Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR BASIS CRANI


DI IGD
RS JATIROTO LUMAJANG

PERIODE TANGGAL 6 – 12 DESEMBER 2021

Oleh :

NAMA : MOHAMMAD HARIS ROFIQI


NIM : 192303101128

PRODI D3 KEPERAWATAN KAMPUS LUMAJANG


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN INI TELAH DISAHKAN PADA


TANGGAL ................................. 2021

PEMBIMBING KLINIK MAHASISWA

....................................................... .............................................
NIP. .............................................. NIM.....................................

PEMBIMBING AKADEMIK

…………………………………………..
NRP..........................................................
LAPORAN PENDAHULUAN
(Hari Pertama Praktik)

1. Konsep Penyakit

A. Definisi Fraktur Basis Crani

Fraktur basis cranii adalah suatu fraktur linear yang terjadi pada dasar tengkorak
yang tebal. Fraktur ini sering disertaidengan robekan ada duramater. Fraktur basis
crania seringterjadi ada 2 lokasi anatomi tertentu yaitu region temporal danregion
occipital condylar (Kowalak, 2011).
Fraktur basis crania dapat dibagi berdasarkan letak anatomis fraktur fossa
anteriordan fraktur fossa posterior. Fraktur basis crania meruakan yang aling serius
terjadi karenamelibatkan tulang – tulang dasar tengkorak dengan komplikasi otorrhea
cairanserebrosinal ( cerebrospinal fluid ) dan rhinorrhea (Engram, 2007).
fraktur basis cranii adalahsuatu kondisi dimana suatu fraktur ada tulang
tengkorak yang biasanya terjadi karenaadanya benturan secara langsung merupakan
fraktur akibat benturan langsung ada daerahdasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid,
supraorbita) transmisi energy yang berasal dari benturan ada wajah atau mandibular.

B. Etiologi

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya fraktur basis crani :


1. Kecelakaan lalu lintas
2. Pertengakaran
3. Jatuh
4. Tindakan criminal
5. Kecelakaan yang berkaitan dengan olahraga
(Suzanne, 2011)

C. Manifestasi klinis

Menurut Engram (2007), Tanda dan Gejala fraktur basis cranii


berdasarkanklasifikasi sebagai berikut :
1. Fraktur petrous os temporala.
a. Otorrhea
b. Battle sign (Memar pada mastoids)
c. Rhinorrhea
d. Raccoon eyes (Memar di sekitar palpebral)
e. Kehilangan kesadaran dan GCS dapat bervariasi tergantung pada kondisi
patologis intracranial
2. Fraktur longitudinal os temporalFraktur longitudinal os temporal berakibat pada
terganggunya tulang pendengarandan ketulian konduktif yang lebih besar dari 30
dB yang berangsung lebih dari 6 – 7 minggu. Tuli sementara yang akan baik
kembali dalam waktu kurang dari 6-7minggu disebabkan karena hemotympanum
dan oedema mukosa di fossa tmpany.Facial palsy, nygtagmus, dan facial numbness
adalah akibat sekunder dariketerlibatan nervus cranialis V, VI, VII.
3. Fraktur tranversal os temporalFraktur tranversal os temporal melibatkan saraf
cranialis VIII dan lairin, sehinggamenyebabkan nystagmus, ataksia, dan kehilangan
pendengaran permanen(permanent neural hearing loss)
4. Fraktur condylar os oksipitalFraktur condylar os oksipital adalah cedera yang
sangat langka dan serius.Sebagian besar pasien dengan fraktur condylar os
oksipital, terutama dengan tipe III, beradadalam keadaan koma dan terkait cedera
tulang belakang serviklis.Pasien ini jugamemperlihatkan cedera lower cranial nerve
dan hemiplegia atau guadriplegia

D. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Kowalak (2011), pemeriksaan penunjang fraktur basis cranii yaitu :
1. Pemeriksaan laboratorium yang dilakuakan yaitu pemeriksaan neurologis lengkap,
pemeriksaan darah rutin, dan pemberian tetanus toxoid
2. CT Scan menunjukkan perdarahan intrakranial akibat ruptur pembuluh darah dan
pembengkakan. CT Scan juga membantu untuk penilaian fraktur condylar
occipital,tetapi biasanya rekonstruksi tiga dimensi tidak diperlukan.
3. MRI menunjukkan kecurigaan adanya cedera ligamentum dan vaskular. MRI
jugamemberikan pencitraan jaringan lunak yang lebih baik.
4. X-ray posisi AP, lateral, Towne’s view dan tangensial terhadap bagian
yangmengalami benturan untuk menunjukkan suatu fraktur depresi Sinar x kepala
danservikal untuk mendeteksi lokasi dan parahnya fraktur.
5. Pungsi lumbal meningitis bila pasien memperlihatkan tanda-tanda iritasi
meningeal(demam, rigiditas nukal, kejang). Pungsi lumbal merupakan
kontraindikasi jikaterdapat lesi yang luas.

E. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
a. Airway dengan jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang
dengan posisi kepala ekstensi kalau perlu dipasang oropharyngeal tube
ataunasopharyngeal tube.
b. Breathing dengan memberikan O2 dengan menggunakan alat bantu
pernafasanmisalnya Nasal Kanul, Simple Mask/Rebreating Mask, Mask
Nonrebreating,Bag-Valve-Mask, dan Intubasi Endotrakea.
c. Circulation pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-
2,5kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Proses ini
terjadiantara lain oleh karena meningkatnya kadar epinefrin dan norepinefrin
dalamdarah dan akan bertambah bila ada demam. Setekah 3-4 hari dengan
cairan perenteral pemberian cairan nutrisi peroral melalui pipa nasograstrik
bisadimulai, sebanyak 2000-3000 kalori/hari
d. Medikasi
1) Diuretik osmotik(manitol 20%)
Dosisnya 0,5-1 g/kgBB,diberikan dalam 30 menit.Pemberian diulang
setelah6 jam dengan dosis 0,25-0,5/kgBB dalam 30 menit
2) Loop diuretic furosemide
Dosisnya 40 mg/hari IV
3) Diazepam
Dosisnya 10 mg IV dan bisa diulang sampai 3 kali bila masih kejang
4) Analgetik (asetaminofen)
Dosisnya 325 atau 500 mgsetiap 3 atau 4 jam, 650 mgsetiap 4-6 jam, 1000
mg setiap 6
5) Analgetik (kodein)
30-60 mg, tiap 4-6 jam sesuai kebutuhan
6) Antikonvulusan (fenitoin)
Dosisnya 200 hingga 500mg perhati
7) Profilaksis antibiotic
Biasanya digunakansetelah 24 jam pertama,lalu 2 jam pertama, dan 4 jam
berikutnya
e. Pembedahan
f. Imobilisasi
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pengendalian tekanan IntraCranialMannitol efektif untuk mengurangi odema
serebral dan TIK. Selain karena efekosmotic, mannitol juga dapat mengurangi
TIK dengan meningkatkan arus microcirculatory otak dan pengiriman oksigen.
Efek pemberian bolus mannitoltampaknya sama selama rentang 0,25 sampai 1,0
g/kg.
b. Mengontrol tekanan perfusi otakTekanan perfusi otak harus dipertahankan
antara 60 dan 70 mmHg, baik denganmengurangi TIK atau dengan meninggikan
MAP. Rehidrasi secara adekuat danmendukung kardiovaskuler dengan
vasopressors dan inotropic untuk meningkatkanMAP dan mempertahankan
tekanan perfusi otak >70 mmHg.
c. Mengontrol hematocritAliran darah otak dipengaruhi oleh hematocrit.
Viskositas darah meningkatsebanding dengan semakin meningkatnya
hematocrit dan tingkat optimal sekitar35%. Aliran darah otak berkurang jika
hematocrit meningkat dari 50% danmeningkat dengan tingkat hematocrit di
bawah 30.
d. Pengaturan suhuDemam dapat mempercepat deficit neurologis yang ada dan
dapat memperburukkondisi pasien. Metabolisme otak akan oksigen meningkat
sebesar 6-9% makaharus diterapi karena akan memperburuk iskemik otak.
e. Kontrol cairan NaCl 0,9% dengan osmolaritas 308 mosm/I, telah menjadi
kristaloid pilihan dalammanajemen dari cedera otak. Resusitasi dengan 0,9%
saline membutuhkan 4 kalivolume darah yang hilang untuk memulihkan
parameter hemodinamik
f. Posisi kepalaMenaikkan posisi kepala dengan sudut 15-30 dapat menurunkan
TIKdanmeningkatkan venous return ke jantung.
F. Komplikasi
Menurut Kowalak (2011), Komplikasi utama dari fraktur basis cranii yaitu:
1. Meningkatnya tekanan intrakraial (TIK)
2. Perdarahan
3. Kejang
4. Infeksi (trauma terbuka)
5. Depresi pernapasan dan gagal napas.
6. Paralisis otot-otot fasialis dan rantai tulang-tulang pendengaran
7. Pasien dengan fraktur tulang tengkorak bisa terjadi bocornya cairan
serebrospinal(CSS) dari hidung (renorea) atau telinga (otorea) dan menyebabkan
meningitis.
8. Sindrom vernet atau sindrom foramen jugular adalah fraktur basis cranii
yangterkait dengan gangguan nervus IX, X, dan XI.
9. Sindrom Collet-Sicard adalah fraktur condyler occipital yang banyak
berdampakterhadap nervus IX, X, dan XII
G. Patofisiologi
Fraktur basis crani telah dikaitkan dengan berbagai mekanisme termasuk
benturandari arah mandibular atau wajah dan kubah tengkorak, atau akiat beban
