sampai
tidak muncul vertigo lagi. Terapi ini dapat mengurangi keluhan vertigo pada banyak pasien tetapi
sulit dilakukan pada pasien berusia lanjut karena harus melakukan perubahan posisi secara
berulang-ulang.
(1,2)
Modifikasi Semont Manuver
Pada tahun 1985, Toupet dan Semont menerangkan suatu pendekatan yang lebih agresif
dinamakan liberatory manuver. Cara ini didasarkan pada teori kupolotiasis dengan tujuan
mencegah debris menempel pada kupula. Pada saat ini para ahli lebih memilih cara modifikasi
manuver Semont.
Langkah modifikasi manuver semont pada pasien dengan BPPV pada telinga kiri, bila
terjadi pada BPPV terjadi pada telinga kanan dilakukan sebaliknya.
1. Pasien didudukkan diatas tempat tidur dengan posisi kaki menggantung, kepala 45 derajat
menoleh ke bahu kanan dan kemudian dengan cepat pasien merebahkan badan kekiri
sampai bahu kiri menempel tempat tidur dengan tidak merubah posisi kepala, sehingga
posisi kepala menengok ke atas dengan sudut 45 derajat. Hal ini terjadi nistagmus dan
vertigo yang disebabkan pergerakan debris dari titik terendah ke titik tertinggi kanalis
semisirkularis posterior berjalan dari kupula. Posisi ini dipertahankan selama 10 menit.
2. Dengan cepat pasien bangun dan merebahkan badan ke kanan dengan tidak merubah
posisi kepala sehingga bahu dan pipi kanan menyentuh tempat tidur. Hal ini terjadi
nistagmus dan vertigo yang disebabkan oleh pergerakan debris dari kupula ke crus
communis. Posisi ini dipertahanka selama 10-15 menit.
3. Jika tidak terjadi nistagmus dan vertigo pasien diperintahkan untuk menggerakkan kepala
ke bahu kiri 90 derajat beberapa detik dan kembali ke posisi semula, kemudian
dilanjutkan gerakan berikutnya.
4. Pasien kembali ke posisi pertama dengan pelan-pelan dipertahankan 15 detik, kemudian
kepala pelan-pelan kembali menleh lurus ke garis tengah. Hal ini terjadi perasaan
melayang karena terjadi perpindahan debris dari crus communis ke utrikulus.
Bila masih terjadi nistagmus dan vertigo diulang manuver dari awal sampai vertigo
menghilang.

