Anda di halaman 1dari 23

Hingar-bingar musik diskotik berputar-putar di telingaku.

Di sebelahku, Alea, terus-terusan


mengigau tidak jelas. Sepertinya alkohol yang ditenggaknya sedari tadi sudah mulai mengacaukan
kesadarannya. Aku kembali menuang minumanku ke dalam sloki kecil dan menghabiskannya dalam
sekali tegukan. Rasa manis yang menyengat segera menyerang tenggorokanku.

Gha seseorang memanggilku sambil menepuk pundakku. Itu Ben, temanku yang juga tadi
ikut bersamaku ke tempat ini. Aku menoleh dan mendapati ia sedang memeluk seorang perempuan
berjaket kulit dan rok mini yang tangannya sedang melingkari pinggang Ben.

Apa? jawabku singkat sembari mendorong kepala Alea menjauh dari pundakku. Tapi tangan
gadis itu justru meraih-raih kerah kausku.

Gue mau check in dulu ya, Gha. Kalo lo sama Ryan mau balik duluan lanjut aja. Kayaknya gue
gak kuliah juga besok, jawab Ben sambil tersenyum kearah gadis di sampingnya lalu kembali melihatku.
Aku menatap gadis di sebelah Ben sekilas dan gadis itu justru melemparkan senyuman menggodanya.
Cih! Murahan!

Oke, aku akhirnya menjawab singkat dan Ben bersama perempuannya segera berlalu dari
hadapanku.

Gha Sayang Kamu ngomong sama siapa tadi?? Alea bergumam pelan. Aku melirik
perempuan di sebelahku ini dengan kesal. Bagaimana bisa dia mabuk secepat ini dengan alkohol dosis
rendah??? Sial! Benar-benar merepotkan saja!

Lo masih bisa jalan gak sih, Al? aku bertanya dan Alea hanya memincingkan matanya sinis.

Ya bisa lah!!! Kamu kira aku terlalu mabuk? Buat jalan sendiri? Nonsense, baby! Im Okay,
jawab Alea sengit lalu bangkit dari sofanya. Rambut panjangnya sudah mulai berantakan, matanya
tampak terpejam dan aku berani bertaruh ia benar-benar sudah lost control sekarang. Lalu.

Hoeekkk!!

Gadis itu muntah sejadi-jadinya. Aku terlalu syok untuk menolongnya dan tiba-tiba Ryan sudah
datang entah darimana.

Lo bawa dia balik. Biar gue suruh pegawai kakak gue yang bersihin, ujar Ryan tenang sembari
menyerahkan handuk kecil ke arahku. Aku mulai mendapat kesadaranku kembali dan segera
menghampiri Alea yang sudah terbaring di lantai dengan tatapan jijik dari orang-orang.

Sorry, Yan. Lain kali gue gak akan bawa lagi nih cewek. Gue cabut duluan, ujarku cepat.

***

Aku membuka pintu dan segera turun dari Fortuner hitam milikku. Bisa kurasakan beberapa
mahasiswi yang baru saja lewat menatap penuh puja ke arahku. Tentu saja. Aku Pandegha Mahendra, the
most wanted guy di kampus ini. Jika aku menyukai seorang gadis, aku tinggal tersenyum penuh harap ke
arahnya dan gadis tersebut akan segera lumpuh lalu mengikuti semua mauku. Tidak ada yang meragukan
hal itu, perempuan maupun laki-laki. Siapa sih, yang bisa meragukan pesona seorang Egha yang blasteran
Indonesia-Belanda ini??

Egha.Aku menoleh dan mendapati Ryan baru saja turun dari CBR hitamnya. Ia berjalan
mendekatiku lalu kami saling bersalaman seperti yang biasa kami lakukan.
Kakak lo marah ya sama gue, Yan? tanyaku sambil berjalan meninggalkan tempat parkir
bersama Ryan.

Menurut lo? Ryan bertanya balik. Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal.

Sorry ya, ntar malem gue bakal datengin kakak lo secara langsung buat minta maaf, ujarku
cepat. Ryan kemudian tertawa lalu memukul punggungku pelan.

Slow, bro Kakak gue gak marah kok. Cuma dia pesen aja, lain kali kalo bawa cewek jangan
yang gampang hangover kayak kemarin, ujar Ryan. Aku ikut tertawa hambar dan mengangguk setuju.

Egha sayaaaaaaaanng.. sebuah suara terdengar. Aku bisa menebak itu suara milik siapa.

Sayang.. kemarin kamu anter aku ke kosan ya?? Aku ada buat yang aneh-aneh gak sih , Gha?
Kok di deket aku ada handuk kecil gitu ya? Bau nya ga enak Alea berbicara panjang lebar begitu
sampai di hadapanku.

Itu handuk bekas muntahan lo kemarin malam, jelasku cepat.

Ya ampun?? Aku muntah? Alea terlihat panik lalu melirik kearah Ryan.

Yes, dan gue kena semprot sama kakak gue gara-gara lo, kalo lo mau tahu, Ryan berbicara
ketus.

Maafin gue, Ryan. Besok-besok gue janji gak akan ada insiden kaya gitu lagi..

Maksud lo besok-besok itu apa?? aku mulai masuk ke pembicaraan inti. Alea mengeluarkan
suara ha?? dengan mata penuh tanda tanya.

Im done with you, Alea. Lo tau cara main gue, ujarku singkat tapi mampu membuat mata
gadis yang memakai softlens itu melotot.

Egha Kamu bercanda kan sayang??

Stop it! Jangan manggil gue sayang lagi. Were done, Al,

Kamu kenapa sih Gha?? Gara-gara kemarin aku muntah di diskotik? Kan aku janji gak akan
ngulangin lagi Alea mulai memohon.

Itu cuma satu alasan kecil, Alea. Gue emang udah bosen sama lo. Lo terlalu gampang didapetin,
sama kayak cewek-cewek gue sebelumnya. Kalian terlalu mahal di awal dan gampang di akhir,

PLAKK!!

Brengsek lo, Gha. Gue kira gue beda. Dammit! Alea pergi dengan mata merah setelah
menampar pipi kiriku. Aku tahu pasti akhirnya akan seperti ini, meskipun tidak semua melakukan
tamparan. Ada yang pernah cukup ekstrim. Ia tidak menamparku tapi membalas dengan mematahkan
spion mobilku. Hanya saja aku tak terlalu ambil pusing, biar saja para wanita-wanita itu melampiaskan
kemarahannya. I deserve it.

Sakit Gha?? Ryan bersuara. Aku menoleh ke arahnya dengan agak kesal.

Mau coba?? tawarku sarkas. Ryan tertawa dan segera menarikku ke kelas.

*****
Aku menyeruput orange juice milikku yang tinggal setengah lagi. Di hadapanku, Ben tampak
sedang asik dengan handphone dan senyum bodohnya sedangkan Ryan memandangi Ben dengan penuh
penasaran.

Aku memukul kepala Ben pelan. Ia mengaduh.

Apaan sih lo? ujarnya kesal.

Lo tuh yang kenapa. Sibuk banget sama handphone mentang-mentang abis check in semalem.
Gila ya lo ga tobat-tobat. Kena HIV baru rasa! tanggapku cepat sambil diiringi tawa Ryan. Kami bertiga
bukanlah pria baik-baik. Kehidupan kami diisi dengan gemerlap dunia malam, tapi Ben lah yang paling
parah. Dia penganut one night-stand-relationship. Aku dan Ryan selalu ditawari untuk mengikutinya, tapi
jelas kami menolaknya.

Yaelah Gha. Gue mana tidur sama sembarang cewek. Gila aja lo! Gue masih mikirin istri gue
ntar kali kan kasian juga kalo gue bawa penyakit berbahaya buat dia, ujar Ben.

SOK LO, motherfucker!! Ryan menoyor kepala Ben dan pria itu hanya cengengesan.

Makanya kalian berdua cepetan punya cewek. Lo, Yan! Kapan lo mau move on dari Anggi? Gak
kelar-kelar lo dari jaman SMA gitu-gitu mulu gue liat. Disuruh deketin bilangnya ogah nunggu mapan lah
ini lah itulah. Giliran dia jadian sama Galang, lo sibuk galau gak jelas, hangover semaleman. Untung aja
gue kenal sama yang punya club

Dan lo, Gha! Kan lo udah mutusin Alea. Mana lagi target baru lo? Udah gak suka sama cewek
lagi lo? Udah jadi cowok hombreng sekarang? Dih.. amit-amit sih tapi terserah lo juga lah. Asal lo gak
naksir gue aja soalnya gue masih totally normal!

Berisik deh lo, Ben. Selangit gaya lo. Gue masih bisa nunggu Anggi putus dari Galang dan
mereka pasti putus, Ryan menjawab tegas meskipun aku bisa melihat keraguan di matanya.

Dan gue bukannya jadi manusia hombreng seperti yang lo tuduhin ya! Cuma belum ada aja
cewek yang menarik perhatian gue, aku menjawab juga. Ben melemparkan pandangan meremehkan,
membuatku ingin menggilas kepalanya.

Gue ada target buat loBen berbicara sambil merendahkan nada suaranya. Aku meliriknya
sekilas.

