Anda di halaman 1dari 6

A.

Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya CKD antara lain (Sudoyo, 2009) :
A. Gangguan imunologis
a. Glomerulonefritis
b. Poliartritis nodosa
c. Lupus eritematous
B. Gangguan metabolik
a. Diabetes Mellitus
b. Amiloidosis
c. Nefropati Diabetik
C. Gangguan pembuluh darah ginjal
a.

Arterisklerosis

b.

Nefrosklerosis
D. Infeksi
a. Pielonefritis
b. Tuberkulosis
E. Gangguan tubulus primer
Nefrotoksin (analgesik, logam berat)
F. Obstruksi traktus urinarius

a.

Batu ginjal

b.

Hipertopi prostat

c.

Konstriksi uretra
G. Kelainan kongenital
a. Penyakit polikistik
b. Tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat kongenital (hipoplasia
renalis)

B. Epidemiologi
Penyakit ginjal kronis (CKD) merupakan masalah kesehatan di seluruh
dunia. Prevalensi CKD di negara maju mencapai 10-13% dari populasi.
Insidens penyakit CKD di Amerika Serikat diperkirakan sejumlah 100 juta
kasus perjuta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap
tahunnya. Sedangkan di negara berkembang, diperkirakan sekitar 40-60 kasus
baru gagal ginjal per juta penduduk per tahun (Suwitra, 2009).
Sebuah riset yang dilakukan Perhimpunan Nefrologi Indonesia
melaporkan sebanyak 12,5% populasi Indonesia mengalami penurunan fungsi

ginjal (Tanto, 2014). Di Indonesia tercatat jumlah pasien CKD terus


meningkat, pada tahun 2010 hanya 9649 pasien namun pada tahun 2011
tercatat hingga 15353 pasien. Di negara-negara berkembang, CKD lebih
kompleks lagi masalahnya karena berkaitan dengan sosio-ekonomi dan
penyakit-penyakit yang mendasarinya. Berdasarkan riset oleh Perhimpunan
Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 2011, tiga penyakit yang sering
menjadi penyebab CKD adalah penyakit ginjal hipertensi, nefropati
diabetikum, dan glomerulopati primer (Nahas, 2003; PERNEFRI,2011).
Penyebab CKD pada pasien hemodialisis tahun 2011 didapatkan sebagai
berikut, Penyakit Ginjal Hipertensi (34%), Nefropati Diabetika (27%),
Glomerulopati Primer/GNC (14%), Nefropati obstruksi (8%), Pielonefritis
kronik/PNC (6%), Nefropati Asam Urat (2%), Nefropati Lupus/SLE (1%),
Ginjal Polikistik (1%), lain-lain (6%), dan tidak diketahui (1%). Penyebab
terbanyak adalah penyakit ginjal hipertensi dengan 34 %. Penyakit gagal ginjal
kronik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita (PERNEFRI,2011).
C. Patomekanisme
Berdasarkan hipofisis nefron yang utuh, mengatakan bahwa bila nefron
terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang
masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan timbul jika jumlah nefron sudah
berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat
dipertahankan lagi (Price et al, 2005).
Sisa nefron yang ada beradaptasi dengan mengalami hipertrofi dalam
usahanya untuk mengimbangi beban ginjal. Terjadinya peningkatan filtrasi dan
reabsorbsi glomerulus tubulus dalam setiap nefron, meskipun LFG untuk
seluruh massa nefron yang terdapat dalam ginjal turun di bawah nilai normal,
namun jika 75% massa nefron telah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban
solut bagi setiap nefron akan semakin tinggi. Ini mengakibatkan keseimbangan
glomerulus tubulus tidak dapat dipertahankan lagi (Price et al, 2005).
Hilangnya kemampuan memekatkan atau mengencerkan

kemih

menyebabkan BJ urin tetap pada nilai 1,010 atau 285m Osmot (sama dengan
konsentrasi plasma) dan merupakan penyebab gejala poliuria dan nokturia.
Retensi cairan dan natrium ini mengkibatkan ginjal tidak mampu

mengkonsentrasikan dan mengencerkan urin. Respon ginjal yang tersisa


terhadap masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Penderita
sering menahan cairan dan natrium, sehingga meningkatkan risiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat

aktivasi

aksis

rennin

dan

angiotensin.

Kerjasama

keduanya

meningkatkan sekresi aldosteron. Saat muntah dan diare menyebabkan


penipisan air dan natrium yang dapat mempreberat stadium uremik. Dengan
berkembangnya penyakit renal terjadi asidosis metabolik seiring dengan
ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal
mengekskresikan amonia dan mengabsorbsi natrium bikarbonat (Price et al,
2005).
Anemia pada penyakit ginjal kronik sebagai akibat terjadinya produksi
erytropoetin yang tidak adekuat dan memendekkan usia sel darah merah.
Erytropoitin adalah suatu substansi normal yang diprosuksi oleh ginjal,
menstimulus sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Pada
penderita penyakit ginjal kronik, produksi erytropoetin menurun dan anemia
berat akan terjadi disertai keletihan, angina dan sesak nafas (Price et al, 2005).
Pada penderita penyakit ginjal kronik, juga terjadi gangguan metabolisme
kalsium dan fosfat. Kedua kadar serum tersebut memiliki hubungan yang
saling berlawanan. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal,
terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium
(Price et al, 2005).
Pada pendeita DM, konsentrasi gula dalam darah yang meningkat,
menyebabkan kerusakan pada nefron ginjal atau menurunkan fungsinya yang
akhirnya akan merusak sistem kerja nefron untuk memfiltrasi zat zat sisa.
Keadaan ini bisa mengakibatkan ditemukannya mikroalbuminuria dalam urine
penderita. Inilah yang biasa disebut sebagai nefropati diabetik (Price et al,
2005).
Penderita penyakit ginjal kronik juga dapat mengalami osteophorosis
sebagai akibat dari menurunnya fungsi ginjal untuk memproduksi vitamin D,
sehingga terjadi perubahan kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan
hormone (Price et al, 2005).

Perjalanan penyakit ginjal kronik secara umum terjadi dalam beberapa


tahapan, yaitu (Mc Cance dan Sue, 2006):
1 Penurunan Fungsi Ginjal. Penurunan fungsi ginjal ditandai dengan GFR <
50%. Pada keadaan ini, tanda dan gejala penyakit ginjal kronik belum
2

muncul, namun sudah terdapat peningkatan pada ureum dan kreatinin darah.
Insufisiensi Ginjal. Insufisiensi ginjal menandakan bahwa ginjal sudah
tidak dapat lagi menjalankan fungsinya secara normal, pada keadaan ini
GFR mengalami penurunan yang bermakna. Tanda dan gejala serta
disfungsi ginjal yang ringan sudah muncul. Nefron yang masih berfungsi
akan melakukan kompensasi untuk memaksimalkan fungsi ginjal. Kelainan
konsentrasi urin, nokturia, anemia ringan, dan gangguan fungsi ginjal saat

stres dapat terjadi pada tahapan ini.


Gagal Ginjal. Keadaan gagal ginjal dikarakteristikan dengan azotemia,
asidosis, ketidakseimbangan konsentrasi urin, anemia berat, dan gangguan
elektrolit (hipernatremia, hiperkalemia, dan hiperpospatemia). Keadaan
gagal ginjal terjadi saat LFG < 20% dan penyakit mulai memberikan efek

pada sistem organ lain.


ESRD. End Stage Renal Disease merupakan tahapan terakhir dari gangguan
fungsi ginjal. Fungsi filtrasi ginjal mengalami gangguan yang berat. LFG
hampir tidak ada lagi. Kemampuan reabsorbsi dan ekskresi juga terganggu,
dikarenakan perubahan yang besar dari elektrolit, regulasi cairan, dan
gangguan keseimbangan asam basa. Gangguan kardiovaskuler, hematologi,
neurologi, gastrointestinal, endokrin, metabolik, gangguan tulang dan
mineral juga dapat terjadi.

EL INI DI PPT PATOMEKNYA KAYAGINI AJA, YANG SIMPLE. GAUSAH


PAKE BAGAN LAH WWKK.
pengurangan massa ginjal hipertrofi struktural dan fungsional nefron sbg
kompensasi (diperantarai sitokin+ growth factor) peningkatan aktivitas reninangiotensin-aldosteron intrarenal hiperfiltrasi peningkatan tekanan kapiler
dan aliran darah glomerulus adaptasi maladaptasi sklerosis nefron
penurunan fungsi nefron progresif.

Hal

lain

yang

berperan

dlm

progresifitas

CKD

albuminuria,

hipertensi,hiperglikemia,dyslipidemia
Stadium dini tejadi kehilangan daya cadang ginjal ( LFG normal / meningkat )
penurunan fungsi nefron progresif ( peningkatan urea dan kreatinin serum )
LFG 60% (asimtomatik)
LFG 30% keluhan nokturia, lemah, mual, nafsu makan turun, BB turun
LFG < 30% gejala dan tanda uremia nyata : anemia, peningkatan TD,
gangguan metabolisme Fosfor & kalsium, pruritus, mual, muntah, mudah terkena
infeksI, gangguan keseimbangan keseimbangan air (hipo/hipervolemia), gangguan
keseimbangan elektrolit (natrium&kalium).
LFG < 15% gejala komplikasi serius, perlu terapi pengganti ginjal (dialisis
atau transplantasi ginjal ), pada keadaan ini stadium gagal ginjal.

DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Ke V. Jilid II.
Jakarta Balai Penerbit FKUI.
Suwitra, K. 2009. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A,
Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid I.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.hlm 570-3.
Tanto, Chris., Hustrini, Ni Made.2014. Penyakit Ginjal Kronis (Dalam : Kapita
Selekta Kedokteran Edisi IV Jilid 2). Jakarta : Media Aesculapius

Nahas, M.E. 2003. The patient with failing renal failure. Dalam: Cameron JS,
Davison AM. Oxford Textbook of Clinical Nephrology. Edisi ke-3. Oxford
University Press.. hal 1648-98.
PERNEFRI. 2011. Fourth Annual Report of IRR 2011. Jakarta.
Price, Sylvia A, Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi : konsep klinis proses
perjalanan penyakit, volume 1, edisi 6. Jakarta: EGC.
McCance, K. L., Sue E. Huether. 2006. Pathophysiology: The Biologic of Disease
in Adults and Children. Canada : Elsevier Mosby.

Anda mungkin juga menyukai