Anda di halaman 1dari 20

TRAUMA KAPITIS

DOSEN PEMBIMBING :
Dr. Sari Bukit Sp. S

DISUSUN OLEH :
Marsyil Azra
1. Definisi
 Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik
secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan
gangguan fungsi neurologi yaitu gangguan fisik, kognitif,
fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.
2. Epidemiologi
Di Indonesia, dari data salah satu rumah sakit di
Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk
penderita rawat inap terdapat 60%-70% dengan
CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10% dengan
CKB. Angka kematian tertinggi sekitar 35%-50%
akibat CKB, 5%-10% CKS, sedangkan untuk
CKR tidak ada yang meninggal.

Penyebab yang sering adalah kecelakaan lalu


lintas dan terjatuh. Seiring dengan kemajuan
teknologi, frekuensi cedera kepala cenderung
meningkat. Cedera kepala melibatkan kelompok
usia produktif yaitu antara 15-44 tahun dengan
usia rata-rata 30 tahun dan lebih didominasi oleh
kaum laki-laki
3. Etiologi

1. Trauma oleh benda tajam

Seperti luka karena peluru, benda tajam menyebabkan


cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal.

2. Trauma oleh benda tumpul

Menyebabkan cedera menyeluruh (difus) kerusakan


terjadi ketika kekuatan diteruskan ke subtansi otak,
4. Patofisiologi
 Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap
yaitu cedera primer dan cedera sekunder.
 Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat
langsung dari suatu trauma, dapat disebabkan benturan langsung
kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselarasi-
deselarasi gerakan kepala.
 Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan
contrecoup.
 Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang
tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang
berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut
contrecoup. Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan
berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan
densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi
semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan
intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang
berlawanan dari benturan (contrecoup).
Gambar : Coup dan contercoup
 Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat
berbagai proses patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan
dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak,
kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan
intrakranial dan perubahan neurokimiawi.
 Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus
pembengkakan dan iskemia otak yang menyebabkan
timbulnya efek kaskade, yang efeknya merusak otak. Cedera
sekunder terjadi dari beberapa menit hingga beberapa jam
setelah cedera awal.
5. Klasifikasi
1. Berdasarkan mekanismenya,
 Cedera tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan
kendaraan bermotor, jatuh, atau pukulan benda tumpul.
 Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.

2.Berdasarkan morfologinya
a. Fraktur kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak,
dapat berbentuk garis/linear atau bintang/stelata, dan dapat pula
terbuka ataupun tertutup.
b.Lesi intrakranial
 Cedera otak difus
Mulai dari konkusi ringan sampai konkusi yang sangat buruk.
Pada konkusi, penderita biasanya kehilangan kesadaran dan
mungkin mengalami amnesia retro/anterograd.

 Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak di luar dura tetapi di dalam rongga
tengkorak dan gambarannya berbentuk bikonveks atau
menyerupai lensa cembung.
Gambar. Perdarahan Epidural
 Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan
epidural. Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena
kecil di permukaan korteks serebri.

Gambar. Perdarahan Subdural


 Kontusio dan perdarahan intraserebral
Kontusio serebri sering terjadi dan sebagian besar terjadi di
lobus frontal dan lobus temporal, walaupun dapat juga terjadi
pada setiap bagian dari otak.

3. Berdasarkan beratnya
 Cedera Kepala Ringan (CKR), termasuk didalamnya
Laseratio dan Commotio Cerebri
 Cedera Kepala Sedang (CKS)
 Cedera Kepala Berat (CKB)
6. Gambaran Klinis
Gambaran klinis secara umum pada trauma kapitis :

