1.1. DEFINISI
Gagal napas adalah sindroma dimana sistem respirasi gagal untuk melakukan fungsi
pertukaran gas, pemasukan oksigen, dan pengeluaran karbondioksida. Keadekuatan
tersebut dapat dilihat dari kemampuan jaringan untuk memasukkan oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida. Indikasi gagal napas adalah PaO2 < 60mmHg atau PaCO2
> 45mmHg, dan atau keduanya. (Bruner and Suddart 2002
Gagal nafas terjadi apabila paru tidak lagi dapat memenuhi fungsi primernya dalam
pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteria dan pembuangan karbondioksida (price&
Wilson, 2005) Gagal napas adalah ventilasi tidak adekuat disebabkan oleh
ketidakmampuan paru mempertahankan oksigenasi arterial atau membuang karbon
dioksida secara adekuat(kapita selekta penyakit, 2011)
1.2. ETIOLOGI
1. Depresi Sistem saraf pusat : Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat.
Pusat pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak
(pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
2. Gangguan ventilasi : Gangguan ventilasi disebabkan oleh kelainan intrapulmonal
maupun ekstrapulmonal. Kelainan intrapulmonal meliputi kelainan pada saluran napas
bawah, sirkulasi pulmonal, jaringan, dan daerah kapiler alveolar. Kelainan
ekstrapulmonal disebabkan oleh obstruksi akut maupun obstruksi kronik. Obstruksi
akut disebabkan oleh fleksi leher pada pasien tidak sadar, spasme larink, atau oedema
larink, epiglotis akut, dan tumor pada trakhea. Obstruksi kronik, misalnya pada
emfisema, bronkhitis kronik, asma, COPD, cystic fibrosis, bronkhiektasis terutama
yang disertai dengan sepsis.
3. Gangguan kesetimbangan ventilasi perfusi (V/Q Missmatch) : Peningkatan deadspace
(ruang rugi), seperti pada tromboemboli, emfisema, dan bronkhiektasis.
4. Trauma : Cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat
mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks,
pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal
nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya
adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar
5. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks : Merupakan kondisi yang mengganggu
ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan
penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat
menyebabkan gagal nafas.
6. Penyakit akut paru : Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi
atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi
lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema
paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas. (Kowalak dkk,
2011)
1.3. KLASIFIKASI
a. Gagal napas akut Gagal napas akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang
ditandai dengan perubahan hasil analisa gas darah yang mengancam jiwa. Terjadi
peningkatan kadar PaCO2. Gagal napas akut timbul pada pasien yang keadaan
parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.
b. Gagal napas kronik Gagal napas kronik terjadi dalam beberapa hari. Biasanya terjadi
pada pasien dengan penyakit paru kronik, seperti bronkhitis kronik dan emfisema.
Pasien akan mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapneu yang memburuk
secara bertahap.
1.4. TANDA DAN GEJALA
Tanda-tanda gagal nafas yaitu adanya takipnea dan pernapasan dangkal tanpa retraksi dan
tanda dan gejala tambahan berupa gagal napas dapat diamati, tergantung pada tingkat
hipoksemia dan hiperkapnia. Dikatakan gagal napas jika memenuhi salah satu keriteria
yaitu PaO2 arteri 45 mmHg, kecuali peningkatan yang terjadi kompensasi alkalosis
metabolic. Selain itu jika menurut klasifikasinya gagal napas bisa terbagi menjadi
hipoksemia yaitu bila nilai PaCO2 pada gagal napas tipe ini menunjukkan nilai normal atau
rendah.
Gejala yang timbul merupakan campuran hipoksemia arteri dan hipoksia jaringan, antara
lain: a) Dispneu (takipneu, hipeventilasi) b) Perubahan status mental, cemas, bingung,
kejang, asidosis laktat c) Sinosis di distal dan sentral (mukosa,bibir) d) Peningkatan
simpatis, takikardia, diaforesis, hipertensi e) Hipotensi, bradikardia, iskemi miokard,
infark, anemia, hingga gagal jantung dapat terjadi pada hipoksia berat. Berikutnya adalah
gagal napas hiperkapnia, yaitu bila kadar PCO2 yang cukup tinggi dalam alveolus
menyebabkan pO2 alveolus dari arteri turun. Hal tersebut dapat disebabkan oleh gangguan
di dinding dada, otot pernapasan, atau batang otak. Contoh pada PPOK berat, asma berat,
fibrosis paru stadium akhir, ARDS berat atau landry guillain barre syndrome. Gejala
hiperkapnia antara lain penurunan kesadaran, gelisah, dispneu (takipneu, bradipneu),
tremor, bicara kacau, sakit kepala, dan papil edema. (Arifputra, 2014).
