Anda di halaman 1dari 3

Etiologi ( Mekanisme Sebab-Akibat)

1. Sebab : Gangguan Konsep Diri : Harga diri rendah


Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana
gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap
diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Tanda dan Gejala :
a. Mengejek dan mengkritik diri sendiri
b. Merendahkan atau mengurangi martabat diri sendiri
c. Rasa bersalah atau khawatir
d. Manifestasi fisik : tekanan darah tinggi, psikosomatik, dan penyalahgunaan zat.
e. Menunda dan ragu dalam mengambilkeputusan
f. Gangguan berhubungan, menarik diri darikehidupan social
g. Menarik diri dari realitas
h. Merusak diri
i. Merusak atau melukai orang lain
j. Kebencian dan penolakan terhadap dirisendiri.
2. Akibat : Resiko menciderai diri sendiri orang lain dan lingkungan
Suatu keadaan dimana seorang individu melakukan suatu tindakan yang
dapt membahayakan bagi keselamatan jiwanya maupun orang lain
disekitarnya (Townsend, 1994). Klien dengan perilaku kekerasan
menyebabkan klien berorientasi pada tindaakan untuk memenuhi secara
listrik tuntutan situasi stress, klien akan berperilaku menyerang, merusak
diri sendiri, orang lain maupun lingkungan sekitar.
Tanda dan Gejala :
a. Adanya peningkatan aktifitas motoric
b. Perilaku aktif ataupun destruktif
c. Agresif
Faktor Penyebab dari Perilaku Kekerasan
1. Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor
predisposisi, artinya mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu :
a. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat
timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu
perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.
b. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi
individu mengadopsi perilaku kekerasan.
c. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol
sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
perilaku kekerasan yang diterima (permissive).
d. Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal
dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku
kekerasan.
2. Faktor Prespitasi
Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi
penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan
yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan
orang yang dicintai/ pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab
yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu
perilaku kekerasan.
Mekanisme Koping dari perilaki kekerasan
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan
stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme
pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya
ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain:
1. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal.
Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain
seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang
tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai
perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya
tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
3. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam
sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil
bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan,
sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada
obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan
emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat
hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain
perang-perangan dengan temannya.

Ah. Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta; Salemba
Medika
Keliat, Ana Budi. Dkk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta; EGC
Keliat, Ana Budi. Dkk. 2009. Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa, Jakarta
EGC

Anda mungkin juga menyukai