Anda di halaman 1dari 57

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2

MUSKULOSKELETAL

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK: 4

MUTIARA ANGGRAINI FN

BELLA KURNIA NOFITRI

FITRI YANI

WELDA CENORA

THALITA ZULAIKA

MIROSLAV CLOSE WIJAYA

NADYA RIZKI PUSPITA SARI

OPPI SUNDARI

TINGKAT : ll B

DOSEN PEMBIMBING: NI KETUT SUJATI APP, M. Kes

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG

PRODI KEPERAWATAN BATURAJA


SISTEM MUSKULOSEKELETAL

1. Pengertian
Muskuloskeletal adalah sistem kompleks yang merupakan penunjang bentuk tubuh dan
bertanggung jawab terhadap pergerakan melibatkan otot-otot dan kerangka tubuh, dan termasuk
sendi, ligamen, tendon, dan saraf.
Sistem muskuloskeletal adalah suatu sistem yang terdiri dari tulang, otot, kartilago, ligamen,
tendon, fascia, bursae, dan persendian (Depkes, 1995: 3).

Anatomi Sistem Muskuloskeletal


Sistem muskuloskeletal tersusun dari berbagai bagian dan jaringan tubuh, yaitu:
1. Tulang
Tulang merupakan salah satu bagian utama dalam sistem muskuloskeletal yang berfungsi
untuk menopang dan memberi bentuk tubuh, menunjang gerakan tubuh, melindungi organ-organ
tubuh, serta menyimpan mineral kalsium dan fosfor. Orang dewasa umumnya memiliki sekitar
206 tulang.
2. Sendi
Sendi merupakan sambungan antara kedua tulang. Sendi ada yang bisa digerakkan, tetapi
ada juga yang tidak. Fungsi utama sendi yakni memberikan fleksibilitas dan pergerakan pada
tempatnya, juga sebagai poros anggota gerak. Fungsi sendi bergantung pada sistem
muskuloskeletal, terdiri dari tulang, otot dan persendian. Melalui bantuan tendon, ligamen dan
tulang rawan.
3. Otot
Otot adalah alat gerak aktif. Otot tersusun atas dua macam elemen dasar, yaitu filament aktin
dan filament myosin tebal. Kedua filament ini membentuk myofibril. Otot memiliki kemampuan
untuk berkontraksi. Apabila sedang berkontraksi maka akan terjadi pemendekan otot namun
apabila otot sedang berelaksasi maka akan terjadi pemanjangan otot.
Ada tiga jenis otot yang merupakan bagian dari sistem muskuloskeletal, yaitu otot rangka,
otot jantung, dan otot polos.
a) Otot rangka adalah otot yang melekat pada tulang dan sendi. Otot ini bisa meregang dan
berkontraksi saat tubuh bergerak, seperti saat berjalan, menggenggam benda, atau saat
mengubah posisi tubuh, misalnya menekuk dan meluruskan lengan atau kaki.
b) Otot polos adalah jenis otot yang terdapat pada organ-organ tubuh, misalnya saluran cerna
dan pembuluh darah. Aktivitas otot polos diatur oleh saraf otonom, sehingga mereka dapat
bekerja secara otomatis.
c) Otot jantung juga bekerja secara otomatis dalam memompa darah ke seluruh tubuh, tetapi
struktur jaringan otot ini mirip dengan otot rangka..

4. Tulang rawan
Tulang rawan adalah sejenis jaringan ikat yang menutup sendi. Selain berada di antara
sambungan tulang, tulang rawan juga ada di hidung, telinga, dan paru-paru.
Tulang rawan memiliki struktur yang kokoh, tetapi lebih kenyal dan lentur, tidak seperti
tulang rangka. Tulang rawan bertugas untuk mencegah tulang dan sendi saling bergesekan serta
menjadi peredam fisik saat tubuh mengalami cedera.
5. Ligamen
Ligamen adalah jaringan ikat yang menghubungkan tulang dan sendi. Ligamen terdiri
atas serat elastis yang tersusun dari protein. Jaringan ikat ini berfungsi untuk menopang sendi,
seperti lutut, pergelangan kaki, siku, dan bahu, serta memungkinkan pergerakan tubuh.
6. Tendon
Tendon adalah jaringan ikat tebal dan berserat yang berfungsi untuk menghubungkan otot
ke tulang. Tendon terdapat di seluruh tubuh, mulai dari kepala, leher, hingga kaki.
Ada banyak jenis tendon dan salah satunya adalah tendon Achilles, tendon terbesar di
tubuh. Tendon ini menempelkan otot betis ke tulang tumit dan memungkinkan kaki serta tungkai
untuk bergerak. Sementara itu, tendon rotator cuff di bahu berfungsi untuk menunjang gerakan
bahu dan lengan.

Cara Kerja Sistem Muskuloskeletal :

Ketika Anda hendak menggerakkan tubuh, otak akan mengirimkan sinyal melalui sistem
saraf untuk mengaktifkan otot rangka.
Setelah menerima impuls atau rangsangan dari otak, otot akan berkontraksi. Kontraksi
otot ini akan menarik tendon dan tulang untuk membuat tubuh bergerak. Sedangkan untuk
mengendurkan otot, sistem saraf akan mengirimkan pesan ke otot agar mengendur dan rileks.
Otot yang rileks akan berhenti berkontraksi, sehingga gerakan tubuh akan ikut terberntuk.

Beragam Gangguan pada Sistem Muskuloskeletal

Gangguan pada sistem muskuloskeletal bisa menimbulkan berbagai keluhan, mulai dari
nyeri, otot atau sendi terasa kaku, hingga sulit untuk bergerak. Ada banyak gangguan atau
penyakit yang bisa terjadi pada sistem muskuloskeletal, di antaranya:
1. Cedera, misalnya patah tulang, dislokasi, cedera otot, dan keseleo.
2. Kelainan bentuk tulang, misalnya akibat cedera, osteoporosis, penyakit degeneratif, kelainan
genetik, dan tumor atau kanker.
3. Osteomielitis atau infeksi pada tulang dan jaringan di sekitarnya Gangguan persendian, seperti
radang sendi, robekan ligamen, bursitis, dislokasi sendi, dan nyeri sendi.
4. Gangguan pada sendi lutut, meliputi cedera meniskus dan robekan pada ligamen lutut.
5. Masalah pada otot, misalnya otot robek, atrofi otot, cedera hamstring, dan sarcopenia atau
berkurangnya massa otot akibat penuaan.
6. Penyakit autoimun, misalnya rheumatoid arthtiris, vaskulitis, ankylosing spondylitis, dan
lupus.

Pengertian Gangguan Muskuloskeletal

Gangguan muskuloskeletal adalah kondisi terjadinya gangguan fungsi pada ligamen, otot,
saraf, sendi dan tendon, serta tulang belakang. Sistem muskuloskeletal tubuh sendiri adalah
struktur yang mendukung anggota badan, leher, dan punggung

Masalah yang berhubungan dengan struktur ini sangat sering terjadi dan mengenai semua
kelompok usia. Masalah sistem muskuloskeletal biasanya tidak mengancam jiwa, namun
mempunyai dampak yang bermakna terhadap aktifitas dan produktifitas penderita. Masalah
tersebut dapat di jumpai disegala bidang praktik keperawatan, serta dalam pengalaman hidup
sehari-hari.
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun lebih 25% berat badan, dan otot menyusun
kuarang lebih 50%. Kesehatan dan baiknya fungsi sistem muskuloskeletal sangat tergantung
pada sisitem tubuh yang lain. Struktur tulang memberi perlindungan terhadap organ vital,
termasuk otak, jantung, dan paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk
menyangga struktur tubuh. Otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak.
Matriks tulang menyimpan kalsium, fosfor, magnesium, fluor. Lebih dari 99% kalsium tubuh
total terdapat dalam tulang. Sumsum tulang merah yang terletak dalam rongga tulang
menghasilkan sel darah merah dan putih dalam proses yang di namakan Hematopoiesis.
Kontarksi otot menghasilkan suatu usaha mekanik untuk gerakan maupun produksi panas untuk
memepertahankan temperatur tubuh.
Faktor Risiko Gangguan Muskuloskeletal

Gangguan muskuloskeletal terjadi ketika kamu terlalu sering menggunakan atau


menyalahgunakan sekelompok otot atau tulang untuk waktu yang lama tanpa istirahat.

Risiko terjadinya gangguan muskuloskeletal dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:

1. Paksaan : Menggunakan kekuatan untuk melakukan suatu kegiatan, seperti mengangkat,


mendorong, menarik, ataupun membawa benda-benda berat.

2. Pengulangan : Melakukan tindakan sama berulang kali dengan otot atau sendi yang sama.

3. Postur : Membungkuk atau memutar tubuh kamu untuk waktu yang lama.

4. Getaran : Mengoperasikan mesin dan peralatan yang bergetar.

Penyebab Gangguan Muskuloskeletal

Penyebab nyeri muskuloskeletal bervariasi. Penyebab pasti dari nyeri dapat tergantung dari:

1. Usia : Lanjut usia cenderung mengalami nyeri muskuloskeletal dari sel-sel tubuh yang rusak.

2. Pekerjaan : Beberapa pekerjaan membutuhkan tugas yang berulang atau menyebabkan sikap
tubuh yang buruk, sehingga membuat kamu berisiko mengalami gangguan muskuloskeletal.

3. Tingkat aktivitas : Menggunakan otot terlalu berlebihan, maupun terlalu lama tidak aktif,
seperti duduk sepanjang hari dapat menyebabkan gangguan muskuloskeletal.

4. Gaya hidup : Atlet lebih sering berisiko untuk gangguan muskuloskeletal.

Jaringan otot bisa rusak akibat kelelahan dengan kegiatan sehari-hari. Cedera atau trauma di
suatu bagian yang disebabkan oleh gerakan tiba-tiba, kecelakaan mobil, dan jatuh juga dapat
menyebabkan nyeri muskuloskeletal. Penyebab lain nyeri termasuk salahnya posisi tulang
belakang dari postur tubuh yang buruk atau pendeknya otot dari kurangnya aktivitas.

 
Gejala Gangguan Muskuloskeletal

Gejala akan bervariasi pada setiap orang, tetapi tanda-tanda dan gejala umum, termasuk:

1. Nyeri/ngilu.
2. Kelelahan.
3. Gangguan tidur.
4. Peradangan, pembengkakan, dan kemerahan.
5. Penurunan rentang gerak.
6. Hilangnya fungsi.
7. Kesemutan.
8. Mati rasa atau kekakuan.
9. Kelemahan otot atau kekuatan cengkeraman menurun.

Pengobatan Gangguan Muskuloskeletal

Untuk nyeri ringan atau sesekali, bisa menggunakan obat pereda nyeri yang dijual bebas.
Sementara untuk sakit yang lebih parah, memerlukan resep dari dokter. Untuk nyeri yang
berhubungan dengan pekerjaan, maka terapi fisik dapat membantu menghindari kerusakan lebih
lanjut dan mengontrol rasa sakit. Terapi manual atau mobilisasi dapat digunakan untuk
mengobati masalah dengan keselarasan tulang belakang.

Pengobatan lain :

1. Teknik relaksasi
2. Terapi pijat
3. Suntikan dengan obat anestesi atau anti-inflamasi
4. Penguatan otot dan latihan peregangan

Jika tidak ditangani dengan baik, komplikasi, atau efek gangguan muskuloskeletal bisa
menyebabkan nyeri yang berkepanjangan.

 
Pencegahan Gangguan Muskuloskeletal

Berikut ini beberapa hal yang dapat membantu mencegah gangguan pada sistem
muskuloskeletal:

1. Menghindari peregangan berlebih pada lengan.


2. Gunakan mesin pembantu sebisa mungkin, seperti menggunakan troli dan bukan menjinjing
tas belanja jika memang belanjaan banyak atau menggunakan alat-alat listrik bukan alat-alat
tangan.
3. Jika kamu perlu duduk untuk waktu yang lama, sebaiknya gunakan kursi yang empuk.
4. Mengatur meja kerja secara efektif, seperti menempatkan pulpen dan telepon di sebelah kiri
atau kanan tergantung dari posisi tangan.
5. Pertimbangkan menggunakan headset untuk ponsel jika sering membuat panggilan telepon.
6. Batasi mengangkat beban yang berat.
7. Menggunakan desain alat yang berbeda yang menurunkan kekuatan dan mudah digenggam.
8. Beristirahat singkat saat melakukan kegiatan yang berulang atau dalam jangka panjang.

2. Format Pengkajian Sistem Muskuloskeletal


A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian pada pasien trauma sistem muskuloskeletal meliputi nama umur pekerjaan
dan jenis kelamin.
2. Keluhan keluhan utama pasien atau penderita trauma sistem muskuloskeletal biasa
mengeluhkan nyeri nyeri yang sering dirasakan adalah nyeri tajam dan keluhan
semakin parah jika ada pergerakan meskipun demikian keluhan nyeri pada tulang
biasanya tumpul dan dalam yang juga mengakibatkan gangguan pergerakan.
3. Riwayat penyakit:
a. Riwayat penyakit sekarang: pasien atau penderita trauma sistem muskuloskeletal
mengidentifikasikan rasa nyeri kejang atau kelakuan yang dirasakan pada saat
mengalami trauma.
b. Riwayat penyakit dahulu pasien atau penderita mengidentifikasikan atau
menjelaskan awal terjadinya trauma sistem muskuloskeletal.
c. Riwayat penyakit keluarga pasien atau penderita menjelaskan ada anggota
keluarga yang nah mengalami kejadian yang sama seperti dirinya atau tidak
4. Pemeriksaan fisik:
Seluruh pakaian penderita harus dibuka agar dapat dilakukan pemeriksaan yang baik
pemeriksaan penderita Chandra ekstremitas mempunyai tiga tujuan yaitu menemukan
masalah mengancam jiwa atau primary survey menemukan masalah yang
mengancam ekstrimitas secondary survei dan pemeriksaan tulang secara sistematis
untuk menghindari lu punya trauma muskuloskeletal yang lain re-evaluasi berlanjut
pemeriksaan fisik pada trauma sistem muskuloskeletal merupakan pengumpulan data
tentang kondisi sistem dan kemampuan fungsional diperoleh oleh infeksi palpasi dan
pengukuran sebagai berikut:

A. Skeletal
l) Catat penyimpangan dari struktur normal menjadi deformitas tulang
perbedaan panjang bentuk amputasi
2) Identifikasi pergerakan abnormal dan gravitasi

B. Sendi
1) Identifikasi bengkak yang dapat menunjukkan adanya inflamasi atau effuse
2) Catat deformitas yang berhubungan dengan kontraktor atau dislokasi
3) Evaluasi sabilitas yang mungkin berubah
4) Gambarkan ROM baik aktif maupun pasif

C. Otot
1) Infeksi ukuran dan kontur otot
2) Kaji koordinasi gerakan
3) Palpasi tonus otot
4) Kaji kekuatan otot baik dengan evaluasi sepintas dengan jabat tangan atau
dengan mengukur skala skala kriteria yaitu 0 untuk tidak ada kontraksi sampai
5= normal ROM dapat melawan penuh gaya grativitasi
5) Ukur lingkar untuk mencatat peningkatan pembekalan atau pendarahan atau
pengecilan karena atrofi
6) Identifikasi Clonus yang abnormal

D. Neurovaskuler
1) Kaji status sirkulasi pada ekstremitas dengan mencatat mencatat warna kulit,
suhu, nadi perifer, capillary refill nyeri
2) Kaji status neurologi
3) Tes reflek
4) Catat penyebab penyebaran rambut dan keadaan kuku

E. Kulit
1) Inspeksi trauma injury (luka,memar)
2) Kaji kondisi kronis (dermatitis, statis ulcer)

No Aspek yang dikaji Kemungkinan temuan

1 Tahap pre interaksi

Persiapan alat:

1. Baki
2. Tensimeter dan stetoskop
3. Alat tulis
4. Format dokumentasi/buku CM
5. Plester
6. Meteran
7. Tempat tidur terbuka
8. Sampiran/skerem

2 Tahap orientasi
1. Mengucapkan salam
2. Memanggil pasien denga nama
kesukaanya
3. Menyebutkan nama perawat
4. Menjelaskan prosedur dan tujuan
tindakan keperawatan pada klien dan
keluarga

3 Tahap kerja

1. Mendekatkan alat dekat pasien


2. Memasang sampiran
3. Mencuci tangan
4. Inspeksi persendian dan jaringan sekitar
saat memeriksa bagian tubuh dan amati
 Kemudahan dan rentang gerak
 Tanda-tanda inflamasi pada atau
sekitar sendi
 Kondisi jaringan sekitar
 Deformitas (kurvatura abnormal,
tulang belakang trouma selama
remaja)
5. Kepala dan leher
 Palpasi sendi temporomandibular
ketika pasien membuka dan menutup
mulut.
 Inspeksi leher untuk mengetahui
deformitas
 Palpasi tulang belakang bagian - Pembengkakan, nyeri tekan, dan
servikal dan otot dari belakang penurunan gerakan pada artritis
pasien
 Uji batas rentang gerak leher,
meliputi: fleksi, ekstensi, rotasi, dan - Tortikolis, imobilitas, pada ankilosing
membengkokan kepala ke arah spondilitis
lateral
6. Pergelangan tangan dan tangan
Minta lah pasien untuk - Nyeri tekan setempat
 Membuat kepalan pada setiap tangan
 Meluruskan jari-jari
 Fleksi dan ekstensi pergelangan
tangan
 Inspeksi tangan dan pergelangan
tangan
 Palpasi:
Sendi interfalangeus distal dan
- Pertimbangkan signifikasi fungsional dan
proksimal
Sendi metakarpofalangeal arti diagnosis dari keterbatasan gerakan

Sendi pergelangan tangan

7. Siku
- Deformitas, pembengkakan, atrofi
Mintalah pasien untuk:
muskular
 Menekuk dan meluruskan siku
- Pembengkakan sendi pada artritis
 Supinasi dan pronasi lengan bawah
rematoid; nodulus distal karena
Inspeksi dan palpasi siku termasuk: osteoartritis
- Pembengkakan pada artritis rematoid
 Prosesus olekranon
- Pembengkakan pergelangan tangan pada
 Lekukkan yang mendasari sendi siku
artritis rematoid dan pada infeksi
 Epikondile medial dan lateral
gonokokus dari sendi atau selaput tendon
 Permukaan estensor dari ulna
extensor
8. Bahu
Mintalah pasien untuk:
 Mengangkat kedua tangan ke arah
vertikal
 Letakkan kedua tangan di belakang
leher denga siku ke arah luar
- Bursitis olekranon
(abduksi dan rotasi eksternal)
- Nyeri tekan pada artritis
 Letakan kedua tangan di belakang
punggung atas (rotasi internal). - Nyeri tekan pada epikodilitis
- Nodulusrematoid
Inspeksi dan palpasi bahu termasuk

 Inspeksi bahu dan pangkal bahu dari


depan dan belakang
 Palpasi terhadap nyeri tekan,
termasuk area yang di ilustrasikan

- Artropimuskular

9. Pergelangan kaki dan tungkai


 Inspeksi sendi pergelangan kaki
- Tendinitis manset rotarol penyebab umum
 Palpasi setiap sendi
dari nyeri tekan subakromial (B).
Nyeri tekan pada A terjadi pada tendinitis
 Raba sepanjang tendon Achilles
bisipial.
 Tekan masing-masing kaki bawah,
Halusvalgus, corns, calluses
hingga menekan sendi
metatarsopalangeus, kemudian
palpasi setiap sendi antara ibu jari
- Nyeri sendi pada artritis, nyeri ligamen
dan jari anda
pada terkilir
10. Lutut dan pinggul
- Nodulusrematoid
 Inspeksi dan palpasi masing masing
lutut termasuk: - Nyeri tekan pada artritis dan kondisi lain
1.Area kantung suprapatelar
2.Patela

 Kaji kompartemen patelofemolar


1.tekan pada patela,gerakan terhadap
femur yang mendasari - tungkai berbentuk O, lutut beradu te
2.tekan patela kearah distal dan
mintalah pasien untuk - pembengkakan di atas dan di belakang
mengencangkan lututterhadap meja patela menandakan kelebihan cairan
dengan lutut pasien di fleksikan 90 dalam kantung supra patelar dan dalam
derajat, palpasi sendi tibiofemolar sendi lutut

- pembekakan karena bursitis prepatelar


11. Tulang belakang
 Inspeksi tulang belakang dari
samping dan belakang, perhatikan - nyeri dan bunyi krepitasi pada kedua
setiap kurvatura abnormal. manuver ini, sejalan dengan riwayat nyeri
Perhatikan setiap bentuk asimetri lutut, menandakan kelainan patelofemolar
bahu kristailiaka atau bokong. - nyeri tekan karena cidera bantalan lemak
 Periksa rentang gerak pada prepatelar atau cedera meniskus
Fleksi: perhatikan terhadap
pendataran normal dari kurva lumbar
Membengkok ke arah lateral
Ekstensi dan rotasi
- kifosis, skoliosisi, lordosis, gibbus, list.
 Palpasi terhadap nyeri tekan dari
Prosesus spinosus
Otot-otot paravertebral
- Pelvik mendongak

- Konkavitas lumbar yang menetap dan


penurunan batasan gerak karena spasme
otot, penyakit diskus, atau ankilosing
spondilitis

- Nyeri tekan karena penyakit diskus,


spasme otot, fraktur, kompresi dan
kondisi lain

4 Tahap terminasi

1. Menyimpulkan hasil kegiatan


2. Merencanakan tindak lanjuk atak
kontrak waktu
3. Mengakhiri kegiatan dengan salam
4. Mendokumentasikan hasil kegiatan

3. Pemeriksaan Diagnostik yang Diajukan

No Pemeriksaan Diagnostik Temuan

1 a. Sinar X tulang a. Menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosi,


perubahan hubungan tulang
b. Mengkaji paripurna struktur tulang
b. Sinar X multipel c. Menunjukan adanya pelebaran, penyempitan, dan
c. Sinar X korteks tanda iregularitas
d. Menunjukan adanya cairan, iregularitas, spur,
penyempitan, dan perubahan struktur sendi

d. Sinar X sendi

- Menunjukan rincian bidang tertentu tulang yang terkena


dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau
cidera ligamen atau tendon.
CT scan
2 - Untuk mengidentifikasi lokasi dan panjang nya patah
tulang di daerah yang sulit di evaluasi

Memperlihatkan abnormalitas (misal: tumor atau


penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang)

Untuk mengkaji perfusi arteri dan bisa di gunakan untuk


MRI
3 tingkat amputasi yang akan di lakukan

Digunakan untuk mengesampingkan fraktur spinal


Angiografi servikal dan kemungkinan cidera spinal
4

- Radiografi spinal
5
servikal (spinal-C)
- Fraktur tengkorak akan teridentifikasi; tumor tengkorak
- Radiografi spina
atau hipofisis akan dapat di perlihatkan
lumbosakral (tulang
belakang LS)
- Radiografi temporak
No Pemeriksaan Laboratorium Temuan

1 Pemeriksaan cairan Nilai normal;


serebrospinalis Warna: jernih
Darah: tidak ada
Sel-sel: tidak ada sel darah merah
Limfosit 0-10 dan monosit /mm3
Sel darah putih /mm30-5
Protein: 15-50 mg/dl
Glukosa: 50-80 mg/dl
Natrium: 141mEq/L
Kalium: 3,3mEq/L
Klorida: 110-125mEq/L
pH: 7,35-7,35
berat jenis: 1,007
LDH: 2,0-7,2 u/mL
Pemeriksaan cairan ini menbantu dalam mendiagnosa
infeksi bakteri/virus, penyakit demielimisasi,
perdarahan subarknoid/intrakranial dan abses otak

Pemeriksaan darah Digunakan untuk mendiagnosa mastesia gravis


Test antibodi reseptor anti
asetilkolin
2

4. Diagnosa yang biasanya muncul pada sistem muskuloskeletal


1. Kerusakan Mobilitas Fisik
Definisi : Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau
lebih ekstremitas secara mandiri.

Penyebab :
1. Kerusakan integritas struktur tulang
2. ketidak bugaran fisik
3. penurunan massa otot
4. penurunan kekuatan otot
5. gangguan muskuloskeletal
6. program pembatasan gerak
7. nyeri
8. kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
9. keengganan melakukan pergerakan

Gejala & Tanda Mayor:


Subjektif : mengeluh sulit bergerak ekstrimitas kekuatan otot menurun
Objektif. : Rentang gerak ROM menurun

Gejala & Tanda Minor:


Subjektif : Nyeri saat bergerak
enggan melakukan pergerakan
merasa cemas saat bergerak
Objektif : sendi kaku
gerakan tidak terkoordinasi
gerakan terbatas
fisik lemah

Kondisi klinis terkait : stroke

Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan :


1. pergerakan ekstermitas meningkat
2. kekuatan otot meningkat
3. rentang gerak (ROM) meningkat
4. nyeri menurun
5. kaku sendi menurun
6. gerakan tidak terkoordinasi menurun
7. gerakan terbatas menurun
8. kelemahan fisik menurun

Inervensi
Observasi :
1. identifikasi toleransi fisikn melakukan pergerakan
2. monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasimonitor
kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Teraupetik :
1. fasilitasi aktifitas mobilisasi dengan alat bantu (mis. Pagar tempat tidur)
2. fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
3. libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan

Edukasi :
1. jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2. anjurkan melakukan mobilisasi dini
3. ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis. Duduk di tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi)

2. Nyeri
Definisi : Nyeri akut adalah pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan konsep mendadak atau lambat dan
intensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan

Penyebab :
Agen pencedera fisik (b.d latihan fisik berlebihan)

Gejala & Tanda Mayor:


Subjektif : mengeluh nyeri
Objektif. : tampak meringis
bersikap protektif (mis waspada posisi menghindari nyeri)
gelisah
frekuensi nadi meningkat
sulit tidur

Gejala & Tanda Minor:


Subjektif : -
Objektif : tekanan darah meningkat
pola nafas berubah
nafsu makan berubah
proses berpikir terganggu
menarik diri
berfokus pada diri sendiri
diaforesis

Kondisi klinis terkait : Cedera traumatis


Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan :
Keluhan nyeri menurun
Meringis menurun
Sikap protektif menurun
Gelisah menurun
Kesulitan tidur menurun

Observasi :
Identifikasi lokasi karakteristik durasi frekuensi kualitas intensitas nyeri
Identifikasi skala nyeri
Identifikasi respon nyeri non verbal

Therapeutic :
Berikan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri misten sipnosis akupresur
terapi musik biofeedback therapy pijat aromaterapi tekniknya imajinasi terbimbing
kompres hangat atau dingin terapi bermain fasilitas istirahat

Edukasi :
Jelaskan penyebab dan pemicu nyeri jelaskan strategi meredakan nyeri

Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian analgetik

3. Resiko Terhadap Kerusakan Integritas Kulit


Definisi : Kerusakan kulit dermis dan atau epidermis atau jaringan membran mukosa
kornea Fasia otot tendon tulang kartilago kapsul sendi dan atau ligamen

Penyebab :
1. Penurunan mobilitas
2. Faktor mekanis (mis. penekanan pada tonjolan tulang gesekan atau faktor elektrik
elektronik energi listrik bertegangan tinggi)

Gejala & Tanda Mayor


Subjektif : -
Objektif : Kerusakan jaringan dan atau lapisan kulit

Gejala & Tanda Minor


Subjektif : -
Objektif : Nyeri kemerahan
kondisi klinis terkait imobilisasi

Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan :


1. Integritas kulit dan jaringan dengan kriteria hasil nyeri menurun
2. Kemerahan menurun

Observasi :
Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit

Therapeutic :
Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang

Edukasi :
Anjurkan menggunakan pelembab
Anjurkan minum air yang cukup

4. Risiko Terhadap Disfungsi Neurovaskular Perifer


Definisi : beresiko mengalami gangguan sirkulasi sensasi dan pergerakan pada
ekstremitas.
Faktor resiko : imobilisasi
Kondisi klinis terkait: trauma

Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan neurovaskuler perifer dengan kriteria


hasil:
1. Pergerakan sendi meningkat
2. Pergerakan ekstremitas meningkat

Observasi
Identifikasi kebutuhan untuk dilakukan pengekangan atau restrain
Memberikan kenyamanan psikologis
Terapetik
Perubahan posisi fasilitasi perubahan posisi secara berkala
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur dengan bahasa yang mudah dimengerti
2. Latihan rentang gerak sendi sesuai kondisi pasien
Kolaborasi
Pemberian obat untuk kegelisahan atau agitasi

5. Kurang perawatan diri


Definisi :
Tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri

Penyebab :
Gangguan musculoskeletal

Gejala & Tanda Mayor


Subjektif :
Menolak melakukan perawatan diri
Objektif :
Tidak mampu mandi atau mengenakan pakaian atau makan atau ke toilet atau berhias
secara mandiri
Minat melakukan perawatan diri kurang

Gejala & Tanda Minor


Subjektif : (tidak tersedia)
Objektif : (tidak tersedia)

Kondisi klinis terkait fungsi penilaian terganggu

Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan :


1. Perawatan diri meningkat dengan kriteria hasil kemampuan mandi meningkat
2. Kemampuan mengenakan pakaian meningkat
3. Kemampuan makan meningkat
4. Kemampuan ke toilet meningkat
5. Mempertahankan kebersihan diri meningkat

Observasi
1. Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia
2. Monitor tingkat kemandirian
3. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias dan makan

Therapeutic :
1. Siapkan keperluan pribadi
2. Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri
3. Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan

Edukasi :
Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan

6. Risiko Terhadap Cidera


Definisi :
Berisiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang menyebabkan seseorang tidak lagi
sepenuhnya sehat atau dalam kondisi baik

Faktor risiko
Eksternal :
Ketidakamanan transportasi
Internal : -

Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan :


Tingkat cidera menurun dengan kriteria hasil Ketegangan otot menurun, Gangguan
mobilitas menurun.

Observasi :
Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cidera

Therapeutic:
1. Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan luar ruang rawat
2. Diskusikan mengenai latihan dan terapi fisik yang diperlukan
3. Diskusikan mengenai alat bantu mobilitas yang sesuai
4. Diskusikan bersama anggota keluarga yang dapat mendampingi pasien

Edukasi :
Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk selama beberapa menit sebelum
berdiri

7. Intoleransi aktifitas
Definisi
Ketidak cukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari

Penyebab :
Imobilitas
Gejala & Tanda Mayor
Subjektif :
Mengeluh lelah
Objektif : (tidak tersedia)

Gejala & Tanda Minor


Subjektif :
1. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
2. Merasa lemah
Objektif : (tidak tersedia)

Kondisi klinis terkait gangguan muskuloskeletal

Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan toleransi aktivitas meningkat dengan


kriteria hasil :
1. Kemudahan dan melakukan aktivitas sehari-hari meningkat
2. Kecepatan berjalan meningkat
3. Perubahan penampilan kekuatan tubuh bagian atas meningkat
4. Kekuatan tubuh bagian bawah meningkat
5. Perasaan lemah menurun

Observasi :
1. Identifikasi defisit tingkat aktivitas
2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
3. Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas
Trapeutik :
Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang konsisten dengan sesuai
Kemampuan fisik psikologis dan sosial
Edukasi:
Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari
Kolaborasi:
Dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan memonitor program aktivitas

8. Keletihan

Definisi :
Penurunan kapasitas kerja fisik dan mental yang tidak pulih dengan istirahat

Penyebab :
Gaya hidup monoton

Gejala dan tanda mayor :


subjektif :
1. Merasa energi tidak pulih walaupun telah tidur
2. Merasa kurang tenaga
3. Mengeluh lelah
Objektif :
1. tidak mampu mempertahankan aktivitas rutin
2. Tampak lesu
3. Gejala dan tanda minor subjektif merasa bersalah akibat tidak mampu menjalankan
tanggung jawab
4. Objektif kebutuhan istirahat meningkat

Kondisi klinis terkait : menopause

Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan :


1. tingkat keletihan membaik dengan kriteria hasil tenaga meningkat
2. Kemampuan melakukan aktivitas rutin meningkat
3. Pola istirahat membaik
4. Konservasi identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
5. Monitor kelelahan fisik dan emosional
6. Monitor pola dan jam tidur

Observasi:
Monitor pola dan jam tidur
Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapetik:
Lakukan latihan rentang gerak pasif atau aktif
Edukasi:
Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Kolaborasi:
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan

9. Penampilan peran tidak efektif

Definisi : pola perilaku yang berubah atau tidak sesuai dengan harapan norma dan
lingkungan.
Penyebab :
1. hambatan fisik
2. Perubahan citra tubuh

Gejala dan tanda mayor :


subjektif :
merasa harapan tidak terpenuhi
Merasa tidak puas dalam menjalankan peran
Objektif :
konflik peran
adaptasi tidak adekuat

Gejala dan tanda minor :


Subjektif :
merasa cemas
objektif :
depresi
dukungan sosial kurang
kurang bertanggung jawab menjalankan peran

Kondisi klinis terkait : sindrom keletihan kronis

Kriteria hasil :
1. verbalisasi harapan terpenuhi meningkat
2. verbalisasi kepuasan peran meningkat
3. verbalisasi harapan terpenuhi meningkat
4. dukungan sosial meningkat
5. tanggung jawab peran meningkat
6. perilaku cemas menurun
7. efek depresi menurun

Intervensi :

Observasi :

identifikasi berbagai peran dan periode transisi sesuai tingkat perkembangan

terapeutik :

fasilitasi adaptasi peran keluarga terhadap perubahan perang yang tidak diinginkan

edukasi :

diskusikan perilaku yang dibutuhkan untuk mengembangkan peran

kolaborasi :

rujuk dalam kelompok untuk mempelajari peran baru


10. Harga diri rendah kronis

Definisi : evaluasi atau perasaan negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan klien
seperti tidak berarti, tidak berharga, tidak berdaya yang berlangsung dalam waktu lama
dan terus menerus.

Penyebab : terpapar situasi dramatis

Gejala dan tanda mayor :


Subjektif :
Merasa tidak mampu melakukan apapun
Objektif :
Enggan mencoba hal baru

Gejala dan tanda


Subjektif mengungkapkan keputusasaan
Objektif
Lesu dan tidak bergairah
berbicara pelan dan lirik
pasif

Kondisi klinis terkait : stroke

Kriteria hasil :
Perasaan memiliki kelebihan atau kemampuan positif meningkat
Perasaan tidak mampu melakukan apapun menurun

Intervensi
Observasi :
Monitor tingkat harga diri setiap waktu sesuai kebutuhan
Terapeutik :
diskusikan kepercayaan terhadap penilaian diri
Fasilitasi lingkungan dan aktivitas yang meningkatkan harga diri
Edukasi :
Jelaskan kepada keluarga pentingnya dukungan dalam perkembangan konsep positif diri
pasien
Latih cara berfikir dan berperilaku positif
Latih meningkatkan kepercayaan pada kemampuan dalam menangani situasi

11. Gangguan citra diri

Definisi : perubahan persepsi tentang penampilan fisik individu

Penyebab :
suatu perubahan struktur atau bentuk tubuh (trauma)
Perubahan fungsi tubuh
Gangguan psycho sosial
Efek tindakan

Gejala dan tanda mayor


Subjektif :
Mengungkapkan kecacatan atau kehilangan bagian tubuh
Objektif :
Fungsi atau struktur tubuh berubah atau hilang

Gejala dan tanda minor


Subjektif:
Mengungkapkan perasaan negatif tentang perubahan
Mengungkapkan perubahan gaya hidup
Objektif :
Fokus pada penampilan dan kekuatan masa lalu