inersia padakepala (sering disebut cedera tipe whiplash). Terjadinya baban inersia,
misalnya, ketikadada pengendara sepeda motor berhenti secara mendadak akibat
mengalami benturandengan sebuah objek misalnya pagar. Kemudian secara tiba –tiba
mengalami percepaatangerakan namun pada area medulla oblongata mengalami
tahanan oleh foramen magnum, beban inersia tersebut kemudian menyebabkan ring
fracture. Ring fracture juga dapatterjadi akibat paksa ruda paksa pada benturan tipe
vertical, arah benturan dari inferiorditeruskan ke superior (daya kompresi) atau ruda
paksa dari ara superior kemudianditeruskan kearah acciput atau mandibular.
H. Pathway
II. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Kebutuhan Dasar
A. Pengkajian
1. Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin (laki-laki beresiko dua kali lipat lebih besar
daripadarisiko pada wanita), usia (bisa terjadi pada anak usia 2 bulan, usia 15
hingga 24 tahun,dan lanjut usia), alamat, agama, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, golongandarah, no. register, tanggal MRS, dan diagnosa medis
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Biasanya terjadi penurunan kesadaran, nyeri kepala, adanya lesi/luka dikepala.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien datang dengan keadaan penurunan kesadaran, konvulsi,
adanyaakumulasi sekret pada saluran pernafasan, lemah, paralisis, takipnea.
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Biasanya klien memiliki riwayat jatuh.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada salah satu keluarga yang menderita penyakit yang sama
sebelumnya
3. Pemeriksaan primer
Menurut Rab, Tabrani 2007, pengkajian primer dalam asuhan kegawatdaruratan
meliputi :
a. Airway
1) Kaji ada tidaknya sumbatan pada jalan nafas pasien.
2) Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela iga, warna
mukosa/kulit dan kesadaran
3) Dengar aliran udara pernafasan
4) Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi perawat
b. Breathing
Kaji ada atau tidaknya kelainan pada pernafasan misalnya dispnea, takipnea,
bradipnea, ataupun sesak.Kaji juga apakah ada suara nafas tambahan seperti
snoring, gargling, rhonki atau wheezing.Selain itu kaji juga kedalaman nafas
pasien.
c. Circulation
Kaji ada tidaknya peningkatan tekanan darah, kelainan detak jantung misalnya
takikardi, bradikardi. Kaji juga ada tidaknya sianosis dan capilarrefil.Kaji juga
kondisi akral dan nadi pasien.
d. Disability
Kaji ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan refleks, pupil
anisokor dan nilai GCS.Menilai kesadaran dengan cepat, apakah sadar, hanya
respon terhadap nyeri atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan
mengukur GCS. Tidak dianjurkan mengukur GCS. Adapun cara yang cukup
jelas dan cepat dengan metode AVPU.
e. Exposure of extermitas
Mengkaji ada tidaknya peningkatan suhu pada pasien, adanya deformitas,
laserasi, contusio, bullae, atau abrasi.
4. Pemeriksaan sekunder
a. Penampilan atau keadaan umum
Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada gerakan, lemah, lemas.2.
b. Tingkat kesadaran
Kesadaran klien mengalami penurunan GCS <15.
c. Tanda-Tanda Vital
1) Suhu Tubuh : Biasanya meningkat saat terjadi benturan (Normalnya 36,5-
37,5°C)
2) Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak dengan tekanan
darahsistolik <90 mmHg (Normalnya 110/70-120/80 mmHg)
3) Nadi : Biasanya cepat dan lemah pada keadaan kesakitan dan TIKmeningkat
(Normalnya 60-100 x/menit)
4) RR : Biasanya menurun saat TIK meningkat (Normalnya 16-22)
d. Pemeriksaan Nervus Craniala.
1) Nervus I : Penurunan daya penciuman.
2) Nervus II : Pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatankarena edema
pupil.
3) Nervus III, IV, VI : Penurunan lapang pandang, reflex cahaya menurun,
perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.
4) Nervus V : Gangguan mengunyah karena terjadi anastesi daerah dahi.
5) Nervus VII, XII : Lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa pada2/3
anterior lidah.
6) Nervus VIII : Penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh.
7) Nervus IX, X, XI : Jarang ditemukan.
8) Nervus XII : Jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartia
e. Pemeriksaan Penunjang
1) CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : Mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan :
Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72
jamsetelah injuri.
2) MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3) Pungsi lumbal untuk memastikan adanya meningitis bila pasien
memperlihatkantanda-tanda iritasi meningeal (demam, rigiditas nukal,
kejang).
4) X-Ray : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
strukturgaris (perdarahan/edema), fragmen tulang.
5) ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intracranial.
6) Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrkranial.
7) Screen Toxicologi : Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran.