Siapa? tanyaku singkat.

Tapi lo janji harus mau deketin dia,

Ya tapi siapa dulu, cunguk?? Ryan bertanya geram.

Gue gak akan bilang siapa orangnya kalau si playboy Egha belum nge-iyain buat deketin cewek
ini, Ben sok misterius. Aku menatapnya kesal.

Udah lah bilang aja. Gue pasti deketin cewek itu dan akan dapetin dia. Lo tinggal tunjukkin yang
mana orangnya, jawabku cepat. Ben menatapku penuh kemenangan.

Gue mau lo ngedeketin mahasiswi yang ikut pertukaran ke kampus kita hari ini. Gue denger dia
bakalan disini selama 1 semester, ujar Ben.

Namanya siapa?
Gue belum tahu namanya

Ryan menjitak kepala Ben.

Gimana bisa lo nyuruh Egha ngedeketin cewek yang bahkan dia gak tau namanya?? ujar Ryan.

Oke gue setuju. Kapan dia masuk kelas kita?? aku segera mengambil keputusan.

Ryan menatapku tak percaya sementara Ben tampak begitu penuh minat.

Pertemuan hari ini, dia udah masuk kelas kita, jawab Ben.

Kalo gue bisa dapetin dia, lo jadi supir gue sebulan. Deal?? ujarku cepat.

Deal!!! Tapi kalo gagal, lo yang jadi supir gue sebulan , jawab Ben sambil mengulurkan tangan
kanannya ke arahku. Dan aku segera menyambutnya.

As sure as hell, you are absolutely insane, guys! di samping Ben, Ryan menggumam pasrah.

*****

Aku menenggak wine favoritku perlahan-lahan. Di sampingku, Ryan tampak sibuk dengan
ponselnya. Ben sedang kedatangan orang tuanya sore tadi sehingga tidak bisa berkumpul bersamaku dan
Ryan di halaman rumahku. Aku tinggal sendiri disini. Orang tuaku tinggal terpisah, aku memang
perantauan.

Tiba-tiba kejadian tadi siang mendadak melintas dipikiranku

Aku mengambil posisi baris ketiga dari depan. Ben bilang gadis yang akan menjadi targetku itu
akan masuk kelas hari ini. Ben di sisi kiriku, persis di samping tembok dan Ryan di depanku. Kursi-kursi
sudah mulai penuh dan aku yakin dosen hari ini, Pak Bambang, akan segera masuk. Beliau memang
terbiasa datang tepat waktu.

5 menit kemudian, sesosok badan tambun masuk dan menghentikan kegaduhan kelas seketika. Itu
Pak Bambang. Di belakangnya, seorang laki-laki berpenampilan layaknya mahasiswa masuk dan aku
segera menoleh ke arah Ben menuntut penjelasan. Apa dikiranya aku benar-benar sudah memiliki
kelainan seksual dengan mendekati pria????

Ben hanya tersenyum singkat dan mengisyaratkanku untuk menunggu.

Tak lama seorang perempuan masuk. Ia mengambil jarak sekitar 1 meter dari laki-laki tadi dan
berdiri menghadap kami semua.

Aku ternganga melihat gadis itu. Kulirik Ben yang sedang tertawa penuh kemenangan, sementara
Ryan menatap ke arah Ben dengan penuh kekesalan.

Gadis itu tidak ada yang salah dengannya. Ia tidak terlalu pendek dan tidak terlalu tinggi.
Kutaksir tingginya hanya di bawah daguku. Wajahnya tidak terlalu jelas terlihat karena ia terus-terusan
menunduk sedari tadi. Ia memakai baju terusan berwarna abu-abu muda, kalau tidak salah, orang-orang
menyebutnya gamis, dan jilbab berwarna merah muda. Hanya saja ini bukan jilbab yang biasa
digunakan teman-temanku di kampus. Jilbab gadis itu, begitu besar sehingga menutupi hampir setengah
badannya, begitu rapat menutupi tubuhnya. Aku bahkan tidak bisa melihat bentuk tubuhnya dari sini.
Ben pasti sudah gila menyuruhku mendekati gadis yang berpenampilan seperti remaja masjid
ini!!!

Selamat pagi semuanya Pak Bambang membuka kelas.

Selamat pagi, Pak

Hari ini kalian kedatangan teman baru. Mereka adalah mahasiswa pertukaran pelajar dengan
kampus kita. Selama 6 bulan ke depan mereka akan bergabung dengan kalian. Tolong kalian bantu
mereka menyesuaikan diri di kampus kita ujar Pak Bambang lalu mempersilahkan mereka
memperkenalkan diri.

Pagi semuanya.. Saya Felix Danartha. Kalian bisa memanggil saya Danar, mohon
bantuannya. Si laki-laki berbicara lebih dulu lalu beralih ke temannya.

Assalamualaykum warahmatullah wabarakaatuh ujar gadis itu lembut. Ia mendongakkan


kepalanya sedikit dan setelah itu gerombolan laki-laki dikelas ini mulai gaduh. Gadis itu cantik,
wajahnya putih bersih tanpa riasan make-up. Berbeda jauh dengan gadis-gadis yang ada di sekitarku.
Meskipun begitu, aku bisa merasakan bahwa wajahnya begitu bercahaya.

Saya Zahra Khairunnisa. Kalian bisa memanggil saya Zahra. Mohon bantuannya untuk 6 bulan
ke depan. Ujarnya lembut dan penuh santun. Tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang.

Zahra jomblo nggak ya?? itu suara si kribo, tukang tidur di kelas. Nama aslinya Adit, hanya
saja ia dipanggil Kribo karena rambutnya memang begitu.

Dan setelah mengucapkan kalimat itu, kompak seluruh penghuni kelas menyoraki Kribo lalu
menoleh ke arah Zahra dengan rasa ingin tahu. Gadis itu kemudian tersadar bahwa sepertinya ia harus
menjawab.

Maaf Saya tidak pacaran, jawabnya lembut lalu diikuti gerutuan para mahasiswa di kelas.
Aku bisa mendengar suara kribo yang paling keras.

Aku menoleh lagi ke arah Ben.

Gila lo nyuruh gue deketin yang beginian?? Lo pasti udah ngerencanain ini semua kan??
tanyaku gusar.

Lo udah setuju, man! Cowok sejati gak akan ingkar janji, right?? jawab Ben sambil tertawa
penuh kemenangan.

Damn!! Taruhan macam apa ini??

Pandegha Mahendra harus mendekati wanita model begini???

Eghapanggilan Ryan segera menyadarkan lamunanku.

Apa??

Lo yakin mau ngedeketin Zahra??

Kenapa enggak??
Maksud gue, lo bisa lihat si Zahra itu beda jauh sama mantan-mantan lo. Dia bahkan udah bilang
gak pacaran di hari pertamanya, jelas Ryan.

Lo ngeraguin kemampuan gue buat naklukin wanita? tanyaku gusar kemudian meraih wine di
slokiku.

Bukan gitu, Gha Cuma, Zahra bener-bener beda,

Gue gak peduli Pokoknya gue harus menang! putusku cepat. Ya, aku harus menang! Aku
tidak sudi kalau harus jadi supir gratisan Ben selama sebulan! Mau Zahra atau siapapun itu, mau dia
remaja masjid atau bukan, aku akan mendapatkannya. Titik.

*****

Kusandarkan tubuhku ke sisi kanan mobilku. Disinilah aku. Menunggu kedatangan Zahra si
target baru. Aku sudah berdiri di sini sejak 10 menit yang lalu. Tetapi bahkan batang hidungnya pun tidak
terlihat. Aku mulai bosan ketika dari kejauhan aku mendapati Zahra sedang berjalan bersama seorang
gadis yang juga berjilbab besar seperti dirinya. Dan di tengah perjalanan, teman Zahra berbelok kearah
Fakultas Farmasi sementara Zahra melanjutkan perjalanannya ke arah fakultas kami.

Sebenarnya aku ingin menunggunya melewatiku dulu barulah aku mendekatinya. Tetapi ketika
jaraknya tinggal 5 meter dariku, aku segera mendekatinya. Jangan salah paham. Menunggu bukanlah hal
yang menyenangkan bagi seorang player. Lebih cepat lebih baik.

Zahra. Panggilku pelan. Aku berdiri di hadapannya. Ia menoleh dan mata kami bersitatap
sejenak, tetapi Zahra segera mengalihkan pandangannya lagi. Membuatku gemas seketika. Apa ada yang
salah di wajah tampanku?? Kenapa ia tidak mau melihatku secara langsung begitu??

Eng Kamu tahu aku?? tanyaku. Zahra menoleh ke arahku sekilas.

Enggak, maaf. Kamu siapa?? Apa teman sekelasku? tanya gadis itu bingung.

Kenalin, aku Pandegha. Kita satu kelas, kok. Aku pikir kita perlu berkenalan mengingat kamu
akan ada di kelasku selama satu semester ke depan, aku mengulurkan tangan mencoba berjabat tangan
dengan gadis itu. Tetapi Zahra justru mundur selangkah lalu menangkupkan kedua tangannya di depan
dada, tanpa menjabat tanganku.

