Anda di halaman 1dari 14

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DARING

PRODI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN STROKE HEMORAGIC

Nama : Dimas Rian Krisna Bayu

NIM : 344070180030

Kelas : 3A

Dospem : Ns. Endi Suyitno, S.Kep., M.Kep

1. DEFINISI
Stroke hemoragic adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat aliran
darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan kemudian
merusakanya. (Adib, M, 2009).
Stroke hemoragic adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak.
Hampir 70% kasus stroke hemoragic terjadi pada penderita hipertensi. (Nurarif & Kusuma,
2013).
Stroke hemoragic adalah kondisi pecahnya satu arteri dalam otak yang memicu
pendarahan di sekitar organ tersebut sehingga aliran darah pada sebagian otak berkurang atau
terputus. Tanpa pasokan oksigen yang dibawa sel darah, sel otak dapat cepat mati sehingga fungsi
otak dapat terganggu secara permanen.

2. ETIOLOGI
Stroke hemoragic umumnya disebabkan oleh adanya perdarahan intra cranial dengan
gejala peningkatan tekanan darah systole > 200 mmHg pada hipertonik dan 180 mmHg pada
normotonik.

Penyebab stroke hemoragic, yaitu :


a. Kekurangan suplay oksigen yang menuju otak
b. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah otak
c. Adanya sumbatan bekuan darah di otak

3. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013 oleh Kementrian Kesehatan Dasar 2013 oleh
Kementrian Kesehatan RI, 7% atau sebesar 1.236.825 orang menderita stroke. Jawa Barat
merupakan Proninsi dengan angka kejadian stroke terbanyak di Indonesia, yaitu sebesar
238.001 orang atau 7,4% dari jumlah penduduknya. Selain itu penderita di temukan
paling banyak pada kelompok umur 55-64 tahun. Laki-laki juga lebih banyak mengidap
stroke di Indonesia dibandingkan perempuan. Menurut Sample Registration System
(SRS) Indonesia 2014, stroke merupakan paling banyak di derita, yaitu sebesar 21,1%.

4. PATOFISIOLOGI
a. Perdarahan intra serebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk
ke dalam jaringan otak membentuk massa atau hematoma yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan edema disekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra serebral sering
dijumpai di daerah putamen, thalamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum.
Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding pembuluh darah berupa
lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.

b. Perdarahan sub arachnoid


Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisme paling sering didapat
pada percabangann pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM dapat dijumpai pada jaringan
otak dipermukaan piameter dan ventrikel otak, ataupun di dalam ventrikel otak dan ruang sub
arachnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang sub arachnoid mengakibatkan terjadinya
peningkatan tekanan inta kranial yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehingga
timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput
otak lainnya. Peningkatan tekanan intra kranial yang mengakibatkan perdarahan subhialoid pada
retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan sub arachnoid dapat mengakibatkan vaso spasme
pembuluh darah serebral. Vaso spasme ini sering kali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya
perdarahan, mencapai puncaknya pada hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5.
Timbulnya vaso spasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan
dilepaskan ke dalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang sub arachnoid. Vaso
spasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, afasia, dan lain-lain). Otak dapat berfungsi
jika kebutuhan oksigen dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel
saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan oksigen jadi
kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.
Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh
kekurangan dari 20 mg % karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 %
dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 %
maka akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi
oksigen melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah
otak.

5. MANIFESTASI KLINIS
a. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
b. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
c. Kesulitan menelan.
d. Kesulitan menulis atau membaca.
e. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk atau
kadang terjadi secara tiba-tiba.
f. Kehilangan koordinasi.
g. Kehilangan keseimbangan.
h. Perubahan gerakan biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan salah
satu bagian tubuh, atau penurunan ketrampilan motorik.
i. Mual atau muntah.
j. Kejang.
k. Sensasi perubahan biasanyan pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal atau
kesemutan.
l. Kelemahan pada satu sisi tubuh.

