PERILAKU KEKERASAN
Disusun oleh:
MELATI CAHYANI INDRI
190070300111059
A. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain,
maupun lingkungan (Fitria, 2009). Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang
ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan
datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri, maupun orang lain (Yoseph,
2007). Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress
berat, membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalkan:
memaki-maki orang disekitarnya, membanting-banting barang, menciderai diri dan
orang lain, bahkan membakar rumah.
Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Menurut WHO
(dalam Bagong. S, dkk, 2000), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan
kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok
orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan
memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan
hak. Menurut Townsend (2000), amuk (aggresion) adalah tingkah laku yang bertujuan
untuk mengancam atau melukai diri sendiri dan orang lain juga diartikan sebagai perang
atau menyerang
Menurut Stuart dan Sundeen (1995), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan
dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. Perilaku kekerasan
atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993).
B. PENYEBAB
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut teori
biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam
Purba dkk, 2008) adalah:
a. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku:
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem
limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai
peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem
limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada
gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial
perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak
mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan
agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam
menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan
berinteraksi dengan pusat agresif.
2) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan
serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif.
Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye
dalam teorinya tentang respons terhadap stress.
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif
dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan
tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan
lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit
seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori Psikologik
1) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan
dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan
prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam
kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
2) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang
tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai
prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang
positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap
perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka
mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya
ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak
mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan
setelah dewasa.
c. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial
terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima
perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga
berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk
yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku
kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup
individu.
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan
(Yosep, 2009):
a) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
b) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
d) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
e) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
f) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang
respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : (Keliat, 1997).
a. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain,
atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
b. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan.
Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman
tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
c. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
dialami.
d. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh
individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia
berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan
sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain
e. Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol
diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang
lain.
POHON MASALAH
Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang
Lain, dan Lingkungan
Presipitasi Predisposisi
- Ditinggal orang - Kepribadian
yang dia cintai introvert
- Kehilangan - Genetik
- Musibah alam - Sosial budaya
G. PERILAKU
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
a) Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi
terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah
merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine
dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot,
seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
b) Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu
dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk
mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa
menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga
untuk pengembangan diri klien.
H. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan
untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 1998). Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa
cemas yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada
klien marah untuk melindungi diri antara lain : (Maramis, 1998)
Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk
suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti
meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi
ketegangan akibat rasa marah.
Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya.
Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar.
Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan
tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-
lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan.
Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut
dengan kasar.
Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang
tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya
Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
I. PENATALAKSANAAN
Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2 yaitu:
a) Medis
a. Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.
b. Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.
c. Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan menenangkan
hiperaktivitas.
d. ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila mengarah pada
keadaan amuk.
b) Penatalaksanaan keperawatan
a. Psikoterapeutik
b. Lingkungan terapieutik
c. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
d. Pendidikan kesehatan
J. PERENCANAAN PULANG
Perawatan dirumah sakit akan lebih bermakna jika dilanjutkan dirumah. Untuk itu
semua rumah sakit perlu membuat perencanaan pulang. Perencanaan pulang dilakukan
sesegera mungkin setelah klien dirawat dan diintegrasikan didalam proses keperawatan. Jadi
bukan persiapan yang dilakukan pada hari atau sehari sebelum klien pulang.
Tujuan perencanaan pulang:
a. Menyiapkan klien dan keluarga secara fisik, psikologis dan sosial.
b. Klien tidak menciderai diri, orang lain dan lingkungannya.
c. Klien tidak terisolasi sosial
d. Menyelenggarakan proses pulang yang bertahap (Kelliat, 1992).
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan.
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.
