Abstract
Tunagrahita were a terminology to called the children with mentally retarded conditions. This
conditions caused these children having difficulties at least on four areas, related with attention,
memory, language, and academics. The research problem is how interpersonal communication
tunagrahita in Dormitory Extraordinary Education Foundation (YPLB) Cipaganti Bandung.
This research’s aim is to seek the interpersonal communication phenomenon of children with
mentally retarded in YPLB Cipaganti Dormitory. The research method which were used is the
qualitative method with communication Ethnography approach and Symbolic Interactionism
theory to have comprehensive descriptions about life reality of mentally retarded’s children in
YPLB Cipaganti Dormitory. Data obtained by participation observer, unstructured interviews,
and documentary study. The result showed that interpersonal interactions are done with each
child boarding and with the management of the hostel, is a series of unique events and
interpersonal communication with a distinctive circular process that takes place continuously.
Abstrak
Tunagrahita merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang memiliki kemampuan
intelektual di bawah rata-rata. Kecerdasan di bawah rata-rata normal ini menyebabkan
tunagrahita mempunyai kesulitan sedikitnya pada empat kawasan yang berkaitan dengan atensi,
daya ingat, bahasa, dan akademik. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana
komunikasi antarpribadi tunagrahita di Asrama Yayasan Pendidikan Luar Biasa (YPLB)
Cipaganti Bandung. Penelitian ini dilakukan untuk menangkap fenomena komunikasi
antarpribadi tunagrahita yang terjadi di asrama YPLB Cipaganti. Metode penelitian yang
digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan Etnografi Komunikasi dan teori Interaksi
Simbolik. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan berperan serta, wawancara,
dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antarpribadi yang dilakukan
anak asrama dengan sesamanya maupun dengan pengurus asrama, merupakan rangkaian
peristiwa komunikasi antarpribadi yang unik dan khas dengan proses yang berlangsung secara
sirkuler dan terus menerus.
137
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 16 No.2, Desember 2013: 137-152
138
Komunikasi Antarpribadi Tunagrahita
Aliyah Nur'aini Hanun
139
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 16 No.2, Desember 2013: 137-152
bersama (West dan Turner, 2006). Bahasa merupakan media transmisi informasi
Komunikasi Verbal yang bersifat lintas waktu, artinya melalui
bahasa dapat disampaikan informasi yang
Komunikasi verbal adalah komunikasi
menghubungkan masa lalu, masa kini, dan
yang menggunakan kara-kata, entah lisan
masa depan, sehingga memungkinkan adanya
maupun tertulis. Komunikasi ini paling
kesinambungan budaya dan tradisi.
banyak dipakai dalam hubungan
antarmanusia. Melalui kata-kata, mereka
Komunikasi Nonverbal
mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran,
gagasan, atau maksud mereka, Ray L Birdwhistell mengatakan bahwa
menyampaikan fakta, data, dan informasi 65% dari komunikasi tatap muka adalah
serta menjelaskannya, saling bertukar nonverbal. Sementara menurut Albert
perasaan dan pikiran, dan lain sebagainya. Mehrabian, 93% dari semua makna sosial
Benjamin L. Whorf mengemukakan: dalam komunikasi tatap muka diperoleh dari
Bahasa adalah pandu realitas sosial. isyarat-isyarat nonverbal (Tubbs dan Moss,
Walaupun bahasa biasanya tidak Sylvia 2005). Proses komunikasi yang
dianggap sebagai hal yang sangat menggunakan pesan nonverbal, yaitu meliputi
diminati ilmuwan sosial, bahasa secara semua pesan yang disampaikan tanpa kata-
kuat mengondisikan pikiran kita tentang kata atau selain dari kata-kata yang
masalah dan proses sosial. Manusia dipergunakan. Pesan ini meliputi seluruh
tidak hanya hidup dalam dunia objektif, aspek nonverbal dalam perilaku manusia:
tidak hanya dalam dunia kegiatan sosial ekspresi wajah, sikap tubuh, nada suara,
seperti yang biasa dipahaminya, tetapi ia gerakan tangan, cara berpakaian, dan lain
sangat ditentukan oleh bahasa tertentu sebagainya (Mulyana, 2005).