6. KLASIFIKASI
Stroke hemoragik ada dua jenis yaitu:
a. Hemoragik intra serebral: perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak.
b. Hemoragik sub arachnoid: perdahan yang terjadi pada ruang sub arachnoid (ruang sempit
antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak). (Nurarif & kusuma,2013)

7. FARMAKOTERAPI
1. Obat pengontrol tekanan darah, yang harus diberikan dengan sangat hati-hati, karean tidak di
anjurkan untuk menurunkan tekanan darah dengan drastic dan dalam waktu yang cepat.
2. Obat untuk mengurangi pembengkakan Otak seperti mannitol.
3. Obat untuk menghilangkan sakit kepala
4. Obat untuk mengatasi kejang seperti fenition.

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium: darah rutin, gula darah, urin rutin, cairan serebrospinal, AGD, biokimia darah,
elektrolit.
b. CT Scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan dan juga untuk
memperlihatkan adanya edema hematoma, iskemia, dan adanya infark.
c. Ultrasonografi doppler: mengidentifikasi penyakit arterio vena.
d. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri.
e. MRI: menunjukkan darah yang mengalami infark, hemoragic.
f. EEG: memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g. Sinar X tengkorak: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosit
serebral, klasifikasi parsial dinding aneurisme pada perdarahan sub arachhnoid.

9. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Menurunkan kerusakan iskemik serebral.
Tindakan awal difokuskan untuk menyelamatkan sebanyak mungkin area iskemik dengan
memberikan oksigen, glukosa dan aliran darah yang adekuat dengan mengontrol atau
memperbaiki disritmia serta tekanan darah.
b. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 derajat menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan, pemberian dexamethason.
c. Pengobatan
1. Anti koagulan : Heparin untuk menurunkan kecenderungan perdarahan pada fase
akut.
2. Obat anti trombotik : pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik atau
embolik.
3. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral.
d. Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah otak.

10. KOMPLIKASI
a. Infark serebri.
b. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif.
c. Fistula caroticocavernosum.
d. Epistaksis.
e. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal.
f. Gangguan otak berat.
g. Kematian bila tidak dapat mengontrol respon pernafasan atau kardiovaskuler.

11. DIET/NUTRISI
a. Fase Akut
Diberikan kepada pasien dalam fase akut atau bila ada gangguan fungsi menelan. Bentuk
makanan cair (bisa cair jernih/cair kental). Bahan makanan yang di anjurkan yaitu :
 Sumber Karbohidrat : Maizena, tepung beras, tepung hunkwe, dan sagu
 Sumber Protein Hewani : Susu Whole dan skim telur ayam 3-4 butir/minggu
 Sumber Protein nabati : Susu kedelai, sari kacang hijau, dan susu tempe
 Sumber lemak : Minyak Jagung
 Buah : Sari Buah yang di buat dari jeruk, papaya, tomat, sirsak, dan apel.
 Minuman : The encer, sirup, air gula, madu dan kaldu.
b. Fase Pemulihan
Diberikan jika fase akut sudah teratasi, bentuk makanan merupakan kombinasi cair jernih
dan cair kental, saring, lunak, dan biasa. Di bagi menjadi 3 tahap ;
 Makanan cair + bubur saring 1700 kkal.
 Makanan lunak 1900 kkal
 Makanan Biasa 2100 kkal

12. PENGKAJIAN KEPERAWATAN


a. Identitas
Meliputi identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat, pendidikan,
diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian diambil) dan identitas penanggung
jawab (nama, umur, pendidikan, agama, suku, hubungan dengan klien, pekerjaan, alamat).
b. Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi dan
penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak saat klien sedang
melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai
tidak sadar, kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kotrasepsi
oral yang lama, penggunan obat-obat anti koagulasi, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
kegemukan.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, DM, atau adanya riwayat stroke
dari generasi terdahulu
f. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Mengalami penurunan kesadaran, suara bicara, kadang mengalami gangguan yaitu
sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/afasia, TTV meningkat, nadi bervariasi.
a) B1 (Breathing)
Pada infeksi didapatkan klien batuk, peningkatan sputum, sesak naps, penggunaan
alat bantu napas, dan peningkatan frekuensi napas. Pada klien dengan kesadaran
CM, pada infeksi peningkatan pernapasannya tidak ada kelainan, palpasi thoraks
didapatkan taktil fremitus seimbang, auskultasi tidak didapatkan bunyi napas
tambahan.
b) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok hipovolemik)
yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terdapat peningkatan
dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg)
c) B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung pada likasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran arean perfusinya tidak adekuat,
dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak dapat
membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksan fokus dan
lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya
d) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sememntara karena
konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan
mengendalian kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermitten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang
berlanjut menunujukkan kerusakan neurologis luas.
e) B5 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonojol karena klien stroke mengalami masalah
mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/hemiplegi serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat
2) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Pada klien lanjut usia kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat latergi,
stupor dan koma
3) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus
frontal dan hemisfer
4) Pangkajian Saraf Kranial
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central
5) Pengkajian Sistem Motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh
6) Pengkajian Reflek
Pada fase akur refleks fisiologis yang lumpuh akan menghilang setelah beberapa hari
reflek fisiologian muncul kembali didahului refleks patologis
7) Pengkajian Sistem Sensori
Dapat terjadi hemihipertensi.