 Pada kontusio segera terjadi kehilangan kesadaran


 Pola pernafasan secara progresif menjadi abnormal
 Respon pupil mungkin lenyap.
 Nyeri kepala dapat muncul segera/bertahap seiring dengan
peningkatan TIK
 Dapat timbul mual-muntah akibat peningkatan tekanan
intracranial
 Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada
berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau
secara lambat.
7. Diagnosis
 Pemeriksaan Awal pada Trauma Kapitis
a. Pemeriksaan kesadaran
Pemeriksaan kesadaran paling baik dicapai dengan
menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS).
 GCS < 9 : pasien koma dan cedera kepala berat
 GCS 9 – 13 : cedera kepala sedang
 GCS > 13 : cedera kepala ringan

b. Pemeriksaan Pupil
Pupil harus diperiksa untuk mengetahui ukuran dan reaksi
terhadap cahaya.

c. Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilaksanakan terhadap saraf kranial
dan saraf perifer. Tonus, kekuatan, koordinasi, sensasi dan
refleks harus diperiksa dan semua hasilnya harus dicatat.
d. Pemeriksaan Scalp dan Tengkorak
Scalp harus diperiksa untuk laserasi, pembengkakan, dan
memar. Kedalaman leaserasi dan ditemukannya benda asing
harus dicatat.

 Prosedur Imaging dalam Diagnosa Trauma Kapitis


a. X-ray Tengkorak
untuk mendeteksi fraktur dari dasar tengkorak atau rongga
tengkorak.
b.CT-Scan
Penemuan awal computed tomography scanner ( CT Scan )
penting dalam memperkirakan prognosa cedera kepala berat.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI mampu menunjukkan lesi di substantia alba dan batang
otak yang sering luput pada pemeriksaan CT Scan.
8. Penatalaksanaan
 Pedoman Resusitasi dan Penilaian awal

1. Menilai jalan napas


2. Menilai pernapasan
3. Menilai sirkulasi
4. Obati kejang
Mula-mula berikan diazepam 10 mg intravena perlahan-
lahan dan dapat diulangi sampai 3 kali bila masih kejang.
5. Menilai tingkat keparahan
 Pedoman Penatalaksanaan
1. Pada sernua pasien dengan cedera kepala dan atau leher,
lakukan foto tulang belakang servikal
2. Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang dan
berat, lakukan prosedur berikut:
 Pasang jalur intravena dengan larutan salin normal (NaCI
0,9%) atau larutan Ringer laktat
 Lakukan pemeriksaan: hematokrit, periksa darah perifer
lengkap, trombosit, kimia darah: glukosa, ureum, dan
kreatinin, masa protrombin
3. Lakukan CT Scan
4. Pada pasien yang korna (skor GCS < 8) atau pasien dengan
tanda-tanda hemiasi, lakukan tindakan berikut ini :
 Elevasi kepala 30o
 Hiperventilasi
 Berikan manitol 20 % 1g/kgbb intravena dalarn 20-30 menit. Dosis
ulangan dapat diberikan 4-6 jam kemudian 1/4 dosis semula setiap
6 jam sampai maksimal 48 jam pertama
 Pasang kateter Foley
 Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi operasi
9. Komplikasi
 Gangguan Faal Paru
Pneumonia aspirasi: Suatu infeksi paru karena isi saluran makanan
atau sekret trachea masuk ke dalam paru paru
 Gangguan Faal Hepar dapat mengakibatkan Gagal Hepar
(Hepatic Failure)
 Gangguan Faal Ginjal dapat mengakibatkan Gagal Ginjal (Renal
Failure)
 Gangguan Faal Kelenjar Hypophyse (misalnya Diabetes
Insipidus)
 Gangguan Faal Sistim Kardiovaskular
 Gangguan Hemostasis.
10. Prognosis
 Prognosis setelah cedera kepala sering mendapat perhatian
besar, terutama pada pasien dengan cedera berat. Skor
GCS waktu masuk rumah sakit memiliki nilai prognostik yang
besar: skor pasien 3-4 memiliki kemungkinan meninggal 85%
atau tetap dalam kondisi vegetatif, sedangkan pada pasien
dengan GCS 12 atau lebih kemungkinan meninggal atau
vegetatif hanya 5 - 10%.

Anda mungkin juga menyukai