Anda di halaman 1dari 18

RESUME KEPERAWATAN PADA Tn S DENGAN DIAGNOSA MEDIS CKD

(CRONIK KIDNEY DISEASES) DI RUANG HEMODIALISA


RSUD Dr. R. SOEDJONO SELONG
Tanggal 30 Juni 2016

DISUSUN OLEH
DIAN NIRMALA SARI
016.02.0360

Kepada
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)MATARAM
MATARAM
2016

LEMBAR PENGESAHAN
RESUME KEPERAWATAN PADA Tn S DENGAN DIAGNOSA MEDIS CKD (CRONIK
KIDNEY DISEASES) DI RUANG HEMODIALISA
RSUD Dr. R. SOEDJONO SELONG
Tanggal 30 Juni 2016

Laporan ini diperiksa dan disetujui pada:


Hari

Tanggal

Disusun Oleh
Dian Nirmala Sari
016.02.0360
Telah diperiksa dan disetujui oleh:

Pembimbing Akademik

Pembimbing Lahan

(Lalu Izdiat Umzi.,SST)

LAPORAN PENDAHULUAN
CKD ( CHRONIC KIDNEY DISEASE )
I. KONSEP TEORI CKD
A. PENGERTIAN
Gagal

ginjal

kronik

(GGK)

biasanya

akibat

akhir

dari

kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges,


1999; 626)
Gagal

ginjal

kronis

atau

penyakit

renal

tahap

akhir

(ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan


irreversible

dimana

mempertahankan

kemampuan

metabolisme

elektrolit,menyebabkan

dan

uremia

tubuh

gagal

keseimbangan
(retensi

urea

untuk

cairan
dan

dan

sampah

nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)


Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal
yang

progresif

dan

lambat,biasanya

berlangsung

beberapa

tahun. (Price, 1992; 812)


Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan cronic kidney
disease ( CKD ),pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda
dengan cronoic renal failure ( CRF ), namun pada terminologi
akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan
klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5
grade, dengan harapan klien datang/merasmasih dalam stage
stage

awal

yaitu

dan

2.

secara

konsep

CKD,

untuk

menentukan derajat ( stage ) menggunakan terminology CCT


( clearance creatinin test ) dengan rumus stage 1 sampai
stage 5. sedangkan CRF ( cronic renal failure ) hanya 3
stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2
dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan
istilah CRF.
B. ETIOLOGI

Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis

Penyakit

vaskuler

hipertensif

misalnya

nefrosklerosis

benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis

Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus


sistemik,

poliarteritis

nodosa,sklerosis

sistemik

progresif

Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal


polikistik,asidosis tubulus ginjal

Penyakit

metabolik

misalnya

DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis

Nefropati

toksik

misalnya

penyalahgunaan

analgesik,nefropati timbale

Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas:


kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih
bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali
kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis

C. PATOFISIOLOGI
Pada waktu

terjadi

kegagalan

ginjal

sebagian

nefron

(termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang


lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat
disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR /
daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai dari nefronnefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa
direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah
banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik
dimana

timbulnya

gejala-gejala

pada

pasien

menjadi

lebih

jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila


kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat
ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance

turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C


Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein
(yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam
darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin

banyak

semakin

timbunan

produk

Banyak

gejala

berat.

sampah

maka

uremia

gejala

membaik

akan

setelah

dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).


Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :

Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar

kreatinin serum normal dan penderita asimptomatik.


Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 %
jaringan

telah

rusak,

Blood

Urea

Nitrogen

BUN

meningkat, dan kreatinin serum meningkat.


Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.

K/DOQI

merekomendasikan

pembagian

CKD

berdasarkan

stadium

dari tingkat penurunan LFG :

Stadium

kelainan

ginjal

yang

ditandai

dengan

albuminaria persisten dan LFG yang masih normal ( > 90

ml / menit / 1,73 m2
Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten

dan LFG antara 60-89 mL/menit/1,73 m2


Stadium 3 : kelainan ginjal dengan

mL/menit/1,73m2
Stadium 4 : kelainan

29mL/menit/1,73m2
Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2

ginjal

dengan

LFG

antara

LFG

30-59

antara

15-

atau gagal ginjal terminal.


Untuk

menilai

GFR

Glomelular

Filtration

Rate

CCT

( Clearance Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus :

Clearance creatinin ( ml/ menit ) =


( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik
dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung,
depresi
b. Gejala yang

lebih

lanjut

anoreksia,

mual

disertai

muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada


kegiatan
pruritis

atau

tidak,

mungkin

udem

tidak

ada

yang
tapi

disertai
mungkin

lekukan,

juga

sangat

parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara
lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari
aktivitas sisyem renin - angiotensin aldosteron), gagal
jantung

kongestif

dan

udem

pulmoner

(akibat

cairan

berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan


perikardial
muntah,

dan

oleh

toksik,

cegukan,

pruritis,

kedutan

otot,

anoreksia,
kejang,

mual,

perubahan

tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).


3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai
berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi,
nyeri
dada,
perikarditis,
akibat

effusi

penimbunan

dan

sesak

perikardiac

cairan,

gangguan

dan

nafas
gagal

irama

akibat
jantung

jantung

dan

edema.
b. Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan
riak, suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan
metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran

gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas


bau ammonia.
d. Gangguan musculoskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu
digerakan ), burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan
terbakar,

terutama

ditelapak

kaki

),

tremor,

miopati

( kelemahan dan hipertropi otot otot ekstremitas.


e. Gangguan Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning

kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal gatal akibat


toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun,
gangguan

menstruasi

dan

aminore.

Gangguan

metabolic

glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.


g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam

dan

basa biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga


terjadi

kehilangan

natrium

dan

dehidrasi,

hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.


h. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya

asidosis,

produksi

eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum


sum tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa
hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga
terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Didalam
memberikan
pelayanan
keperawatan
terutama
intervensi maka perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan
baik secara medis ataupun kolaborasi antara lain :
1. Pemeriksaan lab.darah
Hematologi : Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
RFT ( renal fungsi test ): ureum dan kreatinin
LFT (liver fungsi test )
Elektrolit : Klorida, kalium, kalsium
Koagulasi studi : PTT, PTTK
BGA
2. Urine
Urine rutin
Urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
3.pemeriksaan kardiovaskuler: ECG, ECO

4.Radidiagnostik
USG abdominal
CT scan abdominal
BNO/IVP, FPA
Renogram
RPG ( retio pielografi )
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
1. Konservatif
Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
Observasi balance cairan
Observasi adanya odema
Batasi cairan yang masuk
2. Dialysis
peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang
tidak bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori

Peritonial Dialysis )
Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif
di

vena

dengan

menggunakan

mesin.

Pada

awalnya

hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun

untuk mempermudah maka dilakukan :


AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
Double
lumen
:
langsung
pada
daerah

jantung

( vaskularisasi ke
jantung )
3. Operasi
Pengambilan batu
Transplantasi ginjal
II. KONSEP TEORI HEMODIALISA
A. DEFINISI
Hemodialisa adalah Menggerakkan
pertikel
pengobatan

lewat
yang

membran
bisa

semi

membantu

cairan

permiabel

dari
yang

mengembalikan

partikelmempunyai

keseimbangan

cairan dan elektrolit yang normal, mengendalikan asam dan


basa, dan membuang zat-zat toksis dari tubuh.
Hemodialise adalah pergerakan larutan dan air dari darah
pasien melewati membran semi permeable ( alat dialysis) ke

dalam dialisat. ( Tisher, C. C, dkk .1997)Hemodialisa adalah


difusi

pertikel

larut

dari

satu

kempartemen

cairan

ke

kompatemen lain melewatai membran semi permeabel


Dialisa adalah suatu proses pembuangan zat terlarut dan
cairan

dari

darah

melewati

membran

semipermiabel,

berdasarkan prinsip difusi osmosis dan aultrafiltrasi


B. ETIOLOGI
Hemodialisa

dilakukan

kerena

pasien

menderita

gagal

ginjal akut dan kronik akibatdari : azotemia, simtomatis


berupa

enselfalopati,

berat,

kelebihan

perikarditis,

cairan

yang

uremia,

tidak

hiperkalemia

responsive

dengan

diuretic, asidosis yang tidak bisadiatasi, batu ginjal, dan


sindrom hepatorenal.
C. PATOFISIOLOGI
Terjadi gagal

ginjal,

ginjal

tidak

bisa

melaksanakan

fungsinya faktor-faktor yang harus dipertimbangkan sebelum


melaui hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik terdiri
dari keadaan penyakit penyerta dan kebiasaan pasien.Waktu
untuk terapi ditentukan oleh kadar kimia serum dan gejalagejala.
Hemodialisis

biasanya

menurun

10

dibawah

dimulai

ml/mnt,yang

ketika
biasanya

bersihan
sebanding

kreatin
dengan

kadar kreatinin serum 8-10 mge/dL namun demikian yang lebih


penting dari nilai labolatorium absolute adalah terdapatnya
gejala-gejala uremia.
D. TERAPI DIALISIS
1. Sebagai
ginjal

buatan

dan

pada

prinsipnya

adalah

meningkatkan pgendealianoleh model kinetik urea.


2. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatin,
dan asam urat
3. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan bending
antara
tekanan

darah

dan

positif

bagian
dalam

cairan,

arus

darah

biasanya
dan

terdiri

tekanan

atas

negatif

penghisap

dalam

kompartemen

dialisat

( ultrafiltrasi ).
4. Mempertahankan / mengembalikan sytem buffer tubuh.

E. PROSEDUR DIALISA
Alat-alat
dialisis
piringan

dibuat

paralel.

berdiameter

Kompsisinya

kecil

serabutserabut

serabut

dimana

tersebut.

lempengan-lempengan

terdiri

darah

10.000

paralel

disusun

melaui

terdiri

secara

dan

serabut

bersirkulasi

Piringan

membran,

berlekuk-lekuk

dari

paralelyang

membentuk kompartemen untuk darah dan dialisat.Bahan yang


digunakan
kopolimer

Kuprotan,

selulosa

sintesis

asetat,

berlubang-

dan

beberapa

lubang

kecil

( poliakrilonitril), polimetil-mettakrilat dan polisulfon,


Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system sialysis
meliputi :
Pompa darah
Pompa infus untuk pemberian heparin
Alat monitor untuk pendeteksi suhu tubuh, bila terjadi

ketdakamanan,konsentrasi dialisa,
perubahan tekanan , udara, dan

bocoran

darah.-

System

dialisis terbaru terdiri aras unit tunggal yang mencagkup


alat pelepasandialisat dan komponen untuk memonitor darah.
F. PROSEDUR PEMASANGAN
Tingkat kompleksitas
hemodialisa

akan

masalah-masalah

beragam

yang

diantara

timbul

pasien-pasien,

selama
yang

meliputi tahap penyakit, masalah-masalah lain, keseimbangan


cairan

dan

elektrolit,

klinis

lain,respon

nilai-nilai

terhadap

laboratorium,

tindakan

dialysis

remuan

sebelumnya,

status emosional dan observasi.


Prosedur
Setelah pengkajian pra dialysis, mengembangkan tujuan dan
memeriksa
memulai

keamanan

perlatan,

hemodialisis.

Akses

perawat
ke

system

sudah

siap

untuk

sirkulasidi

capai

melalui satu beberapa pilihan-pilihan fitsula atau tandur


arteriovenosa (AV) atau kateter hemodialisis dua lumen. Dua
jarum berlubang besar ( diameter 15/16 ) dibutuhkan untuk
mengkanulasi fistula atau tandur AV. Kateter dua lumen yang
di pasang baik pada vena subklavia, jugularis interna atau
femoralis, harus di buka dalam kondisi aseptic sesuai dengan
kebijakan institusi.Jika akses vesculae telah di tetapkan,
darah mulai mengalir di bantu oleh pompa darah
Bagian

sirkuit

disposibel

sebelum

dialiser

diperuntukkan

sebagai aliran arterial keduanya untuk membedakan darah


yang masuk ke dalamnya sebagai darah yang belum mencapai
dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum arterialdi
letakan paling dekat dengan anastomis AV pada fitsula atau
tandur

untuk

memaksimalkan

aliran

darah.