yang menjadi medium pernyataan bagi
masyarakatnya.Tidak ada dua bahasa Tinjauan Tunagrahita
yang cukup sama untuk dianggap
Eksistensi anak tunagrahita membawa
mewakili kenyataan sosial yang sama.
cerita tersendiri dalam suatu keluarga. Ada
Dunia tempat tinggal masyarakat, bukan
orang tua yang menerimanya sebagai takdir,
semata-mata dunia yang sama dengan
namun ada pula orang tua yang tidak mudah
mereka yang berbeda (Mandelbhaum,
menerima kenyataannya. Reaksi yang
dalam Rakhmat, 1999).
muncul, seperti timbulnya perasaan terpukul
Menurut Larry L. Barker dalam
dan bingung. Dari perasaan-perasaan inilah
Mulyana (2005), bahasa memiliki 3 fungsi se-
kemudian timbul reaksi yang beragam, antara
bagai berikut:
lain rasa sedih, rasa bersalah, rasa kecewa,
1. Penamaan (naming/labeling)
rasa malu dan juga mungkin pada akhirnya
Penamaan merupakan fungsi bahasa yang
pasrah menerima apa adanya.
mendasar. Penamaan atau penjulukkan
Tunagrahita terbagi menjadi beberapa
merujuk pada usaha mengidentifikasi objek,
kategori yakni:
tindakan, atau orang dengan menyebut
• Tunagrahita ringan (debil atau mild)
namanya sehingga dapat dirujuk dalam
Tunagrahita ringan disebut juga moron.
berkomunikasi.
Kelompok ini memiliki IQ antara 68-52
2. Interaksi
menurut Binet, sedangkan menurut skala
Fungsi interaksi menunjuk pada berbagai
Weschler (WISC) memiliki IQ 69-55.
gagasan dan emosi yang dapat mengundang
Karakteristiknya antara lain kemampuan
simpati dan pengertian ataupun kemarahan
dalam hal bahasa, pemusatan perhatian,
dan kebingungan.
dan akademiknya kurang.
3. Transmisi informasi.
Perkembangannya 1/2 hingga 3/4 anak
Fungsi transmisi informasi adalah bahwa
normal seusianya. Penanganannya bisa
bahasa merupakan media untuk
dengan sering memberikan feedback.
menyampaikan informasi kepada orang lain.
Selain itu, dibantu dengan memberikan
140
Komunikasi Antarpribadi Tunagrahita
Aliyah Nur'aini Hanun
141
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 16 No.2, Desember 2013: 137-152
142
Komunikasi Antarpribadi Tunagrahita
Aliyah Nur'aini Hanun
kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan ditawarkan Miles dan Huberman, yaitu :
pemahaman tentang kenyataan melalui proses reduksi data, penyajian (display) data, serta
berpikir induktif. Dalam penelitian kualitatif, penarikan kesimpulan dan verifikasi (Miles
penulisterlibat dalam situasi dan setting dan Huberman, 1992).
fenomena yang diteliti. Penulis diharapkan
selalu memusatkan perhatian pada kenyataan
atau kejadian dalam konteks yang diteliti. HASIL PENELITIAN DAN
(Sukidin, 2002). PEMBAHASAN
Penelitian kualitatif bertujuan untuk
mendapatkan pemahaman tentang kenyataan Hasil Penelitian
melalui proses berpikir induktif. Dalam
Asrama Tunagrahita YPLB merupakan
penelitian kualitatif, penulis terlibat dalam
satu-satunya asrama pendidikan dan
situasi dan setting fenomena yang diteliti.
pembinaan tunagrahita yang ada di Kota
Penulis diharapkan selalu memusatkan
Bandung. Asrama ini berlokasi di Jalan Hegar
perhatian pada kenyataan atau kejadian dalam
Asih No.1-3, Cipaganti. Maksud dan tujuan
konteks yang diteliti (Sukidin, 2002).