Hai, Pandegha. Aku Zahra. Mohon bantuannya selama aku disini, ujar Zahra sambil tersenyum
tipis. Aku menarik tanganku lalu berpura-pura menggaruk kepalaku yang tidak gatal.

Just Egha, Ra..

Oke.. Just Egha.. Zahra mengulang namaku dan tersenyum lagi. Egha.. Aku ke kelas duluan
ya. Danar udah nungguin aku daritadi.. Zahra melanjutkan. Aku yang masih agak kaget karena ia tidak
menjabat tanganku, akhirnya mempersilahkan Zahra pergi.

Dan aku terdiam sendirian di sini. Penolakannya menjabat tanganku benar-benar membuat otakku
mati untuk beberapa saat. Aku pernah mendengar kalau perempuan-perempuan remaja masjid itu
biasanya tidak bersentuhan dengan yang bukan muhrimnya. Dan ternyata Zahra adalah salah satu dari
mereka.

Jadi bagaimana aku bisa mendekati gadis itu?????

****
( Katakanlah kepada wanita yang beriman : Hendaklah mereka menundukkan pandangannya
QS. An-Nuur : 31 )

( Andaikata kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum besi, itu lebih baik baginya
daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya HR. Ar-Ruyany dalam Musnadnya no. 1282,
Ath-Thobrany 2-/no.486-487 dan AL-Baihaqy dalam Syuabul Iman no. 4544 dan di shahihkan oleh
Syeikh Al-Albany dalam Ash-Shohihah no. 226)

*****

Jadi lo mau salaman sama dia tapi dia gak nyambut uluran tangan lo?? Ryan bertanya dengan
senyum tipis di sudut bibirnya. Meskipun dia tidak menunjukkannya tapi aku bisa dengan jelas
melihatnya.

Yes!! Dont you think shes too strict of herself?? I mean apa salahnya sih jabatan tangan
doang? Man.. ini 2015. Should she?? aku menumpahkan kekesalanku.

So? Are you ready for becoming my free-driver?? Ben angkat bicara dan aku segera melotot ke
arahnya.

Only in your dream, motherfucker! jawabku lalu menenggak wine di sloki milikku. Ben
kemudian tertawa terpingkal-pingkal sambil memegangi perutnya.

Next plan, Gha? Bukannya tadi pagi Pak Bambang ngelompokkin lo bareng sama Zahra ya buat
tugas kelompok?

Still have no idea about that. Besok sih rencananya kita bakal ngumpul di perpus jam 10 pagi
buat ngebagi-bagi tugas. Semoga gue bisa dapet pencerahan besok.. jelasku.

Yeah~ Semoga. Atau lo bakalan jadi supir gratisan buat gue selama sebulan,

Dan aku menendang kursi ben hingga ia terjatuh ke dalam kolam renangku.

*****

Aku tidak tahu apa saja keputusan yang sudah di ambil. Tahu-tahu Bram sudah membagi-bagi
tugas untuk kami. Aku datang terlambat sekitar 30 menit. Membuat Bram mengomel panjang lebar
layaknya ibuku.

Lo kemana aja sih, Gha? Mabok lagi ? semprotnya begitu aku sampai di perpustakaan. Aku
hanya tersenyum kecut. Jelas aku tidak mabuk-mabukkan tadi malam. Aku hanya bergadang menonton
acara bola favoritku bersama Ben dan Ryan di rumah.

Yaudah, kita fix ya. Tadi Alya sama Bimo bagian File, terus propertinya Alan, Retno, Yusri
sama gue, konsumsi si Dedy sama Tika, terus Zahra yang nemuin sponsor ke luar. Oh ya, Ra. Jadi kamu
sama siapa? Kribo atau Egha?? tanya Bram. Aku melongo sejenak. Kenapa aku mau dipasangkan untuk
bekerja dengannya?? Ah, tapi bukannya ini justru bagus untuk memperlancar rencanaku??

Gha Kamu naik mobil atau motor? tanya Zahra. Aku keheranan tetapi menjawab juga.

Gue bawa mobil..

Yaudah aku sama Egha aja. Bisa kan, Gha? putus Zahra lalu menoleh ke arahku. Aku tambah
heran.
Why not?? jawabku akhirnya lalu Zahra tersenyum dan berterima kasih. Kribo mengeluh tetapi
tidak berusaha mengubah peraturan yang dibuat Bram. Rapat selesai dan kami segera membubarkan diri.
Dan aku teringat sesuatu.

Zahra.. panggilku. Gadis itu berbalik dan menoleh ke arahku.

Ya, Gha?

Tadi tugas kita nyari sponsor kan?? Berapa tempat?

Lima, Gha. Kan acaranya gak terlalu besar. Palingan cuma tiga yang fix nerima, jawab Zahra.

Jadi kapan bisa pergi? tanyaku penasaran sambil melirik sekilas ke arah Zahra. Hari ini gadis
itu mengenakan terusan berwarna coklat muda dengan jilbab pink yang besar, seperti biasa.

Aku ngikut kamu, Gha. Kan pakai mobil kamu.. jawab Zahra. Aku mengangguk mengerti.

Oke. Nanti gue telfon. Your number?? tanyaku sembari mengeluarkan ponselku dari saku.
Zahra menyebutkan sejumlah angka dan aku segera menyimpannya di kontakku. Setelah itu ia segera
pamit dari sana dan pergi.

Aku keluar dari perpustakaan dan mengambil jalan yang berlawanan dengan Zahra. Dan Kribo
tiba-tiba melintas dihadapanku dengan motor besarnya.

Oh Jadi gadis ini tidak mau pergi dengan Kribo karena dia hanya memakai motor sedangkan
aku memakai mobil?

*****

Pukul 9 pagi aku sudah sampai di halte tempat janjianku dengan Zahra. Rencananya hari ini kami
akan mendatangi 3 sponsor, dan sisanya akan kami datangi setelah tugas presentasi selesai. Zahra berdiri
di sana, sendirian. Ia memakai gamis berwarna peach dengan jilbab pink mudanya yang tampak ringan
namun tidak terbang tertiup angin. Wajahnya sendu sembari melihat ke arah jalanan, mungkin menunggu
mobilku datang.

Aku memberhentikan mobilku tepat dihadapannya lalu menurunkan kaca mobil. Zahra agak kaget
lalu tersenyum sekilas.

Ini gila. Senyumnya itu benar-benar.

Aku gak telat, kan?? tanyaku dan gadis itu menggeleng. Aku mempersilahkannya naik, tetapi
Zahra justru menuju ke kursi belakang lalu membuka pintunya. Aku menoleh.

Kok duduk di belakang sih, Ra? tanyaku heran. Zahra menoleh dengan wajah polos.

Eh.. Bisa gak aku duduk belakang aja gitu, Gha?? tanyanya hati-hati.

Emangnya kenapa kalau di depan ??

Gak enak aja, Gha. Kita cuma berdua di mobil terus kaca mobil kamu gelap.. Zahra
menggantungkan kalimatnya, tampak ragu. Aku terdiam sesaat. Bukannya tidak bisa dia duduk di
belakang hanya saja aku akan kehilangan kesempatan untuk mendekatinya.
Iya Tapi aku jadi ngerasa kayak supir sih, Ra. Depan aja bisa gak? Aku janji gak akan ngapa-
ngapain kamu, kok.. ujarku dengan nada sesopan mungkin. Zahra terdiam sesaat tetapi kemudian
menutup pintu belakang dan berpindah ke depan lalu duduk di sisiku.

Maaf ya Egha. Bukan maksudku nuduh kamu bakal ngelakuin yang enggak-enggak. Aku cuma
jaga-jaga aja kok. Dan supaya ga muncul fitnah juga. Zahra menjelaskan.

Gak papa, Ra.. Aku ngerti kok, tanggapku lalu mulai menyalakan mesin mobil, meskipun
sebenarnya aku belum mengerti maksud gadis itu. Kenapa sih sampai berfikir sejauh itu? Kalau mau
melakukan apa-apa aku pasti akan lebih memilih memakai kamar hotel dibandingkan mobil ini.

Kita berangkat ya?? tambahku lalu memulai menginjak pedal gas.

*****

Aku berjalan menuju tempat parkir bersama Zahra. Ini adalah lokasi sponsor kedua yang kami
kunjungi hari ini. Sekarang sudah pukul 12 siang dan perutku sudah mulai keroncongan. Kukeluarkan
kunci mobil dan menekan tombol unlock disana. Kemudian kami segera masuk dan duduk di kursi
masing-masing.

Ra udah jam 12. Kalau dilanjutin nanti aja gimana? Lagian kalo jam segini kan kantor pada
lagi makan siang juga.. aku menjelaskan sembari menyalakan mesin mobil. Zahra menoleh ke arahku,
membuatku bisa mencuri pandang lagi ke wajahnya yang putih polos itu. Aku tidak menyangka, dengan
penampilan seperti itu, Zahra ternyata punya kemampuan komunikasi yang sangat baik. Aku sangat yakin
kedua sponsor yang kami datangi hari ini akan menerima proposal kami.

