Anda di halaman 1dari 4

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWADARURATAN

1. PRIMAY SURVEY

Primay survey mengatur pendekatan ke klien sehingga ancaman kehidupan segera dapat
secara cepat diidentifikasi dan tertanggulangi dengan efektif. Primary survey berdasarkan
standar “ABC “ memonic dengan “D” &”E” ditambah untuk klien trauma :airway/spinal
servikal (A: jalan nafas) , breating (B: pernafasan), circulation (C: sirkulasi), disability (D:
ketidakmampuan ), dan exposure (E: paparan). Usaha resusitasi terjadi secara simultan
dengan setiap elemen dari primary survey ini (cummins, 2003, dalam ignatavicius,2006).

A. Airway (jalan nafas) /spinal servikal


Prioritas intervensi tertinggi dalam primary survey adalah mempertahankan kepatenan
jalan nafas. Dalam hitungan menit tampa adekuatnya suplai oksigen dapat
menyebabkan trauma serebral yang akan berkembang menjadi kematia otak (anoxic
brain death). Airway harus bersih dari berbagai secret atau debris dengan kateter
suction atau secara manual jika diperlukan. Spinal servikal harus diproteksi pada klien
trauma dengan kemungkinan trauma spinal secara manual aligment leher pada posisi
netral, posis in-line dan menggunakan meneuver jaw thrust ketika mempertahankan
jalan nafas.
Secara umum, masker non rebreather adalah yang paling baik untuk klien bernafas
spontan. Ventilasi bag-valve-mask (BMV) dengan alat bantu nafas yang tepat dan
sumber oksigen 100% diindikasi untuk individu yang memerlukan bantuan ventilasi
selama resusitasi. Klien dengan gangguan kesadaran, diindikasi denmgan GCS kurang
dari sama dengan 8, membutuhkan airway defenitif seperti endotracheal tube (ETT)
(american college of surgeons, 1997 dalam ignatavicius,2006).
B. Breathing (pernafasan)
Setelah jalan nafas aman, breathing menjadi prioritas berikutnya dalam primary
survey .pengkajian untuk mengetahui apakah usha ventilasi efektif atau tidak hanya
pada saat klien bernafas. Fokusnya adalah pada auskultasi bunyi nafas dan evaluasi
ekspansi dada, usaha respirasi, dan adanya bukti trauma dinding dada dan abnomalitas
fisik. Pada klien apnea dan kurangnya usha ventilasi untuk mendukung sampai
intubasi indotrakeal dilakukan dan ventilasi mekanik digunakan. Jika resusitasi
jantung paru (RJP) diperlukan, ventilasi mekanik harus dihentikan dan klien secara
manual diventiulasi dengan alat BVM untuk ventilasi lanjutan lanjutan dengan
kompresi dada, sebaik untuk mengkaji klomplians paru melalui pengukuran derajat
kesulitan ventilasi klien dengan BVM.
Intervensi penyelamatan kehidupan (life saving) lainya pada fase ini adalah dekopresi
dada. Indikasi dekompresi dada yaitu bukti klinis adanya tension pneumothoraks,
yang dapat menghadapi keadaan krisi breathing dan sirkulasi. Dekompresi dada
dilakukan melalui 2 cara torakostomi jarum (needle thoracostomy ) dan torakostomi
tube (tube thoracostomy). Needle thoracostomy adalah suatu manuver temporer yang
cepat digunakan untuk mengeluarkan udara yang terjebak dengan insersi chest tube,
jarum ukuran besar(kateter 14 atau 16, dengan panjang 3-6 cm) diinsersi kedalam
ruang interkostal kedua pada garis midklavikula. Setelah needle thoracostomy ,suatu
chest tube diinsersi (tube thoracostomy) pada ruang interkostal kelima, arah anterior
garis midaksila. Chest tube ditempatkan pada posisi anatomis ini untuk mengeluarkan
untuk mengeluarkan udara dan drainase cairan
C. Circulation
Intervensi ditargetkan untuk memperbaiki sirkulasi yang efektif melalui resusitasi
kardiopulmoner, kontrol pendrahan,akses intravena dengan penatalaksanaan cairan
dan darah jika diperlukan dan obat obatan. Pendarahan eksternal sangat baik dikontrol
dengan tekanan langsung yang lembut pada sisi pendarahan dengan balutan yang
kering dan tebal.
Pendarahan internal lebih menjadi ancaman tersembunyi yang harus dicurigai pada
klien trauma atau pada mereka yang dalam status syok.
Dalam suatu kondisi resusitasi, tekanan darah dapat secara cepat diperkirakan
sebelum tekanan dari cuff tensimeter didapatkan dengan palpasi terhadap adanya atau
absenya nadi perifer dan sentral:

 Adanya nadi radial:TD sedikitnya 80 mmHg sistolik


 Adanya nadi femoral: TD sedikitnya 70 mmHg sistolik
 Adanya nadi karotid: TD sedikitnya 60 mmHg sistolik

Akses intravena secara baik dicapai melalui insersi jalur intravena jarum besar pada
antekubital fossa (lekukan siku ). Akses tambahan dapat dicapai melalui ven asentral
disis femoralis, subclavia, atau jugularis menggunkan jarum besar (≥8,5)skateter vena
sentral. Cairan resusitasi pilihan adalah ringer’s lactate dan salin normal 0.9 %. Cairan
dan produk darah harus dihangatkan sebelum pemberian untuk mencegah hipotermia.

D. Disability (ketidakmampuan)
Pengkajian disability memberikan pengkajian dasar cepat status neurologis. Metoda
mudah untuk mengevaluasi tingkat kesadaran adalah degan “AVPU” innemonic:
A :Alert ( waspada )
V :Responsive to voice (berespon terhadap suara)
P :Rensponsive to pain (berespon terhadap nyeri)
U :Unresponsive (tidak ada respon)

Pengkajian lain tentang tingkat kesadaran yang mengukur secara obyektif dan
diterima luas adalah glasgow coma scale (GCS), yang menilai buka mata, respon
verbal, dan respon motorik. Skor terendah adalah 3, yang mengindikasi tidak
responsifnya klien secara total;GCS normal adalah 15. Abnormalitas metabolik,
hipoksia, trauma neurologis dan intoksikasi dapat mengganggu tingkat kesadaran.

GSC (Glasgow Coma Scale) adalah sistem skoring yang sederhana untuk menilai tingkat
kesadaran pasien.
a. Menilai “eye opening”  penderita (skor 4-1)
Perhatikan apakah penderita :
 Membuka mata spontan
 Membuka mata jika dipanggil,diperintah atau dibangunkan
 Membuka mata jika diberi rangsangan nyeri (dengan menekan ujung kuku jari
tangan)
 Tidak memberikan respon
b. Menilai “best verbal response” penderita (skor 5-1)
Perhatikan apakah penderita :
 Orientasi baik dan mampu berkomunikasi
 Disorientasi atau bingung
 Mengucapkan kata-kata tetapi tidak dalam bentuk kalimat
 Mengerang (mengucapkan kata -kata yang tidak jelas artinya)
 Tidak memberikan respon

c. Menilai “best motor respon” penderita (skor 6-1)


Perhatikan apakah penderita :
 Melakukan gerakan sesuai perintah
 Dapat melokalisasi rangsangan nyeri
 Menghindar terhadap rangsangan nyeri
 Fleksi abnormal (decorticated)
 Ektensi abnormal (decerebrate)Tidak memberikan respon
Range skor : 3-15 (semakin rendah skor yang diperoleh, semakin jelek kesadaran).
Penurunan tingkat kesadaran perlu diperhatikan pada empat kemungkinan
penyebab (Pre-Hospital Trauma Life Support Commitee 2002) :
 Penurunan oksigenasi atau/dan penurunan perfusi ke otak  
 Trauma pada sentral nervus sistem
 Pengaruh obat-obatan dan alkohol
 Gangguan atau kelainan metabolik

E. Exposure ( paparan )
membuka baju penderita, tetapi cegah hipotermia Merupakan bagian akhir dari
primary survey, penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya, kemudian nilai pada
keseluruhan bagian tubuh. Periksa punggung dengan memiringkan pasien dengan cara
log roll. Selanjutnya selimuti penderita dengan selimut kering dan hangat, ruangan
yang cukup hangat dan diberikan cairan intra-vena yang sudah dihangatkan untuk
mencegah agar pasien tidak hipotermi.
2. Secondary Survey
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara head
to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi
pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai
membaik.
1) Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat  pasien yang
merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien meliputi keluhan
utama, riwayat masalah kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga, sosial,
dan sistem. Pengkajian riwayat pasien secara optimalharus diperolehlangsung
daripasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya,usia, dan cacatatau
kondisipasienyang terganggu, konsultasikan dengan anggota keluarga, orang terdekat,
atau orang yang pertama kali melihat kejadian.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien dan
keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester, makanan).
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang menjalani
pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau  penyalahgunaan obat.
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah
diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi berapa jam
sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E :  Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama)

Selain itu apat dilakukan pengkajian PQRST saat pasien mengeluhkan nyeri, adapun
pengkajian PQRS adalah :
 P (Provokes/palliates) : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang membuat nyerinya
lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa yang anda lakukan saat
nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda terbangun saat tidur?
 Q (Quality): bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya? apakah seperti diiris,
tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik, diremas? (biarkan pasien
mengatakan dengan kata-katanya sendiri.
  R (Radiates) : apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah nyeri
terlokalisasi di satu titik atau bergerak?
 S (Severity): seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0 tidak ada
nyeri dan 10 adalah nyeri hebat
 T (Time) : kapan nyeri itu timbul? Berapa lama nyeri itu timbul? Apakah terus
menerus atau hilang timbul? apakah pernah merasakan nyeri ini sebelumnya? apakah
nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya atau berbeda

Anda mungkin juga menyukai