Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

ASUHAN KEPERAWATAN PADA


Ny. S DENGAN HEMIPARESE DEXTRA
DI RUANGAN LAIKA WARAKA A RSU BAHTERAMAS
TANGGAL ………………………………….. 2019

OLEH :

SITI ZAKIAH, S.Kep


NIM 919312914910.008

CI Insitusi CI Rumah Sakit

..................................... .....................................

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN AVICENNA
2019

0
LAPORAN PENDAHULUAN HEMIPARESE DEXTRA

1. Konsep Dasar Medis


a. Definisi
Hemiparesis adalah kerusakan pada seluruh korteks piramidalis sesisimenimbulkan
kelumpuhan UMN (Upper Motor Neuron) pada belahan tubuh sisikontralateral.
Bila kerusakan unilateral pada jaras kortikobulbar/kortikospinal di tingkat batang
otak menimbulkan sindrom hemiplegia alternans. Sindrom tersebut terdiriatas kelumpuhan
UMN yang melanda otot-otot belahan tubuh kontralateral yang berada di tingkat lesi,
sedangkan setingkat lesinya terdapat kelumpuhan LMN,yang melanda otot-otot yang disarafi
oleh saraf kranial yang terlibat dalam lesi. Tergantung pada lokasi lesi paralitiknya, sehingga
dapatlah dijumpai hemiplegiaalternans di mesensefalon. Sebuah gambarannya dijumpai
bilamana hemilasi di batang otak menduduki pedunkulus serebri di tingkat mesensefalon.

b. Etiologi
Jika terdapat kelumpuhan pada lengan dan kaki pada sisi yang sama, dan jika tanda UMN
merujuk pada lesi sentral, maka lesi kemungkinan berada dikorda spinalis servikal atau otak.
Nyeri leher atau pada daerah dermatom servikaldapat menjadi bukti tempat lesi.
Penyebab tersering hemiparesis pada orang dewasa yaitu infark serebralatau pendarahan.
Awitan secara mendadak, serangan iskemik transiensebelumnya, dan progresi menjadi derajat
maksimum dalam 24 jam pada orangdengan hipertensi atau usia lanjut merupakan indikasi telah
terjadi stroke. Jikatidak terdapat gejala-gejala serebral, dapat diduga terjadi myelitis transversus
darikorda spinalis servikal, tetapi kondisi ini berprogresi secara lambat (beberapa hari)dan lebih
sering menyerang keempat tungkai. Begitu pula dengan sklerosismultipel yang biasanya
bermanifestasi menjadi tanda kortikospinal bilateraldaripada hemiplegia murni.
Jika hemiparesis yang berasal dari serebral berprogresi dalam hari atauminggu, dapat
dicurigai lesi massa serebral, baik pada pasien anak-anak ataudewasa. Selain tumor otak,
kemungkinan lain termasuk malformasiarteriovenosus, abses otak, atau infeksi lainnya.
Kelainan otak metabolik biasanyamengakibatkan tanda bilateral dengan gangguan mental,
tetapi merupakan penyebab hemiparesis yang jarang. Secara umum, hemiparesis biasanya
merujuk pada lesi serebral daripada lesi di leher, dan penyebabnya dapat ditemukan dengan
melihat gejala klinis dan dengan CT atau MRI.

c. Patofisiologi
1) Trombus
Timbunan / kumpulan plak lemak yang menempel pada pembuluh darahakan mengganggu
aliran darah bila terjadi diotak maka akanmenyebabkan aterosklerosis pembuluh darah
sehingga akanmengakibatkan penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke otak bila
dalamwaktu yang lama maka akan mengakibatkan iskemik dan akhirnya infark dan terjadi
kematian jaringan otak.

1
2) Emboli
Emboli yaitu lepasnya plak lemak, udara, pada pembuluh darah yangakan mengikuti aliran
darah hingga sampai pada otak dan akanmenempel pada pembuluh darah di otak. Bila
terjadi pada pembuluhdarah kecil akan menimbulkan sumbatan, Gejala muncul tergantung
daridaerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.
3) Hemoragi Intraserrebral
Pecah pembuluh darah akan menekan jaringan otak dan menurunkanaliran darah sehingga
terjadi iskemi dan akhirnya infark.
4) Hemoragi Subarakhnoid
Aneurisma akan menimbulkan perdarahan otak akan sehingga terjadiedema serebri yang
dapat menekan pembuluh darah sehingga terjadi dihipoksia lalu iskemik dan bila
terjadi lama maka akan infark danakhirnya kematian jaringan.

d. Manifestasi Klinik
Gejala - gejala stroke muncul akibat daerah tertentu tak berfungsiyang disebabkan oleh
terganggunya aliran darah ke daerah tersebut. Gejalaitu muncul bervariasi, bergantung bagian
otak yang terganggu. Gejala-gejala itu antara lain bersifat :
1) Sementara
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang sendiri
dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient Ischemic Attack (TIA). Serangan
bisa muncul lagidalam wujud sama, memperberat atau malah menetap.
2) Sementara, namun lebih dari 24 jam
Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini disebut Reversible Ischemicneurologic Defisit
(RIND).
3) Gejala makin lama makin berat (progresif).
4) Sudah menetap/permanen
Hal ini disebabkan gangguan aliran darah makin lama makin beratyang disebut progressing
stroke atau stroke inevolution.

e. Penatalaksanaan Medik
1) Demam : deman dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus diobati secara
agresif dengan antipiretik (asetaminofen) atau kompres hangat, jika diperlukan. Penyebab
demanadalah pneumonia aspirasi, lakukan kultur darah dan urine kemudian berikan
antibiotikintravena secara empiris (sulbenisilin,sepalosporin, dll) dan terapi akhir sesuai
hasil kultur.
2) Nutrisi : pasien stroke memiliki risiko tinggi untuk aspirasi. Bila pasien sadar penuh,
teskemampuan menelan dapat dilakukan dengan memberikan satu sendok air putih kepada
pasien dengan posisi setengah duduk dan kepala fleksi kedepan sampai dagu menyentuh
dada, perhatikan pasien tersedak atau batuk dan apakah suaranya berubah (negative). Bilates
menelan negative dan pasien dengan kesadaran menurun, berikan makanan enteralmelalui
pipa nasoduodenal ukuran kecil dalam 24 jam pertama setelah onset stroke.

2
3) Hidrasi intravena : hipovolemia sering ditemukan dan harus dikoreksi dengan
kristaloidisotonis. Cairan hipotonis (misalnya dektrosa 5% dalam air, larutan NaCL 0,45%)
dapatmemperhebat edema serebri dan harus dihindari.
4) Glukosa : hiperglikemia dan hipoglikemia dapat menimbulkan sksaserbasiiskemia.Walaupu
n relevansi klinis dari efek ini pada manusia belum jelas, tetapi para ahli sepakat bahwa
hiperglikemia (kadar glukosa darah sewaktu >200mg/dl)harus dicegah. Skala luncur (sliding
scale) setiap 6 jam selama 3-5 hari sejak onset stroke.
5) Perawatan paru : fisioterapi dada setiap 4 jam harus dilakukan untuk mencegah
atelaktsis paru pada pasien yang tidak bergerak.
6) Aktivitas : pasien dengan stroke harus diimobilisasi dan harus dilakukan fisioterapi
sedinimungkin bila kondisi klinis neurologist dan hemodinamik stabil. Untuk fisioterapi
pasif pada pasien yang belum bergerak, perubahan posisi badan dan ekstremitas setiap 2
jam.untuk mencegah dekubitus, latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali
sehariuntuk mencegah kontraktur. Splin tumit untuk mempertahankan kaki dalam posisidors
ofleksi dan dapat juga mencegah pemendekan tendon Achilles. Posisi kepala 30 derajatdari
bidang horisontal untuk menjamin aliran darah yang adekuat ke otak dan aliran balikvena ke
jantung, kecuali pada pasien hipotensi (posisi datar), pasien dengan muntah-
muntah(dekubitus lateral kiri), pasien dengan gangguan jalan nafas (posisi kepala ekstensi).
Bilakondisi memungkinkan, maka pasien harus diimobillisasi aktif ke posisi tegak, duduk
dan pindah ke kursi sesuai toleransi hemodinamik dan neurologist.
7) Neurorestorasi dini : stimulasi sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi serta otak
yangterganggu. Depresi dan amnesia juga harus dikenali dan diobati sedini mungkin.
8) Profilaksis trombosis vena dalam : pasien stroke iskemiok dengan imobilisasi lama
yangtidak dalam pengobatan heparin intravena harus diobati dengan heparin 5.000 unit
ataufraksiparin 0,3 cc setiap 12 jam selama 5-10 hari untuk mencegah pembentukan
thrombus dalam vena profunda, karena insidennya sangat tinggi Terapi ini juga dapat
diberikandengan pasien perdarahan intraserebral setelah 72 jam sejak onset.
9) Perawatan vesika : kateter urine menetap (kateter foley), sebaiknya hanya dipakai hanya
ada pertimbangan khusus (kesadaran menurun, demensia, afasia global). Pada pasien yang
sadar dengan gangguan berkemih, kateterisasi intermiten secara steril setiap 6 jam lebih
disukaiuntuk mencegah kemungkinan infeksi, pembentukan batu, dan gangguan sfingter
vesikaterutama pada pasien laki-laki yang mengalami retensi urine atau pasien wanita
denganinkontinensia atau retensio urine. Latihan vesika harus dilakukan bila pasien sudah
sadar.

f. Komplikasi
1) Hipoksia serebral karena terjadi sebagai akibat dari oksigen yang keotak tidak adekuat.
2) Edema cerebri : karena adanya infark di otak menyebabkan Na+ dalamcairan ekstrasel
terdepolarisasi masuk ke intrasel sehingga menarik cairan ke intra sel yang mengakibatkan
terjadinya edema serebri.

3
3) Disritmia jantung : irama jantung terganggu karena adanya sumbatan diotak.

g. Prognosis
Kerusakan juga bisa menyerang korteks serebri kiri. Hal tersebut bisa menyebabkan
penyakit hemiparesis dextra, yaitu melemahnya tubuh bagian kanan. Kerusakan pada otak
sebelah kiri menimbulkan masalah aphasia. Orang yang mengalami masalah aphasia akan
memiliki gangguan dalam berkomunikasi. Mereka akan kesulitan bahkan tidak bisa memahami
perkataan orang lain. Selain itu, penderita hemiparesis dextra juga tidak mampu menggunakan
kata-kata secara tepat. Kemampuan ‘calistung’ (membaca, menulis dan berhitung) juga semakin
melemah. Tidak perlu heran karena kemampuan ini dikontrol oleh otak kiri.
Kerusakan pada otak kiri pun akan melemahkan hal-hal yang terkait dengan kemampuan
dan tugas otak sebelah kiri. Meskipun begitu, pasien dengan kondisi hemiparesis dextra ini
masih memiliki visuomotor yang sangat baik.

2. Konsep Dasar Keperawatan (Fokus Assessment)


a. Riwayat Keperawatan
1) Identitas pasien.
2) Keluhan utama pasien.
3) Riwayat penyakit sekarang (sesuai pola PQRST).
4) Riwayat penyakit dahulu.
5) Riwayat penyakit keluarga.
6) Riwayat Psikososial

b. Pemeriksaan Fisik Keperawatan


1) Keadaan umum
2) Pemeriksaan persistem
a) Sistem persepsi dan sensori
(Pemeriksaan 5 indera penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap, perasa).
b) Sistem persarafan
(Bagaimana tingkat kesadaran, GCS, reflek bicara, pupil, orientasi waktu dan tempat).
c) Sistem pernafasan
(Nilai frekuensi nafas, kualitas, suara dan jalan nafas).
d) Sistem kardiovaskuler
(Nilai TD, nadi dari irama, kualitas dan frekuensi).
e) Sistem gastrointestinal
(Nilai kemampuan menelan, nafsu makan/minum, peritaltik, eliminasi).
f) Sistem integumen
(Nilai warna, turgor, tekstur dari kulit pasien).
g) Sistem reproduksi.
h) Sistem perkemihan
(Nilai frekunsi BAK, volume BAK).

4
c. Diagnostik Test
1) CT Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark.
2) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi
arteri.
3) Pungsi Lumbal
a) Menunjukan adanya tekanan normal.
b) Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya
perdarahan.
4) MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
5) EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
6) Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
7) Sinar X kepala : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal (Doengese,
Marilynn, 2000 hal 292).

3. Patoflo Diagram Berhubungan Dengan Penyimpangan KDM

5
4. Masalah/Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral b/d terputusnya aliran darah: penyakitoklusi, perdarahan,
spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.
b. Kerusakan mobilitas fisik yang b/d hemiparesis, kehilangan keseimbangandan koordinasi,
spastisitas, dan cedera otak.
c. Nyeri (kepala nyeri) yang b/d hemiplegia dan disuse.
d. Kurang perawatan diri (hygiene, toileting, berpindah, makan), yang berhubungan dengan gejala
hemipasresis.
e. Perubahan persepsi sensorik b/d stress Neurologis.
f. Kerusakan komunikasi verbal yang b/d kerusakan otak.
g. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang b/d hemiparesis, penurunanmobilitas.
h. Kurang pengetahuan b/d kondisi penyakitnya dan pengobatan.
i. Gangguan harga diri b/d perubahan Biofisik, psikososial.

5. Intervensi Keperawatan dan Rasional


a. Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan penambahan isi otak sekunder terhadap
hipoksia, edema otak.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak mengalami peningkatan tekanan
intra kranial.
Kriteria hasil :
Tidak terdapat tanda peningkatan tekanan intra kranial :
1) Peningkatan tekanan darah.
2) Nadi melebar.
3) Pernafasan cheyne stokes
4) Muntah projectile.
5) Sakit kepala hebat.
Pencegahan TIK meningkat di laksanakan.
NO. INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK Deteksi dini peningkatan TIK untuk
1) tekanan darah melakukan tindakan lebih lanjut.
2) nadi
3) GCS
4) Respirasi
5) Keluhan sakit kepala hebat
6) Muntah projectile
7) Pupil unilateral
2. Tinggikan kepala tempat tidur 15-30 Meninggikan kepala dapat membantu
derajat kecuali ada kontra drainage vena untuk mengurangi kongesti
indikasi.Hindari mengubah posisi dengan vena.
cepat.
3. Hindari hal-hal berikut : Masase karotid memperlambat frekuensi
Masase karotid jantung dan mengurangi sirkulasi sistemik
yang diikuti peningkatan sirkulasi secara
tiba-tiba.
Fleksi leher atau rotasi > 45 derajat. Fleksi atau rotasi ekstrem leher
mengganggu cairan cerebrospinal dan

6
drainage vena dari rongga intra kranial.
Rangsangan anal dengan jari(boleh tapi Aktifitas ini menimbulkan manuver
dengan hati-hati ) hindari mengedan, valsalva yang merusak aliran balik vena
fleksi ekstrem panggul dan lutut. dengan kontriksi vena jugularis dan
peningkatan TIK.
4. Konsul dokter untuk mendapatkan Mencegah konstipasi dan mengedan yang
pelunak feces jika di perlukan. menimbulkan manuver valsalva.
5. Pertahankan lingkungan tenang, sunyi Meningkatkan istirahat dan menurunkan
dan pencahayaan redup. rangsangan membantu menurunkan TIK.
6. Berikan obat-obatan sesuai dengan
pesanan:
1) Anti hipertensi. 1) Menurunkan tekanan darah.
2) Anti koagulan. 2) Mencegah terjadinya trombus.
3) Terapi intra vena pengganti cairan 3) Mencegah defisit cairan.
dan elektrolit.
4) Pelunak feces. 4) Mencegah obstipasi.
5) Anti tukak. 5) Mencegah stres ulcer.
6) Roborantia. 6) Meningkatkan daya tahan tubuh.
7) Analgetika. 7) Mengurangi nyeri.
8) Vasodilator perifer. 8) Memperbaiki sirkulasi darah otak.

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia.


Tujuan : Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil :
1) Tidak terjadi kontraktur sendi
2) Bertambahnya kekuatan otot
3) Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
NO. INTERVENSI RASIONAL
1. Ubah posisi klien tiap 2 jam. Menurunkan resiko terjadinnya iskemia
jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek
pada daerah yang tertekan.
2. Ajarkan klien untuk melakukan latihan Gerakan aktif memberikan massa, tonus
gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak dan kekuatan otot serta memperbaiki
sakit. fungsi jantung dan pernapasan.
3. Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas Otot volunter akan kehilangan tonus dan
yang sakit. kekuatannya bila tidak dilatih untuk
digerakkan.
4. Berikan papan kaki pada ekstrimitas
dalam posisi fungsionalnya.
5. Tinggikan kepala dan tangan.
6. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk
latihan fisik klien.

c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan.


Tujuan : Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
1) Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien
2) Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai
kebutuhan.
NO. INTERVENSI RASIONAL
1. Tentukan kemampuan dan tingkat Membantu dalam mengantisipasi
kekurangan dalam melakukan perawatan /merencanakan pemenuhan kebutuhan
diri. secara individual.

7
2. Beri motivasi kepada klien untuk tetap Meningkatkan harga diri dan semangat
melakukan aktivitas dan beri bantuan untuk berusaha terus-menerus.
dengan sikap sungguh.
3. Hindari melakukan sesuatu untuk klien Klien mungkin menjadi sangat ketakutan
yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi
dan sangat tergantung dan meskipun
berikan bantuan sesuai kebutuhan. bantuan yang diberikan bermanfaat dalam
mencegah frustasi, adalah penting bagi
klien untuk melakukan sebanyak mungkin
untuk diri-sendiri untuk mempertahankan
harga diri dan meningkatkan pemulihan.
4. Berikan umpan balik yang positif untuk Meningkatkan perasaan makna diri dan
setiap usaha yang dilakukannya atau kemandirian serta mendorong klien untuk
keberhasilannya. berusaha secara kontinyu.
5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/ Memberikan bantuan yang mantap untuk
okupasi. mengembangkan rencana terapi dan
mengidentifikasi kebutuhan alat
penyokong khusus.

d. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan kesulitan menelan
(disfagia), hemiparese dan hemiplegi.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan nutrisi.
Kriteria hasil :
1) Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan.
2) Hb dan albumin dalam batas normal.
NO. INTERVENSI RASIONAL
1. Tentukan kemampuan klien dalam Untuk menetapkan jenis makanan yang
mengunyah, menelan dan reflek batuk. akan diberikan pada klien.

2. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada Untuk klien lebih mudah untuk menelan
waktu, selama dan sesudah makan. karena gaya gravitasi .
3. Stimulasi bibir untuk menutup dan Membantu dalam melatih kembali sensori
membuka mulut secara manual dengan dan meningkatkan kontrol muskuler.
menekan ringan diatas bibir/dibawah
dagu jika dibutuhkan.
4. Letakkan makanan pada daerah mulut Memberikan stimulasi sensori (termasuk
yang tidak terganggu. rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha
untuk menelan dan meningkatkan
masukan.
5. Berikan makan dengan berlahan pada Klien dapat berkonsentrasi pada
lingkungan yang tenang. mekanisme makan tanpa adanya
distraksi/gangguan dari luar.
6. Mulailah untuk memberikan makan Makan lunak/cairan kental mudah untuk
peroral setengah cair, makan lunak ketika mengendalikannya didalam mulut,
klien dapat menelan air. menurunkan terjadinya aspirasi.
7. Anjurkan klien menggunakan sedotan Menguatkan otot fasial dan dan otot
meminum cairan. menelan dan menurunkan resiko terjadinya
tersedak.
8. Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam Dapat meningkatkan pelepasan endorfin
program latihan/kegiatan. dalam otak yang meningkatkan nafsu
makan.
9. Kolaborasi dengan tim dokter untuk Mungkin diperlukan untuk memberikan
memberikan ciran melalui iv atau cairan pengganti dan juga makanan jika
makanan melalui selang. klien tidak mampu untuk memasukkan
segala sesuatu melalui mulut.