B. Diagnosa Keperawatan Utama

Pola Napas Tidak Efektif


1. Definisi/Pengertian
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi yang adekuat

2. Penyebab
a) Depresi pusat pernapasan
b) Hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan)
c) Deformitas dinding dada
d) Deformitas tulang dada
e) Gangguan neurologis (mis. Elektroensefalogram [EEG] positif, cedera kepala,
gangguan kejang)
f) Imaturitas neurologis
g) Penurunan energy
h) Obesitas
i) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
j) Sindrom hipoventilasi
k) Kerusakan inersi diafragma
l) Cedera pada medulla spinalis
m)Efek agen farmakologis
n) kecemasan

3. gejala dan tanda mayor


Subjektif
a) dyspnea
objektif
a) penggunaan otot bantu
b) fase ekspirasi memanjang
c) pola napas abnormal (takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne –
stokes)

4. gejala dan tanda minor


Subjektif
a) ortopnea
Objektif
a) pernapasan pursed lip
b) pernapasan cuping hidung
c) diameter toraks anterior – posterior meningkat
d) ventilasi semenit menurun
e) kapasitas vital menurun
f) tekanan ekspirasi menurun
g) tekanan inspirasi menurun
h) ekskursi dada berubah

C. Planning/Rencana Tindakan Keperawatan


Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, pola napas membaik
Kriteria Hasil
a) Dyspnea menurun
b) Penggunaan otot bantu napas menurun
c) Pemanjangan fase ekspirasi menurun
d) Frekuensi napas membaik
e) Kedalaman napas membaik

Intervensi
Manajemen jalan napas
Observasi
a) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
b) Monitor bunyi napas tambahan (gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
c) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
a) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head tilt dan chin lift (jaw thrust jika
curiga trauma cervical)
b) Posisikan semi fowler atau fowler
c) Berikan minum hangat
d) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
e) Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
f) Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
g) Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep mcgill
h) Berikan oksigenasi, jika perlu
Edukasi
a) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi
b) Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu

D. Masalah Keperawatan Lain Yang Bisa Terjadi

Penurunan Curah Jantung


1. Definisi
Ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh

2. Penyebab
a) Perubahan irama jantung
b) Perubahan frekuensi jantung
c) Perubahan kontraktilitas
d) Perubahan preload
e) Perubahan afterload
3. Gejala dan tanda mayor
a) Perubahan irama jantung
Subjektif
1) Palpitasi
Objektif
1) Bradikardi/takikardi
2) Gambaran EKG aritmia atau gangguan konduksi
b) Perubahan preload
Subjektif
1) Lelah
Objektif
1) Edema
2) Distensi vena jugularis
3) Central venous pressure meningkat/menurun
4) hepatomegali
c) Perubahan afterload
Subjektif
1) Dyspnea
Objektif
1) Tekanan darah meningkat/menurun
2) Nadi perifer teraba lemah
3) Capillary refill time > 3 detik
4) Oliguria
5) Warna kulit pucar dan atau sianosis
d) Perubahan kotraktilitas
Subjektif
1) Paroxysmal nocturnal dyspnea
2) Ortopnea
3) Batuk
Objektif
1) Terdengar sura jantung S3 dan/ S4
2) Ejection fraction menurun

4. Gejala dan tanda minor


a) Perubahan preload
Subjektif
Objektif
1) Murmur jantung
2) Berat badan bertambah
3) Pulmonary artery wede pressure menurun
b) Perubahan afterload
Objektif
1) Pulmonary vascular resistance meningkat/menurun
2) Systemic vascular resitance meningkat/menurun
c) Perubahan kontraktilitas
Objektif
1) Cardiac index menurun
2) Left ventricular stroke work index menurun
3) Stroke volume index menurun
d) Perilaku/emosional
Subjektif
1) Cemas
2) Gelisah

5. Tujuan dan kriteria hasil


Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, curang jantung adekuat
Kriteria Hasil
a. Kekuatan nadi perifer meningkat
b. Efektion frction meningkat
c. Bradikardi membaik
d. Takikardi menurun
e. Dispnea menurun
f. Ortopnea menurun
g. Tekanan darah membaik
h. Capillary refill time membaik

6. Intervensi dan rasional


Perawatan jantung
Observasi
1) Identifikasi tanda atau gejala primer penurunan curah jantung (meliputi
dyspnea, kelelahan, edaa, ortopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, peingkatan
CVP)
2) Identifikasi tanda atau gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi
pengikatan berat badan, hepatomegaly, distensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi
basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
3) Monitor tekanan darah
4) Monitor intake dan output cairan
5) Monitor saturasi oksigen
6) Monitor EKG

Terapeutik
1) Posisikan semi fowler atau fowler dengan kaki ke bawahan atau posisi nyaman
2) Berikan teknik relaksasi untuk mengurangi stress jika perlu
3) Berikan dukungan emosional dan spiritual
4) Berikan diet jantung yang sesuai (mis. Batasi asupan kafein, natrium,
kolesterol, dan makanan tinggi lemak
5) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen > 94%
Edukasi
1) Anjurkan berhenti merokok
2) Anjurkanberaktivitas sesuai toleransi
3) Anjurkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan harian
4) Anjurkan beraktifitas fisik secara bertahap
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian aritmia, jika perlu
2) Rujuk ke program rehabilitasi jantung
DAFTAR PUSTAKA

Muawwanah A, Dian Rosyidah, Dkk. 2017. Konsep Asuhan Keperawatan Fraktur Basis
Cranii. Stikes Muhammadiyah Lamongan
Santoso Ilham B, dkk. 2017. Fraktur Basis Cranii. Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata
Kediri
Ketrin, Jessicha, Dkk. 2018. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Basis Cranii. Polteknik
Kesehatan Kendari
PPNI, T. P. S. D. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI, T. P. S. D. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. S. D. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai