Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KASUS HIPOKALEMIA DENGAN

KEBUTUHAN DASAR MOBILISASI FISIK DI RUANGAN

CEMARA 1 RSUD TORABELO KABUPATEN SIGI

SULAWESI TENGAH

DI SUSUN OLEH :

NAMA : NI LUH AYU SRIANI

NIM : 2022030226

CI LAHAN CI INSTITUSI

Ns. Etrika, S.Kep Ns. Moh Malikul Mulki,M.Tr.Kep

NIP. 199105262019082001 NIK. 20220901132

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1. Konsep Kebutuhan Dasar

a. Defenisi Mobilitas

1. Mobilitas

Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk

bergerak dan melakukan kegiatan secara mudah, bebas dan teratur

guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, baik secara mandiri,

dengan bantuan orang lain maupun dengan hanya bantuan alat.

(Wulandari, 2018).

2. Imobilitas

Gangguan mobilitas atau imobilitas merupakan keadaan dimana

seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang

mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya trauma tulang belakang,

cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya

(Wulandari, 2018).

b. Anatomi Sistem Muskuloskeletal

Sistem muskuloskeletal tersusun dari berbagai bagian dan jaringan

tubuh, yaitu:
1. Tulang

Tulang merupakan salah satu bagian utama dalam sistem

muskuloskeletal yang berfungsi untuk menopang dan memberi bentuk

tubuh, menunjang gerakan tubuh, melindungi organ-organ tubuh, serta

menyimpan mineral kalsium dan fosfor. Orang dewasa umumnya

memiliki sekitar 206 tulang.

Tulang terdiri dari lapisan luar dan dalam. Lapisan luar tulang

memiliki tekstur keras dan terbuat dari protein, kolagen, serta berbagai

macam mineral, termasuk kalsium. Sementara itu, bagian dalam tulang

memiliki tekstur yang lebih lembut dan berisi sumsum tulang, yaitu

tempat diproduksinya sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit

atau keping darah.

2. Sendi

Sendi merupakan sambungan antara kedua tulang. Sendi ada

yang bisa digerakkan, tetapi ada juga yang tidak. Sendi yang tidak bisa

digerakkan contohnya adalah sendi yang terdapat di lempengan

tengkorak. Sedangkan, sendi yang bisa digerakkan meliputi sendi jari

tangan dan kaki, siku, pergelangan tangan, bahu, rahang, panggul,

lutut, dan pergelangan kaki.

3. Otot

Ada tiga jenis otot yang merupakan bagian dari sistem

muskuloskeletal, yaitu otot rangka, otot jantung, dan otot polos.Otot


rangka adalah otot yang melekat pada tulang dan sendi. Otot ini bisa

meregang dan berkontraksi saat tubuh bergerak, seperti saat berjalan,

menggenggam benda, atau saat mengubah posisi tubuh, misalnya

menekuk dan meluruskan lengan atau kaki. Sementara itu, otot

polos adalah jenis otot yang terdapat pada organ-organ tubuh,

misalnya saluran cerna dan pembuluh darah. Aktivitas otot polos

diatur oleh saraf otonom, sehingga mereka dapat bekerja secara

otomatis. Sama seperti otot polos, otot jantung juga bekerja secara

otomatis dalam memompa darah ke seluruh tubuh, tetapi struktur

jaringan otot ini mirip dengan otot rangka.

Di saluran pencernaan, otot polos bertugas untuk menggerakkan

usus agar makanan dan minuman bisa dicerna, kemudian dibuang

sebagai kotoran. Pada pembuluh darah, otot polos bertugas untuk

mengatur aliran darah dengan cara melebarkan atau menyempitkan

pembuluh darah.

4. Tulang rawan

Tulang rawan adalah sejenis jaringan ikat yang menutup sendi.

Selain berada di antara sambungan tulang, tulang rawan juga ada di

hidung, telinga, dan paru-paru. Tulang rawan memiliki struktur yang

kokoh, tetapi lebih kenyal dan lentur, tidak seperti tulang rangka.

Tulang rawan bertugas untuk mencegah tulang dan sendi saling

bergesekan serta menjadi peredam fisik saat tubuh mengalami cedera.


5. Ligamen

Ligamen adalah jaringan ikat yang menghubungkan tulang dan

sendi. Ligamen terdiri atas serat elastis yang tersusun dari protein.

Jaringan ikat ini berfungsi untuk menopang sendi, seperti lutut,

pergelangan kaki, siku, dan bahu, serta memungkinkan pergerakan

tubuh.