13. MASALAH KEPERAWATAN


a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d gangguan aliran darah sekunder akibat peningkatan
tekanan intra cranial.
b. Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial atau oral.
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular.
d. Defisit perawatan diri b.d hemiparese/ hemiplegic.
e. Resiko tinggi ketidakefektifan pola napas b.d menurunnya reflek batuk dan menelan,
immobilisasi.
f. Resiko tinggi gangguan intergritas kulit b.d tirah baring lama.
g. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan menelan.
h. Defisiensi pengetahuan b.d informasi yang tidak adekuat.

14. INTERVENSI KEPERAWATAN


a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan
intracranial.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan
otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria Hasil :
1) Klien tidak gelisah.
2) Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
3) GCS E : 4, M: 6, V: 5.
4) TTV normal (N: 60-100 x/menit, S: 36-36.7 OC, RR: 16-20 x/menit).
Intervensi:
1) Berikan penjelasan pada keluarga tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan akibatnya.
Rasional : keluarga dapat berpartisipasi dalam proses penyembuhan.
2) Berikan klien bed rest total.
Rasional : untuk mencegah perdarahan ulang.
3) Observasi dan catat TTV dan kelainan intrakranial tiap 2 jam.
Rasional : mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini untuk
penetapan tindakan yang tepat.
4) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30o dengan letak jantung (beri bantal tipis).
Rasional : mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainase vena dan
memperbaiki sirkulasi serebral.
5) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mngejan berlebihan.
Rasional : batuk dan mengejan dapat meningkatkan TIK dan potensial terjadi
perdarahan ulang.
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
Rasional : rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan TIK.
7) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor.
Rasional : memperbaiki sel yang masih viable.
b. Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial atau oral.
Tujuan : setelah diberikan tindakan selama 3x24 jam diharapkan kerusakan komunikasi
verbal klien dapat teratasi
Kriteria Hasil :
1) Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi
2) Mampu berbicara yang koheren
3) Mampu menyusun kata-kata
Intervensi :
1) Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti spontan tidak tampak memahami kata/mengalami
kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
Rasional : membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi.
2) Bedakan antara afasia dan disatria.
Rasional : intervensi yang dipilih tergantung pada tipe kerusakannya.
3) Minta pasien untuk mengikuti perintah sederhana.
Rasional : melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik (afasia sensorik).
4) Minta pasien untuk mengucapkan suara sederhana.
Rasional : mengidentifikasi adanya disatria sesuai komponen motorik dari bicara
(seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas) yang dapat mempengaruhi artikulasi dan
mungkin juga tidak disertai afasia motorik.
5) Berikan metode alternatif seperti menulis di papan tulis.
Rasional : memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarakan keadaan defisit
yang mendasarnya.
6) Kolaborasi konsultasikan dengan rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional : mempercepat proses penyembuhan.
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular.
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan mobilisasi klien
mengalami peningkatan atau perbaikan.
Kriteria Hasil :
1) Mempertahankan posisi optimal.
2) Mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang mengalami hemiparese.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal.
Rasional : mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan informasi
mengenai pemulihan.
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam.
Rasional : menurunkan ressiko terjadinya trauma/iskemia jaringan.
3) Latih rentang gerak/ROM
Rasional : meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah
kontroktur.
4) Tempatkan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan.
Rasional : mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
5) Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi
Rasional : mempertahankan posisi fungsional.
d. Defisit perawatan diri b.d hemiparase/hemiplegic.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan perawatan diri
klien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
1) Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kemampuan.
2) Klien dapat mengidentifikasikan komunitas untuk memberikan bantuan sesuai
kebutuhan.
Intervensi :
1) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri.
Rasional : membantu dalam mengantisipasi merencanakan pemenuhan kebutuhan
