Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PELAYANAN PASIEN PENGGUNA BPJS

MATA KULIAH : MANAJEMEN PEMBIAYAAN KESEHATAN

Disusun oleh :

Istiqomah SF20214
Jauza Hana SF20215
Khalisah SF20216
Muhammad Heriyanto SF20222
Muhammad Noor SF20224
Puspita Yulianty SF20231

ALIH JENJANG FARMASI

STIKES BORNEO LESTARI BANJARMASIN

2021

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................3
I.I Latar Belakang.......................................................................................................3
BAB II KAJIAN PUSTAKA.............................................................................................5
2.1 Rumah Sakit.......................................................................................................5
2.1.a Definisi..............................................................................................................5
2.1.b Tugas dan Fungsi Rumah Sakit.........................................................................5
2.1.c Jenis Rumah Sakit.............................................................................................6
3.1.d Jenis Pelayanan Rumah Sakit............................................................................7
2.2 Kualitas Pelayanan.............................................................................................8
2.3 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan...................................9
BAB III PEMBAHASAN................................................................................................12
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN...............................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................14

2
BAB I
PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah terjadi


pergeseran orientasi pelayanan kefarmasian dari pengelolaan obat sebagai
komoditi kepada pelayanan yang komprehensif (pharmaceutical care) atau dalam
artian yang lebih luas meliputi pelaksanaan pemberian informasi sebagai
pendukung penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan
obat dan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pengobatan. Praktik
kefarmasian menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
wewenang sesuai dengan katentuan peraturan perundang-undangan (Kemenkes
RI, 2016).

Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit merupakan kegiatan yang bertujuan


untuk mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat.
Apoteker khususnya yang bekerja di rumah sakit dituntut untuk merealisasikan
perluasan paradigma pelayanan kefarmasian dari produk menjadi lebih terfokus
kepada pasien dengan filosofi pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care).
Apoteker harus dapat memenuhi hak pasien agar terhindar dari hal-hal yang tidak
diinginkan termasuk tuntutan hukum, oleh karena itu kompetensi apoteker perlu
ditingkatkan secara terus menerus agar perubahan paradigma tersebut dapat
diimplementasikan (Kemenkes RI 2016).

BPJS atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah badan hukum yang
dibentuk dengan Undang-Undang untuk menyelenggarakan program jaminan

3
sosial. BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
Jaminan kesehatan menurut UU SJSN diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin
agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan
dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan (Kemenkes RI, 2014). Sebelumnya
telah ada penelitian mengenai pelayanan terhadap pasien BPJS yang hasilnya
sebenarnya dengan adanya BPJS pasien merasa terbantu karena tidak
mengeluarkan biaya lagi, namun pelayanan yang diberikan masih kurang optimal
diantaranya pelayanannya yang masih lama (waktu tunggu antrian dan
pendaftaran) serta pasien mengeluhkan prosedur rujukan yang tidak bisa langsung
hal ini menyulitkan bagi pasien (Dewi & Firdaus, 2015).

4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit

2.1.a Definisi

Menurut Permenkes Nomor 56 Tahun 2014 tentang rumah sakit, Rumah


sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan
yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang
sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Oleh karena itu rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermuru
sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan
masyarakat.

Menurut WHO, rumah sakit adalah bagian integran dari suatu organisasi
social dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna
(komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit
(preventif) kepada asyrakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi
tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik (S.Supriyanto dan Emawati, 2010)

2.1.b Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Menurut UU No. 44 tahun 2009 tugas dan fungsi dari rumah sakit secara
umum yaitu :

a) Melaksanakan pelayanan medis, pelayanan penunjang medis,

b) Melaksanakan pelayanan medis tambahan, pelayanan penunjang medis


tambahan,

c) Melaksanakan pelayanan kedokteran kehakiman,

5
d) Melaksanakan pelayanan medis khusus,

e) Melaksanakan pelayanan rujukan kesehatan,

f) Melaksanakan pelayanan kedokteran gigi,

g) Melaksanakan pelayanan kedokteran sosial,

h) Melaksanakan pelayanan penyuluhan kesehatan,

i) Melaksanakan pelayanan rawat jalan atau rawat darurat dan rawat tinggal
(observasi), melaksanakan pelayanan rawat inap,

j) Melaksanakan pelayanan administratif,

k) Melaksanakan pendidikan para medis,

l) Membantu pendidikan tenaga medis umum,

m) Membantu pendidikan tenaga medis spesialis,

n) Membantu penelitian dan pengembangan kesehatan,

o) Membantu kegiatan penyelidikan epidemiologi.

2.1.c Jenis Rumah Sakit

Menurut UU No.44 Tahun 2009 berdasarkan kepemilikannya rumah sakit di


Indonesia di bedakan ke dalam dua jenis yakni :

1. Rumah sakit publik, yaitu rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah
(termasuk pemerintah daerah) dan badan hukum lain yang bersifat nirlaba.
Rumah sakit publik meliputi :

a. Rumah sakit milik departemen kesehatan

b. Rumah sakit milik pemerintah daerah provinsi

c. Rumah sakit milik pemerintah daerah kabupaten atau kota

d. Rumah sakit milik tentara nasional Indonesia

e. Rumah sakit milik Kepolisian Republik Indonesia (POLRI)

6
f. Rumah sakit milik departemen di luar departemen kesehatan (termasuk
milik badan usaha milik negara seperti pertamina)

2. Rumah sakit privat, yaitu rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan
tujuan profit yang berbentuk perseorangan terbatas atau persero. Rumah sakit
privat meliputi :

a. Rumah sakit milik yayasan

b. Rumah sakit milik perusahaan

c. Rumah sakit milik penananam modal (dalam negeri dan luar negeri)

d. Rumah sakit milik badan hukum lain.

3.1.d Jenis Pelayanan Rumah Sakit

Di Indonesia, jenis pelayanan di rumah sakit diatur berdasarkan Undang-


Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit. Dalam
pasal 19, menyebutkan bahwa rumah sakit dapat dibedakan berdasarkan jenis
pelayanannya menjadi dua jenis pelayanan, yaitu :

1. Rumah sakit umum


Rumah sakit umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) UU RI No 44
tahun 2009 tersebut, Rumah Sakit Umum memberikan pelayanan kesehatan
pada semua bidang dan jenis penyakit.
2. Rumah sakit khusus (mata, paru, kusta, rehabilitasi, jantung, kanker, dan
sebagainya)
Rumah sakit khusus, memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau
satu jenis penyakit tertentu berdasarkan displin ilmu, golongan umur, organ,
jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.
Rumah sakit berdasarkan jenis kelasnya di Indonesia dibedakan menjadi
empat kelas (Kepmenkes No.51 Menkes/SK/II/1979), yaitu :
1. Rumah sakit kelas A
2. Rumah sakit kelas B (pendidikan dan non kependidikan)
3. Rumah sakit kelas C

7
4. Rumah sakit kelas D
Kelas rumah sakit juga dibedakan berdasarkan jenis pelayanan yang
tersedia. Pada rumah sakit kelas A tersedia pelayanan spesialistik yang
luas termasuk subspesialistik. Rumah sakit kelas B mempunyai pelayanan
minimal sebelas spesialistik dan subspesialistik terdaftar. Rumah sakit
kelas C mempunyai minimal empat spesialistik dasar (bedah, penyakit
dalam, kebidanan, dan anak). Di rumah sakit kelas D hanya terdapat
pelayanan medis dasar. Pemerintah sudah berusaha dan telah
meningkatkan status semua rumah sakit kabupaten menjadi kelas C.

2.2 Kualitas Pelayanan


Pelayanan kesehatan akan dirasakan berkualitas oleh para pelanggannya jika
penyampaiannya dirasakan melebihi harapan para pengguna layanan. Penilaian
para pengguna jasa pelayanan ditujukan kepada penyampaian jasa, kualitas
pelayanan atau cara penyampaian jasa tersebut kepada para pemakai jasa
(Muninjaya, 2014). Terdapat beberapa definisi tentang kualitas pelayanan yang
dikemukakan oleh para ahli. Dari jumlah definisi tentang kualitas pelayanan,
menurut Herlambang (2016) terdapat kesamaan, yaitu :

1. Kualitas merupakan usaha untuk memenuhi harapan pelanggan.


2. Kualitas merupakan kondisi mutu yang setiap saat mengalami perubahan
kearah yang lebih baik.
3. Kualitas itu mencangkup proses, produk, barang, jasa, manusia, dan
lingkungan.
4. Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,
jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Berdasarkan PMK no. 58 tahun 2014 tentang standar pelayanan
kefarmasian dirumah sakit bahwa pelayanan kefarmasian dirumah sakit
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan di
rumah sakit. Tuntutan pasien dan masyarakat akan menigkatkan mutu
pelayanan kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama

8
yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang
berorientasi pada pasien (patient oriented). Pelayanan yang berorientasi pada
pasien mengharuskan pelayanan kefarmasian yang dapat mengakibatkan mutu
dalam pengelolaan dan kefarmasian klinis di rumah sakit.