Oke, Gha. Nanti bisa kita lanjutin kok.. jawabnya sembari tersenyum manis. Aku tercekat
sekilas entah karena apa. Mungkin karena senyum yang jarang di berikan Zahra atau hanya karena dia
seorang perempuan. Maksudku, ayolah aku kan pria normal. Wajar kan kalau aku terpesona dengan
senyuman seorang wanita??

Oke jawabku singkat dan segera fokus ke jalanan.Ehm kita mau makan siang dimana,
Ra? lanjutku sembari memincingkan mata ke arah Zahra. Gadis itu kemudian melirik arlojinya.

Ini mau Zuhur, Gha Kalo kita shalat dulu gimana?? jawabnya lembut sembari menoleh ke
arahku. O ow Ini dia yang aku khawatirkan. Perempuan seperti Zahra pasti akan berusaha mengajakku
untuk melakukan berbagai kegiatan keagamaan. Salah satunya shalat.

Dan tiba-tiba terdengar suara azan. Gadis itu terdiam, seperti sedang menikmati suaranya. Aku
yang tidak tau harus menjawab apa akhirnya ikut terdiam. Setelah selesai, ia kembali berbicara.

Gha? Bisa kan kita ke masjid terdekat dulu? Aku mau shalat. Ujar Zahra. Aku menoleh dan
akhirnya terpaksa mengiyakan.

Mobilku masuk ke pelataran masjid yang cukup besar di sini. Kulihat beberapa pria mulai masuk
ke dalam masjid secara cepat. Bukankah shalatnya belum dimulai? Kenapa harus terburu-buru?

Aku memasang rem tangan pelan. Kulihat Zahra segera membuka pintu mobil dan turun.
Kemudian ia menatapku.

Kamu gak ikut turun, Gha? tanyanya heran.

Hah? aku agak kaget ketika gadis itu bertanya.


Eh maaf sebelumnya, aku gak tau. Kamu muslim kan, Gha? tanya Zahra lagi. Aku mengangguk
pelan.

Yaudah yuk turun, Gha. Kita shalat dulu baru makan siang.. ajaknya ramah.

Aku di rumah aja, Ra

Lho? Kenapa di rumah? Laki-laki kan lebih utama di masjid, Gha.. Lagian nanti takutnya gak
keburu.. gadis itu masih berusaha mengajakku. Aku pasrah dan akhirnya membuka pintu mobil. Kami
menutup pintu bersamaan dan aku segera menekan tombol lock.

Oke, nanti habis shalat aku langsung kesini terus kita bisa makan siang, ujarnya lalu berlalu
dari hadapanku. Aku hanya terdiam melihat kepergian Zahra dan akhirnya segera pergi ke tempat wudhu
untuk pria. Semoga saja aku belum lupa urutannya.

*****

Ibnu Mundzir rahimahullah berkata : pada perintah Allah untuk tetap menegakkan shalat
jamaah ketika takut (perang) adalah dalil, bahwa shalat berjamaah ketika kondisi aman lebih wajib
lagi

Dari Ummu Farwah, ia berkata, Rasulullah shallallau alaihi wa sallam pernah ditanya,
amalan apakah yang paling afdhal. Beliau pun menjawab, Shalat di awal waktunya. (HR Abu
Dawud no.426. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

*****

Bartender di hadapanku menatapku dengan keheranan. Ini pertama kalinya aku memesan soda di
tempat ini. Tidak wine seperti biasanya. Entahlah, hari ini aku sedang tidak ingin mabuk. Di sebelahku,
Ryan menenggak alkohol dosis rendahnya sambil menatapku keheranan. Diantara kami bertiga, memang
hanya Ryan yang paling jarang mabuk. Ben? Jangan tanya. Dia sedang meraba-raba perempuan berambut
coklat di di lantai dansa. Sepertinya dia sudah kehilangan kesadarannya sejak 15 menit yang lalu.

Abis diajakkin Zahra shalat zuhur, lo langsung ngehindarin wine, man!! celetuknya pelan
sambil tersenyum geli. Aku menatapnya gusar.

Berisik. Gue cuma lagi gak pengen mabuk malam ini, jawabku cepat.

Jadi gimana? Udah sejauh apa sama dia?

Sejauh apa gimana? Megang tangan dia aja gak pernah! aku mengeluh kesal. Benar-benar
berbeda gadis yang satu ini. Aku dibuat bingung harus memulai darimana.

Setau gue, cewek kayak Zahra tuh akhwat yang alim namanya, bro. Wajar sih jawab Ryan.

Oh.. jadi itu namanya akhwat? Kok lo tau? aku bertanya penuh selidik.

Gue juga punya sepupu yang penampilannya kayak Zahra. Dan dia juga gak mau salaman gitu
sama gue. Padahal kita kan sepupuan. Setelah gue tanya abangnya, ya karena sepupu itu bukan mahram
kita. Makanya dia begitu ke gue. Lah ini elo? Keluarga bukan, mau pegang tangannya! Mimpi! jelas
Ryan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Aku mencoba mencerna kalimat Ryan. Jadi sepupu
bukan muhrim kita? Eh.. dia tadi bilang mahram atau muhrim ya? Eh.. bukannya sama aja ya??

Tapi dia matre, Yan! tambahku lagi.


Matre gimana? Dia minta beliin emas sama lo?

Ya nggak lah! Ya dia itu matre gitu. Jadi, waktu itu dia sempat ditawarin mau dibantuin kribo
atau gue. Dia tanya apa gue ada mobil atau enggak. Gue jawab ada. Terus dia akhirnya milih gue. Dan
belakangan gue baru tau kalo kribo pake motor. Matre kan, Yan? Dia pilih gue karena gue naik mobil
jelasku. Ryan menatapku ketus.

Lo ini nggak paham ya sama yang gue omongin tadi? Pegangan tangan aja dia nggak mau,
apalagi boncengan, Gha! Lengan dia nempel ke badan kribo. Bisa lo bayanginnya kan? Ya gak maulah
dia. Lemot lo! kali ini Ryan menjelaskan sembari tertawa. Aku kembali mencerna omongan Ryan yang
ada benarnya juga.

Yan aku memanggil Ryan dan dia menoleh.

Mahram itu sama nggak sama muhrim?? tanyaku dengan nada rendah dan agak berbisik. Ryan
mengerutkan keningnya.

Gha? Lo sakit ya? jawabnya pelan.

Engga. Kalo gue sakit ngapain gue pergi ke diskotik?? aku balik bertanya.

Nah lo udah tau ini diskotik kenapa nanyain soal gituan? Ke gue?? Lo mabok soda? Mana gue
tau itu beda atau enggak. Coba lo tanyain ustadz Ben di lantai dansa! jawab Ryan sarkas kemudian
menenggak minuman di slokinya.

*****

Sore ini rumahku agak sedikit ramai. Kelompok bazarku sedang berkumpul di rumah untuk
mendiskusikan sudah sejauh apa hasil pekerjaan kami. Ini semua jelas ulah Bram yang mengatakan
bahwa perpustakaan sedang tidak efektif karena mahasiswa fakultas kedokteran sedang ramai belajar
disana untuk persiapan ujian. Padahal aku tahu dia hanya ingin bermain dengan koleksi gundamku.

Dan tiba-tiba azan ashar berkumandang. Aku melirik ke arah Zahra yang sedang memperhatikan
jam tangannya. Dia pasti akan izin shalat sebentar lagi. Dan aku benar, setelah azan selesai dia segera
mengajakku berbicara.

Gha.. Aku bisa numpang shalat? ujarnya pelan. Kulihat mata Bram mengarah kepadaku.

Oh.. Boleh, Ra. Yuk ikut aku ke kamar tamu ya.. ujarku dan Zahra berdiri bersama Retno. Aku
berjalan lebih dulu dan mereka mengekor di belakangku. Kami masuk ke dalam kamar yang biasa dipakai
orang tuaku jika mereka datang berkunjung.

Tahu kamar mandinya kan? Sebelah kanan tadi kita lewatin.. aku berujar. Zahra mengucapkan
terima kasih dan aku segera kembali ke ruang tengah. Kulihat Dedy dan Bimo sedang berdiri dari
tempatnya.

Mau kemana? tanyaku.

Gak usah kangen duluan deh, Gha. Kita cuma pergi 15 menit kok, ujar Dedy sambil diikuti
tawa kribo. Aku menendang punggung kribo dan ia terdiam sambil menahan tawa.

Kita ke masjid depan sebentar, mau shalat ashar. Ntar balik lagi kok, tenang aja.. Bimo
menjelaskan.
Udah lo duduk aja, Gha.. Dedy sama Bimo bisa jalan sendiri kok.. Nggak ada begal kan di
lingkungan lo ini? Kribo bicara lagi. Membuatku benar-benar ingin menggilas kepalanya yang tidak
proporsional itu.

Kenapa gak di rumah gue aja, Bim? Kamar gue kosong kok..

Laki-laki kan lebih baik di masjid, Gha. Gue nggak mau shalat di rumah terus disuruh pake
mukenah kayak Zahra. Dah ah! Cabut ya. Mau Iqamah tuh! jawab Bimo diikuti Dedy yang melangkah
ke luar menuju pagar. Aku menatap Kribo yang sedang bermain game di ponselnya.

Gue ke kamar mandi dulu. Sakit perut! ujarku cepat. Kribo mengangguk tanpa menoleh
kearahku.

Dan aku segera berlari ke kamar kecil. Kutatap wajahku di pantulan cermin kemudian
menyalakan keran air. Berwudhu. Tidak, aku tidak berencana mengikuti Dedy dan Bimo ke masjid. Aku
akan shalat di kamarku saja. Mengunci pintu juga, tentunya. Jaga-jaga jika nanti Zahra menanyaiku
apakah aku sudah shalat atau belum. Setidaknya aku bisa menjawab dengan jujur kan??

Meskipun tadi aku tidak shalat zuhur karena tidur siang.

*****

Aku dan Zahra baru saja keluar dari kantor terakhir yang menjadi tujuan proposal kami. Zahra
ada beberapa langkah di depanku. Kulihat jilbab hijau lumutnya tertiup angin sore, melambai lembut.
Gadis ini sungguh berbeda dengan gadis-gadis lain yang pernah dekat denganku. Sangat amat jauh
berbeda. Semua wanita begitu ingin kusentuh. Tapi Zahra? Bahkan sampai detik inipun aku belum pernah
tidak sengaja bersentuhan dengannya.

Azan ashar berkumandang. Zahra berhenti dan menoleh ke arahku.

Gha?? Boleh ke masjid dulu kan?? tanyanya sambil tersenyum. Aku mengangkat bahu sembari
tersenyum kaku. Sudah kuduga ia akan mengajakku ke tempat itu lagi. Aku sudah hafal kebiasaannya
yang selalu shalat di awal waktu itu.

Iqamah berbunyi ketika mobilku berhenti di parkiran masjid. Zahra buru-buru meraih tasnya
sambil berpamitan padaku. Kulihat ia berlari-lari kecil menuju tempat wudhu wanita. Aku mengikuti
langkahnya turun dari mobil. Kubuka pintu mobil di belakangku, mengambil sesuatu yang berada di
belakang jok pengemudi.

Kain sarung berwarna coklat ini bukan aku yang membelinya. Kebetulan ibuku mengiriminya
minggu lalu. Kupandangi lama kain di tangan kananku ini sampai kudengar imam masjid baru saja
menuntaskan rakaat pertama shalat ashar.

Entah pikiran gila macam apa yang melintas di kepalaku pagi ini sampai-sampai aku membawa
barang ini sebelum bertemu dengan Zahra. Toh gadis itu tak pernah mempermasalahkan aku yang selalu
memakai jeans kebangsaanku untuk shalat. Hanya saja aku agak sangsi jika berjalan di dekat Zahra
dengan pakaian ini dan dia dengan pakaiannya yang serba tertutup itu.

Hah... Bisa-bisanya aku memikirkan pakaian apa yang pantas kupakai untuk shalat. Sejujurnya,
aku bahkan tidak yakin bacaan shalatku sudah benar apa belum.

Kuselipkan lagi kain sarung tersebut di belakang jokku. Menyimpannya serapi mungkin, jangan
sampai Ben atau Ryan menemukan ini. Harga diriku akan hancur berkeping-keping kalau mereka melihat
ini. Aku belum siap. Ini sama sekali bukan aku.
*****

Tempat makan khas Jawa ini begitu ramai saat aku baru memarkir mobilku. Maklum, jam makan
siang belum berakhir. Beberapa orang dengan pakaian kantor tampak buru-buru menghabiskan makan
siang mereka. Setelah mematikan mesin mobil, aku dan Zahra turun dari sana dan berjalan masuk ke
dalam rumah makan. Tidak berjalan beriringan, tentunya. Zahra ada setengah meter dari sisi kananku.

Kami buru-buru mencari tempat kosong sebelum diduduki orang lain. Tak lama, pelayan datang
menanyakan pesanan kami.

Saya gudegnya satu porsi ya, mas. Sama jeruk hangatnya, ujar Zahra.

Saya soto ayamnya satu, sama es teh, aku menambahkan. Pelayan itu mengulang pesanan kami
lalu pamit dari sana.

Kutatap lagi wajah Zahra yang duduk dihadapanku. Ia sedang mengetik sesuatu di ponselnya
sambil tersenyum simpul. Siapa itu? Pacarnyakah? Ah. Tidak mungkin. Dia sudah bilang tidak pacaran di
hari pertamanya. Itu pasti temannya yang kemarin di Fakultas Farmasi itu. Pasti.

Egha???

Aku tersentak kaget. Kulihat Zahra sedang menatapku bingung. Lalu menoleh ke belakang
punggungnya.

Ngelamun, Gha? Kamu liatin apa di belakang aku? tanya gadis itu kemudian tertawa geli. Aku
tersenyum sumbang. Untung saja dia tidak sadar kalau tadi aku sedang memperhatikannya.

Itu Barusan. Ada anak kecil nangis!! ingin rasanya aku mengutuk mulutku yang sangat
kurang ajar ini. Anak kecil nangis? Benar-benar alasan yang terlalu kreatif.

Kamu suka anak kecil?? Zahra bertanya. Matanya hitam pekatnya membulat ingin tahu.

Emm.. Memangnya ada yang tidak suka anak kecil? aku balik bertanya. Zahra mengangkat
salah satu alisnya, nampak berpikir.

Kurasa tidak ada, putusnya kemudian.

Tapi banyak orang yang tidak tahan dengan rengekkan anak kecil saat mereka meminta sesuatu
pada orangtua mereka.. aku menambahkan. Tiba-tiba pelayan datang membawakan minuman kami.
Zahra mengucapkan terima kasih lalu mengaduk-aduk jeruk hangatnya.

Meskipun begitu mereka tetap bahagia kan? Biasanya mereka malah berfikir kapan bisa punya
anak lagi Zahra menjawab lalu tersenyum geli. Aku menggangguk anggukkan kepalaku
mengiyakan.

Memangnya kamu nggak mau punya anak ya, Gha? Zahra bertanya sambil menahan tawa.

Mau lah! Ga mungkin aku gak mau punya anak. 11 kalau bisa, biar bisa bikin klub sepak bola..
jawabku spontan. Zahra kemudian menutup mulutnya sambil menahan tawa. Aku menatapnya lama. Ini
pertama kalinya kami tidak membicarakan bazar. Selama ini jika sedang bersama Zahra, kami hanya
fokus membahas tentang sponsor bazar.

Dia lucu sekali Bisa kulihat dia tertawa sampai di sudut matanya muncul butiran air.
Enak bener kayanya ngetawain aku ya? tanyaku sambil tetap memandang wajah Zahra, gadis
itu kemudian berusaha berhenti lalu mulai meminum jeruk hangatnya.

Iya, Egha.. Iya.. Boleh kok kamu pingin 11 anak Boleh Santai aja yaa.. Gak ada yang larang
kok ujar Zahra sambil tetap berusaha menahan tawa. Aku terkesiap mendengar jawabannya. Kok ini
terdengar seperti dia yang akan jadi ibu dari 11 anak-anakku? Hah Gila. 11? Apa tadi aku benar-benar
mengucapkan angka itu? Sial.

Kamu punya adik, Ra? aku mengalihkan pembicaraan lalu mulai meminum minumanku
sendiri.

Punya, Gha. Satu adik laki-laki. Kalau kamu?

Aku anak tunggal, jawabku singkat.

Wah.. Kesayangan orangtua, dong? serunya penasaran. Aku hanya tersenyum dan
menampakkan wajah bangga. Ia kembali tertawa.

Kesayangan wanita juga, kan?? tambahnya penuh selidik.

Kata siapa? Boong aja tuh! jawabku gelagapan. Mulut siapa pula ini yang memulai bara??

Banyak yang bilang kok.. Bima bilang aku harus hati-hati sama kamu.. Soalnya pacar kamu
banyak.. Takutnya nanti aku dicegat sama pacar-pacar kamu jawab Zahra jujur. Bima sialan. Mulai
sekarang, aku bersumpah akan menjauhkan tangan bahkan matanya dari koleksi gundamku.

Makanan yang kami pesan memutus obrolan. Aku makan dalam diam, begitu juga Zahra. Agak
tidak nyaman memikirkan kata-kata Bima pada Zahra. Aku jadi takut ada yang berniat melukainya hanya
karena kami sedang dekat. Zahra tidak tahu apa apa. Salahku yang mendekatinya karena taruhan
sialanku dengan Ben. Kalau aku tahu orangnya Zahra, tak akan tega aku mengganggunya seperti ini. Tapi
aku benar-benar tidak ingin menjadi supir gratisan Ben selama sebulan.

Maafkan aku, Zahra

*****

Minggu pagi. Aku biasa menghabiskan pagi dengan jogging sendirian di alun alun dekat
perumahan tempatku tinggal. Aku sudah berangkat dari pukul 6 pagi, dengan melewatkan shalat subuh
karena semalam aku baru saja minum bersama Ben. Kepalaku agak pusing dibuatnya, meskipun hanya
alkohol dosis rendah yang aku tenggak. Mungkin karena aku mulai mengurangi jadwal minumku
sehingga tubuhku mulai cepat bereaksi terhadap alkohol dosis rendah. Agak memalukan memang. Ben
bahkan menertawakanku karena tidak percaya. Tentu saja ia membawa-bawa nama Zahra.

Matahari mulai agak meninggi pukul 8 dan kuputuskan untuk pulang ke rumah.

Ih.. Aldo kok deket-deket sama Vivi?? Kan kata Ustadz Ilham bukan
mahraaaammmmmm. Kudengar suara cempreng seseorang yang diikuti sorakan mengiyakan. Aku
menoleh dan mendapati beberapa anak kecil yang sedang bergerombol di pinggir jalan. Mereka semua
tampak memakai pakaian muslim. Kulihat dua orang anak laki-laki dan perempuan yang berjalan agak
terpisah dari gerombolan yang lain memasang wajah kesal.

Aku cuma mau ngembaliin pensilnya Vivi Tadi aku pinjam sebentar buat nyatet ceramah
Ustadz Ilham anak laki-laki yang sepertinya bernama Aldo membela diri sembari memberi jarak
antara dirinya dan anak perempuan di sebelahnya. Itu pasti Vivi.
Tapi kok cuma berdua? Kan bisa ajak anak lain biar bertiga. Kata Ustadz Ilham kalo perempuan
sama laki-laki berduaan, yang ketiganya itu SETAN! Hahahahaha.. anak yang berada digerombolan
kembali menjawab diikuti tawa dari teman-temannya.

Tapi aku belum akil baligh! Aku masih 7 tahun, Firaaaaa. Aldo mulai kesal. Saat itulah
datang seorang anak laki-laki yang lebih besar dari mereka.

Firaaaa. Pulang. Kamu dicariin mama barusan. Usil banget sih gangguin temen terus? ujar anak
laki-laki itu.

Bang Reno. Tadi Fira ngejek aku lagi. Aldo berteriak dari jauh.

Kamu ini Fir, bandel banget! Pulang sana! Habis pendidikan subuh kok malah jahilin temen,
Reno memerintah Fira dan anak itu pulang sambil tertawa-tertawa geli. Gerombolan anak-anak itu bubar,
begitu pula Vivi dan Aldo juga memisahkan diri.

Saat itulah mataku tak sengaja berpapasan dengan Reno. Anak itu menatapku sejenak kemudian
tersenyum ramah. Aku ikut tersenyum dan menganggukkan kepala. Agak malu karena baru saja melihat
anak-anak kecil yang ribut tanpa berusaha melerainya. Reno kemudian berbalik.

Entah apa yang ada di kepalaku, tapi mulutku mendadak meneriakkan namanya.

Reno!!

Anak itu berhenti dan menoleh. Aku mendekatinya dengan ragu.

Abang manggil saya? tanya Reno begitu aku berdiri di hadapannya.

Iya jawabku pelan. Nama kamu Reno, kan?? Saya boleh tanya? aku melanjutkan.

Ya, boleh

Saya tadi dengar adik kamu bilang kata mahram. Itu beda nggak ya sama muhrim?

Oh Jelas beda dong bang, jawab Reno tegas.

Bedanya apaan sih?

Abang namanya siapa?

Oh.. Iya, aku Egha

Oh.. Oke. Bang Egha mending langsung ke Ustadz Ilham aja gimana? Tadi sih kami belajar itu
buat pendidikan subuh. Tapi kayaknya bagusan Ustadz Ilham langsung yang jelasin. Gimana?? Kalau
Bang Egha mau, Reno bisa antar ke masjid. Kayaknya tadi Ustadz Ilham belum pulang Reno justru
bicara panjang lebar. Aku menggaruk kepalaku yang tiba-tiba terasa gatal.

Udah baaanng Yuk kesana biar gak penasaran! ujar Reno akhirnya sambil menggamit lengan
kananku. Membuatku terpaksa mengikuti langkahnya dengan berat hati.

5 menit kemudian kami tiba di depan masjid yang berada di komplek perumahanku. Dari luar
sudah tidak terlihat orang berlalu lalang di dalamnya.

Ren, abang balik aja deh. Kayaknya udah nggak ada tuh Ustadznya..
Eh jangan bang.. Tunggu ya.. Reno cariin ke dalam Reno melarangku. Ia melepas sandalnya
lalu berlari masuk ke dalam masjid dan menghilang dengan segera dari pandanganku. Aku
menghempaskan pantatku di beranda masjid. Masih tidak terima pergi kemari hanya karena pertanyaan
sepele.

Assalamualaikum, dek seseorang menyapa. Aku menoleh dan mendapati seorang pria paruh
baya dengan baju gamis putihnya menatapku ramah. Pria ini pasti yang dicari-cari Reno sejak tadi.

Waalaikumsalam Ustadz jawabku pelan.

Mau dhuha ya?? Yuk barengan saya.. Shalat berjamaah di dalam aja.. ujarnya. Waduh! Aku
panik.

Ustadz Ilham suara Reno datang menyelamatkan. Aku menoleh ke belakang, dan anak itu
segera menyalimi tangan Ustadz Ilham.

Kamu belum pulang, Ren?? Adikmu sudah dirumah??

Belum Ustadz.. Fira tadi saya suruh pulang sendiri soalnya saya ada urusan, jawab Reno.

Wah.. Urusan apa ini?? Urusan sama Ustadz ya? Kok datangnya kemari??

Iya Ustadz.. Ini bang Egha. Dia mau nanya sesuatu sama Ustadz, Reno menjawab sambil
menunjuk ke arahku.

Oh.. Mau bertanya ya?? Dek Egha bisa tunggu sebentar?? Saya mau shalat dhuha dulu ya, nanti
baru kita lanjutkan bincang-bincangnya ujar Ustadz Ilham.

Oh, iya. Silahkan Ustadz. Saya akan tunggu disini, aku memutuskan. Sudah terlanjur kemari,
meskipun tidak terlalu penting untukku, setidaknya aku bisa jadi lebih tahu dari Ben dan Ryan tentang
perbedaan mahram dan muhrim, kan?? Hah.. Alasan gila. Aku bahkan tidak yakin mereka mau tahu apa
bedanya.

Ustadz Ilham kemudian pamit dan berlalu menuju tempat berwudhu. Reno mengekor di
belakangnya. Setelah berwudhu, mereka berdua kembali masuk ke dalam masjid dan mengerjakan shalat
2 rakaat. Reno ternyata juga ikut shalat di samping Ustadz Ilham, sepertinya sebagai makmum.

15 menit kemudian, Ustadz Ilham keluar dan mendekatiku.

Duduk di teras yuk, dek. Biar enak ngobrolnya ujarnya. Aku menurut dan melepas sepatuku.
Kami bertiga duduk dan memulai pembicaraan.

Jadi Dek Egha ini mau bertanya apa kok bisa sampai kemari?? Ustadz Ilham bertanya. Aku
menoleh ke arah Reno.

Gini Ustadz. Aku menggantung kalimatku dan melirik lagi ke arah Reno. Bocah itu tampak
menyemangatiku untuk bertanya kepada Ustadz Ilham.

Saya mau tahu Bedanya muhrim dan mahram

Ustadz Ilham tersenyum samar, Kok bisa tiba-tiba penasaran bedanya muhrim dan mahram,
dek??
Yah. Waktu itu ada obrolan dengan teman saya tentang itu.. dan tadi pagi sewaktu pulang
jogging, saya nggak sengaja dengar adiknya Reno meneriakkan kata mahram..

Oh.. Jadi kalian baru bertemu tadi?? Ustadz Ilham bertanya ke arah Reno. Bocah itu hanya
mengangguk sambil tersenyum.

Hm Begini... Mahram dan muhrim, adalah dua kata yang sangat berbeda jauh artinya. Dalam
bahasa arab, muhrim, berasal dari kata Ahrama yuhrimu ihraaman muhrimun, yang berarti orang
yang sedang melakukan ihram. Sedangkan mahram, adalah orang yang haram dinikahi karena sebab
tertentu. Bisa tebak, siapa saja yang termasuk mahram?? jelas Ustadz Ilham sambil bertanya kepadaku.

Ibu, Ustadz? jawabku pelan.

Bibi? Adik Perempuan?? Em Sepupu perempuan? sambungku mulai percaya diri. Kulihat
Ustadz Ilham tersenyum.

Ada 11 wanita yang haram dinikahi, ditambah dengan saudara sepersusuan. 7 diantaranya adalah
karena hubungan garis keturunan, 4 diantaranya karena hubungan pernikahan

Pertama, 7 orang yang haram dinikahi karena hubungan garis keturunan atau nasab, yaitu Ibu,
nenek, buyut perempuan dan seterusnya ke atas.

Anak perempuan, cucu perempuan, dan seterusnya ke bawah.

Lalu, saudara perempuan, baik saudari kandung, sebapak, atau seibu.

Keponakan perempuan dari saudara perempuan dan keturunannya ke bawah.

Keponakan perempuan dari saudara laki-laki dan keturunannya ke bawah.

Bibi dari jalur bapak, dan Bibi dari jalur ibu.