Kantong

cairan

normal salin yang diklep selalu dihubungkan ke sirkuit tepat


sebelum pompa darah. Pada kejadian hipotensi, darah yang
mengalir dan pasien dapat di klem sementara cairan normal
salin

yang

diklem

di

buka

dan

memungkinkan

dengan

cepat

menginfus untuk memperbaiki tekanan darah.


Transfusi

darah

dan

plasma

ekspander

juga

dapat

di

sambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan di biarkan untuk


menetes, dibantu dengan pompa darah tergantung perlalatan
yang digunakan.
1. Di liser adalah komponen paling penting selanjutnya dari
sirkuti.

Darah

dialiser,

mengalir

tempat

kedalam

terjadinya

kempartemen

pertukaran

darah

cairan

dari

dansisa.

Darah yang meninggalkan dialiser melewati detector udara


dan foam yangmengklem dan menghentikan pompa darah bila
terdeteksi

adanya

udara

yang

akan

obat-obat

padakondisi
di

seperti

berikan

pada

ini

setiap

dialysis

diberikanmelaui port obat-obatan. Penting untuk di ingat


bagaimanapun

bahwa

kebanyakan

obat-obat

ditunda

pemberiannya

sampai

perintahkan lain.
2. Darah yang telah

dialsys

melewati

selesai

kecuali

memang

dialysis

kembali

ke

di

pasien

melalui venosa atau selang posdialiser. Setelah waktu


tindakan

yang

di

resepkan,

dialysis

diakhiridengan

mengklem darah dari pasien, membuka selang cairan normal


salin,

dan

membilas

sirkuit

untuk

mengembalikan

darah

pasien. Selang dan dialiser dibuangkedalam perangkat akut,


meskipun program dialysis kronik sering membeli perlatan
untuk membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.Tindakan
kewaspadaan umum harus dikuti teliti sepanjang tindakan
dialisis

karena

pemanjanan

terhadap

darah.

Masker

pelindung wajah dan sarung tangan wajib untuk digunakan


oleh perawat yang melakukan hemodialisis.
G. KOMPOSISI DIALISAT
Konsentrasi glukosa standar dari dialisat adalah 200 mg/dl.
Komsentrasi

natrium

dan

kalsium

diresepkan

pada

situasi

klinis tertentu. Irigasi rendah kalsium dapat digunakan pada


terapi hiperkalasemia akut dan kronik. Dapar basa dialisat
dapat berupa asetat ataupun bikarbonat. Pada keadaan tidak
bekerjanya

fungsi

bikarbonat.

asetat

miokardium,

nausea,

bikarbonat
gejala

pilihan

walaupun

aliran

asetat

dapat

muntah
lebih

tersebut.

pada

pasien

dan
mahal

dengan

pada

cepat.hemodialisa

mencakup

kepala.

Dialisis

ini

dapat

mencegah

merupakan

gangguan
yang

menjadi
depresi

biasanya

penyakit

pasien

mol

hipotensi,

sakit

Tindakan

hemodinamika,

berat,dan

diubah

menyebabkan

gejala

ketidakstabilan
metabolic

hati,

terapi

pernafasan,

hati

dan

asidosis

menjalani

dialisis

shunting

penglihatan

arus darah dari tubuh pasien kedialisator dimana terjadi


difusi

dan

ultrafiltrasi

dan

kembali

ke

sirkulasi

pasien.Sekarang ada 4 cara utama agar masuk ke aliran darah


pasien ini terdiri dari:

1.
2.
3.
4.

Fistula aeteriola vena


Eksternal arteriovenus shunt arus arteriovena eksternal.
Kateterisasi vena femoral
Kateterisasi vena subklavia

H. KOMPLIKSI
Komplikasi dari hemodialisa sebagai berikut :
1. Hemodialisis, akibat kerusakan sel darah

merah

ketika

melewati pompa, dapat menyebabkan hiperkalemia dan henti


jantung.

Amati

adanya

nyeri

dada

dan

dispnea.