2.3 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan


BPJS kesehatan merupakan badan hukum yang bersifat nirlaba dan
bertanggung jawab kepada presiden. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelengarakan program jaminan
sosial (Menkes, 2011). BPJS kesehatan berkedudukan dan berkantor di ibukota
negara, BPJS sebagai penyelenggara jaminan sosial terdiri atas dewan pengawas
dan direksi. Dewan pengawas terdiri dari 7 (tujuh) orang anggota yang terdiri dari
2 (dua) orang unsur pemerintah 2 (dua) orang unsur pekerja, 2 (dua) orang unsur
pemberi kerja dan 1 (satu) orang unsur tokoh masyarakat, sedangkan direksi
terdiri dari 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur profesional (Menkes,
2014).

Pelayanan kesehatan yang dijamin oleh BPJS Kesehatan terdiri atas


pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama, pelayanan
kesehatan pada fasilits kesehatan tingkat lanjutan, pelayanan gawat darurat,
pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai. Oleh menteri secara
khusus pelayanan kesehatan pada fasilitas tingkat pertama terdiri atas:

1. Pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat pertama


Pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat pertama harus memiliki fungsi
pelayanan yang komprehensif berupa pelayanan kesehatan promotif, preventif,
kuratif, penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium sederhana dan
pelayanan farmasi. Pelayanan kesehatan tingkat pertama untuk pelayanan
medis mencakup kasus medis yang dapat diselesaikan secara tuntas di
pelayanan kesehatan tingkat pertama. Kasus medis yang membutuhkan
penanganan awal sebelum dilakukan rujukan. Kasus medis rujuk balik.
Pemeriksaan, pengobatan dan tindakan pelayanan kesehatan gigi tingkat

9
pertama. Pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui, bayi dan anak balita
oleh bidan atau dokter. dan Rehabilitasi medik dasar.
Pelayanan kesehatan tingkat pertama untuk pelayanan kesehatan non
spesialistik mencakupAdministrasi pelayanan yang meliputi biaya
administrasi pendaftaran peserta untuk berobat, penyediaan dan pemberian
surat rujukan ke fasilitas kesehatan. Pelayanan promotif dan preventif yang
meliputi keguanan penyuluhan kesehatan perorangan. Pemeriksaan,
pengobatan, dan konsultasi medis. Pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu
menyusui, dan bayi. Upaya menyembuhan terhadap efek samping kontrasepsi.
Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif.
Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai. Pemeriksaan penunjang
diagnostik laboratorium tingkat pertama berupa pemeriksaan darah sederhana
(hemoglobin, apusan darah tepi, trombosit, leukosit, hematokrit, eosinophil,
eritrosit, golongan darah, laju endap darah,malaria), urine sederhana (warna,
berat jenis, kejernihan, pH, leukosit, erotrosit), feses sederhana (benzidin
tes,mikroskopik cacing), gula darah sewaktu-waktu. Pemeriksanaan
menunjang sederhana lain yang dapat dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat
pertama. Pelayanan rujuk balik dari fasilitas kesehatan lanjutan. Pelayanan
program rujukbalik. Pelayanan prolanis dan home visit. dan Rehabilitasi
medik dasar.
2. Pelayanan kesehatan rawat inap tingkat pertama
Pelayanan kesehatan rawat inap tingkat pertama mencakup Rawat inap
pada pengobatan perawatan kasus yang dapat diselesaikan tuntas di pelayanan
tingkat pertama. Pertolongan persalinan pervaginaan bukan resiko tinggi.
Pertolongan persalinan dengan komplikasi dan/atau penyulit pervaginaan bagi
puskesmas pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PENED).
Pertolongan neonatal dengan komplikasi. dan Pelayanan transfusi darah sesuai
kompetensi fasilitas kesehatan dan/atau pembentukan medis.Pelayanan
kesehatan rawat inap tingkat pertama untuk pelayanan kesehatan non
spesialistik mencakup Administrasi pelayanan terdiri atas biaya pendaftaran
pasien dan biaya administrasi lain yang terjadi selama proses perawatan atau