YPLB ialah untuk memberikan pendidikan
Secara umum, penelitian kualitatif
kepada anak-anak/orang-orang penyandang
memiliki ciri, di antaranya: intensif, notes
tunagrahita dan berpartisipasi dalam
field, analisis data lapangan, tidak ada realitas
menanggulangi masalah ketunagrahitaan
tunggal, subjektif, realitas dan holistik, depth
yakni mendirikan dan menyelenggarakan
(dalam). Prosedur penelitian: empiris rasional
lembaga pendidikan/sekolah, panti/asrama,
dan tidak berstruktur. Hubungan antara teori,
serta pusat latihan kerja/keterampilan dan
konsep, dan data memunculkan atau
rehabilitasi bagi penyandang tunagrahita.
membentuk teori baru (Kriyantono, 2006).
Suasana kekeluargaan yang kentara di
Menurut Lofland dan Lofland dalam
asrama membentuk suasana layaknya rumah
Moleong (1993), “Sumber data utama dalam
sendiri. Ini menjadikan anak-anak asrama
penelitian kualitatif ialah kata-kata dan
seperti berada di lingkungan rumah lengkap
tindakan selebihnya adalah data tambahan
dengan orang tua, dan sesama tunagrahita
seperti dokumen dan lain-lain”. Dalam
sebagai saudara. Suasana di asrama tergolong
penelitian ini, sumber data yang berkaitan
sepi, karena dengan luas area hampir satu
dengan kata-kata dan tindakan diperoleh
hektar. Jumlah penghuni asrama 16 orang,
melalui subjek penelitian dan informan
pengurus dan keluarganya serta pengawas
pengurus asramanya. Subjek penelitian ini
urusan rumahtangga yang juga menempati
adalah seluruh penghuni asrama tunagrahita
area ini. Stigma orang aneh yang melekat
sebanyak 16 orang.
pada tunagrahita, sering menjadi penghalang
Dari ke-16 orang tunagrahita di asrama
interaksi orang lain dengan tunagrahita.
YPLB Cipaganti diindikasikan sebagai
tunagrahita ringan atau debil (IQ 69-55)
Pembahasan
sebanyak 4 orang, dan tunagrahita sedang
atau imbesil (IQ 54-40) sebanyak 12 orang. Penelitian ini, menggunakan
Sedangkan informan yang menjadi sumber pendekatan Interaksi Simbolik dan ancangan
data adalah para pengelola asrama, guru, Etnografi Komunikasi yang terjadi di antara
pedagang, hingga pakar, dan psikolog yang sesama tunagrahita, dapat dilihat keunikan
dapat mempertajam analisis penelitian ini. komunikasi anak-anak yang “terperangkap”
Sedangkan objek penelitiannya adalah dalam tubuh orang dewasa.
komunikasi antarpribadi anak tunagrahita.
Teknik pengumpulan data dilakukan Tipe Peristiwa Komunikasi (Genre) yang
melalui pengamatan, wawancara, dan studi Dilakukan oleh Anak Asrama
dokumentasi. Teknik analisis data yang
Tipe peristiwa komunikasi (genre)
digunakan dalam penelitian ini adalah
merupakan kategori peristiwa yang terjadi,
mengikuti tiga tahap analisis data yang
143
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 16 No.2, Desember 2013: 137-152
Membicarakan
mengenai pengurus Isi tayangan televisi
asrama
Gambar 1
Diagram Isi Pesan dalam Peristiwa Komunikasi di Asrama YPLB Cipaganti
144
Komunikasi Antarpribadi Tunagrahita
Aliyah Nur'aini Hanun
145
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 16 No.2, Desember 2013: 137-152
pakaian dan kosmetik dalam upaya alam semesta. Salah satu ritual modern
membentuk citra tubuh dengan pakaian ini adalah olah raga” (Mulyana, 2005).
dan kosmetik (Rakhmat, 1999).