1.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemerikasan gas-gas darah arteri Hipoksemia Ringan : PaO2 < 80 mmHg Sedang :
PaO2 < 60 mmHg Berat : PaO2 < 40 mmHg
2. Oksimetri nadi dapat menunjukkan penurunan saturasi oksigen arterial.
3. Kadar hemoglobin serum dan hematokrit menunjukkan penurunan kapasitas
mengangkut oksigen.
4. Elektrolit menunjukkan hipokalemia dan hipokloremia Hipokalemia dapat terjadi
karena hiperventilasi kompensasiyang merupakan upaya tubuh untuk mengoreksi
asidosis. Hipokloremia biasanya terjadi alkalosis metabolik. Pemeriksaan kultur darah
dapat menemukan kuman patogen.
5. Kateterisasi arteri pulmonalis membantu membedakan penyebab pulmoner atau
kardiovaskuler pasa gagal nafas akut dan memantau tekanan hemodinamika. (kowalak
jenifer, 2011)
1.6. PENATALKANAAN MEDIS
1. Non Farmakologi
a. Bernafas dalam dengan bibir di kerutkan ke depan jika tidak di lakukan intubasi dan
ventilasi mekanis, cara ini di lakukan untuk membantu memelihara patensi jalan
napas.
b. Aktifitas sesuai kemampuan.
c. Pembatasan cairan pada gagal jantung.
2. Farmakologi
a. Terapi oksigen untuk meningkatkan oksigenasi dan menaikan PaO2.
b. Ventilasi mekanis dengan pemasangan pipa endotrakea atau trakeostomi jika perlu
untuk memberikan oksigenasi yang adekuat dan membalikkan keadaan asidosis
c. Ventilasi frekuensi tinggi jika kondisi pasien tidak nereaksi terhadap terapi yang di
berikan, tindakan ini di lakukan untuk memaksa jalan nafas terbuka, meningkatkan
oksigenasi, dan mencegah kolaps alveoli paru.
d. Pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi.
e. Pemberian bronkodilator untuk mempertahankan patensi jalan nafas.
f. Pemberian kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi.
g. Pembatasan cairan pada kor pulmonaleuntuk mengurangi volume dan beban kerja
jantung.
h. Pemberian preparat inotropik positif untuk meningkatkan curah jantung.
i. Pemberian vasopresor untuk mempertahankan tekanan darah.
j. Pemberian diuretik untuk mengurangi edema dan kelebihan muatan cairan.
1.7. KOMPLIKASI
Hipoksia jaringan 2. Asidosis respiratorik kronis : kondisi medis dimana paru-paru tidak
dapat mengeluarkan semua karbondioksida yang dihasilkan dalam tubuh. Hal ini
mengakibatkan gangguan keseimbangan asam-basa dan membuat cairan tubuh lebih asam,
terutama darah. 3. Henti napas 4. henti jantung
1.8. PATHWEY
Penurunan TIK Kerusakan sis. Obstruksi Infeks paru Gangguan Adanya cairan di
Otot pernapasan saluran napfas kronis kontraktilitas paru
jantung
Menekan pusat
pernapasan Kerusakan Gangguan
Oksigen paru jaringan paru pengembangan
menurun Penurunan COP
paru
atelektsis
Edema paru
Hipoventilasi
Gagal Napas
Gangguan disfusi
O2 dan CO2
Pirau (Shunt)
Menurun supla
O2 ke otak
Penurunan
kesadaran
Penurunan
reflek batuk
Peningkatan
sekret
pernapasan
Penumpukan
sekret di saluran
pernapasan
Obstruksi
saluran
pernapasan
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, Muhammad. 2012. Medical Bedah untuk Mahasiswa. Jogjakarta: DIVA Press.
Doenges, M.E. Moorhouse M.F., Geissler A.C., (2000) Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,
Jakarta, EGC.
Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta:EGC
Mansjoer, A,.Suprohaita, Wardhani WI,.& Setiowulan, (2011). Kapita Selekta Kedokteran edisi
2. Jakarta: EGC
Price, Sylvia Anderson. 2005. Konsep klinis proses-proses penyakit, edisi 6. Jakarta:EGC.
LAPORAN KASUS
1.1. PENGKAJIAN
1.2. ANALISA DATA
Data Fokus Etiologi Masalah
Ds : Hipersekresi Jalan Napas Bersihan Jalan Napas
Pasien tidak dapat dikaji Tidak Efektif
karena KU stupor dan klien
terpasang ETT
Do :
- Klien terpasang ETT
- Rhonchi (+)
- KU stupor
- Klien menggunakan
ventilator mode
SIMV, VT 380,
PEEP 5, RR 15,
FiO2 70%
- Vital Sign :
TD : 107/50 mmHg
MAP : 73 mmHg
HR : 100x/m
RR : 14x/m