secara individual.
2) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas sesuai kemampuan.
Rasional : meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus.
3) Berikan bantuan perawatan diri sesuai kebutuhan.
Rasional : memenuhi kebutuhan perawatan diri klien dan menghindari sifat bergantung
kepada perawat.
4) Berikan umpan balik positif untuk setiap usaha yang dilakukannya.
Rasional : meningkatkan kemandirian dan mendorong klien berusaha secara kontinyu.
5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
Rasional : memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangan rencana terapi.
e. Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas b.d menurunnya reflek batuk dan menelan,
immobilisasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola nafas
efektif.
Kriteria hasil :
1) Klien tidak sesak nafas.
2) Tidak terdapat suara nafas tambahan.
3) RR dalam rentang normal (16-20 x/menit)
Intervensi :
1) Observasi pola dan frekuensi nafas.
Rasional : mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan pola napas.
2) Auskultasi suara nafas.
Rasional : mengetahui adanya kelainan suara nafas.
3) Ubah posisi tiap 2 jam sekali.
Rasional : perubahan posisi dapat melancarkan saluran nafas.
4) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga sebab ketidakefektifan pola nafas.
Rasional : klien dan keluarga berpartisipasi dalam mencegah ketidakefektifan pola
nafas.
5) Kolaborasi dalam pemberian terapi oksigen.
Rasional : mempertahankan kepatenan pola nafas.
f. Resiko tinggi gangguan integritas kulit b.d tirah baring lama.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien mampu
mempertahankan keutuhan kulit.
Kriteria hasil :
1) Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
Intervensi :
1) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM jika mungkin.
Rasional : meningkatkan aliran darah ke semua daerah.
2) Ubah posisi tiap 2 jam.
Rasional : menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
3) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah yang menonjol.
Rasional : menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol.
4) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan
dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi.
Rasional : hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.
5) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit.
Rasional : mempertahankan keutuhan kulit.
g. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan menelan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi
gangguan nutrisi.
Kriteria hasil :
1) Turgor kulit baik.
2) Tidak terjadi penurunan berat badan.
3) Tidak muntah.
Intervensi :
1) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan, dan reflex batuk.
Rasional : untuk menentukan jenis makanan yang akan diberikan kepada klien.
2) Berikan makan dengan bertahan pada lingkungan yang tenang.
Rasional : klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa ada gangguan dari
luar.
3) Berikan makanan dalam penyajian masih hangat.
Rasional : menarik minat makan klien.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan makanan melalui selang.
Rasional : mungkin dibutuhkan bila klien dalam penurunan kesadaran.
5) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit yang tepat.
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
h. Defisiensi pengetahuan b.d informasi tidak adekuat.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan
pengetahuan klien dan keluarga terpenuhi.
Kriteria hasil :
1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis, dan
program pengobatan.
Intervensi :
1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang
spesifik.
Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan klien.
2) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi dengan cara yang tepat.
Rasional : memenuhi kebutuhan informasi pasien.
3) Sediakan bagi keluarga tentang informasi kemajuan keadaan pasien.
Rasional : memenuhi kebutuhan informasi keluarga.
4) Diskusikan dalam pemilihan terapi atau penanganan terhadap pasien.
Rasional : melibatkan pasien dan keluarga dalam pengambilan keputusan tindakan.

15. SUMBER/REFERENSI
Asyifaurohman, M. 2017. Jurnal Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke
Hemoragic Dengan Masalah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral:Posisi
Hade Up 30° Di ICU PKU. Stikes Muhammadiah Gombong.
Batticaca, F. B. 2008. Asuan Keperawatan Klien dengan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Ernawati, Y. 2014. Jurnal Pemberian Posisi Miring 30° Terhadap
Pencegahan Terjadinya Luka Tekan Grade I Pada Tn.M Dengan Stroke. STKES
Husada Surakarta.
Sufian, MN. 2017. Jurnal Penerapan Teknik Alih Baring Terhadap Kejadian
Dekubitus Pada Asuhan Keperawatan Ny. M Dengan Stroke di RSUD Kota
Semarang. Universitas Muhammadiyah Semarang

Anda mungkin juga menyukai