Darah

didalam sirkuit vena mungkin memiliki tampilan port wine


2. Embolisme udara : amati adanya nyeri dada dan dispnea
Reaksi

terhadap

(membran

membran

dializer)

jika

berbahand

menggunakan
asar

cuprophane

selulosa,

dapat

menyebabkan sindrom respon inflamasi sistemik yang dapat


menyebabkan

lambatnya

pemulihan

ginjal

dan

peningkatan

mortalitas
3. Diskuilibrium : komplikasi ini disebabkan oleh pengeluaran
ureum dan toksin uremik secara tiba-tiba dan pasien dapat
mengalami nyeri kepala, muntah, gelisah, konvulsi dan koma
4. Infeksi : perhatian yang ketat harus diberikan untuk
mempertahankan kondisi aseptik setiap saat

III. ASUHAN KEPERAWATAN CKD DENGAN TINDAKAN HEMODIALISA


A. PATHWAY

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa
keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:
1. Penurunan curah jantung
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
3. Perubahan nutrisi
4. Perubahan pola nafas
5. Gangguan perfusi jaringan
6. Intoleransi aktivitas
7. kurang pengetahuan tentang tindakan medis
8. resti terjadinya infeksi
C. INTERVENSI
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung
yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi
Kriteria Hasil
Mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah
dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer
kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R/ Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R/ Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada system
aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi
ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi,
beratnya (skala 0-10)
R/ HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R/ Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh
karena retensi Na dan H2O)
Tujuan:
Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
Kriteria Hasil:
Tidak ada edema,
Intervensi:

keseimbangan

antara

input

dan

output

a. Kaji

status

cairan

dengan

menimbang

BB

perhari,

keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tandatanda vital


R/ Untuk menentukan intervensi selanjutnya
b. Batasi masukan cairan
R/ Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran
urin, dan respon terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga

tentang

pembatasan

cairan
R/ Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan
cairan terutama pemasukan dan haluaran
R/ Untuk mengetahui keseimbangan input dan output
3. Perubahan

nutrisi:

kurang

dari

kebutuhan

berhubungan

dengan anoreksia, mual, muntah


Tujuan:
Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan
Kriteria Hasil:
menunjukan BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R/ Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R/ Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang
dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan
intervensi
c. Berikan makanan sedikit tapi sering
R/ Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama
R/ Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek
e. Berikan perawatan mulut sering
R/ Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral

makanan
makan
sosial \
dan rasa

tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan


makanan
4. Perubahan

pola

nafas

berhubungan

dengan

hiperventilasi

sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik


Tujuan:
Pola nafas kembali normal / stabil

Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R/ Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R/ Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c. Atur posisi senyaman mungkin
R/ Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R/ Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak
atau hipoksia
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan:
Integritas kulit dapat terjaga dengan
Kriteria Hasil :
Mempertahankan kulit utuh
Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan
kulit
Intervensi:
a. Inspeksi

kulit

terhadap

perubahan

warna,

turgor,

vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan


R/ Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang
dapat menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran
mukosa
R/ Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan
yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
c. Inspeksi area tergantung terhadap udem
R/ Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d. Ubah posisi sesering mungkin
R/ Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan
perfusi buruk untuk menurunkan iskemia
e. Berikan perawatan kulit
R/ Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f. Pertahankan linen kering
R/ Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin
untuk memberikan tekanan pada area pruritis
R/ Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko
cedera
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar

R/

Mencegah

iritasi

dermal

langsung

dan

meningkatkan

evaporasi lembab pada kulit


6. Intoleransi

aktivitas

berhubungan

dengan

oksigenasi

jaringan yang tidak adekuat, keletihan


Tujuan:
Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat
7. Kurang
tindakan

pengetahuan

tentang

medis(hemodialisa)

kondisi,
b.d

prognosis

salah

dan

interpretasi

informasi.
a. Kaji ulang penyakit/prognosis dan kemungkinan yang akan
dialami.
b. Beri
pendidikan
penyebab,

tanda

kesehatan
dan

mengenai

gejala

CKD

pengertian,
serta

penatalaksanaannya (tindakan hemodialisa ).


c. Libatkan keluarga dalam memberikan tindakan.
d. Anjurkan keluarga untuk memberikan support system.
e. Evaluasi pasien dan keluarga setelah diberikan penkes.

Anda mungkin juga menyukai