10
pelayanan kesehatan pasien. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis.
Perawatan dan akomodasi di ruang perawatan. Tindakan medis
kecil/sederhana oleh dokter ataupun paramedik. Persalinan per vaginaan tanpa
penyulit maupun dengan penyulit. Pemeriksaan penunjang diagnostik selama
masa perawatan. Pemeriksaan penunjang diagnostik selama masa perawatan.
Pelayanan obat dan bahan sesuai indikasai medis. dan Pelayanan transfusi
darah sesuai indikasi medis.
3. Pelayanan kesehatan gigi
Pelayanan kesehatan gigi dimulai dari Administrasi pelayanan terdiri atas
biaya pendaftaran pasien dan biaya administrasi lain yang terjadi selama
proses perawatan atau pelayanan kesehatan pasien. Pemeriksanaan,
pengobatan, dan konsultasi medis. Premedikasi. Kegawatan daruratan oro-
dental. Pencabutan gigi sulung (topical, 16 infiltrasi). Pencabutan gigi
permanen tanpa penyulit. Obat pasca ekstraksi. Tumpatan komposit/ GIC.
Terakhir Sekeling gigi.
Prinsip dasar BPJS adalah sesuai dengan apa yang dirumuskan oleh UU
SJSN Pasal a19 ayat 1 yaitu jaminan kesehatan yang diselenggarakan secara
nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Maksud
prinsip asuransi sosial adalah kegotongroyongan antara si kaya dan miskin,
yang sehat dan sakit yang tua dan muda, serta yang beresiko tinggi dan
rendah, kepesertaan yang bersifat wajib dan tidak selektif, iuran berdasarkan
presentase upah atau penghasilan, dan bersifat nirlaba. Sedangkan prinsip
ekuitas adalah kesaman dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan
kebutuhan medis yang terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan.
Kesaman memperoleh pelayanan adalah kesamaan jangkauan finansial ke
palayanan kesehatan yang merupakan bagian dari Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) dan masuk dalam program pemerintah pada tahun 2014.

11
BAB III
PEMBAHASAN

Pada keterkaitan antara pelayanan dan kepuasan pasien pada masalah ini,
maka dapat dilihat dari tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan dengan
menggunakan jasa BPJS untuk pengobatannya.

BPJS kesehatan merupakan Badan Usaha Milik Negara yang berubah


menjadi Badan Hukum Publik yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk
menyelenggarakan jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Program ini
melayani berbagai lapisan dari kalangan masyarakat. BPJS Kesehatan ditujukan
untuk memberikan proteksi agar seluruh lapisan masyarakat mendapatkan akses
kesehatan secara merata. Pelaksanaan program kesehatan terus diperbaiki, karena
peserta BPJS Kesehatan, mitra BPJS Kesehatan atau fasilitas kesehatan seperti
rumah sakit, puskesmas, klinik dan dokter terus bertambah. Adanya program
jaminan kesehatan nasional BPJS Kesehatan ini sangat membantu masyarakat
untuk meringankan biaya pengobatannya, sehingga pada saat sekarang ini banyak
ditemui pasien yang menggunakan layanan BPJS Kesehatan salah satunya di
pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas). Untuk mengukur kepuasan pelayanan
program BPJS Kesehatan dapat dilihat dari beberapa indikator-indikator yang
ditemukan permasalahan dalam pelaksanaannya yaitu:

Indikator yang pertama yaitu sosialisasi program. Upaya sosialisasi yang


telah dilakukan Dinas Kesehatan Kota adalah dengan mensosialisasikan program
BPJS ini kepada seluruh lurah se-Kota Semarang pada 29 Juni 2015. Bapak Ibu
Lurah agar bisa menjembatani apa yang diharapkan oleh Pemerintah Daerah,
Faskes dan BPJS dengan masyarakat dalam hal ini peserta BPJS, sehingga tidak
terjadi perbedaan persepsi. Adanya sosialisasi program ini diharapkan masyarakat
dapat mengetahui, memahami dan mendapatkan pelayanan kesehatan secara
optimal dari program ini. Namun kenyataannya, sosialisasi yang dilakukan oleh
pihak terkait belum dilakukan secara menyeluruh. Masih ada masyarakat yang
belum mengetahui atau mendapatkan sosialisasi mengenai program BPJS
Kesehatan. Dengan demikian pelaksanaan sosialisasi program BPJS Kesehtan ini
belum dilaksanakan dengan baik, sehingga tidak heran masih ada masyarakat
yang belum mendaftar sebagai pseserta BPJS Kesehatan dan juga masih ada
peserta yang tidak mengerti atau tidak paham dengan program BPJS kesehatan.

12
Indikator yang kedua adalah pemahaman program. Program BPJS
Kesehatan tidak hanya harus dipahami oleh pihak pelaksana saja, tetapi juga harus
di pahami oleh masyarakat sebagai penerima layanan BPJS Kesehatan. Salah satu
upaya untuk memberikan pemahaman mengenai program ini yang telah dilakukan
oleh pemerintah dengan mengeluarkan Buku Saku FAQ (Frequenly Asked
Questions) BPJS Kesehatan. Upaya ini sepertinya tidak diketahui oleh semua
masyarakat atau peserta karena hanya di publikasikan melalui media internet,
sehingga timbul beberapa masalah seperti kurangnya pemahaman masyarakat
mengenai program BPJS Kesehatan ini, salah satunya masalah pada unsur
pengaplikasiannya, khususnya pada aspek rujukan. Kebanyakan dari masyarakat
belum paham mengenai sistem rujukan. Indikator ketiga yaitu ketepatan sasaran.
Sesuai dengan Visi BPJS Kesehatan yaitu “cakupan semesta 2019”, bahwa paling
lambat tanggal 01 Januari 2019, seluruh penduduk Indonesia memiliki Jaminan
Kesehatan Nasional untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya yang
diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang handal, unggul dan terpercaya.
Namun masih ada masyarakat yang belum terdaftar sebagai peserta BPJS
Kesehatan. Hal ini ditemui pada pasien di Puskesmas bahwa masih ada yang
belum memiliki BPJS Kesehatan.

Indikator keempat yaitu tujuan program, adanya BPJS Kesehatan ini


bertujuan “Mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan kesehatan yang
layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya sebagai pemenuhan
kebutuhan dasar hidup penduduk Indonesia” (UU No. 24 Tahun 2011 Pasal 3).
Pemerintah kota bersama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial terus berusaha
untuk mencapai tujuan mulia dari program BPJS 3 Kesehatan ini. Begitu juga
dengan Puskesmas sebagai penyelenggara dan pelaksana program BPJS
Kesehatan, harus mampu memenuhi kebutuhan kesehatan pasien peserta BPJS
Kesehatan. Hal yang dikeluhkan oleh pasien BPJS Kesehatan di Puskesmas dalam
pemberian jaminan kesehatan adalah mengenai masih adanya diskriminasi antara
pasien BPJS Kesehatan dengan pasien umum (bayar) yang biasanya lebih
diutamakan dan juga mengenai obat yang tidak sesuai. Selain itu menurut
responden tidak semua pengobatan ditanggung oleh BPJS Kesehtan seperti obat
yang tidak tersedia di rumah sakit atau puskesmas harus dibeli sendiri.

Indikator kelima yaitu Perubahan nyata. Perubahan nyata dari program


BPJS Kesehatan dilihat melalui sejauhmana kegiatan program ini memberikan
suatu efek atau dampak serta perubahan nyata bagi seluruh aspek terkait. BPJS
Kesehatan diaanggap belum mampu memperbaiki tingkat kesehatan masyarakat,
namun hal yang sangat disayangkan adalah pelayanan yang diberikan untuk
masyarakat peserta BPJS belum maksimal.

13
Faktor Penghambat dalam pelaksanaan pelyanan kepuasan pasien Program
BPJS Kesehatan Jika dikaitkan dengan teori Korten model kesesuaian
pelaksanaan program ditemukan ketidak sesuaian antara tiga unsur pelaksanaan
program.