Intervensi
Rencana Tindakan
No Diagnosis
TUK/SP Tindakan
1 Resiko TUM: Selama perawatan diruangan, Tindakan Psikoterapi
perilaku pasien tidak memperlihatkan perilaku a. Pasien
kekerasan kekerasan, dengan criteria hasil(TUK): § BHSP
§ Dapat membina hubungan saling § Ajarakan SP I:
percaya o Diskusikan penyebab, tanda dan
§ Dapat mengidentifikasi penyebab, gejala, bentuk dan akibat PK yang
tanda dan gejala, bentuk dan akibat PK dilakukan pasien serta akibat PK
yang sering dilakukan o Latih pasien mencegah PK
§ Dapat mendemonstrasikan cara dengan cara: fisik (tarik nafas
mengontrol PK dengan cara : dalam & memukul bantal)
o Fisik o Masukkan dalam jadwal harian
o Social dan verbal § Ajarkan SP II:
o Spiritual o Diskusikan jadwal harian
o Minum obat teratur o Latih pasien mengntrol PK
§ Dapat menyebutkan dan dengan cara sosial
mendemonstrasikan cara mencegah PK o Latih pasien cara menolak dan
yang sesuai meminta yang asertif
§ Dapat memelih cara mengontrol PK o Masukkan dalam jadwal kegiatan
yang efektif dan sesuai harian
§ Dapat melakukan cara yang sudah § Ajarkan SP III:
dipilih untuk mengontrl PK o Diskusikan jadwal harian
§ Memasukan cara yang sudah dipilih o Latih cara spiritual untuk
dalam kegitan harian mencegah PK
§ Mendapat dukungan dari keluarga o Masukkan dalam jadawal
untuk mengontrol PK kegiatan harian
§ Dapat terlibat dalam kegiatan § Ajarkan SP IV
diruangan o Diskusikan jadwal harian
o Diskusikan tentang manfaat obat
dan kerugian jika tidak minum obat
secara teratur
o Masukkan dalam jadwal kegiatan
harian
§ Bantu pasien mempraktekan cara
yang telah diajarkan
§ Anjurkan pasien untuk memilih
cara mengontrol PK yang sesuai
§ Masukkan cara mengontrol PK
yang telah dipilih dalam kegiatan
harian
§ Validasi pelaksanaan jadwal
kegiatan pasien dirumah sakit
b. Keluarga
· Diskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam merawat
pasien PK
· Jelaskan pengertian tanda dan
gejala PK yang dialami pasien serta
proses terjadinya
· Jelaskan dan latih cara-cara
merawat pasien PK
· Latih keluarga melakukan cara
merawat pasien PK secara langsung
· Discharge planning : jadwal
aktivitas dan minum obat
Tindakan psikofarmako
§ Berikan obat-obatan sesuai
program pasien
§ Memantau kefektifan dan efek
samping obat yang diminum
§ Mengukur vital sign secara
periodic
PASIEN KELUARGA
SP 1 SP 1
1. Identifikasi penyebab, tanda dan gejala, PK 1. Diskusikan masalah yang dirasakan dalam
yang dilakukan, akibat PK. merawat klien.
2. Jelaskan cara mengontrol PK: fisik, obat, 2. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan
verbal, spiritual. proses terjadinya PK (gunakan booklet).
3. Latih cara mengontrol PK fisik 1 (tarik nafas 3. Jelaskan cara merawat PK.
dalam) dan 2 (pukul kasur atau bantal). 4. Latih 1 cara merawat PK: fisik 1, 2.
4. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan 5. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan
fisik memberikan pujian
SP 2 SP 2
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik 1 dan 2. Beri 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/
pujian. melatih pasien fisik 1, 2. Beri pujian.
2. Latih cara mengontrol PK dengan obat 2. Jelaskan 6 benar cara memberikan obat.
(jelaskan 6 benar: jenis, guna, dosis, 3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan
frekuensi, cara, kontinuitas minum obat). memberi pujian
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan
fisik dan minum obat
SP 3 SP 3
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik 1 dan 2, dan 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/
obat. Beri pujian. melatih pasien fisik 1, 2 dan memberikan obat.
2. Latih cara mengontrol PK secara verbal (3 cara Beri pujian.
yaitu: mengungkapkan, meminta, menolak 2. Latih cara membimbing verbal/bicara.
dengan benar). 3. Latih cara membimbing kegiatan spiritual.
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan 4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan
fisik minum obat, dan verbal. memberi pujian
SP 4 SP 4
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik 1 dan 2, obat 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/
dan verbal. Beri pujian. melatih pasien fisik 1, 2 dan memberikan obat,
2. Latih cara mengontrol PK secara spiritual (2 verbal dan spiritual. Beri pujian.
kegiatan). 2. Jelaskan follow up ke PKM, tanda kambuh,
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan rujukan.
fisik, minum obat, verbal dan spiritual. 3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan
memberi pujian
SP 5 SP 5
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik 1,2, minum 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/
obat, verbal dan spiritual dan berikan pujian. melatih pasien fisik 1, 2 dan memberikan obat,
2. Nilai kemampuan yang telah mandiri. verbal dan spiritual dan follow up. Beri pujian.
3. Nilai apakahPK terkontrol 2. Nilai kemampuan merawat pasien.
3. Nilai kemampuan keluarga melakukan kontrol
ke PKM
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan pada Perilaku Kekerasan
SP 1 Pasien:
Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah, tanda dan gejala
yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta cara mengontrol secara
fisik I
Orientasi (Perkenalan):
“Assalamualaikum pak, perkenalkan nama saya A K, panggil saya A, saya perawat yang dinas di
ruangan soka in. Hari ini saya dinas pagi dari pukul 07.00-14.00. Saya yang akan merawat bapak
selama bapak di rumah sakit ini. Nama bapak siapa, senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah bapak”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10 menit?