6. Tendon

Tendon adalah jaringan ikat tebal dan berserat yang berfungsi

untuk menghubungkan otot ke tulang. Tendon terdapat di seluruh

tubuh, mulai dari kepala, leher, hingga kaki. Ada banyak jenis tendon

dan salah satunya adalah tendon Achilles, tendon terbesar di tubuh.

Tendon ini menempelkan otot betis ke tulang tumit dan

memungkinkan kaki serta tungkai untuk bergerak. Sementara itu,

tendon rotator cuff di bahu berfungsi untuk menunjang gerakan bahu

dan lengan.

c. Fisiologi Muskuloskeletal

Ketika Anda hendak menggerakkan tubuh, otak akan mengirimkan

sinyal melalui sistem saraf untuk mengaktifkan otot rangka.

Setelah menerima impuls atau rangsangan dari otak, otot akan

berkontraksi. Kontraksi otot ini akan menarik tendon dan tulang untuk

membuat tubuh bergerak.


Sedangkan untuk mengendurkan otot, sistem saraf akan mengirimkan

pesan ke otot agar mengendur dan rileks. Otot yang rileks akan berhenti

berkontraksi, sehingga gerakan tubuh akan ikut terhenti.

d. Perubahan fungsi hipokalemia

Kalium adalah kation utama cairan intra sel. Kenyataannya 98% dari

simpanan tubuh 3000 – 4000 mEq berada didalam sel dan 2% sisanya kira

–kira 70 mEq terutama dalam pada komponen ECF. Kadar kalium serum

ormal adalah 35-55 mEq / L dan sangat berlawanan dengan sel yang

sekitar 160 mEq / L. kalium merupakan bagian terbesar dari zat terlarut

intrasel, sehingga berperan penting dalam menahan cairan didalam sel dan

mempertahankan volume sel. Kalium ECF, meskipun hanya merupakan

bagian kecil dari kalium total, tetapi sangat berpengaruh dalam fungsi

neuromuscular. Perbedaan kadar kalium dalam kompartemen ICF dan

ECF dipertahankan oleh suatu pompa Na – K aktif yang terdapat

dimembran sel. Rasio kadar kalium ICF terhadap ECF adalah penentuan

utama potensial membrane sel pada jaringan yang dapat tereksitasi, seperti

otot jantung dan otot rangka. Potensial membrane intirahat

mempersiapkan pembentukan potensial aksi yang penting untuk fungsi

saraf dan otot yang normal. Kadar kalium ECF jauh lebih rendah

dibandingkan kadar di dalam sel, sehingga sedikit perubahan pada

kompartemen ECFakan mengubah rasio kalium secara bermakna.


Sebaliknya, hanya perubahan kalium ICF dalam jumlah besar yang dapat

merubah rasio ini secara bermakna.

e. Pemeriksaan fisik

1. Mengkaji skelet tubuh

Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang

abnormal akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan

bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi

abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi

biasanya menandakan adanya patah tulang.

2. Mengkaji tulang belakang

Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang), Kifosis (kenaikan

kurvatura tulang belakang bagian dada), Lordosis (membebek,

kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)

3. Mengkaji system persendian

Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas,

dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi.

4. Mengkaji system otot

Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan

ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau

adanya edema atau atropfi, nyeri otot.

5. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah

satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi

neurologist yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal

(mis.cara berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara berjalan

selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan

bergetar – penyakit Parkinson).

6. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer

Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau

lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer

dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu

pengisian kapiler.

f. Pemeriksaan diagnostik

1. Kalium serum : penurunan,kurang dari 3,5 mEq/L.

2. Klorida serum : sering turun, kurang dari 98 mEq/L.

3. Glukosa serum : agak tinggi.

4. Bikarbonat plasma : meningkat, lebih besar dari mEq/L.

5. Osmolalitas urine : menurun

6. GDA : pH dan bikarbonat meningkat (alkalositmebolik)

g. Tindakan penanganan

1. Terapi

a. Penatalaksana Umum    
1) Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi

pasien, keluarga, dan pramuwerdha.

2) Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah

baring lama, pentingnya latihan bertahap dan ambulasi

dini, serta mencegah ketergantungan pasien dengan

melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sendiri,

semampu pasien.

3) Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target

fungsional, dan pembuatan rencana terapi yang mencakup

pula perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai

target terapi.

4) Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia,

gangguan cairan dan elektrolit yang mungkin terjadi pada

kasus imobilisasi, serta penyakit/ kondisi penyetara

lainnya.

5) Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan

yang dapat menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus

diturunkan dosisnya atau dihentkan bila memungkinkan.

6) Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan

yang mengandung serat, serta suplementasi vitamin dan

mineral.
7) Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan

kondisi medis terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat

tidur, latihan gerak sendi (pasif, aktif, dan aktif dengan

bantuan), latihan penguat otot-otot (isotonik, isometrik,

isokinetik), latihan koordinasi/ keseimbangan, dan

ambulasi terbatas.

8) Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan

alat-alat bantu berdiri dan ambulasi.

9) Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan

komod atau toilet.

b. Penatalaksanaan Lainnya Yaitu

a) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien,

Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan

mobilitas, digunakan untuk meningkatkan kekuatan,

ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-posisi

tersebut, yaitu : Posisi fowler (setengah duduk), Posisi

litotomi, Posisi dorsal recumbent, Posisi supinasi

(terlentang), Posisi pronasi (tengkurap), Posisi lateral

(miring), Posisi sim, Posisi trendelenbeg (kepala lebih

rendah dari kaki), Ambulasi dini.

b) Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat

meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot serta


meningkatkan fungsi kardiovaskular.. Tindakan ini bisa

dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat

tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan

lain-lain.

c) Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga

dilakukan untuk melatih kekuatan, ketahanan, kemampuan

sendi agar mudah bergerak, serta meningkatkan fungsi

kardiovaskular.

d) Latihan isotonik dan isometric, latihan ini juga dapat

dilakukan untuk melatih kekuatan dan ketahanan otot

dengan cara mengangkat beban ringan, lalu beban yang

berat. Latihan isotonik (dynamic exercise) dapat dilakukan

dengan rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan

latihan isometrik (static exercise) dapat dilakukan dengan

meningkatkan curah jantung dan denyut nadi.

e) Latihan ROM Pasif dan Aktif, Latihan ini baik ROM aktif

maupun pasif merupakan tindakan pelatihan untuk

mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot.

f) Latihan Napas Dalam dan Batuk Efektif, Latihan ini

dilakukan untuk meningkatkan fungsi respirasi sebagai

dampak terjadinya imobilitas.


g) Melakukan Postural Drainase, Postural drainase merupakan

cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru dengan

menggunakan gaya berat (gravitasi) dari sekret itu sendiri.

Postural drainase dilakukan untuk mencegah terkumpulnya

sekret dalam saluran napas tetapi juga mempercepat

pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi atelektasis,

sehingga dapat meningkatkan fungsi respirasi. pada

penderita dengan produksi sputum yang banyak, postural

drainase lebih efektif bila diikuti dengan perkusi dan

vibrasi dada.

h) Melakukan komunikasi terapeutik, Cara ini dilakukan

untuk memperbaiki gangguan psikologis yaitu dengan cara

berbagi perasaan dengan pasien, membantu pasien untuk

mengekspresikan kecemasannya, memberikan dukungan

moril, dan lain-lain.

2. Konsep Keperawatan Teori

a. Pengkajian Keperawatan

1. Aspek biologis

a) Usia, Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan

melakukan aktifitas, terkait dengan kekuatan muskuloskeletal.

Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah postur tubuh yang

sesuai dengan tahap pekembangan individu.


b) Riwayat keperawatan, hal yang perlu dikaji diantaranya adalah

riwayat adanya gangguan pada sistem muskuloskeletal,

ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan aktivitas,

jenis latihan atau olahraga yang sering dilakukan klien dan

lain-lain.

c) Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap

tubuh, dan dampak imobilisasi terhadap sistem tubuh.

d)  Aspek psikologis, aspek psikologis yang perlu dikaji di

antaranya adalah bagaimana respons psikologis klien terhadap

masalah gangguan aktivitas yang dialaminya, mekanisme

koping yang digunakan klien dalam menghadapi gangguan

aktivitas dan lain-lain.

e) Aspek sosial kultural, pengkajian pada aspek sosial kultural ini

dilakukan untuk mengidentifikasi dampak yang terjadi akibat

gangguan aktifitas yang dialami klien terhadap kehidupan

sosialnya, misalnya bagaimana pengaruhnya terhadap

pekerjaan, peran diri baik dirumah, kantor maupun sosial dan

lain-lain.

f) Aspek spiritual, hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah

bagaimana keyakinan dan nilai yang dianut klien dengan

kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti apakah

klien menunjukan keputusasaannya. Bagaimana pelaksanaan


ibadah klien dengan keterbatasan kemampuan fisiknya Dan

lain-lain.

g)  Kemunduran musculoskeletal, Indikator primer dari keparahan

imobilitas pada system musculoskeletal adalah penurunan

tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak

sendi; dan kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik

dapat digunakan untuk memantau perubahan dan keefektifan

intervensi.

h) Kemunduran kardiovaskuler, Tanda dan gejala kardivaskuler

tidak memberikan bukti langsung atau meyaknkan tentang

perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk

diagnostic yang dapat diandalkan pada pembentukan

trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi eritema,

edema, nyeri tekan dan tanda homans positif. Intoleransi

ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri

tegak seperti gejala peningkatan denyut jantung, penurunan

tekanan darah, pucat, tremor tangan, berkeringat,

kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop.

i)  Kemunduran Respirasi, Indikasi kemunduran respirasi

dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan pneumonia.

Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan

denyut jantung. Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada,


perkusi, bunyi napas, dan gas arteri mengindikasikan adanaya

perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.

j) Perubahan-perubahan integument, Indikator cedera iskemia

terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi.

Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah

eritema yang tidak teratur dan didefinisikan sangat buruk di

atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3 menit

setelah tekanan dihilangkan

k) Perubahan-perubahan fungsi urinaria, bukti dari perubahan-

perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa

berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah,

dan batas kandung kemih yang dapat diraba. Gejala-gejala

kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk

berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian bawah.

l) Perubahan-perubahan Gastrointestinal,sensasi subjektif dari

konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian

bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak

sempurna, anoreksia, mual gelisah, depresi mental, iritabilitas,

kelemahan, dan sakit kepala.

m) Faktor-faktor lingkungan, lingkungan tempat tinggal klien

memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam rumah, kamar

mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang


tidak adekuat, tangga yang tinggi, lantai licin, dan tempat

duduk toilet yang rendah dapat menurunkan mobilitas klien.

Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas termasuk

jalan koridor yang terhalang, tempat tidudan posisi yang tinggi,

dan cairan pada lantai. Identifikasi dan penghilangan

hambatan-hambatan yang potensial dapat meningkatakan

mobilitas.

b. Diagnosa Keperawatan

1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedara fisik

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri


c. Rencana Keperawatan

NO DIANGOSA KRITERIA HASIL INTERVENSI

DX KEPERAWATAN

1 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan intervensi Terapi Aktivitas

berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi defisit tingkat aktivitas

Kelemahan maka toleransi aktifitas meningkat 2. Libatkan keluarga dalam aktivitas

dengan kriteria hasil : 3. Anjurkan melakukan aktivitas fisik, sosial, spiritual dan

1. kemudahan dalam melakukan kognitif dalam menjaga fungsi dan kesehatan

aktifitas sehari-hari meningkat

2. kecepatan berjalan membaik

3. jarak jalan membaik

2 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan intervensi Manajemen nyeri

dengan agen pencedera keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,

fisik maka tingkat nyeri menurun dengan intentitas nyeri


NO DIANGOSA KRITERIA HASIL INTERVENSI

DX KEPERAWATAN

kriteria hasil : 2. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa

1. Keluhan nyeri menurun nyeri

2. Gelisah menurun 3. Kolaborasi pemberian anlgetik

3. Kesulitan tidur menurun

3 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan intervensi Dukungan mobilisasi

fisik berhubungan keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi adanya nyeri dan keluhan fisik lainnya

dengan nyeri maka mobilitas fisik meningkat 2. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam

dengan kriteria hasil : meningkatkan pergerakan

1. Kekuatan otot meningkat 3. Ajarkan mobilisasi sederhana

2. Kecemasan fisik

3. Nyeri
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2018. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika.

Baehr, M dan M. Frostcher. Diagnosis Topik Neurologi Duus : Anatomi,

Fisiologi, Tanda, Gejala. EGC : Jakarta.

Bigal ME, Lipton R. Headache : classification in Section 6 :Headache and fascial

pain Chapter 54 McMahon ebook p.1-13.

Perry & Potter. 2018. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan

praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Tarwoto & Wartonah, 2018. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan. Jakarta

: Salemba Medika.

Kushariyadi. 2019. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika

Mc Closkey, C.J., et all. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.

New Jersey: Upper Saddle River.

Sjahrir Hasan, dkk. Konsensus Nasional IV Diagnostik dan penatalaksanaan Nyeri

Kepala 2019. Surabaya : Airlangga University Press.2019

Santosa, Budi. 2019. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2018-2021. Jakarta:

Prima Medik.

Nurarif,a.h. (2019).Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis Dan

Nanda Nic Noc.yogyakarta : medication publishing yogyakarta.

Smeltzer,S. C., Bare, B. G.,2018, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah.

Brunner & suddarth. Vol.2.E/8”. Jakarta : EGC.


Wilkinson, Judith M. 2018. Buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi NIC

dan kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai