Dosen Pembimbing :
Yulia Rachmawati, S.Kep., Ners.,M.Kep.
Oleh :
CHERLINA IKA FIRANA PUTERI
(14401.18.19005)
PROBOLINGGO
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat
dan hidayah-Nya saya bisa menyelesaikan makalah ini. Makalah ini saya buat guna memenuhi
tugas dari guru . Makalah ini membahas tentang “Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak dengan
gangguan Kejang Demam”, semoga dengan makalah yang saya susun ini kita dapat menambah
dan memperluas pengetahuan kita.Saya mengetahui makalah yang saya susun ini masih sangat
jauh dari sempurna, maka dari itu saya masih mengharapkan kritik dan saran dari bapak/ ibu
selaku guru pembimbing saya serta temen-temen sekalian, karena kritik dan saran itu dapat
membangun saya dari yang salah menjadi benar.
Disadari bahwa makalah ini masih kurang sempurna oleh karena itu, kritik dan saran dari
semua pihak sangat diharapkan guna penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat.Semoga makalah yang saya susun ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita,
akhir kata saya mengucapkan terima kasih.
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Simpulan …………………………………………………………
B. Saran ………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
diatas 38°C) yang disebabkan oleh infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial (Sukarmin,
2009). Kejang demam di masyarakat lebih dikenal dengan istilah step.Kejang demam
merupakan kelainan neurologis yang sering terjadi pada anak, 1 dari 25 anak akan mengalami
satu kali kejang demam. Hal ini dikarenakan, anak yang masih berusia dibawah 5 tahun sangat
rentan terhadap berbagai penyakit disebabkan sistem kekebalan tubuh belum terbangun
secara sempurna (Harjaningrum, 2011).
Kejang demam terjadi 5% pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun, dipicu demam tinggi dengan
kenaikan suhu yang cepat. Gejala kejang demam tampak seperti gerakan–gerakan diseluruh
tangan dan kaki yang terjadi dalam waktu yang sangat singkat, umumnya kurang dari 15 menit.
Biasanya terjadi pada hari pertama demam, dan terjadi sekali dalam 24 jam. Kejang demam
memiliki manifestasi klinis yang berbeda dengan epilepsi (Suririnah, 2009).
Menurut Tejani (2008), hingga saat ini sekitar 2% - 5% anak di Ameria Serikat menderita kejang
demam pada hari kelima kelahiran dan sekitar sepertiganya berulang minimal sekali. Angka
yang sama dari kejang demam di Amerika Serikat juga ditemukan di Eropa Barat.
Di Indonesia, Kejang demam terjadi 2% - 4% pada anak berumur 6 bulan sampai5 tahun. Dari
semua kasus kejang demam, sekitar 80% merupakan kejang demam sederhana dan 20% kejang
demam kompleks (Wulandari, Anugroho, 2012). Bedasarkan data yang didapatkan dari Medical
Record Rumah Sakit Islam Cempaka Putih Jakarta Pusat, terhitung dari bulan April sampai Mei
2016, mencapai 24 anak yang dirawat dengan kejang demam, dengan perbedaan laki-laki 17
anak dan perempuan 7 anak. Hal ini sama seperti penelitian Anurogo yang mengatakan bahwa
anak laki-laki lebih sering mengalami kejang demam dibandingkan dengan anak wanita.
Kejang pada anak dapat mengganggu kehidupan keluarga dan kehidupan sosial orang tua
khususnya ibu, karena akan menyebabkan stress dan rasa cemas yang luar biasa. Bahkan,
sebagian orang tua memiliki anggapan anak dapat meninggal akibat kejang. Ibu panik ketika
anak demam dan melakukan kesalahan dalam mengatasi demam dan komplikasinya. Kesalahan
yang dilakukan ibu salah satunya disebabkan karena kurang pengetahuan dalam penanganan
pada masa akut. Memberikan informasi kepada ibu tentang hubungan demam dan kejang
merupakan hal yang penting untuk menghilangkan stress dan cemas mereka (Hazaveh, 2011).
Upaya preventif, perawat mencegah untuk terjadinya demam berlanjut menjadi kejang dengan
menginformasikan kepada ibu memberikan pendidikan kesehatan tentang upaya pencegahan
penyakit kejang demam. Upaya kuratif, dilakukan dengan 2 metode yaitu tindakan mandiri dan
tindakan kolaboratif. Tindakan mandiri dengan melakukan kompres, mencegah resiko cedera,
resiko aspirasi, menganjurkan keluarga untuk menyediakan obat antikonvulsan. Serta tindakan
kolaboratif dengan memberikan obat antipiretik dan antikonvulsan. Serta upaya rehabilitatif
perawat berperan memulihkan kondisi anak dengan menghilangkan gejala sisa kejang dan
menganjurkan orang tua agar tetap kontrol kembali anak ke rumah sakit secara teratur dan
saat di rumah jika mengetahui suhu tubuh anak meningkat segera beri obat penurun panas dan
mengompresnya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
a. Mampu melakukan pengkajian secara komperhensif baik biologis, psikologis, sosial, spiritual
maupun kultural pada anak dengan kejang demam.
e. Mampu melaksanakan Evaluasi proses maupun Evaluasi hasil pada anak dengan kejang
demam.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat bayi atau anak yang mengalami demam
tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam terjadi pada usia 6 bulan – 5 tahun dan jarang
sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia < 6 bulan atau > 3 tahun. Suhu tubuh yang tinggi
dapat menimbulkan kejang, ada anak yang mempunyai ambang kejang yang rendah, kejang
telah terjadi pada suhu 38°C sedangkan pada anak yang ambang kejang yang tinggi, kejang baru
terjadi pada suhu 40°C atau lebih (Pudiastuti, 2011).
Kejang demam adalah perubahan aktifitas motorik dan behaviour yang bersifat paroksismal
dan dalam waktu terbatas akibat dari adanya aktifitas listrik abnormal diotak yang terjadi
karena kenaikan suhu tubuh (Widagdo, 2011).
Kejang demam adalah kejang bangkitan yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh suhu rektum
(dubur) diatas 38°C. Kejang yang berhubungan dengan demam (suhu diatas 38,4°C per rektal)
tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut (Anurogo, 2013).
Bedasarkan dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Kejang demam adalah kejang yang
terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh dari 38°C
sampai 40°C tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut.
2. Klasifikasi
a. Kejang demam sederhana (simple febrile sizure), merupakan kejang demam dengan
karateristik :
2) Tidak berulang dalam waktu 24 jam, atau hanya terjadi sekali dalam 24 jam.
4) Kejang ini tidak meningkatkan resiko kematian, kelumpuhan atau retardasi mental. Pada
akhir kejang diakhiri dengan suatu keadaan singkat seperti mengantuk (drowsiness).
b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure), merupakan kejang demam dengan
karateristik :
1) Kejang demam berlangsung lama, lebih dari 15 menit.
2) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
3. Etiologi
Kejang demam disebabkan oleh infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial atau
ekstrakranium seperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis. Penyakit virus merupakan
penyebab utama kejang demam. Kepustakaan terbaru menunjukan keterlibatan human herpes
simplex virus 6 (HHSV-6) sebagai penyebab timbulnya roseola pada 20% dari sekelompok klien
yang datang dengan kejang demam mereka yang pertama. Genetik juga merupakan penyebab
dari kejang demam, kejang demam cenderung terjadi pada keluarga. Bila anak terkena kejang
demam maka resiko saudara kandungnya terkena adalah sebesar 10%. Kemungkinan ini
menjadi 50% jika orangtuanya pernah menderita kejang demam (Anurogo, 2012).
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksimal yang berlebihan dari suatu populasi neuron yang
sangat mudah terpicu sehingga mengganggu fungsi normal
otak dan juga dapat terjadi karena keseimbangan asam basa atau elektrolit yang terganggu.
Kejang itu sendiri dapat juga menjadi manifestasi dari suatu penyakit mendasar yang
membahayakan (Pudiastuti, 2011).
Menurut pendapat NANDA (2015), kejang demam disebabkan oleh hipertemia yang muncul
secara cepat yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri. Umunya berlangsung singkat dan
mungkin terdapat predisposisi familial.
Beberapa kejadian kejang dapat berlanjut melewati masa anak-anak dan mungkin dapat
mengalami kejang non demam pada kehidupan selanjutnya. Beberapa faktor risiko berulang
kejang yaitu :
c. Tingginya suhu badan sebelum kejang makin tinggi suhu sebelum kejang demam, semakin
kecil kemungkinan kejang demam akan berulang
d. Lamanya demam sebelum kejang semakin pendek jarak antara mulainya demam dengan
kejang, maka semakin besar resiko kejang demam berulang.
4. Patofisiologi
Infeksi pada bronkus, tonsil, telinga
Peningkatan masukan ion natrium, ion kalium kedalam sel neuron dengan
cepat
Fase depolarisasi neuron dan otot dengan cepatpenurunan respon rangsangan luar spasme
otot mulut,lidah,bronkus
(Sukarmin, 2012)
5. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis kejang demam, menurut NANDA (2015) dan Sukarmin (2012) adalah sebagai
berikut :
d. Pulsasi arteri melemah dan tekanan nadi mengecil yang terjadi sebagai akibat menurunnya
curah jantung.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kejang demam menurut NANDA (2015) dan Sukarmin (2012) dibagi menjadi
2, yaitu :
1) Pemberian diazepam supositoria pada saat kejang sangat efektif dalam menghentikan
kejang. Dosis pemberian:
a) 5 mg untuk anak <3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak >3 tahun.
c) 0,5-0,7 mg/kgBB/kali
2) Diazepam intravena juga dapat diberikan dengan dosis sebesar 0,2-0,5 mg/kgBB. Pemberian
secara perlahan-lahan dengan kecepatan 0,5-1 mg per menit untuk menghindari depresi
pernafasanan. Bila kejang berhenti sebelum obat habis, hentikan penyuntikan. Diazepam dapat
diberikan 2 kali dengan jarak 5 menit bila anak masih kejang. Diazepam tidak dianjurkan
diberikan per IM karena tidak diabsorbsi dengan baik.
3) Bila tetap masih kejang, berikan fenitoin per IV sebanyak 15 mg/kgBB perlahan-lahan. Kejang
yang berlanjut dapat diberikan pentobarbital 50 mg IM dan pasang ventilator bila perlu.
Bila Kejang berhenti dan tidak berlanjut, pengobatan cukup dilanjutkan dengan pengobatan
intermitten yang diberikan pada anak demam untuk mencegah terjadinya kejang demam. Obat
yang diberikan berupa :
1) Antipiretik
a) Parasetamol atau asetaminofen 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali atau tiap 6 jam. Berikan
dosis rendah dan pertimbangkan efek samping berupa hiperdosis.
2) Antikonvulsan
a) Berikan diazepam oral dosis 0.3-0.5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam menurunkan
resiko berulangnya kejang.
b) Diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB/hari sebanyak 3 kali perhariBila kejang berulang
Berikan pengobatan rumatan dengan fenobarbital atau asam valproat dengan dosis valproat
15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosi, sedangkan fenbobarbital 3-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2
dosis. Indikasi untuk diberikan pengobatan rumatan adalah :
2) Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang misalnya
hemiparise, cerebral palsy, hidrocefalus.
3) Kejang fokal.
b. Penatalaksanaan di Rumah
Karena penyakit kejang demam sulit diketahui kapan munculnya, maka orang tua atau
pengasuh anak perlu diberi bekal untuk memberikan tindakan awal pada anak yang mengalami
kejang demam. Tindakan awal itu antara lain :
1) Saat timbul serangan kejang segera pindahkan anak ke tempat yang aman seperti dilantai
yang diberi alas lunak tapi tipis, jauh dari benda-benda berbahayas eperti gelas, pisau.
2) Posisi anak hiperekstensi pakaian dilonggarkan. Masukan sendok yang dibalut dengan kain
bersih kedalam mulut untuk mencegah lidah anak tertekuk atau tergigit.
3) Ventilasi ruangan harus cukup. Jendela dan pintu dibuka supaya terjadi pertugaran oksigen
lingkungan.
4) Kalau memungkinkan sebaiknya orang tua atau pengasuh dirumah menyediakan diazepam
(melalui dokter keluarga) peranus sehingga saat serangan kejang anak dapat segera diberikan.
Dosis peranus 5 mg untuk BB kurang dari 10 kg, kalau BB lebih dari 10 mg maka dapat diberikan
10 mg. Untuk dosis rat-rata pemberian peranus adalah 0,4-0,6mg/KgBB.
5) Kalau beberapa kemudian tidak membaik atau tidak tersedianya diazepam maka segera
bawa anak kerumah sakit.
7. Komplikasi
a. Retardasi Mental
Menurut Wong (2009), konsep tumbuh kembang anak pada usia 1-3 tahun (toddler) adalah:
1. Pertumbuhan anak
Berat badan menambah sebanyak 2,2 kg/tahun, penambahan BB menurun secara seimbang.
Tinggi badan meningkat kira-kira 7,5 cm/tahun dan lingkar kepala meningkat 2,5 cm/tahun.
Melangkah dan berjalan dengan tegak. Pada usia sekitar 18 bulan, anak mampu menaiki tangga
dengan berpegangan dan pada akhir tahun kedua sudah mampu berlari-lari kecil, menendang
bola dan mulai mencoba melompat.
