Anda di halaman 1dari 55

PELATIHAN BTCLS

Jakarta Medical Services and Trainning (JMST) 119


 Kasus trauma thorak ditemukan cenderung meningkat.
 25% dari kasus multi trauma terdapat komponen
trauma thorak.
 25 % dari kasus trauma thorak meninggal karena
hipoksemia, hipovolemia, gagal jantung.
 90% dari kasus trauma thorak dapat diatasi dengan
tindakan yang sederhana di rumah sakit dan
Sesungguhnya hanya 10% yang memerlukan operasi.
Thorak:
 Terletak antara leher (thoracic inlet) dan abdomen
(thoracic outlet)
 Rangka thorak dibentuk oleh kolumna vetebralis
(belakang), costa dan inter costa (samping), sternum
(depan)

Organ pada Rongga thorak secara garis besar terdiri dari :


 Paru-paru, Jantung, aorta, arteri pulmonalis, vena cava
superior & inferior, esofagus pada bagian posterior, trakea
bagian anterior)
 Trauma toraks yaitu suatu trauma yang mengenai dinding
toraks secara langsung maupun tidak langsung yang
berpengaruh pada organ didalamnya, sebagai akibat dari
suatu trauma tumpul maupun trauma tajam.

 Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada


tulang kosta dan sternum, rongga pleura, saluran nafas
intratoraks dan parenkim paru. Kerusakan ini dapat terjadi
tunggal ataupun kombinasi tergantung dari mekanisme
cedera (Gallagher, 2014).
 Kerusakan anatomi yang ringan berupa
fraktur kosta simpel. Sedangkan kerusakan
anatomi yang lebih berat berupa fraktur
kosta multipel dengan komplikasi
pneumotoraks, hematotoraks dan kontusio
pulmonal. Trauma yang lebih berat
menyebakan robekan pembuluh darah besar
dan trauma langsung pada jantung (Saaiq et
al., 2010; Lugo, et al., 2015 ).
ILUSTRASI

Pathophysiology of Thoracic AT ACCIDENT EMERGENCY


Trauma :
 Blunt (Tumpul)  Anamnese
 Penetrating (Tembus)  Pemeriksaan fisik
 Baro trauma (perubahan  Pemeriksaan Penunjang
tek. Yg mendadak)
 Explosion Related
 Chemical Agent Related
 Biological Agent Related

KEMUNGKINAN DX. MEDIS


 GANGGUAN VENTILASI
1. Disrupsi trakeobronkial
2. Open pneumotoraks
3. Flail chest

 GANGGUAN VENTILASI
DAN SIRKULASI
4. Tension pneumotoraks
5. Massive hemothorax

 GANGGUAN SIRKULASI
6. Tamponade jantung
7. Disrupsi Aorta
8. Kontusio myocardial
Diidentifikasi saat Secondary Survey
1. Pneumotoraks
2. Hematotoraks
3. Kontusio Paru
4. Cedera trakeobronkial
5. Trauma tumpul jantung
6. Disrupsi aorta traumatic
7. Ruptur diafragma, ruptur esofagus
PARU JANTUNG