Gambar 11. Modifikasi semont Maneuver
Herdman melaporkan dari 30 pasien BPPV yang dilakukan teraoi dengan perasat ini
sebanyak 70% mengalami kesembuhan, 20 % mengalami perbaikan dan 10% tanpa
perbaikan.walaupun cara ini kelihatan berhasil, tetapi menyebabkan pasien terlalu banyak
melakukan gerakan memutar leher dan badan secara cepat yang memungkinkan akan
menyulitkan pasien yang sudah tua.
(2)
Canalith Repositioning Procedure (CRP)
Metode yang diperkenalkan Epley ini menggunakan vibrator dan dilakukan sedasi pada
pasien. Ia mendapatkan hasil yang memuaskan. Dengan menggunakan metode yang sama,
Weider mendapatkan angka keberhasilan 87,7% dari 44% pasien BPPV. Dia menyebutkan cara
ini telah dilakukan selama 4 tahun dan menemukan bahwa cara ini mudah dilakukan pada semua
usia. Ada saat ini para ahli lebih memilih manuver Epley yang tidak menggunakkan sedasi
vibrator.
Tujuan manuver ini adalah mengeluarkan debris (otolit) dari kanalis semisirkularis
posterior dan memasukkannya kedalam utrikulus. Prinsip mmanuver ini adalah :
1. Kanalis posterior diputar kearah belakang mendekati orientasi planar. Arah ini
menyebabkan debris keluar dari kanalis dan masuk ke dalam utrikulus.
2. Merubah posisi angular kepala sekitar 90 derajat pada setiap perubahan posisi
3. Pertahankan posisi sampai nistagmus menghilang, menandakan terhentinya aliran
endolimfe
4. Perubahan posisi kepala dari belakang serta lakukan perubahan posisi setiap 1 detik,
pertahankan setiap posisi sekitar 30 detik
5. Jika didapatkan gejala vertigo yang berat, berikanlah obat premedikasi sedatif vestibuler
seperti prokloperazin atau dimenhidrinat 30-60 menit sebelum dilakukannya manuver.
Langkah modifikasi manuver Epley untuk BPPV telinga kiri, bila terjadi BPPV telinga
kanan ilakukan sebaliknya
1. Pasien didudukkan dengan kepala menghadap kedepan
2. Kepala menengok bahu kiri dengan sudut 45 derajat kemudian bahu dijatuhkan ke
belakang yang sebelumnya tempat tidur suah ditempatkan bantal setinggi bahu sehingga
posisi kepala ekstensi 30 derajat. Hal ini menyebabkan debris bergerak ketengan canalis
semiirkularis posterior. Pertahankan posisi ini selama 30 detik.
3. Kepala dirotasikan 90 derajat ke kanan sehingga kepala menengok ke bahu kanan dengan
sudut 45 derajat. Hal ini menyebabkan debris bergerak ke crus communis. Posisi ini
dipertahankan selama 30 detik
4. Kepala dan badan diputar 90 derajat ke kanan pada sumbu bahu kanan. Hal ini debris
melewati crus communis, posisi ini dipertahankan 30 detik.
5. Badan kembali posisi duduk seperti semula engan kepala tetap menengok ke kanan. Hal
ini menyebabkan debris masuk ke utrikulus. Posisi ini dipertahankan 30 detik.
6. Kepala digerakkan ke posisi tengan dengan dagu membentuk sudut 20 derajat
Keseluruhan tahapan modifikasi manuver Epley menyebabkan pergerakan debris dari
kanali semisirkularis posterior ke utrikulus. Jika vertigo tidak muncul, maka tindakan selesai.
Bila vertigo masih muncul, maka prosedur direncanakan untuk diulang kembali 3 kali sehari
sampai vertigo menghilang.
Pasien yang menjalani terapi dengan manuver Epley atau modifikasi Semont dianjurkan
untuk tidur dengan kepala ditinggikan kurang lebih 45 derajat dari tempat tidur selama dua
malam berturut-turut dan tidak boleh menggerakkan kepalanya secara berlebihan.

Log Roll Exercise
Lateral canal BPPV adalah varian atipikal yang paling sering. Lateral canal BPPV dapat
menyebabkan vertigo yang sangat kuat dan lama. Orang dengan lateral canal BPPV secara
umum lebih mudah terganggu dengan pergerakkan kepala yang biasa dibandingkan orang
dengan posterior canal BPPV. Lateral canal BPPV dapat muncul langsung tetapi juga dapat
hilang sendiri sewaktu seseorang berguling saat tidur dimalam hari. Pengobatan dari lateral canal
BPPV tidak senyata pada BPPV yang tipikal. Lateral canal BPPV setelahh Epley manuver
hampir selalu kambuh dalam 1 minggu apabila tidak diobati.
Log Roll exercise adalah sebuah prosedur dimana seorang berguling 90 derajat pada
tumpuan telinga yang sakit, setelh itu posisi supinasi, dilanjutkan dengan posisi berguling 90
derajat dengan telinga yang sakit berada diatas, dan diakhiri dengan posisi one hands/kness
dengan hidung ke arah bawah, semua posisi ini dengan interval waktu 30 detik sampai 1 menit.
Prosedur ini dilakukan satu atau dua kali dilklinik dan diulangi dirumah untuk 7 hari. Sangat
sukar untuk menentukan telinga mana yang sakit pada prosedur ini. Pada beberapa situasi
dilakukan log roll pada satu sisi untuk satu minggu lagi log roll untuk sisi yang lainnya.
(2)


Gambar 12. Log Roll Exercise
Latihan lain yang dapat dicoba ialah latihan visual-vestibular, berupa gerakan mata
melirik ke atas, bawah, kiri dan kanan mengikuti obyek yang makin lama makin cepat; kemudian
diikuti dengan gerakan fleksi-ekstensi kepala berulang dengan mata tertutup, yang makin lama
makin cepat.
(1)

Anda mungkin juga menyukai