Ditandai dengan kekampuan anak untuk menyusun atau membuat menara kubus, menggambr
garis vertikal dan bentuk lingkaran.
4. Perkembangan bahasa
Ditandai dengan lebih banyaknya perbendaharaan kata yang dimiliki oleh anak, kemampuan
meniru, mengenal dan merespons orang lain. Selain itu anak juga bisa mengkombinasi kata-
kata dan melambaikan tangan.
Ditandai dengan kemampuan anak untuk membantu kegiatan dirumah, menyuapi boneka,
menggosok gigi, mencoba memakai baju.
Konsep toddler tentang benar dan salah terbatas, orang tua mempunyai pengaruh signifikan
terhadap perkembangan kesadran anak.
Menurut Wong (2009), konsep hospitalisasi pada anak dengan usia 1-3 tahun (toddler) adalah
sebagai berikut :
Toddler kurang mampu mendefinisikan konsep tentang citra tubuh, terutama bahasa tubuh.
Toddler bereaksi terhadap nyeri mirip dengan bayi, dan pengalaman sebelumnya dapat
mempengaruhi toddler dengan baik.
b. Toddler juga dapat merasa kehilangan kendali berkaitan dengan keterbatasan fisik,
kehilangan rutinitas, ketergantungan, dan takut terhadap cedera atau nyeri pada tubuh.
1) Protes. Toddler secara verbal menagis kepada orang tua, menyerang orang lain secara verbal
atau fisik, berusaha untuk menemukan orang tua, memegang orang tua erat-erat dan tidak
dapat ditenangkan.
2) Putus asa. Toddler tidak tertarik dengan lingkungan dan permainan serta menunjukkan sikap
yang pasif, depresi, dan kehilangan nafsumakan.
3) Penolakan (penyangkalan). Toddler membuat keputusan yang dangkal dan menunjukkan
minat dengan jelas tetapi tetap menolak. Fase ini biasanya terjadi setelah perpisahan dalam
waktu lama dan jarang terlihat pada anak yang dirawat.
3. Penatalaksanaan keperawatan
Menurut Wong (2009), penatalaksanaan keperawatan dari dampak hospitalisasi pada toddler
adalah :
1) Berikan toddler menyalurkan protesnya dan rawat gabung dengan bersama orang tua
2) Anjurkan penggunaan objek transisi atau milik orang tua (hal-hal yang menghubungkan
toddler dengan orang tua) yang dapat ditinggalkan bersama toddler.
3) Minta orang tua untuk tidak pernah menyelinap keluar dari ruangan atau pergi dari rumah
sakit sementara toddlertertidur.
D. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan, hal ini dilakukan dengan
mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga dapat diketahui permasalahan yang
ada (Hidayat, 2004).
1) Pasien : nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, diagnosa
keperawatan.
b. Riwayat kejang
d. Kaji sifat kejang : kejang bersifat lokal (kejang parsial) atau kejang yang bersifat umum
(miotonik, tonik-klonik, atonik)
4) Kejang atonik : kepala menunduk dan dapat jatuh ketanah yang terjadi secara singkat tanpa
peringatan.
g. Kaji status neurologi : perubahan kesadaran, peningkatan suhu tubuh, perubahan tingkah
laku.
i. Pemeriksaan diagnostik :
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data subjektif dan objektif yang telah
diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosis keperawatan. Diagnosis
keperawatan melibatkan proses berfikir kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien,
keluarga, rekam medik dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain. Komponen komponen
dalam pernyataan diagnosis keperawatan meliputi masalah (problem), penyebab (etiologi),
tanda dan gejala (sign and symptom) (Asmadi,2008).
Menurut NANDA (2015) dan Sukarmin (2012), diagnosa yang muncul pada kejang demam
yaitu :
a. Resiko tinggi obstruksi jalan nafas berhubungan dengan penutupan faring oleh lidah, spasme
otot bronkus
e. Cemas pada orang tua berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.
3. Rencana Keperawatan
Menurut Deswani (2009), intervensi keperawatan adalah panduan untuk perilaku spesifik yang
diharapkan dari klien dan tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Intervensi dilakukan
untuk membantu klien mencapai hasil yang diharapkan. Intervensi keperawatan harus spesifik
dan dinyatakan dengan jelas. Pengelompokan seperti bagaimana, kapan, dimana, frekuensi dan
besarnya, menunjukan isi dari aktivitas yang direncanakan. Intervensi keperawatan dapat
dibagi menjadi dua, yaitu mandiri (dilakukan oleh perawat) dan kolaboratif (yang dilakukan
bersama dengan memberi perawatan lainnya).Tiga komponen utama yang harus ada dalam
sebuah rencana asuhan keperawatan adalah sebagai berikut. Diagnosa keperawatan atau
masalah yang diprioritaskan, kriteria hasil yaitu apa hasil yang diharapkan dan kapan ingin
mengetahui hasil yang diharapkan tersebut, intervensi yaitu apa yang harus dilakukan untuk
mencapai tujuan atau kriteria hasil.
Adapun intervensi yang dilakukan pada setiap diagnosa keperawatan yang dibuat menurut
Sukarmin (2012) dan NANDA (2015) adalah, sebagai berikut:
a. Resiko tinggi obstruksi jalan nafas berhubungan dengan penutupan faring oleh lidah, spasme
otot bronkus
Kriteria Hasil:
Intervensi:
1) Monitor jalan nafas, frekuensi pernafasan, irama pernafasan tiap 15 menit pada saat
penurunan kesadaran
Kriteria Hasil:
Intervensi:
2) Identifikasi kebutuhan keamanan klien sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif klien
dan riwayat penyakit terdahulu klien.
Kriteria Hasil:
2) Irama teratur
3) Frekuensi normal
Intervensi:
Kriteria Hasil:
Intervensi:
1) Kaji faktor pencetus kejang
2) Observasi TTV
e. Cemas pada orang tua berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.
Kriteria Hasil:
1) Orang tua mentaati pengobatan dan mampu mengingat kembali informasi yang diberikan
Intervensi:
1) Kaji tingkat perubahan keluarga tentang penyakit kejang demam dan cara perawatan
4. Implementasi
Menurut asmadi (2008), implementasi adalah perwujudan dan rencana keperawatan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana tindakan disusun
dan ditunjukan pada perawat untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan
dari implementasi adalah :
5. Evaluasi
Menurut Deswani (2009), evaluasi dalam keperawatan adalah perbandingan yang sistematik
dan terencana tentang kesehatan klien tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Penilaian evaluasi keperawatan adalah mengukur keberhasilan dan rencana dan pelaksanaan
tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien.
1) Evaluasi proses : menilai jalannya pelaksanaan proses keperawatan sesuai dengan situasi,
kondisi dan kebutuhan klien. Evaluasi proses harus dilaksanakan segera setelah perencanaan
keperawatan dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan.
b. Hasil Evaluasi
1) Tujuan tercapai : jika klien menunjukan perubahan sesuai dengan standar yang ditetapkan.
2) Tujuan tercapai sebagian : jika klien menunjukan perubahan sebagian dari standar dan yang
telah ditetapkan.
3) Tujuan tidak tercapai : jika klien tidak menunjukan perubahan dan kemajuan sama sekali dan
bahkan timbul masalah baru.
c. Evaluasi dari masing-masing diagnosa adalah sebagai berikut :
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kejang demam adalah kejang yang disebabkan oleh peningkatan suhu tubuh dari infeksi
ekstrakaranial.
Untuk diagnosa yang belum teratasi penulis menyerahkan kepada perawat ruangan untuk terus
dilakukannya asuhan keperawatan pada An. R secara komperhensif.
B. Saran
Dari kesimpulan yang penulis buat diatas, maka penulis sangat mengharapakan dari asuhan
keperawatan dapat membantu klien untuk meningkatkan dan memperthanakan derajat
kesehatan secara optimal, penulis memberikan saran yang diharapkan dapat membantu dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien, khususnya anak dengan penyakit kejang demam,
yaitu:
1. Untuk institusi
Hendaknya menyediakan literatur-literatur yang lebih lengkap dengan tahun terbit yang
terbaru khususnya untuk buku asuhan keperawatan, sehingga dalam penyusunan karya tulis
ilmiah maupun tugas-tugas lainnya mahasiswa tidak mengalami kesulitan dalam mencari
literatur. Akan tetapi institusi sudah menyediakan free hotspot bagi mahasiswa yang ingin
mencari sumber lain.
a. Untuk melakukan tindakan haruslah didokumentasikan secara lengkap dari respon subjektif
dan objektif, agar asuhan keperawatan yang diberikan dapat terlaksana secara optimal dan
perkembangan pasien dapat selalu termonitor.
b. Dalam melakukan implementasi tidak hanya tindakan yang menjadi rutinitas saja atau
tindakan yang diperintahkan oleh dokter.
c. Diharapkan perawat yang berada di Paviliun anak mempunyai keterampilan khusus dalam
melakukan asuhan keperawatan pada anak.
DAFTAR PUSTAKA