Anda di halaman 1dari 3

A.

Pengertian
Integumen berasal dari bahasa latin yaitu Integumentum, yang berarti penutup organ
terbesar tubuh. Integumen atau kulit merupakan organ yang membedakan,
memisahkan, melindungi terhadap lingkungan sekitarnya. Sistem integumen terdiri
atas kulit, rambut, kuku, kelenjar keringkat dan produknya (Majid & Prayogi,
2013).
Kulit merupakan organ tubuh paling luar dan membatasi bagian dalam tubuh dari
lingkungan luar. Luas kulit pada orang dewasa sekitar 1,5 m2 dan beratnya sekitar
15% dari berat badan secara keseluruhan. Kulit merupakan organ terbesar pada
tubuh, mencakup 12-15% berat tubuh. Sistem integumen berperan dalam
homeostasis, proteksi, pengaturan suhu, reseptor, sintesis biokimia dan penyerapan
zat. Kulit terdiri atas 3 bagian utama, yaitu epidermis, dermis, dan hypodermis/
subdermis (Majid & Prayogi, 2013).
Menurut Smeltzer dan Bare (2001) dalam Majid & Prayogi (2013), luka bakar
adalah kerusakan secara langsung maupun yang tidak langsung pada jaringan kulit
yang tidak menutup kemungkinan sampai ke organ dalam, yang disebabkan kontak
langsung dengan sumber panas yaitu api, air atau uap panas, bahan kimia, radiasi,
arus listrik, dan suhu sangat dingin. Sedangkan menurut Moenajat (2001) dalam
Majid & Prayogi (2013), luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik, dan radiasi. Syamsuhidayat (2005) dalam Majid & Prayogi (2013), luka
bakar adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan oleh
trauma benda atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik,
atau gigitan hewan. Adapun menurut Basbeth Keren (2004) Majid & Prayogi
(2013), luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tunggi
seperti api, air panas, lisrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka ini dapat menyebabkan
kerusakan jaringan.
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh kontak
dengan sumber panas (api, air panas), bahan kimia (senyawa yang asam, alkali, atau
zat yang menimbulkan lepuhan), listrik, dan radiasi (terpajan cahaya matahari
berlebihan). Luas permukaan tubuh yang terbakar dapat mempengaruhi
metabolisme dan fungsi sel terganggu terutama pada sistem kardiovaskular
(Puspasari, 2018).
B. Manifestasi Klinis Luka Bakar
Menurut Majid & Prayogi (2013), berat ringannya luka bakar tergantung pada
jumlah jaringan yang terkena dan kedalaman luka bakar:
1. Luka bakar derajat 1
Merupakan luka bakar yang paling ringan. Kulit yang terbakar menjadi merah,
nyeri, sangat sensitif terhadap sentuhan dan lembab atau membengkak. Jika
ditekan, daerah yang terbakar akan memutih dan belum terbentuk pula.
2. Luka bakar derajat 2
Menyebabkan kerusakan yang lebih dalam. Kulit melepuh, dasarnya tampak
merah atau keputihan dan terisi oleh cairan kental yang jernih. Jika disentuh
warnanya berubah menjadi putih dan terasa nyeri.
3. Luka bakar derajat 3
Menyebabkan kerusakan yang paling dalam. Permukaannya bisa berwarna
putih dan lembut atau berwarna hitam, hangus dan kasar. Kerusakan se darah
merah pada daerah yang terbakar bisa menyebabkan luka bakar berwarna merah
terang. Kadang daerah yang terbakar melepuh dan rambut/ bulu ditempat
tersebut mudah dicabut dari akarnya. Jika disentuh, tidak timbul rasa nyeri
karena ujung saraf pada kulit telah mengalami kerusakan. Jaringan yang
terbakar bisa mati. Jika jaringan mengalami kerusakan akibat luka bakar, maka
cairan akan merembes dari pembuluh darah dan menyebabkan pembengkakan.
Pada luka bakar yang luas, kehilangan sejumlah besar cairan karena perembesan
tersebut bisa menyebabkan terjadinya syok. Tekanan darah sangat rendah
sehingga darah yang mengalir ke otak dan organ lainnya sangat sedikit.
C. Patofisiologi
Menurut Gynaecol (1980) dalam Haryono & Utami (2019), patofisiologi luka bakar
ditandai dengan reaksi inflamasi yang mengarah ke pembentukan edema cepat,
karena permeabilitas mikrovaskuler meningkat, vasodilatasi, dan peningkatan
ekstravaskuler. Reaksi-reaksi ini disebabkan oleh efek panas langsung pada
mikrovaskuler dan mediator kimia peradangan. Tahap vasodilatasi paling awal dan
peningkatan permeabilitas vena umumnya disebabkan oleh pelepasan histamin.
Kerusakan selaput sel yang sebagian disebabkan oleh radikal bebas oksigen
dilepaskan dari leukosit polimorfonuklear akan mengaktifkan enzim yang
mengatalis hidrolisis precursor prostaglandin yang cepat sebagai hasilnya.
Prostaglandin menghambat pelepasaan norepinefrin dan dengan demikian menjadi
penting dalam memodulasi sistem saraf adregenik yang diaktifkan sebagai respons
terhdap cedera termal. Interpretasi morfologi dari perubahan ultrastruktur
fungsional getah bening setelah cedera termal menimbulkan peningkatkan vakuola
dan banyak interselular endothelium terbuka.
Selanjutnya, perubahan jaringan interstisial setelah trauma luka bakar harus
diperhatika. Kehilangan cairan terus menerus dari sirkulasi darah pada jarigan yang
rusak secara termal menyebabkan peningkatan kadar hematokrit dan penurunan
cepat volume plasma, dengan penurunan curah jantung dan hipoperfusi pada tingkat
sel. Jika cairan tidak pulih secara memadai, syok akibat luka bakar akan meluas.
Selain itu, luka bakar yang menyebabkan cedera akan menimbulkan denaturasi sel
protein. Sebagian sel mati karena mengalami nekrosis traumatis atau iskemik.
Kehilangan ikatan kolagen juga terjadi bersama proses denaturasi sehingga timbul
gradient tekanan osmotic dan hidrostatik yang abnormal dan menyebbakan
perpindahan cairan intravaskuler ke dalam ruang interstisial. Cedera sel memicu
pelepasan mediator inflamasi yang turut menimbulkan peningkatan permeabilitas
kapiler secara sistemik (Kowalak, 2011 dalam Haryono & Utami, 2019).

D. Penatalaksanaan

Anda mungkin juga menyukai