Unsur pertama dalam teori Korten menjelaskan kesesuaian antara program


dengan pemanfaat yaitu kesesuaian antara apa yang ditawarkan oleh program
dengan apa yang dibutuhkan oleh kelompok sasaran (pemanfaat), dalam hal ini
peserta BPJS Kesehatan bisa mendapatkan pemberian jaminan kesehatan dengan
layak dan juga dimudahkan dalam memperoleh pelayanan kesehatan, namun
masih ada keluhan responden mengenai pemberian jaminan kesehatan dan juga
pelayanan kesehatan yang belum maksimal.

Berdasarkan unsur kedua yang menjelaskan kesesuaian antara program


dengan organisasi pelaksana yaitu keseuaian antara tugas yang disyaratkan oleh
program dengan kemampuan organisasi pelaksana yang berarti kesesuaian antara
tugas yang diisyaratkan oleh program dengan kemampuan organisasi pelaksana.
Dalam hal ini kesesuaian antara tugas yang diisyaratkan program dengan
kemampuan organisasi (puskesmas) dapat dikatakan belum sesuai, karena
organisasi (puskesmas) belum sepenuhnya memberikan kepuasan pada pasien
peserta BPJS Kesehatan, dilihat dari masih adanya keluhan responden terhadapan
pelayanan yang diberikan organisasi.

Berdasarkan unsur ketiga yang menjelaskan kesesuaian antara kelompok


pemanfaat dengan organisasi pelaksana yaitu kesesuaian antara syarat yang
diputuskan organisasi dapat memperoleh output program dengan apa yang dapat
dilakukan oleh kelompok sasaran program.

Ketidaksesuaian antara tiga unsur pelaksanaan program belum berjalan


dengan baik dan output yang belum sesuai dengan harapan menjadi salah satu
faktor yang penghambat dalam pelaksanaan program BPJS Kesehatan di Kota
Semarang. Selain itu, menurut pendapat responden beberapa faktor yang menjadi
penghambat dalam pelaksanaan program BPJS Kesehatan adalah sebagai berikut:

1. Sosialisasi Program

Sosialisasi program merupakan salah satu langkah untuk memberikan informasi


yang jelas kepada masyarakat khususnya bagi peserta BPJS Kesehatan. Menurut
para responden masih kurangnya sosialisasi yang diberikan oleh pihakpihak
terkait. Sehingga tidak jarang masih ada pengguna BPJS Kesehatan yang belum
mengerti sepenuhnya mengenai program BPJS Kesehatan. Begitu juga dengan
masih adanya masyarakat yang belum memiliki BPJS Kesehatan atau menjadi

14
peserta BPJS Kesehatan. Oleh sebab itu diharapkan BPJS Kesehatan, pemerintah
dan pihak-pihak yang terkait mampu memberikan dan mengoptimalkan sosialisasi
kepada seluruh masyarakat, agar informasi mengenai program BPJS Kesehatan
dapat dipahami dan dimengerti oleh masyarakat.

2. Pelayanan

Pelayanan merupakan permasalahan yang masih sering dikeluhkan oleh pasien


peserta BPJS Kesehatan. Pasien BPJS Kesehatan sering kali tidak mendapat
pelayanan maksimal seperti penolakan pada pasien BPJS Kesehatan, waktu
pelayanan yang lama serta layanan untuk obat yang terkadang tidak sesuai
dibandingkan dengan pasien yang bayar langsung. BPJS Kesehatan dilaksanakan
agar masyarakat bisa terlayani dengan baik termasuk di puskesmas. Sebab
masyarakat lebih mudah untuk menjangkau puskesmas. Untuk pelayanan di
Puskesmas Srondol sendiri, ada beberapa responden menilai pelayanan yang
diberikan masih kurang. Menurut responden waktu pelayanan yang lama, antrian
yang lama serta ruang tunggu yang tidak terlalu besar dengan jumlah pasien yang
cukup banyak membuat kurang kondusif dan membuat responden kurang nyaman.
Responden berharap dapat diberikan kemudahan dan juga kenyamanan saat
pengobatan baik di puskesmas, rumah sakit, maupun dokter praktik.

3. Iuran BPJS Kesehatan

Perubahan tarif iuran dan juga sistem pembayaran BPJS Kesehatan untuk peserta
mandiri dari pembayaran menggunakan nomor peserta pribadi yang sekarang
menggunakan sistem vitual akun (VA) keluarga, menurut peserta BPJS Kesehatan
perubahan ini memberatkan mereka terutama bagi peserta yang memiliki jumlah
anggota keluarga yang banyak dengan keadaan ekonomi menengah. Hal ini
dirasakan responden sangat memberatkan sehingga kadang-kadang menunggak
dalam pembayaran iuran. Seharusnya dengan adanya BPJS Kesehatan ini
memberikan kemudahan pada masyarakat mendapatkan jaminan kesehatan bukan
untuk memberatkan masyarakat dengan iuran yang ditetapkan. Responden
berharap pemerintah meberikan kemudahan dan memberikan keringan kepada
peserta BPJS Kesehatan yang mengalami kondisi seperti ini.

15
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan

Kesesuaian antara tiga unsur pelaksanaan program (program, pemanfaat, dan


organisasi) belum berjalan dengan baik dan output yang belum sesuai dengan
harapan menjadi salah satu faktor yang penghambat dalam pelaksanaan program
BPJS Kesehatan. Selian itu menurut pendapat responden yang menjadi faktor
penghambat kepuasan pelyanan program BPJS Kesehatan adalah sosialisasi
program, kualiatas pelayanan dan tariff iuran BPJS Kesehatan

Hal ini juga harus menjadi perhatian baik pemerintah maupun pihak Puskesmas
ataupun rumah sakit selaku pelaksana palayanan kesehatan untuk memeberikan
kenyamanan pada pasien saat melakukan pengobatan. Selama beroperasi, BPJS
Kesehatan mengalami banyak masalah, salah satu masalah paling yang mencolok
adalah belum optimalnya pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien
BPJS Kesehatan. Dalam hal ini salah satu sasaran program yaitu untuk peserta
puas dengan layanan yang diberikan belum sepenuhnya dirasakan oleh seluruh
pasien peserta BPJS Kesehatan. Peserta merasa bahwa kurang puas dengan
layanan yang diberikan seperti pelayanannya yang lama, antrian yang lama dan
sistem administrasi yang sulit.

Saran

1. Untuk BPJS Kesehatan selaku penyelenggara, pemerintah kota, perangkat


kelurahan/kecamatan, RT/RW, pihak-pihak terkait lainnya, hendaknya
lebih menggalakkan dan mengoptimalkan sosialisasi program kepada
masyarakat sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
masyarakat mengenai program BPJS Kesehatan.

2. Untuk Puskesmas dan rumah sakit sebagai salah satu pusat pelayanan
kesehatan masyarakat, mengoptimal pemberian pelayanan dan juga
memperhatikan kenyamanan pasien saat berobat.

3. Untuk Pemerintah, Program BPJS Kesehatan sebagai bentuk dari


pelayanan publik, iuran BPJS Kesehatan seharusnya memperhatikan aspek
kondisi ekonomi masyarakat sehingga tidak menjadi beban untuk
masyarakat kedepannya.

16
17
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, A., Firdaus, F.F., 2015, Evaluasi Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan
Pasien Rawat Jalan Peserta BPJS di RSUD Panembahan Senopati Bantul,
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa, Program studi Manajemen
Rumah Sakit, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.

Herlambang, Susatyo. (2016). Manajemen Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit.


Yogyakarta : Gosyen Publishing.

Kemenkes RI, 2014, Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional


dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional, Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia dan Jaminan Kesehatan Nasional, Jakarta.

Kemenkes RI, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72


Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit,
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Menkes, RI. (2014). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


No.28/MENKES/SK/VI/2014 RI.(2014). Tentang Pedoman Pelaksanaan
Program Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Muninjaya, A. A Gde. (2014). Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta:


EGC.

Pemerintah RI. (2011). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun


2011: Lembaran Negara RI Tahun 2011. Tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial. Jakarta:Lembaran Negara RI Tahun 2011.

Peraturan Menteri Kesehatan. 2014. Permenkes No 58 Tentang Standar Pelayanan


Kefarmasian di Rumah Sakit.

18
S. Supriyanto dan Ernawati.2010. Pemasaran Industri Jasa Kesehatan.
Yogyaarta :CV Pffset

Undang-Undang Republik Indonesia. 2009. UU RI No.44 Tentang Rumah Sakit

19

Anda mungkin juga menyukai