Kondisi klinis terkait : gangguan psikiatrik

Kriteria hasil :
1. Verbalisasi perasaan negatif tentang perubahan tubuh menurun
2. Fokus pada pendampingan masa lalu menurun
3. Fokus pada kekuatan masa lalu menurun
4. Respon dan verbal pada perubahan tubuh membaik

12. Koping individual tak efektif

Definisi :

Ketidakmampuan menilai dan merespon dan/atau ketidakmampuan menggunakan


sumber- sumber yang ada untuk mengatasi masalah  

Penyebab :

Ketidakpercayaan terhadap kemampuan diri mengatasi masalah

Ketidakadekuatan sistem pendukung

Ketidakadekuatan strategi koping

Ketidakteraturan atau kekacauan lingkungan

Ketidakcukupan persiapan untuk menghadapi stressor

Disfungsi sistem keluarga

Krisis situasional

Krisis maturasional

Kerentanan personalitas

Ketidakpastian  

Gejala & Tanda Mayor


Subjektif :

Mengungkapkan tidak mampu mengatasi masalah

Objektif :

 Tidak mampu memenuhi peran yang diharapkan (sesuai usia)

Menggunakan mekanisme koping yang tidak sesuai

Gejala & Tanda Minor 

Subjektif :

Tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar

Kekhawatiran kronis

Objektif :

Penyalahgunaan zat

Memanipulasi orang lain untuk memenuhi keinginannya sendiri

Kondisi klinis terkait : Kondisi perawatan kritis, Gangguan perilaku.

Kriteri hasil :
Kemampuan memenuhi peran sesuai usia meningkat 
Perilaku koping  adaptif meningkat 
Verbalisasi kemampuan mengatasi masalah meningkat
Verbalisasi pengakuan masalah meningkat 
Tanggung jawab diri meningkat
Verbalisasi menyalahkan orang lain menurun
Verbalisasi rasionalisasi kegagalan menurun 
Hipersensitif terhadap kritik menurun
Perilaku permusuhan menurun
Observasi :
Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku
hidup bersih dan sehat

Terapeutik :
Dia kan materi dan media pendidikan kesehatan
Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi:
Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan 
Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat 
Biarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan
sehat

13. Ketidakberdayaan

Definisi :
Persepsi bahwa tindakan seseorang tidak akan mempengaruhi hasil secara signifikan, persepsi ku
rang kontrol pada situasi saat ini atau yang akan datang
 
Penyebab :

Program perawatan/pengobatan yang kompleks atau jangka panjang

Lingkungan tidak mendukung perawatan/pengobatan

Ingteraksi interpersonal tidak memuaskan  

 
Gejala & Tanda Mayor
Subjektif :
Menyatakan frustasi atau tidak mampu melaksanakan aktivitas sebelumnya
Objektif :
Bergantung pada orang lain

Gejala & Tanda Minor 


Subjektif :
1. Merasa diasingkan
2. Menyatakan keraguan tentang kinerja peran
3. Menyatakan kurang kontrol
4. Menyatakan rasa malu
5. Merasa tertekan (depresi)

Objektif :
Tidak berpartisipasi dalam perawatan
Pengasingan
 
Kondisi klinis terkait:
1. Diagnosis yang tidak terduga atau baru
2. Peristiwa traumatis
3. Diagnosis penyakit kronis
4. Diagnosis penyakit terminal
5. Rawat inap

 Kriteri hasil :
Pernyataan mampu melaksanakan aktivitas meningkat
Pernyataan keyakinan tentang kinerja peran meningkat 
Berpartisipasi dalam perawatan meningkat 
Pernyataan frustasi menurun 
Ketergantungan pada orang lain menurun 
Perasaan diasingkan menurun
Perasaan tertekan (Depresi) menurun 

Observasi  :
Identifikasi harapan pasien dan keluarga dalam pencapaian hidup

Terapeutik :
Sadarkan bahwa kondisi yang dialami memiliki nilai penting 
Libatkan pasien secara aktif dalam perawatan 
Kembangkan rencana perawatan yang melibatkan tingkat pencapaian tujuan sederhana
sampai dengan kompleks 
Berikan kesempatan kepada pasien dan keluarga terlibat dengan dukungan kelompok 
Ciptakan lingkungan yang memudahkan mempraktikan kebutuhan spiritual

Edukasi :
Anjurkan mengungkapkan perasaan terhadap kondisi dengan realistis 
Anjurkan mempertahankan hubungan terapeutik dengan orang lain 
Menyusun tujuan yang sesuai dengan harapan 
Latih cara mengembangkan spiritual diri

14. Perubahan proses keluarga

15. Risiko Infeksi

Definisi :
Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.
 
Faktor Risiko :
1. Penyakit kronis (miss diabetes melitus)        
2. Efek prosedur invasif      
3. Malnutrisi    
4. Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan       
5. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer:
6. Gangguan peristaltik       
7. Kerusakan integritas kulit         
8. Perubahan sekresi pH     
9. Penurunan kerja siliaris   
10. Ketuban pecah lama       
11. Ketuban pecah sebelum waktunya      
12. Merokok      
13. Statis cairan tubuh
14. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder:      
15. Penurunan hemoglobin   
16. Imununosupresi    
17. Leukopenia
18. Supresi respon inflamasi
19. Vaksinasi tidak adekuat  

Kondisi Klinis Terkait :


1. AIDS
2. Luka bakar  
3. Penyakit paru obstruktif kronis  
4. Diabetes melitus   
5. Tindakan invasif    
6. Kondisi penggunaan terapi steroid      
7. Penyalahgunaan Obat     
8. Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW)  
9. Gagal ginjal
10. Imunosupresi        
11. Lymphedema        
12. Leukositopenia      
13. Gangguan fungsi hati      

Kriteri hasil :
1. Kebersihan tangan meningkat 
2. Kebersihan badan meningkat 
3. Nafsu makan meningkat 
4. Demam menurun 
5. Kemerahan menurun 
6. Nyeri menurun
7. Bengkak menurun
8. Vesikel menurun
9. Cairan berbau busuk menurun
10. Sputum berwarna hijau menurun
11. Drainase puluran menurun
12. Periode menggigil menurun
13. Gangguan kognitif menurun
14. Kadar sel darah putih membaik
15. Kultur darah membaik
16. Kultur urine membaik
17. Kultur sputum membaik
18. Kultur area luka membaik
19. Kultur feses membaik 

 Observasi :
Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis.  frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa
kering, volume urine menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
Monitor intake dan output cairan
Terapeutik :
Hitung kebutuhan cairan 
Berikan posisi modified trendelenburg
Berikan asupan cairan oral

Edukasi :
Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak

Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian cairan lV Isotonis (mis. NaCL, RL)
Kolaborasi pemberian cairan lV Hipotonis (mis. glukosa 2,5%, NaCL 0,4%)
Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, plasmanate)
Kolaborasi pemberian produk darah

16. Konstipasi

Gangguan pola tidur

Definisi : Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal

Penyebab :
1. Hambatan lingkungan (mis.Kelembaban lingkungan sekitar,  suhu lingkungan, 
pencahayaan, kebisingan,  bau tidak sedap, jadwal pemantauan/pemeriksaan/tindakan)
2.  Kurang kontrol tidur
3.  Kurang privasi
4.  Restrain fisik
5. Ketiadaan teman tidur
6. Tidak familiar dengan peralatan tidur