TENSION
PNEMOTHORAK HEMATOTHORAK FLAIL CHEST TAMPONADE JANTUNG
PNEMOTHORAK

THORACOSENTESIS

WATER SEAL DRAINAGE PERICARDIOSENTESIS


IGD

PERAN PERAWAT
 Adanya udara pada rongga pleura.
 Pneumotoraks sangat berkaitan dengan fraktur
kosta laserasi dari pleura parietalis dan visceralis.
 Pneumotoraks pada trauma tumpul terjadi
karena pada saat terjadinya kompresi dada tiba -
tiba menyebabkan terjadinya peningkatan
tekanan intraalveolar yang dapat menyebabkan
ruptur alveolus.
 Udara yang keluar ke rongga interstitial ke
pleura visceralis ke mediastinum menyebabkan
Pneumotoraks atau emfisema mediastinum.
 Adanya darah pada rongga
pleura. Darah dapat masuk ke
rongga pleura setelah trauma
dari dinding dada, diafragma,
paru-paru, atau mediastinum.
 Insiden dari hematotoraks
tinggi pada trauma tumpul, 37%
kasus berhubungan dengan
pneumotoraks
(hemopneumotoraks) bahkan
dapat terjadi hingga 58%
(Milisavljevic, et al., 2012; Lugo,
et al., 2015)
TRIAS BECK: vena jugularis dilatasi, bunyi jantung menjauh, hipotensi
 Fraktur kosta terjadi karena adanya
gaya tumpul secara langsung maupun
tidak langsung.
 Fraktur kosta terjadi sekitar 35% - 40%
pada trauma toraks. Karakteristik dari
trauma kosta tergantung dari jenis
benturan terhadap dinding dada
(Saaiq, et al., 2010; Milisavljevic, et al.,
2012).
 Gejala yang muncul adalah nyeri, yang
meningkat pada saat batuk, bernafas
dalam atau pada saat bergerak. Pasien
akan berusaha mencegah daerah yang
terkena untuk bergerak sehingga
terjadi hipoventilasi. Hal ini
meningkatkan risiko atelektasis dan
pneumonia (Novakov, et al., 2014 ;
Feng Lin, et al., 2015 ; Lugo, et al.,
2015).
 Flail chest adalah suatu kondisi
medis dimana kosta - kosta
yang berdekatan patah baik
unilateral maupun bilateral dan
terjadi pada daerah
kostokondral.
 Angka kejadian dari flail chest
sekitar 5%, dan kecelakaan lalu
lintas menjadi penyebab yang
paling sering.
 Diagnosis flail chest didapatkan
berdasarkan pemeriksaan fisik,
foto Toraks, dan CT scan Toraks
 Dapat disertai pneumothoraks,
hematotoraks dan kontusio
pulmonal
 PENGKAJIAN  Manajemen awal untuk
pasien trauma toraks tidak
 PRE – HOSPITAL berbeda dengan pasien
 SDM trauma lainnya dan meliputi
 Sarana – Prasarana ABCDE, yaitu:
(Transportasi)  A: airway patency with care of
 Komunikasi cervical spine
 B: Breathing adequacy
 TRANFER DARI PRE –  C: Circulatory support
HOSPITAL KE IGD :  D: Disability assessment
 Initial Assessment  E: Exposure without causing
 Rapid or Quick Assessment hypothermia
 Ongoing Assessment
 comprehensive Assessment (Saaiq, et al., 2010; Lugo, et al.,
2015; Unsworth, et al., 2015).
Nilai keadaan pasien dengan mengambil tindakan resusitasi
secara simultan:

A — membebaskan Airway (jalan nafas)


B — menjamin Breathing (pernafasan)
C — memperbaiki Circulation : pemberian cairan intravena
Status lokalis :
- ketahui mekanisme trauma
- bagaimana gerakan nafas, simetris, terhambat?
- rasa nyeri?
- trauma tajam : arah dan lokalisasinya
- trauma tumpul : macamnya, adakah Flail chest?
- periksa seluruh tubuh pasien dengan Log Roll
- penunjang: pulse oxymetri, analisa gas darah
 Lakukan pemeriksaan penunjang :
 FOTO TORAKS sebagai pemeriksaan
penunjang inisial yang paling penting
 CT SCAN  pada pasien yang stabil
 ULTRASONOGRAFI  Extended Focused
Abdominal Sonography for Trauma (EFAST)
 BRONKOSKOPI
WOC CHEST TRAUMA-NON TRAUMA
 Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat
merupakan indikasi utama untuk intubasi endotrakeal
darurat.
 Resusitasi cairan intravena merupakan terapi utama
dalam menangani syok hemorhagik.
 Manajemen nyeri yang efektif merupakan salah satu hal
yang sangat penting pada pasien trauma toraks.
 Ventilator harus digunakan pada pasien dengan
hipoksemia, hiperkarbia, dan takipnea berat atau
ancaman gagal napas.
 Ventilator juga diindikasikan pada pasien dengan kontusio
paru berat, hemotoraks atau penumotoraks, dan flail
chest yang disertai dengan gangguan hemodinamik
(Saaiq, et al., 2010; Lugo, et al., 2015).
 Pasien dengan tanda klinis tension
Pneumotoraks harus segera menjalani
dekompresi dengan torakosentesis jarum
dilanjutkan dengan torakostomi tube.
 Pada kasus tamponade jantung dilakukan
perikardiosintesis
 Terapi oksigen merupakan upaya untuk
meningkatkan masukan oksigen ke dalam
sistem respirasi, meningkatkan daya angkut
hemodinamik dan meningkatkan daya ekstraksi
oksigen jaringan.
www.health-nurses-
3/16/2017 doctors.blogspot.com
 25 % trauma abdomen ditemukan pada penderita dengan
Multitrauma
 KLL merupakan penyebab utama terbesar terjadinya Multitrauma
 Deteksi yang lambat terhadap perdarahan intra abdomen
merupakan penyebab kematian pada pasien dengan multitrauma
Trauma tumpul

• Mengakibatkan rusaknya organ padat atau


organ berongga, dengan perdarahan sekunder
dan peritonitis

Trauma Tajam

• Menyebabkan kerusakan jaringan karena


laserasi atau terpotong
• Mis: Luka tusuk dan luka tembak
Pecahnya organ Pecahnya organ
solid berlumen
• Gejala perdarahan • Nyeri seluruh lapang
secara umum (pasien abdomen
tampak pucat) dan bila
• Bising usus menurun
perdarahan berat akan
menimbulkan syok • Defense musclar,
perdarahan nyeri tekan dan
• Nyeri abdomen nyeri tekan lepas
(ringan-berat)
Anamnese

• Riwayat trauma sangat penting untuk ditanyakan untuk menilai


penderita yang cedera. meliputi, kecepatan, jenis tabrakan, posisi
penderita, arah tabrakan
• Keterangan mengenai tanda-tanda vital pada perawatan pra
rumah sakit

Pemeriksaan Fisik

• Inspeksi
• Perhatikan adanya jejas di abdomen, periksa adanya goresan,
robekan, luka tembus, benda asing yang menancap, keluarnya
omentum atau usus kecil. Penderita dapat dibalikkan dengan
hati-hati (teknik log roll) untuk dapat memeriksa bagian
belakang tubuh secara lengkap
Auskultasi

• Apakah ada bising usus atau tidak. Darah intraperitoneum yang


bebas atau kebocoran abdomen dapat menyebabkan ileus,
mengakibatkan hilangnya bising usus

Perkusi

• Bunyi timpani akibat adanya dilatasi lambung akut atau bunyi redup
bila ada hemoperitoneum

Palpasi

• Perabaan yang tegang dari dinding perut (defans muskular) adalah


tanda yang khas dari iritasi peritoneum. Tekanan pada daerah pelvis
yang dapat membangkitkan gerakan abnormal dan nyeri tekan
menunjukkan kecurigaan adanya fraktur pelvis
Primary Survey: A-B-C-D-E

Perawatan pasien dengan perdarahan abdomen


difokuskan seputar pencegahan dan penanganan
syok

Monitor tingkat kesadaran, tanda-tanda vital


KLASIFIKASI SYOK
ATLS (Advaced Trauma Life Support)
Pemasangan pipa lambung (K)

• Mengurangi dilatasi akut gaster, dekompresi abdomen dan


mengeluarkan isi abdomen sehingga mengurangi resiko terjadinya
aspirasi.

Kateterisasi kandung kemih (K)

• untuk menghilangkan retensi urin, dekompresi kandung kemih dan


pemantauan produksi urin sebagai tolok ukur perfusi jaringan

Fiksasi dan antisipasi

• Apabila ditemukan usus yang menonjol keluar, cukup menutupnya


dengan kasa steril yang lembab supaya usus tidak kering. Apabila ada
benda menancap jangan dicabut tetapi dilakukan fiksasi benda
tersebut terhadap dinding perut
 Pemeriksaan Darah dan Urin
 Rontgen
 Urethrografi
 Sistografi
 DPL (diagnostik peritoneal lavage)
 IVP
 USG
 CT Scan
Diagnosa Keperawatan :
1. Bersihan jalan nafas b.d benda asing, spasme, sekret,
mukus, darah.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan nyeri;
penurunan kapasitas vital (paru tidak optimal
mengembang).
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan perubahan
sekuncup jantung.
4. Nyeri akut berhubungan dengan agent injuri fisik.
5. Penurunan curah jantung b.d perubahan irama jantung,
pre-load, afterload, kontraktilitas.
6. Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan
pembedahan, prosedur invasif.
 Jalan nafas paten : mempertahankan dan memperbaiki
fungsi ventilasi – perfusi secara optimal
 Status pernafasan adequat
 Mempertahankan dan memperbaiki fungsi hemodinamik
 Kontrol nyeri
 Meminimalkan dan mencegah terjadinya komplikasi
WSD adalah pengaliran udara atau cairan
secara cepat dan terus menerus dari rongga
pleura dan dihubungkan dengan selang ke
botol (one way flow)
Tujuan WSD :
 Pengeluaran udara dan atau cairan dari
rongga pleura
 Memasukkan obat ke dalam rongga pleura
Tube Care : Chest Drainage
1. Preparation of Equitment
2. Insertion of chest drain
3. Management Of The Patient Following Chest Drain
Insertion

4. Management of the Wound


5. Nursing Management Of The Drainage System
6. Changing The Chest Drain Bottle
7. Removal Of The Chest Drain
 Ujung selang terendam 2cm
dibawah permukaan cairan.
 Tersedia lubang yang
menghubungkan dengan udara
bebas (outlet udara).
 Cairan pada selang tampak naik-
turun pada inspirasi dan ekspirasi
(undulasi).
 Amankan sambungan-sambungan
selang dan botol dengan plester.
 Jaga agar botol selalu berada lebih
rendah daripada dada pasien.
 One bottle bersifat pasif (gravitasi),
tidak dihubungkan dengan suction.
 Botol ke-1 untuk mengumpulkan
cairan yang terdrainase
 Jika botol ke-2 dihubungkan ke
suction, botol ke-2 mengontrol
tingginya tekanan negative
 Jika selang venting pada botol
ke-2 dicelupkan 10cm di bawah
permukaan air dan suction
dinyalakan, tekanan negative
sebesar 10cmH2O akan bekerja
pada rongga pleura.
 Botol pertama untuk drainase cairan dan
udara dari rongga pleura, tidak perlu diberi
cairan antiseptic.
 Kelebihan: Kualitas dan kuantitas cairan
pleura lebih akurat dinilai, cairan dan udara
lebih mudah terdrainase karena tidak ada
resistensi
 Botol ke-2 adalah water seal
 Botol ke-3 adalah suction control
 Jaga semua selang tetap paten, tidak ada yang kinking / tertekuk
 Plester semua sambungan, pastikan tidak ada kebocoran
 Periksa ketinggian cairan water seal dan suction control. Tambahkan
cairan steril bila diperlukan.
 Tandai produksi cairan setiap hari (atau setiap jam pada kasus
observasi hemotoraks).
 Amati undulasi dan bubble.
 Jangan angkat sistem wsd lebih tinggi dari dada pasien.
 Letakkan botol atau gantung botol pada bed pasien dengan aman
 Jangan mengosongkan botol dari cairan pleura yang terlalu banyak
 Sistem WSD disposable adalah single use
 Bila botol terguling, kembalikan botol pada posisi tegak, minta pasien
napas dalam lalu batuk.
 Chest tube dapat diklem sementara saat mengganti botol atau sesuai
permintaan dokter
Trauma thorak dan abdomen membutuhkan penatalaksanaan secara
cepat dan tepat karena dapat menyebabkan kematian.

Hipoksemia – hipoxia adalah masalah yang sangat serius pada trauma


thorak - abdomen, intervensi dini perlu dilakukan untuk pencegahan
dan mengoreksinya.

Trauma yang bersifat mengancam nyawa secara langsung dilakukan


terapi secepatnya dan sesederhana mungkin.

Kebanyakan kasus trauma thorak yang mengancam nyawa diterapi


dengan mengontrol airway atau dekompresi thorak dengan jarum atau
melakukan pemasangan selang thorak dan monitoring ketat.
 Pada pasien trauma abdomen pertahankan pasien pada
brancar/tandu, tujuan: kontrol perdarahan,
mempertahankan volume darah.
 Jika trauma abdomen dengan visera, tutup dengan balutan
steril yang dilembabkan dengan NaCl. Jika benda menancap,
jangan dicabut tetapi dilakukan fixasi.
 Perlunya pengetahuan yang memadai bagi SDM Kesehatan
tak terkecuali perawat dalam pola asuhannya
REFERENSI
Danusantoso. 2013. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta. EGC
Djojodibroto. 2009. Respirologi. Jakarta. EGC
Hilton P (2004) Evaluating the treatment options for spontaneous pneumothorax Nursing Times Vol. 100 No.
28 pp. 32-33
Krisanty. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta. TIM
Marieb, E. N. (2004) Human anatomy and physiology 6th Edition Benjamin Cummings, Menlo Park, California,
USA
Mattson Porth C (2005) Pathophysiology: Concepts of altered health states 7th edition Philadelphia, USA:
Lippincott
Santosa. 2005. Panduan Nanda. Prima Medika. Yogyakarta
Subekti. 2013. Keperawatan Kritis. Jakarta. EGC
Suratun. 2010. Askep Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal. Jakarta. TIM
Tabrani. 2013. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta. Trans Info Media
Umami. 2008. Pemantauan Pasien Kritis. Erlangga
Wuryanto. 2012. Manual Pemasangan WSD. Jakarta. Badan Penerbit FKUI
Wahyuningsih. 2012. Diagnosa Keperawatan. Jakarta. EGC
WE HOPE ALWAYS HEALTHY SO CAN DO EVERY ACTIVITIES

Anda mungkin juga menyukai