Anda di halaman 1dari 13

BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA

(BPH)
OLEH :

MUHAMMAD NOOR
(NIM. SF20224)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN BORNEO LESTARI
BANJARBARU
2020
DEFINISI
 Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau yang lebih dikenal
dengan pembesaran prostat jinak merupakan suatu penyakit
yang terjadi karena adanya pembesaran sel stroma dan sel
epitel kelenjar prostat (Tjahjodjati, et al., 2017).

 Pembesaran ini dapat menyumbat uretra pars prostatika dan


menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli
(Purnumo, 2011)

Sumber foto: Salvo, S.G: Phatology for Massage Therapist, ed 4,


St Louis, 2018, Elsevier.
ETIOLOGI ((Purnomo, 2011)

Beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya BPH meliputi:


Teori
Teori Faktor Interaksi Teori Teori
Dehidrotestosteron Stroma dan Epitel- Berkurangnya
(DHT) Hormon Epitel Kematian Sel Sel Stem
Tumor Growth Factor
Pada pasien BPH Kadar Adanya epitelial budding
β (TGF β) Tumor Growth Factor β
Testosteron dan morpogenesis pada
aktivitas enzin 5α- berproliferasi, (TGF β) berproliferasi,
embrio menyebabkan
reduktase dan jumlah menurun tapi diferensiasi dan diferensiasi dan
perkembangan prostat
reseptor androgen apoptosis sel pada apoptosis sel pada
kadar estrogen menimbulkan perkiraan
prostat sehingga terjadi
lebih banyak sehingga adanya reawakening prostat sehingga
relatif tetap. terjadi disregulasi dan disregulasi dan
menyebabkan sel-sel (kembali pada masa
prostat pada BPH Estrogen tingkat embriologik menyebabkan menyebabkan
menyebabkan sel sehingga jaringan menurunnya ekspresi menurunnya ekspresi
lebih sensitif terhadap
periuretral tumbuh lebih TGF β dan laju TGF β dan laju
DHT dan terjadi kelenjar dan kematian sel fisiologis. kematian sel fisiologis.
cepat dan meninduksi
replikasi sel lebih penurunan laju Hal ini menyebabkan Hal ini menyebabkan
stroma lokal dan terjadi
banyak dibandingkan fungsi TGF β terhambat
prostat normal.
apoptosis sel-sel perubahan hiperplastik fungsi TGF β
epitel. terhambat dan terjadi dan terjadi hiperplasia
prostat.
PATOFISIOLOGI
 Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen uretra pars prostatika
 Menghambat aliran urin sehingga menyebabkan tingginya tekanan intravesika.
 Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan
 Menyebabkan terjadinya perubahan anatomik buli-buli, yakni: hipertropi otot destrusor,
trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli
 Perubahan struktur pada buli-buli tersebut dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih
bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS)
(Purnomo, 2011)
FAKTOR RISIKO

 Pada dasarnya BPH tumbuh pada pria yang menginjak usia tua dan memiliki testis yang masih menghasilkan
testosteron (Tjahjodjati, et al., 2017).
 Pengaruh hormon lain (estrogen, prolaktin)
 Pola diet
 Mikrotrauma
 Inflamasi
 Obesitas
 Aktivitas fisik
Hal di atas diduga berhubungan dengan proliferasi sel kelenjar prostat secara tidak langsung (Tjahjodjati, et al.,
2017).
MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang dikeluhkan oleh pasien BPH seringkali berupa LUTS
(Lower Urinary Tract Symptoms)
Gejala Obstruksi (voiding symptoms) Gejala iritasi (storage symptoms)
Terjadi ketika faktor dinamik dan atau faktor statik mengurangi Hasil dari obstruksi yang sudah berjalan lama pada
pengosongan kandung kemih. leher kandung kemih.
 Aliran urin melemah  Frekuensi miksi meningkat
 Rasa tidak puas setelah miksi
 Urgensi
 Menunggu lama ketika miksi dan harus mengedan ketika miksi
 Nokturia
 Sering terputus-putus sehabis miksi dan tahap
selanjutnya adalah terjadinya retensi urine

(Kapoor, 2012)
PILIHAN TERAPI PADA LUTS-BPH (TJAHJODJATI, ET AL.,
2017).
WATCHFULL WAITING
Terapi konservatif pada BPH dapat berupa watchful waiting yaitu pasien tidak mendapatkan terapi apapun
tetapi perkembangan penyakitnya tetap diawasi oleh dokter.

TATA LAKSANA (NON FARMAKOLOGI)


Pembatasan Minuman Berkafein Tidak mengkonsumsi alkohol

Diet rendah lemak Tidak merokok

Latihan fisik secara teratur Pemantauan beberapa obat seperti


diuretik, dekongestan, antihistamin,
Meningkatkan asupan buah-buahan antidepresan
dan sayuran
TATA LAKSANA (FARMAKOLOGI)

(Wu, Y., et al., 2016)


KASUS

Tn. L (60 th) dengan riwayat benigna prostatik hiperplasia dan saluran kemih
bagian bawah dan riwayat pengobatan 2 tahun yang lalu yaitu pemberian tunggal
Doxazosin (4mg/hari) dengan hasil kemajuan yang minimal. kemudian timbul
gejala berupa nokturia, pancaran urine yang lemah, dan frekuensi urin (berkemih
8x/hari)
PEMBAHASAN

1. Drug Related Problem Klasifikasi Dosis subterapi :


Dosis doxazosin yang diberikan sebelumnya sebanyak 4 mg/ hari masih bisa dioptimalkan
menjadi 8mg/hari.
2. Drug Related Problem Klasifikasi Ada Indikasi yang Tidak Diterapi :
Pasien memerlukan obat tambahan untuk menambahkan efek terapi yang sinergis. Terapi
kombinasi α1-blocker dengan antagonis reseptor muskarinik (MRA) bertujuan untuk memblok α1-
adrenoceptor dan cholinoreceptors muskarinik (M2 dan M3) pada saluran kemih bawah. Terapi
kombinasi ini dapat mengurangi frekuensi berkemih, nokturia, urgensi, episode inkontinensia, skor
IPSS dan memperbaiki kualitas hidup dibandingkan dengan α1-blocker atau plasebo saja
(Tjahjodjati, et al., 2017). Contoh obat MRA adalah Fesoterodine dan Tolterodine.
DAFTAR PUSTAKA

IAUI (Ikatan Ahli Urologi Indonesia). 2017. Panduan Penatalaksanaan Klinis Pembesaran Prostat Jinak (Benign
Prostatic Hyperplasia/BPH). Ikatan Ahli Urologi Indonesia: Edisi Ketiga.
Kapoor, A., 2012. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). Management in The Primary Care Setting. Can. J. Urol. Vol.
19 Suppl. 1. PP. 10-17.
Purnomo, B.B. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto
Salvo, S.G. 2018. Phatology for Massage Therapist Ed 4. St Louis, Elsevier.
Wu, Y., Michael H.D., Edward M.D II, 2016. Guidelines for the treatment of Benign Prostatic Hyperplasia. US
Pharm. 41 (8): 36-40.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai