Anda di halaman 1dari 11

KONSEP TEORITIS

1. Definisi
Anemia ialah keadaan dimana massa eritrosit dan/atau massa hemoglobin yang beredar
tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara
laboratorik dijabarkan sebagai penurunan di bawah normal kadar hemoglobin, hitung
eritrosit dan hematocrit (packed red cell).
Anemia adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah merah dan atau hitung eritrosit
lebih rendah dari normal. Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah Hb
dalam 1mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang didapatkan (packed red cells
volume) dalam 100 ml darah.
Anemia adalah penurunan dibawah normal dalam jumlah eritrosit banyaknya
hemoglobin atau volume sel darah merah (packed red cell) dalam darah.
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar
hemoglobin dan hematokrit dibawah normal.
a. Kriteria anemia
Untuk menjabarkan definisi anemia, maka perlu ditetapkan batas hemoglobin atau
hematocrit yang dianggap sudah terjadi anemia. Batas ini disebut sebagai cut off point
(titik pemilah), yang sangat dipengaruhi oleh : umur, jenis kelamin, ketinggian tempat
tinggal dari permukaan lait, dan lain-lain.
Cut off point yang umum dipakai ialah kriteria WHO tahun 1968. Dinyatakan
anemia bila :
Laki-laki dewasa : hemoglobin < 13 g/dl
Perempuan dewasa tak hamil : hemoglobin < 12 g/dl
Perempuan hamil : hemoglobin < 11 g/dl
Anak umur 6-14 tahun : hemoglobin < 12 g/dl
Anak umur 6 bulan – 6 tahun : hemoglobin < 11 g/dl
b. Kriteria Klinik
Alasan praktis kriteria anemia di klinik (di rumah sakit atau praktik klinik) untuk
Indonesia pada umumnya adalah :
1) Hemoglobin < 10 g/dl
2) Hematocrit < 30%
3) Eritrosit < 2,8 juta/mm3
Hal ini dipertimbangkan untuk mengurangi beban klinis melakukan work up anemia jika
kita memakai kriteria WHO.
c. Derajat anemia
Derajat anemia antara lain ditentukan oleh kadar hemoglobin. Derajat anemia perlu
disepakati sebagai dasar pengelolaan kasus anemia. Klasifikasi derajat anemia yang
umum dipakai adalah sebagai berikut :
1) Ringan sekali Hb 10 g/dl – cut off point
2) Ringan Hb 8 g/dl – 9,9 g/dl
3) Sedang Hb 6 g/dl – 7,9 g/dl
4) Berat Hb < 6 g/dl

2. Klasifikasi
Anemia dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara, tergantung dari sudut mana kita
melihat dan tujuan kita melakukan klasifikasi tersebut. Klasifikasi yang paling sering
dipakai adalah :
a. Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi eritrosit
1) Anemia hipokromik mikrositer (MCV < 80 fl; MCH < 27 pg)
 Anemia defisiensi besi
 Thalassemia
 Anemia akibat penyakit kronik
 Anemia sideroblastik
2) Anemia normokromik normositer (MCV 80-95 fl; MCH 27-34 pg)
 Anemia pascaperdarahan akut
 Anemia aplastic-hipoplastik
 Anemia hemolitik – terutama bentuk yang didapat
 Anemia akibat penyakit kronik
 Anemia mieloptisik
 Anemia pada gagal ginjal kronik
 Anemia pada mielofibrosis
 Anemia pada sindrom mielodisplastik
 Anemia pada leukemia akut
3) Anemia makrositer (MCV > 95 fl)
 Megaloblastik
- Anemia defisiensi folat
- Anemia defisiensi vitamin B12
 Nonmegaloblastik
- Anemia pada penyakit hati kronik
- Anemia pada hipotiroid
- Anemia pada sindroma mielodisplastik
b. Klasifikasi anemia berdasarkan etiopatogenesis
1) Produksi eritrosit menurun
a) Kekurangan bahan untuk eritrosit
 Anemia defisiensi besi
 Anemia megaloblastik (kekurangan vitamin B12 dan asam folat)
b) Gangguan utilisasi besi
 Anemia akibat penyakit kronik
 Anemia sideroblastik
c) Kerusakan jaringan sumsum tulang
 Anemia aplastic/hipoplastik (atrofi dengan penggantian oleh jaringan
lemak)
 Anemia leukoeritroblastik/mieloptisik (penggantian oleh jaringan
fibrotic/tumor)
d) Fungsi sumsum tulang kurang baik karena tidak diketahui
 Anemia diseritropik
 Anemia pada sindrom mielodisplastik
2) Kehilangan eritrosit dari tubuh
a) Anemia pascaperdarahan akut
b) Anemia pascaperdarahan kronik
3) Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolysis)
a) Factor ekstrakospuskuler
 Antibodi terhadap eritrosit
 Hipersplenisme
 Pemaparan terhadap bahan kimia
 Akibat infeksi bakteri/parasite
 Kerusakan mekanik
b) Factor intrakospuskuler
 Gangguan membrane
 Gangguan enzim
 Gangguan hemoglobin
4) Bentuk campuran
5) Bentuk yang patogenesisnya belum jelas

3. Etiologi
1) Anemia defisiensi besi
 Asupan besi yang berkurang pada jenis makanan Fe non-heme, muntah berulang
pada bayi, dan pemberian makanan tambahan yang tidak sempurna
 Malabsorpsi pada enteritis dan proses malnutrisi (PEM)
 Kehilangan/pengeluaran besi berlebih pada perdarahan saluran cerna kronis
seperti pada diverticulum Meckel, polyposis usus, alergi susu sapi, dan infestasi
cacing
 Kebutuhan besi yang meningkat oleh karena pertumbuhan yang cepat pada bayi
dan anak, infeksi akut berulang, dan infeksi menahun
 Depo besi yang kurang seperti pada berat badan lahir rendah, dan kembar
 Kombinasi dari etiologi diatas
2) Anemia aplastic
 Factor kongenital : sindrom Fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain
seperti mikrosefali, strabismus, anomaly jari, kelainan ginjal, dan seterusnya.
 Factor didapat : bahan kimia (Benzena, insektisida, senyawa As, Au, Pb), obat
(kloramfenikol, mesantoin, piribenzamin, obat sitostatik), radiasi, factor
individu (alergi obat, bahan kimia, dan lain-lain), infeksi (tuberculosis milier,
hepatitis, dan lain-lain), keganasan, penyakit ginjal, gangguan endokrin, dan
idiopatik.
3) Anemia Hemolitik
 Intrinsik
 Kelainan membran, seperti sferositosis herediter, hemoglobinuria noktural
paroksismal
 Kelainan glikolisis, seperti defisiensi pinfat kinase
 Kelaian enzim, seperti defisiensi glukosa posfat dehidrogenase (G6PD)
 Hemoglobinopati, seperti anemia sel sabit, methemoglobinemia
 Ektrinsik
 Gangguan sistem imun, seperti pada penyakit autoimun, penyakit
limfoproliferatif keracunan obat
 Mikroangiopati, seperti pada purpura trombotik trombositopenik koagulasi
intravaskuler diseminata (KID)
 Infeksi seperti akibat plasmodium, klostridium, borelia
 Hipersplenisme
 Luka bakar

4. Patofisiologi
Pada dasarnya gejala anemia timbul karena :
a. Anoksia organ target : karena berkurangya jumlah oksigen yang dibawa oleh darah ke
jaringan.
b. Mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia.
Kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulkan gejala yang disebut sebagai sindrom
anemia. Gejala anemia biasanya timbul apabila hemoglobin menurun kurang dari 7 atau 8
g/dl. Berat ringannya gejala tergantung pada berikut :
1. Beratnya penurunan kadar hemoglobin
2. Kecepatan penurunan hemoglobin
3. Umur : adaptasi orang tua lebih jelek, gejala lebih cepat timbul
4. Adanya kelainan kardiovaskuler sebelumnya
Timbul anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum atau kehilangan sel darah
merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum (misalnya berkurangnya
eritropoesis) dapat terjadi akibat berkurangnya nutrisi, pajanan toksis, invasi tumor atau
kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui, sel darah merah dapat hilang melalui
perdarahan atau hemolisis (destruksi). Pada kasus yang disebutkan berakhir masalahnya
dapat akibat defect sel merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal
atau akibat beberapa faktor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah
merah (lisis sel darah merah/disolusi) terjadi terutama pada sel fagositik atau dalam sistem
retikulo endothelial, terutama dalam hati dan limfa.
Sebagian hasil samping proses ini, bilirubin yang terbentuk dalam fagosit akan
memasuki aliran darah. Setiap kenaikan distruksi sel darah merah (hemolisis) segera
direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi) normalnya 1 mg/dl atau
kurang. Kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sklera. Apabila sel darah merah
mengalami penghancuran pada sirkulasi, seperti yang terjadi pada berbagai kelainan
hemolitik, maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia).
Apabila konsentrasi plasma melalui kapoasitas heptoglobin plasma (protein
pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikatkan semuanya, (misalnya apabila
jumlahnya lebih dari sekitar 100 mg/dl) hemoglobin akan terdifusi dalam glomerulus ginjal
dan kedalam urine (Hemoglobinuria) jadi ada dan tidaknya hemoglobinemia dan
hemoglobinuria dapat memberikan informasi mengenai lokasi penghancuran sel darah
merah abnormal pada pasien hemolisis yang dapat merupakan petunjuk mengetahui sifat
proses hemolisis tersebut. Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien tertentu
disebabkan oleh penghancuran sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat
diperoleh dengan dasar :
 Hitung retikulo sistem dalam sirkulasi darah
 Derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sum-sum tulang dan cara
pemotonganya,seperti yang terlihat dengan biopsy.
 Ada atau tidaknya hiperbilirubin benemia dan hemoglobinemia.
5. Manifestasi klinis
Gejala anemia sangat bervariasi , tetapi pada umumnya dapat dibagi menjadi 3 golongan
besar, yaitu :
a. Gejala umum anemia
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia, atau anemic syndrome.
Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis
anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun sedemikian rupa di bawah titik
tertentu. Gejala ini timbul karena anoksiaorgan target dan mekanisme kompensasi
tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut apabila diklasifikasikan
menurut organ yang terkena adalah sebagai berikut :
 Sistem kardiovaskuler : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak waktu kerja,
angina pectoris, dan gagal jantung
 Sistem saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-
kunang, kelemahan otot, iritabel, lesu, perasaan dingin pada ekstremitas.
 Sistem urogenital : gangguan haid dan libido menurun
 Epitel : warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, rambut
tipis dan halus.
b. Gejala khas masing-masing anemia
Gejala yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia, seperti :
 Anemia defisiensi besi : disfagia, atrofi papil lidah , stomatitis angularis. Pada
anak, tampak lemas, sering berdebar-debar, mudah lelah, pucat, sakit kepala,
atau iritabel. Pucat terlihat pada mukosa bibir, faring, telapak tangan, dasar
kuku, dan konjungtiva. Papil lidah atrofi, jantung agak membesar. Tidak ada
pembesaran limpa dan hati, serta tidak terdapat iastesis hemoragik Anemia
defisiensi asam folat : gejala dan tanda pada anemia defisiensi asam folat sama
dengan anemia defisiensi vitamin B12 yaitu anemia megaloblastik dan
perubahan megaloblastik pada mukosa, mungkin dapat ditemukan gejala-gejala
neurologis, seperti gangguan kepribadian dan hilangnya daya ingat, serta lidah
merah (buffy tongue)
 Anemia defisiensi vitamin B12
Didapatkan adanya anorexia, diare, dyspepsia, lidah yang licin, pucat dan agak
ikterik, terjadi gangguan neurologis, biasanya dimulai dengan parestesia, lalu
gangguan keseimbangan dan pada kasus yang berat terjadi perubahan fungsi
serebral, demensia dan perubahan neurosikiatrik lainnya.
 Anemia hemolitik : anemia ini bervariasi dari yang ringan sampai yang berat
(mengancam jiwa). Pasien mengeluh fatig dan keluhan ini dapat terlihat
bersama dengan angina atau gagal jantung kongestif. Terdapat juga icterus dan
hepatosplenomegali
 Anemia aplastic : perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi, pucat,
lemah mungkin timbul demam purpura. Pada anak : pucat, lemah, perdarahan,
demam, tanpa organomegali (Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, 2000).
c. Gejala akibat penyakit dasar
Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemi. Gejala ini timbul karena
penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersebut. Misalnya anemia defisiensi besi
yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat akan menimbulkan gejala seperti :
pembesaran parotis dan telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. Kanker kolon
dapat menimbulkan gejala berupa perubahan sifat defekasi (change of bowel habit),
feses bercampur darah atau lendir.

6. Komplikasi
Komplikasi anemia meliputi gagal jantung ,parestesia dan kejang pada setiap tingkat
anemia pasien dengan penyakit jantung cenderung lebih besar kemungkinan mengalami
angina atau segala gagal jantung kongestif dari pada seseorang yang tidak mempunyai
penyakit jantung.