 Gejala & Tanda Mayor


Subjektif 
1. Mengeluh sulit tidur
2. Mengeluh sering terjaga
3. Tidak puas tidur
4. Mengeluh pola tidur berubah
5. Mengeluh istirahat tidak cukup
Objektif
( tidak tersedia)

Gejala & Tanda Minor


Subjektif 
1. Mengeluh kemampuan beraktivitas menurun

Objektif
( tidak tersedia)

Kondisi klinis terkait


1. Nyeri/kolik
2. Kecemasan 
3. Kehamilan
4. Kondisi pasca operasi

Kriteri hasil :

1. Keluhan sulit tidur meningkat 


2. Keluhan sering terjaga meningkat 
3. Keluhan tidak puas tidur meningkat 
4. Keluhan pola tidur berubah meningkat 
5. Keluhan istirahat tidak cukup  meningkat
6. Kemampuan beraktivitas menurun 

Observasi :
Identifikasi pola aktivitas dan tidur
Identifikasi faktor pengganggu tidur( fisik dan/ atau psikologis)
Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur (mis.  kopi, teh, alkohol,
makanan mendekati waktu tidur, minum banyak air sebelum tidur)
Terapeutik :
Modifikasi lingkungan (mis.  pencahayaan, kebisingan, suhu,  matras, dan tempat tidur)
Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis.  pijat, pengaturan posisi, terapi
akupresur)

Edukasi :
Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
Anjurkan menghindari makanan/ minuman yang mengganggu tidur
Ajarkan relaksasi otot autogenik atau Cara nonfarmakologi lainnya 

17. Kurang aktifitas pengalih

18. Perubahan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh

5. JENIS PENYAKIT YANG ADA PADA SISTEM MUSKULOSKELETAL


1. Fraktur
A. Pengertian

 Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan
oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 : 144).
 Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).
 Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur
terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi
infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).
 Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma
langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami
oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup
banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI, 1995:543)
 Fraktur olecranon adalah fraktur yang terjadi pada siku yang disebabkan oleh kekerasan
langsung, biasanya kominuta dan disertai oleh fraktur lain atau dislokasi anterior dari sendi
tersebut (FKUI, 1995:553).
B. Patofisiologi

C. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema
dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik,
kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi,
kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik
3. Reaksi terhadap Dikubitus BD Hambatan mobilitas fisik sekunder terapi pembatasan
aktivitas berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal, , dan
penurunan kekuatan/tahanan.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan,
prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
5. Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
6. Penanganan

Diagnosa; I Nyeri akut BD; tekanan fragmen tulang pada jaringan sekitar/ oedema.
Tujuan; setelah dilakukan perawatan 1x 12 jam nyeri berkurang/ hilang dengan
kriteria (NOC) menyatakan nyeri berkurang, skala nyeri < 3, tampak relaks, tidak
meringis, vital sign dalam batas normal
NO NIC Rational

Kaji skala nyeri Skala nyeri dapat digunakan evaluasi


program selanjutnya

Vs berkaitan dgn reaksi otonom px


Kaji vital sign
nyeri
Kaji respon non verbal px
Reaksi non verbal memberi informasi
Immobilisasi status lokalis fraktur yang akurat tentang respon nyeri

Immobilisasi mengurangi desakan


terhadap jaringan sekitar fraktur

1. Mengembalikan fungsi tulang  Mandiri


secara utuh dengan kriteria :  Kaji kebutuhan akan bantuan
pelayanan kesehatan di rumah
dan
 Nyeri dapat berkurang /hilang Kebutuhan akan peralataan

Pengobatan yang tahan lama

 Latih rentang pergerakan


aktif/pasif untuk memperbaiki
daya tahan otot
 Latih tehnik membalik dan
memperbaiki kesejajaran tubuh
 Pantau ketepatan pemasangan
traksi dan gips
 Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli terapi
fisik atau okupasi
sebagai sumber dalam rencana
perkembangan untuk
mempertahankan dan
meningkatkan mobilitas.
 Pemberian analgetik dan
antibiotik
 Pendidikan keluarga
 Ajarkan pada keluarga dalam
mem bantu pasien dalam proses
perpindahan yang aman (misal
nya dari tempattidur ke kursi)
 Ajarkan pasien bagaimana
menggunakan postur dan
mekanika tubuh yang benar saat
melakukan aktifitas
 Ajarkan dan dukung pasien
dalam pelatihan ROM aktif/pasif
untuk mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot

2. Osteomalasia
A. Pengertian
 Osteomalasia adalah penyakit metabolisme tulang yang dikarakteristikkan oleh kurang nya
minereral dari tualng ( menyerupai penyakit yang menyerang anak-anak yang di sebut
rickets ). pada orang dewasa, osteomalasia berlangsung kronis dan terjadi deformitas skeletal,
terjadi tidak separah dengan yang menyerang anak-anak karena pada orang dewasa
pertumbuhan tulang sudah lengkap. (smeltzel 2001 : 2339 )

 Osteomalasia adalah penyakit pada orang dewasa yang ditandai oleh gagal nya pendepositan
kalsium kedalam tulng yang baru tumbuh. Istilah dari osteomalasia adalah “soft bone “ atau
disebut tulang lunak

 Osteomalasia adalah perubahan patologi berupa hilanh nya mineralisasi tulang yang
disebabkan berkurang nya kadar kalsium posfat sampai tingkat dibawah kadar yang
diperlukan untuk mineralisasi matriks tulang normal, hasil akhirnya ialah rasio antara mineral
tulang dengan matriks tulng berkurang.
B. Patofisilogi

Faktor predisposisi

Kurang vitamin D (diet dan kurang sinar matahari )

Asupan kalsium yang jelek

Kalsium gagal diabsorbsi

Kekurangan kalsium dalam tubuh

Kelemahan otot
Osteomalasia

C. Diagnosa keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan kelemahan dan kemungkinan fraktur


2. Kurang nya pengetahuan tentang proses penyakit dan prosedur perawatan
3. Gangguan konsep diri berhubungan dengan pembengkakan pada kaki, cara berjalan
loyo/lemah, dan deformitas spinal

7. Penanganan

N NOC NIC
O

1. Mengembalikan kekuatan otot-otot Mandiri


dengan kriteria:
 kaji skala nyeri (0-10)
 Nyeri berkurang/hilang  pantau TTV
 atur posisi yang nyaman bagi pasien
 Pasien bisa berjalan dengan  Anjurkan klien untuk bergerak ringan pada
tidak terhuyung-huyung. waktu pengkajian.

Kolaborasi
 Dengan dokter
Berikan obat Analgetik yang dibutuhkan klien.
 Dengan tim gizi untuk diet sumber kalsium dan
vitamin D

Pendidikan keluarga

 Berikan pemahaman tentang proses penyakit


dan prosedur perawatan di rumah. Pendidikan
kesehatan tentang penyebab osteomalasia.

3. Amputasi

A. Pengertian

 Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan “pancung”.
 Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh
bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan
terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat
diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat
membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain
seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang
melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem
muskuloskeletal dan sisten cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat menimbulkan madsalah
psikologis bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.

B. Patofisiologi

Trauma berat (kecelakaan)

Invasi bakteri clostridium welai

Menghasilkan endotoksin dan enzim sakarolitik


Nyeri Menjadi Co2 hidrogen dan asam laktat

Menaikkan tek.jaringan

Pre operation Terbentuk gas

Trombosis pem.darah

Suplai darah Risti infeksi

Iskemia Gg. Intgritas


kulit

Nekrosis

Ganggren terdapat 10 jahitan

Amputasi terbuka kulit terasa hngt,kemerahan

Hilangnya anggota tubuh

Perubahan petasomatosensori perubahan peran Gg. mobilitas fisik ujung saraf terputus

Otak merespon Gg.biospikososial mengirimkan sinyal

Menyambung kembali sirkuit- ke talamus

Sirkuit yang tidak lagi menerima

Impuls dari bagian di amputasi

Menimbulkan impuls

Persepsi nyeri

Nyeri phantom

Gg.rasa nyaman nyeri


Klien bedrest

Komplikasi Gg.mobilitas fisik

Imobilisasi katabolisme< imobilisasi adrenergik denyut imobilisasi

simpatik anabolisme kontraksi otot jantung suplai O2 & nurisi

katekolamin serum protein kapasitas paru penurunan pembuangan

kec metabolisme pergeseran cairan cardiac reserve sisa metabolisme

basal intavasculer ke takikardia terganggu

katabolisme< interestinal kelemahan otot

anabolisme odema sekresi


kelenjar

tirah baring lama tirah baring lama


keb.kalori

suplai darah aliran urin nafsu


makan

Iskemia melawan gsrafitasi


anoreksia

Nekrotik jaringan endapan urin urin tertahan

Batu ginjal kuman


berkembang

ISK

adrenergik

peristaltik usus

konstriksi spencter

kostipasi

hilangnya angota
tubuh

emosional

perubahan konsep
diri

C. Diagnosa keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan amputasi


2. Perubahan sensorik/persepsi:nyeri tungkai berhubungan dengan amputasi
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan amputasi bedah
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan amputasi salah satu bagian tubuh
5. Berduka disfungsional berhubungan dengan kehilangan bagian tubuh
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan ekstimitas
Penanganan

No NOC NIC

1. Membantu pasien Mandiri


mencapai kembali tingkat  Memberikan kompres hangat/meletakkan kantung
fungsi kemandiriannya pasir yang ringan
dengan kriteria:  Pasien didorong menjadi partisipan yang aktif dalam
 pasien dapat menerima perawatan diri
perubahan citra  Pasien didorong untuk melihat, merasakan apa yang
tubuhnya sekarang terjadi padanya
 berpartisipasi dalam  Ajarkan tehnik distraksi
aktifitas perawatan diri  Ajarkan cara mengubah posisi (dari posisi terlentang
dan rehabilitasi kesisis yang lain)
 Pasien didorong untuk menjalankan tugas dengan
menggunakan alat bantu

Kolaborasi
 Berikan obat analgetik opioid sesuai kebutuhan
 Rehabilitasi insentif awal dan desensitisasi puntung
dengan pijatan lambat
 Stimulasi Saraf Elektrik Intrakutan, ultrason,anastesi
lokal
 Berikan antikonvulsan dan antidepresan trisiklik

Pendidikan keluarga

 Beri tahu keluarga dalam membantu rehabilisasi


pasien
 Beri tahu keluarga bahwa terapi fisik dan terapi
okupasi harus dilanjutkan di rumah
 Beri tahu keluarga cara perawatan amputasi
 Menganjurkan keluarga untuk berbincang dengan
orang lain yang telah mampu berhasil mengatasi
masalah serupa

4. Osteoporosis
A. Pengertian
 Osteoporosis adalah penyakit tulang yang mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang
yang rendah, disertai mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang
dapat akhirnya menimbulkan kerapuhan tulang.
 Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total.
Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih
besar dari kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan massa tulang total.
Tulang secara progresif menjadi pores, rapuh dan mudah patah;
tulang menjadi mudah fraktur dengan stres yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada
tulang normal.
Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur
daerah kolum fqmoris dan daerah trokhanter, dan patah tulang Colles pada pergelangan
tangan.
Fraktur kompresi ganda vertebra mengakibatkan deformitas skelet.

B. Patofisiologi
C. Diagnosa keperawatan.
1. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
2. Nyeri yang berhubungan dengan fraktur dan spas-me otot
3. Konstipasi yang berhubungan dengan imobilitas atau terjadinya ileus (obstruksi usus)
4. Risiko terhadap cedera: fraktur, yang berhubungan dengan tulang osteoporotik
Penatalaksanaan
No NOC NIC

Mengembalikan kekuatan tulang Mandiri:


seperti semula dengan kriteria
 Anjurkan pasien istirahat di tempat tidur dengan
Nyeri hilang/berkurang posisi terlentang atau miring
 Fleksikan lutut
Pasien dapat beraktivitas kembali
 Kompres panas intermiten dan pijatan punggung
 Anjurkan pasien mengatur mekanika tubuh
 Anjurkan pasien untuk aktifitas pembebanan berat
badan harian
 Anjurkan pasien untuk latihan aktifitas fisik untuk
mencegah osteoporosis
 Ajarkan gaya hidup (misal: pengurangan kafein,
sigaret, dan alkohol)

Kolaborasi

 Diet atau suplemen kalsium, vitamin D


 Opioid oral
 Pemberian obat-obatan (kalsitonin, natrium
florida, dan natrium etridronat

Pendidikan keluarga

 Pasien dan kelurganya perlu di libatkan dalam


perencanaan asuhan berkesinambungan dan
program penangan pencegahan
 Beri tahu keluarga agar menciptakan lingkungan
yang aman (misal: anak tangga dengan
penerangan yang memadai dengan pegangan yang
kokoh, pegangan dikamar mandi harus ada, alas
kaki dengan ukuran pas)

5. Dislokasi
A. Pengertian Dislokasi
 Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara
anatomis(tulang lepas dari sendi), (Brunner & Suddarth).
 Keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu
kedaruratanyang membutuhkan pertolongan segera (Arif Mansyur, dkk. 2000).
 Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai
luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. ( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138).
 Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat
hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari
tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat
mengatupkanmulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya
terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi
pinggul(paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain
macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya
biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.

B. Patofisiologi
Trauma
Trauma tangan trauma kaki

Humerus terdorong kedepan → ansietas femur tergeser

Kapsul robek

Postrolateral kaput hancur tepi glenoid teravulsi nyeri

Proses akromium mengungkit


Kaput kebawah

Lukasio erekta

Gangguan bodi image ← dislokasi

C. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilitas
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit
4. Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk tubuh.
Penanganan

NO Tujuan NOC Intervensi NIC

1. Mengembalikan fungsi tulang dan sendi Mandiri


secara utuh dengan kriteria :
1. Berikan posisi relaks pada pasien
 Pasien dapat beraktifitas kembali
2. Teknik distraksi dan relaksasi
3. Ajarkan dalam latihan ROM
4. Anjurkan penggunaan alat Bantu
jika diperlukan

Kolaborasi

1. Kolaborasi dengan tim medis


dalam pemberian analgesic
2. Kolaborasi dengan ahli terapi
fisik/okupasi sebagai sumber
perencanaan aktifitas

Pendidikan keluaraga

1. Ajarkan keluraga cara ambulasi


yng aman
2. Berikan informasi yang benar
tentang prosedur perawatan yang
akan di jalanipasien di rumah
3. Dukung pasien atau keluarga
untukmemandang keterbatasan
dengan realistis

Anda mungkin juga menyukai