Kedua, 4 orang yang haram dinikahi karena hubungan pernikahan, yaitu, Ibu mertua, nenek istri
dan seterusnya ke atas.

Anak tiri istri dengan catatan si lelaki telah melakukan hubungan dengan ibunya.

Ibu tiri, nenek tiri, dan seterusnya ke atas.

Dan terakhir adalah istri anak atau menantu perempuan, istri cucu, dan seterusnya kebawah. jelas
Ustadz Ilham panjang lebar. Aku mengangguk tetapi menemukan suatu kejanggalan.

Jadi untuk anak bibi atau sepupu tidak haram untuk dinikahi ya Ustadz? tanyaku penasaran.

Tidak haram. Maka dari itu, kita tidak boleh sembarangan memperlihatkan aurat kepada sepupu
karena mereka itu bukan mahram kita. Boleh untuk kamu menikahi sepupu, Ustadz Ilham
menambahkan. Aku teringat sepupu-sepupuku yang cantik dan mulus dengan hot pants dan tanktop
mereka. Selamat tinggal sepupu-sepupuku Aku tak ingin menambah dosa dengan menikmati kecantikan
kalian lebih lama lagi.

Gimana, dek?? Sudah ngerti?? Atau masih ada pertanyaan lagi?? tanya Ustadz Ilham. Aku
menggeleng.

Tidak, Ustadz. Terima kasih penjelasannya. Saya cuma mau bertanya itu tadi, jawabku.
Egha.. Kalau ada yang ingin ditanyakan lagi seputar hal lain, datang saja kemari. Insya Allah
saya akan bantu semampu saya. Jangan sungkan-sungkan, ya. Saya akan sangat senang berbagi yang saya
ketahui. Kalau memang saya tidak tahu, mari kita tanyakan ke yang lebih tahu bersama-sama.. Ustadz
Ilham tersenyum bijak sembari menepuk-nepuk pundakku pelan. Aku lihat Reno yang tersenyum puas
sambil melihat ke arah kami sambil mengancungkan jari jempolnya.

*****

Kekosongan jadwal di Senin pagi ini dimanfaatkan oleh Bram untuk melakukan rapat singkat.
Dan seperti biasa, aku datang setengah jam lebih lama dari jadwal. Orang-orang sudah berkumpul di
bawah pohon yang terletak di taman fakultas ekonomi kampusku. Kribo menatapku malas saat aku
meletakkan pantatku di sebelahnya.

Telat mulu lo playboy, gerutunya. Aku tidak menjawab dan hanya memukul lengannya pelan.
Aku melihat ke sekeliling dan menyadari ada sesuatu yang kurang.

Zahra mana, Bo? aku bertanya pada Kribo.

Kangen lo ya?? jawabnya usil. Aku menoyor kepalanya pelan.

Serius!!

Gak tau gue. Coba lo tanya sama yang cewek deh

Cewek siapa?? Retno?

Iya kali.. Gue juga gak tau dia deket sama siapa,

Untuk Bapak Egha mohon mengikuti rapat dengan tenang atau bisa diselesaikan dulu urusannya
mencari Ibu Zahra setelah melakukan follow up mengenai sponsor kita, tiba-tiba Bram memotong,
membuatku dan Kribo segera berhenti bicara.

Ibunya Zahra lagi datang kesini sama adiknya, Gha. Katanya sih sakit.. Retno mendadak
menjelaskan.

Siapa yang sakit, Ret? aku spontan menimpali.

Kurang tau, Gha. Coba tanya orangnya langsung deh.. ujar Retno mengakhiri percakapan.

15 menit kemudian, rapat selesai. Orang-orang mulai bubar ke tempat masing dan aku segera
menuju mobilku. Setelah duduk tenang di kursi pengemudi, kukeluarkan ponsel dari saku celana.
Menimbang-nimbang.

Zahra sakit?

Seingatku dia baik-baik saja beberapa hari yang lalu.

Setelah nada sambung 3 kali, panggilanku diangkat.

Assalamualaikum, Egha..

Waalaikumsalam, Zahra..

Iya Egha, ada apa? Ada masalah dengan rapat pagi ini?? tanya Zahra. Suaranya tenang dan
menyejukkan seperti biasa.
Kamu.. sakit, Ra?

Hening sejenak.

Egha.. Dapat kabar dari siapa?? Zahra memecah keheningan.

Aku mendadak panik. Zahra sakit! Ini bisa mengganggu misi pengejaranku yang tidak memiliki
kemajuan sejak awal.

Retno. Kamu beneran sakit ya? Sakit apa? Parah nggak? Sekarang kamu dimana?

Parah sih enggak juga, Gha.. Tapi memang sampai butuh dirawat di rumah sakit sih.. Tapi
yang sakit bukan aku kok, jelas Zahra tenang.

Loh? Terus siapa yang sakit?

Adikku. Demam berdarah. Sengaja dirawat di sini biar bisa gantian sama ibu ngejaganya..

Tanpa kusadari, aku segera menarik nafas panjang penuh rasa lega,

Hening kembali menyelimuti kami berdua.

Hmm Aku boleh jenguk, Ra???

*****

Setelah mampir ke toko roti untuk membeli beberapa buah tangan, aku segera menjalankan
mobilku menuju rumah sakit tempat adik Zahra dirawat. Zahra sudah mengirimkan nomor kamar dimana
adiknya dirawat. Katanya kamar adiknya ada di lantai 3. Begitu sampai di depan kamarnya, aku mengetuk
pintu disana tiga kali. Tak lama, pintu terbuka dan terlihat Zahra dibaliknya.

Masuk, Gha..tawarnya ramah. Aku mengangguk dan melangkahkan kaki ke dalam. Disana ada
seorang anak laki-laki yang usianya mungkin tidak jauh dengan Reno yang mengantarkanku ke Ustadz
Ilham waktu itu. Di sebelahnya, ada seorang wanita paruh baya yang menoleh ke arahku sambil
tersenyum lembut.

Ini temennya Zahra ya?? tanya Ibu Zahra ramah. Aku mengangguk.

Saya Egha, bu. Teman baru Zahra di sini. Oh ya, ini saya ada sedikit oleh-oleh untuk Ibu dan
adiknya Zahra, jawabku sembari memberikan bungkusan yang kubawa daritadi ke arah Zahra.

Makasih ya Egha.. Sebenarnya gak perlu repot-repot bawain oleh-oleh. Dijenguk saja sudah
Alhamdulillah.. jawab Ibu Zahra.

Lain kali gak perlu repot-repot, Gha.. Tapi makasih ya, Zahra menimpali lalu meletakkan
bingkisan dariku ke atas meja.

Gak papa kok, Bu.. Kan gak tiap hari juga, Aku mencoba sopan.Tapi kok dirawatnya jauh ya,
Bu? Sampai ke Jakarta.. Kenapa nggak dirawat di Bogor aja, Bu? aku menyebutkan kota asal Zahra. Ibu
Zahra tersenyum.

Takut gak ada yang jagain Zulfi, nak.. Kami di Bogor cuma berdua semenjak Zahra pindah ke
Jakarta. Sementara Ibu yang single parent ini harus kerja. Kantor Ibu cuma ngasih cuti 3 hari, tapi kata
dokter, Zulfi harus dirawat paling tidak seminggu. Jadi sengaja Ibu minta dirawat di Jakarta biar bisa
gantian jaga sama Zahra.. jelas Ibu Zahra sambil mengusap kepala Zulfi yang sedang tertidur. Oke, jadi
Ibu Zahra single parent? Ayahnya?

Abinya Zahra sudah meninggal 3 tahun yang lalu, nak. Makanya Ibu yang harus kerja untuk
keluarga.. Ibu Zahra sepertinya membaca rasa penasaranku. Sementara Zahra di sebelah ibunya hanya
memegang bahu ibunya, menguatkan.

Maaf, Bu..ujarku pelan.

Gak papa kok, nak.. Ibu juga sudah baik-baik saja.. Cuma Zahra ini bandel. Sudah ibu bilang,
kuliah aja yang bener disini. Yang serius.. Eh tapi dia malah nyambi ngajar.. Padahal Ibu masih sanggup
kirim bulanan sama biaya kuliah dia, Ibu Zahra melirik anaknya di sebelah lalu mencubit lengan Zahra
pelan, tetapi gadis itu tidak protes sama sekali. Aku melirik ke arahnya.

Kamu ngajar, Ra? Dimana? tanyaku penasaran.

PAUD Ceria di dekat kosanku, Gha. Kita kan jarang kuliah jam 8 sementara jam 10 aku sudah
selesai ngajar. Kalau lagi ada kelas pagi, Alhamdulillah kepala PAUD nya ngizinin aku buat ijin kuliah.
Hehe.. jelas Zahra. Dalam hati, aku segera mengingat-ingat tempat Zahra mengajar.

Tapi nanti kuliah jam 1 sama Pak Bambang datang, kan?? aku bertanya lagi.

Insya Allah datang, Gha..

Yaudah, kalau gitu nanti berangkat bareng aku aja gimana? Kita berangkat habis sholat zuhur,
tawarku spontan.