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana kalau di ruang tamu?”
Kerja:
“Apa yang menyebabkan bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah marah? Terus,
penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?. Baik.. jadi ada 2 penyebab marah bapak”
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak pulang ke rumah dan istri belum menyediakan
makanan(misalnya ini penyebab marah klien), apa yang bapak rasakan?” (tunggu respons klien)
“Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot, rahang
terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang bapak lakukan? O..iya, jadi bapak memukul istri bapak dan memecahkan
piring, apakah dengan cara ini makanan terhidang? Iya, tentu tidak. Apa kerugian cara yang
bapak lakukan? Betul, istri jadi sakit dan takut, piring-piring pecah. Menurut bapak adakah cara
lain yang lebih baik? Maukah bapak belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa
menimbulkan kerugian?”
Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalah dengan cara fisik.
Jadi melalui kegiatan fisik disalurkanrasa marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak berdiri, lalu tarik
napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu perlahan –lahan melalui mulut seperti
mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut.
Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah bisa melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah
itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan bapak?”
”Iya jadi ada 2 penyebab bapak marah ........ (sebutkan) dan yang bapak rasakan ........ (sebutkan)
dan yang bapak lakukan ....... (sebutkan) serta akibatnya ......... (sebutkan)
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak yang lalu, apa yang bapak
lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan napas dalamnya ya pak.
‘Sekarang kita buat jadual latihannya, berapa kali sehari bapak mau latihan napas dalam?, jam
berapa saja pak?”
”Baik, bagaimana kalau besok saya datang dan kita latihan cara yang lain untuk
mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya pak, assalamualaikum”
SP 2 klien: Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2
Evaluasi latihan nafas dalam
Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal
Susun jadwal kegiatan harian cara kedua
Orientasi (Perkenalan):
“Assalamualaikum pak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang saya datang lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam?, apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara teratur?”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan bapak marah?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik untuk
cara yang kedua”
“Mau berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit?”
“Dimana kita bicara?Bagaimana kalau di ruang tamu?”
Kerja:
“Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-debar, mata
melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan bantal”.
“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau nanti
bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan
memukul kasur dan bantal. Nah, coba bapak lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya, bagus sekali
bapak melakukannya”.
“Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal.”
“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah. Kemudian jangan lupa
merapikan tempat tidurnya
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”
“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi?Bagus!”
“Mari kita masukkan kedalam jadual kegiatan sehari-hari bapak. Pukul kasur bantal mau jam
berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam 05.00 pagi. dan jam jam 15.00
sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya pak. Sekarang
kita buat jadwalnya ya, mau berapa kali sehari bapak latihan memukul kasur dan bantal serta tarik
nafas dalam ini?”
“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah dengan belajar bicara
yang baik. Mau jam berapa pak? Baik, jam 10 pagi ya. Sampai jumpa”
SP 1 Keluarga: Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara merawat klien
perilaku kekerasan di rumah
Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI;
Jakarta.
Depkes RI, 1996, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan Keperawatan,
2000, Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta.
Depkes RI, 1996, Proses Keperawatan Jiwa, jilid I.
Keliat Budi Anna, dkk, 1998, Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa, penerbit buku kedokteran
EGC : Jakarta.
Keliat Budi Anna, 1996, Marah Akibat Penyakit yang Diderita, penerbit buku kedokteran
EGC ; Jakarta.
Keliat Budi Anna, 2002, Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan, FIK, UI : Jakarta.
Rasmun, 2001, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga,
Edisi 1, CV. Agung Seto; Jakarta.
Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3, Penerbit : Buku
Kedokteran EGC ; Jakarta.
Townsend C. Mary , 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC ; Jakarta.
WF Maramis, 1998, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, penerbit : Buku Kedokteran EGC ;
Jakarta.