7. Pemeriksaan penunjang
Berbagai uji hematologis dilakukan untuk menentukan jenis dan penyebab anemia. Uji
tersebut meliputi kadar hemoglobin dan hematikrit, indeks sel darah merah. Kadar Hb
<10g/dl. Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata < 32% (normal: 32-37%), leukosit dan
trombosit normal, serum iron merendah, iron binding capacity meningkat. Penelitian sel
darah putih, kadar besi serum, pengukuran kapasitas ikatan besi, kadar folat, vitamin B12,
lulung trombosit. Waktu perdarahan, waktu protrombin dan waktu tromboplastin parsial.
Aspirasi dan biopsy sum-sum tulang dapat di lakukan selain itu perlu dilakukan
pemeriksaan diagnostik untuk menentukan adanya penyakit akut dan kronis (Brunner &
Suddart, 2002:936)
Kelainan laborat sederhana untuk masing-masing tipe anemia :
a. Anemia defisiensi asam folat : makro/megalositosis
b. Anemia hemolitik : retikulosit meninggi, bilirubin indirek dan total naik,
urobilinuria.
c. Anemia aplastik : trombositopeni, granulositopeni, pansitopenia, sel patologik
darah tepi ditemukan pada anemia aplastik karena keganasan.

8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
 Medika mentosa : obat pertama sesuai penyebabnya Sulfat 3x1 tablet, anemia berat
dan akut Hb rendah (< 7 gr%) sebaiknya diberi tranfusi darah.
 Anemia pasca perdarahan : transfusi darah. Pilihan kedua: plasma ekspander atau
plasma substitute. Pada keadaan darurat bisa diberikan infus IV apa saja.
 Anemia defisiensi : makanan adekuat, diberikan SF 3x10mg/kg BB/hari. Transfusi
darah hanya diberikan pada Hb <5 gr/dl.
 Anemia aplastik : prednison dan testosteron, transfusi darah, pengobatan infeksi
sekunder, makanan dan istirahat.
b. Penatalaksanaan keperawatan
 Istirahat
 Diet, disesuaikan dengan penyebabnya bila tidak diketahui diberi saja makanan
bergizi dan mengandung cukup Fe.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Langkah – langkah melakukan pengkajian pada pasien anak :
1. Identitas Pasien
a) Nama : harus dilengkapi dan jelas yaitu nama depan, nama tengah (bila ada), nama
tengah, nama keluarga dan nama panggilan akrabnya.
b) Umur : sebaiknya didapat dari tanggal lahir yang ditanyakan atau dilihat dari
Kartu Menuju Sehat/kartu pemeriksaan lainnya.
c) Jenis kelamin : penting untuk penilaian data pemeriksaan klinis, misalnya nilai –
nilai baku, insidens seks, penyakit terkait seks (sex – linked).
d) Nama orangtua : nama ayah, ibu atau wali pasien harus dituliskan dengan jelas
jika ada titel yang bersangkutan harus disertakan.
e) Alamat : kejelasan alamat keluarga sangat diperlukan agar sewaktu – waktu dapat
dihubungi mis.pasien perlu tindakan pembedahan segera.
f) Umur, pendidikan dan pekerjaan orangtua. Informasi ini dapat menggambarkan
keakuratan data yang akan diperoleh.
g) Agama dan suku bangsa.
2 Aktivitas : keletihan, kelemahan, cepat merasa lelah. Penurunan produktivitas :
penurunan semangat untuk bekerja
3 Sirkulasi : riwayat kehilangan darah konik, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi
berat, angia, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infektif
kronis.
4 Eliminasi : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB).
Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diarea atau konstipasi, penurunan
haluan urine
5 Makanan : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan
produk sereal tinggi. Mual/ muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya perubahan berat
badan.
6 Neurosensori : sakit kepala, pusing, vertigo, ketidakmampuan berkonsentrasi.
Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata, kelemahan, keseimbangan
buruk, kaki goyah.
7 Nyeri / kenyamanan : nyeri abdomen, sakit kepala
8 Pernapasan : riwayat TB, abses paru, napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
9 Keamanan : riwayat pekerjaan terpajan bahan kimia, riwayat terpajan pada radiasi ;
baik terhadap pengobatan atau kecelakaan.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
3. RENCANA KEPERAWATAN
4. IMPLEMENTASI
5. EVALUASI

Anda mungkin juga menyukai