Oke, aku setuju, jawab gadis itu sembari tersenyum. Sepersekian detik, bisa kurasakan ada
yang sedang melompat di dalam dadaku.

Tiba-tiba azan zuhur berkumandang. Dan kepalaku mendadak sakit setelah menyadari ajakanku
ke Zahra tadi. Kita berangkat HABIS SHOLAT ZUHUR!!!

*****

Kok bisa?? tanya Ryan sambil menyenggol bahuku.

Apanya?? tanyaku sambil menenggak minuman dari sloki kecil milikku. Kami sedang berada
di salah satu private room di club milik kakak Ryan. Tenggorokanku tersengat. Entah sudah berapa lama
aku tidak minum alkohol. Ben sedang selonjoran di sofa panjang di hadapanku tapi aku tahu dia juga
mendengarkan pembicaraan kami.

Tadi siang lo ke kampus sama siapa? Ryan memperjelas ucapannya. Aku menyandarkan
punggungku ke sofa dan memijit kepalaku yang agak berdenyut.

Lo denger dari siapa? tanyaku malas.

Ya anak-anak cewek lah. Siapa sih yang doyan gossip kalo bukan cewek?? Kribo pengecualian
lah.. Ben menyahut. Matanya tak lepas dari ponsel di tangannya.

Kebetulan aja. Tadi gue abis jenguk adiknya. Yaudah sekalian aja gue angkut ke kampus,
jawabku singkat tanpa berniat menjelaskan.

Ketemu orangtuanya dong lo? tanya Ryan.


Ibunya. Kalo bapaknya udah meninggal 3 tahun yang lalu

Ryan menghela nafas panjang sambil menatapku dan Ben bergantian.

Mending jangan lanjutin lagi deh taruhan kalian berdua. Anak yatim. Lo gak takut dilaknat
Allah?? Ryan bersuara.

Lo percaya Allah tapi masih minum ginian?? ujar Ben sambil mengangkat sloki minumannya
dan tertawa sumbang.

Lo yakin masih mau deketin Zahra, Gha? sekarang Ryan beralih ke arahku.

Yaelah Yan, gue cuma minta dia pacarin Zahra, bukannya ngawinin dia. Slow aja kali Ben
menyahut lagi.

Ryan menatapku khawatir, dan aku kembali menuang minuman ke dalam slokiku, merasakan
kembali rasa pahit menyengat yang menjadi kesukaan kami bertiga.

Ini belum berakhir.

*****

Kuarahkan mobilku memasuki kawasan perumahanku. Semalam aku tertidur di rumah Ben akibat
kepalaku yang berdenyut setelah meminum wine favorit kami bertiga. Entahlah, sepertinya toleransiku
pada kadar alkohol benar-benar menurun akhir-akhir ini. Akibatnya aku hanya sanggup menyetir sampai
rumah Ben, dan baru terbangun keesokan harinya saat siang hari. Untung saja hari ini hari minggu.

Kulihat satpam pernjaga perumahan berdiri di pos sebelah kanan dan menangkat tangan kanannya
yang kubalas dengan menekan klakson mobil dua kali.

Baru 10 meter aku menyetir, tiba tiba aku melihat seseorang yang terlihat familiar. Baju koko
berwarna coklat tua dengan sarung khas senada. Kuinjak rem ketika mobilku tepat berapa di sisi kiri
orang itu lalu menurunkan kaca mobil.

Ustadz Ilham?? seruku pelan. Orang tersebut menoleh.Mau kemana, ustadz? sambungku lagi.

Wah dek Egha. Mau pulang kerumah habis shalat dzuhur barusan.. jawab Ustadz Ilham ramah.

Gak bawa kendaraan, Ustadz?

Lagi pengen olahraga, biar sehat. Hehe..

Ikut saya aja yuk, Tadz.. Saya antar. Olahraga kan harusnya tadi pagi, Tadz, bukan siang bolong
begini aku menawarkan sambil tersenyum. Ustadz Ilham terlihat tertawa kemudian menyentuh pintu
mobilku.

Ya sudah kalau begitu lain kali saja deh sehatnya ujarnya sambil membuka pintu dan masuk
ke dalam, membuatku geli sendiri. Kunaikkan kaca jendela dan kembali menjalankan mobil.

Habis pergi, dek? Ustadz Ilham bertanya. Aku menoleh sambil mengangguk.

Iya, Ustadz. Habis dari rumah temen semalam gak bisa pulang karna mabok, sambungku
dalam hati.
Oh gitu.. Oh ya, Egha sehat kan? Sudah lama ya gak ketemu di masjid di depan belok kanan
ya, Dek, tanya Ustadz Ilham sambil menunjuk kea rah depan. Aku memutar stir mobil ke arah kanan.

Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal.

Iya, Tadz. Lagi sibuk di kampus hehe.. jawabku sekenanya.

Hm gitu.. Belajar yang rajin ya.. Biar sukses, jadi orang, banggain orangtua.. Nasihat Ustadz
Ilham tulus.

Siap Ustadz! jawabku sambil mengangkat tangan, hormat. Ustadz Ilham tertawa.

Hening sesaat melingkupi kami.

Ustadz panggilku ragu.

Ya, Dek. Kenapa?? bisa kurasakan Ustadz Ilham sedang menatap ke arahku.

Mau tanya lagi, boleh? tanyaku, masih ragu. Ah, aku pasti sudah gila menanyakan hal ini.

Ya, boleh. Insya Allah saya jawab ya beliau menjawab.

Kenapa.alkohol itu haram? Mmmm maksud saya, dibalik efek buruknya, alkohol juga punya
beberapa manfaat kan, tadz. Minum alkohol kan bisa menghangatkan badan, enak pula! aku berujar.

Ustadz Ilham tersenyum tipis.

Memangnya beneran enak ya, Dek?

Hah! Jebakan. Aku tertawa getir.

Di depan belok kanan lagi, Dek.. dan aku memutar stir ke arah kanan.

Sekarang saya tanya.. Menurut Dek Egha, lebih banyak manfaatnya.. atau keburukannya??

Aku terdiam.

Coba lihat, dibalik manfaat alkohol yang bisa menghangatkan badan, alkohol atau khamr punya
lebih banyak mudharat daripada kebaikan. Orang yang meminum khamr bisa kehilangan kewarasannya,
kesadarannya bahkan akalnya saat mabuk. Coba lihat kasus kriminal yang sampai bisa memperkosa,
mencuri, memukul temannya bahkan membunuh saat mabuk. Lagipula, kalau hanya sekedar
menghangatkan badan, bukannya sekarang sudah canggih ya?? Kan bisa beli pemanas ruangan jelas
Ustadz Ilham. Sebelah kanan dek, rumah ke lima warna putih ya.. sambung Ustadz Ilham.

Kalau peminumnya bisa tahan mabuk, Tadz? Maksud saya orang yang sudah bisa toleransi
alkohol dalam batas tertentu jadi dia bisa mengendalikan diri tanyaku lagi sambil menginjak rem
pelan. Kami sudah tiba di depan rumah Ustadz Ilham.

Dari segi kesehatan, kamu pasti tahu kan alkohol itu gak bagus buat tubuh kita. Saya pernah
baca, alkohol itu bisa menimbulkan ketergantungan, yang kalau diminum terus-menerus bisa
menimbulkan gangguan mental, menurunnya kekebalan tubuh, penyakit jantung, saraf, kanker hati
bahkan bisa membuat peminumnya gila jika tidak dituruti, ujar Ustadz Ilham.

Ustadz tahu banyak ya?? tanyaku heran.


Kebetulan istri saya dokter. Jadi saya bisa update ilmu kesehatan dari dia jelas Ustadz Ilham
lagi.

Terlepas dari adanya manfaat minum khamr, lagipula di Al-Quran kan sudah ada dalilnya dek,
kalau minuman keras itu gak boleh. Allah pasti lebih tahu kenapa kita dilarang minum khamr. Sebagai
hamba-Nya, kita hanya perlu samina wa athona kan??

Oh ya, satu lagi. Dek Egha tahu, kalau orang yang meminum khamr, maka sholatnya tidak
diterima selama 7 hari ke depan, dan jika sampai mabuk maka tidak diterima selama 40 hari kedepan??
tanya Ustadz Ilham. Aku terperanjat.

Apa, Ustadz???? 40 hari????????????????????????

*****
("Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk)
berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." - QS. Al Maidah : 90)

(Semua yang memabukkan adalah khamr dan semua khamr adalah haram. - HR. Muslim)

(Seorang yang meminum khamar dari golonganku, tidak akan diterima shalatnya selama empat
puluh hari - HR. An-Nasai)

(Dari Anas ia berkata, "Rasulullah SAW melaknat tentang khamr sepuluh golongan : 1. yang
memerasnya, 2. pemiliknya (produsennya), 3. yang meminumnya, 4. yang membawanya (pengedar),
5. yang minta diantarinya, 6. yang menuangkannya, 7. yang menjualnya, 8. yang makan harganya,
9. yang membelinya, 10. yang minta dibelikannya". - HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah - dalam Nailul Authar
juz 5 hal. 174)

*****

Anda mungkin juga menyukai