5. Sensitivitas kulit atau sentuhan, merujuk Hal ini juga berlaku di asrama, di mana
pada lima kategori sentuhan Heslin dalam pada saat di lapangan, saat olahraga dan
Mulyana (2001) yaitu fungsional- bermain, merupakan ritual kolektif yang
profesional, sosial-sopan, persahabatan- menjadi kesehariaan anak asrama baik pagi
kehangatan, cinta-keintiman, dan maupun sore hari, untuk mendapatkan
rangsangan seksual. kesenangan pribadi maupun bersama-sama.
Di antara tujuan atau fungsi komunikasi yang
Tujuan atau Fungsi Komunikasi dalam diutarakan, fungsi komunikasi yang keempat,
Setiap Peristiwa Komunikasi yaitu komunikasi instrumental terutama
berlaku bagi pengurus asrama dan sebagian
Gorden dalam Mulyana (2005)
anak asrama yang sering menginstruksikan
menyebutkan empat fungsi komunikasi yakni
anak asrama yang lain agar patuh kepadanya.
komunikasi sosial, komunikasi ekspresif,
Tujuan atau fungsi dalam setiap peristiwa
komunikasi ritual, dan komunikasi
komunikasi di asrama dapat ditunjukkan
instrumental.
dalam gambar 2.
Dalam tipe peristiwa komunikasi yang
Bila diringkas, maka ke semua tujuan
bervariasi di asrama YPLB, komunikasi sosial
tersebut dapat disebut membujuk (bersifat
dilakukan dengan tujuan untuk mengisi
persuasif), karena dalam asrama YPLB
waktu, atau hanya sekedar memuaskan diri
Cipaganti, percakapan-percakapan yang
dengan berbicara dan didengarkan orang lain.
dilakukan, instruksi yang sudah dikerjakan,
Tujuan atau fungsi komunikasi
ataupun perilaku anak asrama yang
ekpsresif juga berlaku bagi anak asrama yang
ditunjukkannya dengan bertanya mengenai
melakukan interaksi dan komunikasi
sesuatu, berbagi informasi mengenai kejadian
antarpribadi dengan orang lain, misalnya
hari itu, mengetahui tayangan film, hingga
komunikasi yang dilakukan saat bertanya
sekedar mengetahui menu makanan, pada
dengan tukang masak, mengenai menu
dasarnya mengharapkan respon dari orang
masakan dan apa rasanya. Ekspresi anak
lain, seperti memberikan reward berupa kata-
asrama juga terlihat manakala mereka saling
kata pujian ataupun ia mendapatkan
berbagi informasi mengenai kejadian yang
kebahagiaan dengan didengarkan oleh orang
terjadi hari itu. Ataupun bila mereka sudah
lain.
bercerita mengenai keluarga, bertanya, atau
hanya sekedar berceloteh agar didengarkan
Setting dalam Peristiwa Komunikasi
orang lain. Tujuan anak asrama
Setting juga merupakan salah satu
berkomunikasi saat itu, hanya ingin
aspek yang relatif menjadi perhatian anak
diperhatikan oleh orang lain. Bila yang diajak
tunagrahita di asrama, karena dengan setting
bicara menanggapi ceritanya, maka ia akan
yang ada, mereka dapat saling berdekatan,
terus-terusan bercerita.
berinteraksi, bersosialisasi, dan
Erat kaitannya dengan komunikasi
berkomunikasi antara satu sama lain. Menurut
ekspresif adalah komunikasi ritual yang
Mulyana (2000), bahwa komunikasi terjadi
biasanya dilakukan secara kolektif. Mulyana
dalam konteks ruang dan waktu. Komunikasi
mengatakan:
tidak berlangsung dalam ruang hampa sosial,
“Bahwa hingga kapanpun ritual
melainkan dalam konteks atau situasi tertentu.
tampaknya akan tetap menjadi
Konteks di sini berarti semua faktor di luar
kebutuhan manusia, meskipun
orang-orang yang berkomunikasi. Konteks di
bentuknya berubah-ubah, demi
asrama yang memengaruhi anak-anak dalam
pemenuhan jati dirinya sebagai
melakukan komunikasi antarpribadi yakni,
individu, sebagai anggota komunitas
pertama, aspek yang bersifat fisik seperti
sosial, dan sebagai salah satu unsur dari
iklim, cuaca, bentuk ruangan, jumlah peserta
146
Komunikasi Antarpribadi Tunagrahita
Aliyah Nur'aini Hanun
Tujuan
Komunikasi
dalam Peristiwa
komunikasi di
Asrama
Ingin
Patuh Instruksi Ingin Berbagi
mengetahui
informasi Mengetahui
Pengurus didengarkan mengenai
mengenai film
ataupun menu masakan
asrama orang lain kejadian hari ini
tayangan televisi
Menghabiskan
Mengetahui apa Berkomentar dan
makanan atau
Mendapatkan Bercerita tanpa yang terjadi dan bercerita mengenai
justru memberikan
reward henti menceritakan pada film yang pernah
ke teman bila tidak
yang lain dilihatnya
enak
Keterangan: menunjuk pada respon yang dilakukan anak asrama setelah tujuan komunikasi yang dilakukannya
tercapai
Gambar 2
Skema Tujuan Komunikasi dalam Setiap Peristiwa Komunikasi di Asrama
komunikasi, penataan tempat duduk. Kedua, individu yang terlibat dalam peristiwa
aspek psikologis, seperti sikap, komunikasi, termasuk usianya, jenis kelamin,
kecenderungan, prasangka, dan emosi para atau kategori lain yang relevan. Partisipan
peserta komunikasi. Tetapi aspek ini hanya komunikasi di asrama bervariatif tergantung
berpengaruh pada anak tertentu saja. pada peristiwa komunikasi yang terjadi. Di
Sedangkan aspek sosial, seperti norma asrama YPLB Cipaganti, anak asrama merasa
kelompok, nilai sosial, dan dapat leluasa bersosialisasi dengan teman-
karakteristik budaya, sama sekali tidak teman senasib dan berinteraksi dengan orang
memengaruhi anak asrama, karena mereka normal lainnya tanpa peduli dengan cacat
tidak mengerti dengan norma maupun nilai yang mereka alami, karena mereka di sini
sosial. Sedangkan aspek waktu, juga tidak merasa tidak berbeda dengan yang lain.
memengaruhi kapan mereka mau bercerita.
Dengan cerita yang sama, dapat mereka Urutan Tindak dan Kaidah Interaksi yang
ulangi mulai dari pagi, hingga malam hari, Terjadi dalam Peristiwa Komunikasi
dan begitu seterusnya. Urutan Tindak (Act Sequence)
Komunikasi yang terjadi pada anak
Partisipan yang Terlibat dalam Peristiwa
tunagrahita di asrama YPLB Cipaganti juga
Komunikasi
mengenal konsep urutan tindak, karena
Partisipan mengacu pada individu- mereka mampu untuk berkomunikasi secara
147
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 16 No.2, Desember 2013: 137-152
aktif, walaupun tidak semua anak asrama kata aktual (Ibrahim, 1992). Komponen
mampu melakukannya, karena ada beberapa norma interpretasi haruslah bisa memberikan
anak yang tidak mampu berkomunikasi secara semua informasi lain mengenai masyarakat
verbal dengan baik. Hal ini menunjukkan tutur dan kebudayaannya yang diperlukan
anak asrama mampu untuk memahami urutan untuk memahami peristiwa komunikasi.
tindakan, karena urutan kegiatan merupakan Interpretasi pada komunikasi
sesuatu yang sangat penting dalam antarpribadi tunagrahita di asrama YPLB
pendidikan dan pembinaan anak tunagrahita. Cipaganti tersirat di balik pesan verbal
maupun peraturan tertulis asrama dan selalu
Kaidah Interaksi (Rules of Interaction) dicoba untuk diterapkan agar anak mengerti
dengan aturan dan norma. Namun, hal ini
Kaidah interaksi mencakup penjelasan
tidak mudah, karena anak tunagrahita adalah
tentang kaidah-kaidah penggunaan tutur yang
anak yang kondisi kecerdasannya jauh di
bisa diterapkan pada peristiwa komunikasi.