8
e. Inkontinensia alfi berhubungan dengan kerusakan mobilitas dan kerusakan neurologis.
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam pemenuhan eliminasi alvi terpenuhi.
Kriteria Hasil : Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat,
konsistensi feses lembek berbentuk, tidak teraba massa pada kolon (cibala).
NO. INTERVENSI RASIONAL
1. Berikan penjelasan pada klien dan Klien dan keluarga akan mengerti
keluarga pasien tentang penyebab penyebab dari konstipasi.
konstipasi.
2. Auskultasi bising usus. Bising usus menandakan sifat aktivitas
peristaltik.
3. Anjurkan untuk klien untuk makan Diet seimbang tinggi kandungan serat
makanan yang mengandung serat. meransang peristalti dan eliminasi regular.
4. Bila klien mampu minum, berikan asupan Masukan cairan adekuat membantu
cairan yang cukup (2L/hari) jika tidak mempertahankan konsistensi feses yang
ada kontraindikasi. pada usus dan membantu eliminasi reguler.
5. Lakukan mobilisasi sesuai dengan Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi
keadaan klien. dengan memperbaiki tonus otot abdomen
dan meransang nafsu makan dan
peristaltik.
6. Kolaborasi dengan tim dokter dalam Pelunak feses meningkatkan efisiensi
pemberian pelunak faces (laksatif, pembasahan air usus, yang melunakkan
supositoria, enema). massa feses dan membantu eliminasi.

f. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada
hemisfer otak, kehilangan tonus otot fasial atau oral dan kelemahan secara umum.
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam klien dapat menunjukkan pengertian terhadap
masalah komunikasi, mampu mengkomunikasikan perasaannya, mampu
menggunakan bahasa isyarat.
Kriteria Hasil : Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat terpenuhi,
klien dapat merespon secara verbal maupun isyarat.
NO. INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tipe disfungsi misalnya klien tidak Membantu menentukan kerusakanp pada
mengerti kata-kata atau masalah area otak dan menentukan kesulitan klien
berbicara atau tidak mengerti bahasa dengan sebagian atau seluruh proses
yang digunakan. komunikasi, klien mungkin mempunyai
masalah dalam mengartikan kata-kata .
2. Bedakan afasia dengan disatria. Dapat menentukan pilihat intervensi yang
sesuai dengan tipe gangguan.
3. Lakukan metode percakapan yang baik Klien dapat kehilangan kemampuan untuk
dan lengkap, beri kesemoatan klien untuk memantau ucapannya, komunikasinya
mengklarifikasi. secara tidak sadar, dengan melengkapi
dapat merealisasikan pengertian klien dan
dapt mengklarifikasi percakapan.
4. Katakan untuk mengikuti perintah secara Untuk mengikuti afasia reseptif.
sederhana seperti tutup matamu dan lihat
ke pintu.
5. Ucapkan lansung kepada klien berbicara Mengurangi kebingungan atau kecemasan
pelan dan tengan, gunakan pertanyaan terhadap banyaknya informasi. Memajukan
yang jawabannya “ tidak” dan “ya” dan stimulasi komunikasi ingatan dan kata-
perhatikan respon klien. kata.
6. Kolaborasi : konsultasi dengan ahli terapi Mengkaji kemampuan individual dan
bicara. sensorik motorik dan funsi kognitif untuk
mengidentifikasi defisit dan kebutuhan
terapi.
9
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Salemba Medika,
Jakarta, 2011.

Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Jilid 2, Bandung, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Pajajaran, 1996.

Tuti Pahria, dkk, Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem Persyarafan, EGC,
Jakarta, 1993.

Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Persarafan, Depkes, Jakarta, 1996.

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC,
2002.

Marilynn E, Doengoes, Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3, EGC, Jakarta, 2000.

Harsono, Buku Ajar : Neurologi Klinis, Gajah Mada University press, Yogyakarta, 1996.

Wilkinson, Judith, Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7, Penerbit Buku Kedokteran (EGC),
Jakarta, 2008

Brunner and Suddarth, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 volume 2 Penerbit EGC, Jakarta, 2002.

Doengoes, Marilynn E, Jacobs, Ester Matasarrin, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta, 2000.

10

Anda mungkin juga menyukai