bawah rata-rata dan ditandai oleh
Kaidah interaksi mengacu pada ketentuan
keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan
tentang bagaimana orang harus bertindak
dalam interaksi sosial (Somantri, 2007),
dalam hubungannya dengan nilai-nilai yang
termasuk dalam memahami norma dan
diketahui oleh masyarakat tutur (Ibrahim,
aturan.
1992).
Interaksionisme Simbolik menunjukkan
Analisis Etnografi Komunikasi dan
arti penting dari interaksi dan makna dalam
Interaksi Simbolik dalam Komunikasi
kehidupan manusia, sedangkan Rules theory
Antarpribadi Tunagrahita di Asrama
memberikan bentuk dan substansi pada
YPLB Cipaganti
hubungan interaksi makna ini. Untuk
mengetahui suatu aturan dengan tepat, kita Dalam asrama YPLB Cipaganti,
harus dapat mengenal konteksnya dan penggunaan studi Etnografi dilakukan untuk
perilaku yang diwajibkan, disukai ataupun mengungkap atau mengartikan perilaku
dilarang. Aturan juga harus dinyatakan dalam kelompok tunagrahita sebagai anak asrama
suatu bentuk yang menunjukkan bahwa yang dipelajari. Frey dalam Mulyana 2006)
aturan tersebut memungkinkan untuk ditaati. menyatakan bahwa Etnografi digunakan
Shimanoff dalam Sendjaja (1994) untuk meneliti perilaku manusia dalam
menyatakan bahwa format ”jika maka” akan lingkungan spesifik alamiah. Etnografer
membantu mengidentifikasi aturan melalui berusaha menangkap sepenuh mungkin, dan
komponen-komponen berikut: ”Jika...,maka berdasarkan perspektif orang yang diteliti,
seseorang (harus, tidak boleh, cara orang menggunakan simbol dalam
seharusnya).....” Format ini menunjukkan konteks spesifik.
sifat dari ketentuan dan perilaku yang Keadaan yang terjadi di asrama YPLB
ditentukan. Mereka mengerti kaidah yang Cipaganti merupakan rangkaian peristiwa
ditentukan asrama, meskipun pengurus komunikasi yang melibatkan interaksi
asrama juga harus mengingatkan hal yang simbolik. Ini sesuai dengan tujuh prinsip yang
sama setiap hari, agar kaidah itu menjadi menjadi inti dari teori Interaksionisme
kebiasaan hidup anak asrama. Kaidah-kaidah Simbolik seperti yang diformulasikan oleh
ini berfungsi sebagai tata aturan bagaimana Ritzer dalam Mulyana (2006), yaitu :
anak harus berinteraksi dengan orang lain. 1. Manusia, tidak seperti hewan lebih
rendah, diberkahi dengan kemampuan
Norma Interpretasi dari Setiap Peristiwa berpikir. Anak tunagrahita, meski
Komunikasi memiliki kemampuan berpikir yang
rendah, namun tetaplah manusia yang
Interpretasi merupakan apa yang
layak untuk mendapatkan perlakuan yang
dipandang sebagai sesuatu yang tersirat
sama.
mencakup upaya memahami apa yang
2. Kemampuan berpikir itu dibentuk oleh
disampaikan di luar apa yang ada dalam kata-
148
Komunikasi Antarpribadi Tunagrahita
Aliyah Nur'aini Hanun
149
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 16 No.2, Desember 2013: 137-152
Gambar 3
Skema Etnografi Komunikasi Antarpribadi Tunagrahita di Asrama Yayasan Pendidikan
Luar Biasa (YPLB) Cipaganti Bandung
150
Komunikasi Antarpribadi Tunagrahita
Aliyah Nur'aini Hanun
151
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 16 No.2, Desember 2013: 137-152
152