TESIS
Spesialis-I
Ilmu Bedah
MARETHANIA MAHERANNY
NPM : 0706310942
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,dan semua sumber baik yang
dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
NPM : 0706310942
Tandatangan :
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
saya dapat menyelesaikan penelitian ini sebagai salah satu syarat kelengkapan dalam
menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Ilmu Bedah di Departemen
Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa
segala pencapaian saya ini tidak lepas dari bantuan, doa restu, dukungan, dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu saya menyampaikan rasa hormat,
penghargaan dan ucapan terimakasih kepada:
- Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM (K) sebagai Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia saat ini yang telah memberikan kesempatan kepada saya
untuk menjalani proses pendidikan di fakultas yang beliau pimpin.
- Dr. dr. Toar J.M. Lalisang Sp.B-KBD selaku Kepala Departemen Ilmu Bedah
FKUI atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk dapat mengikuti
pendidikan di departemen yang beliau pimpin.
- dr. Riana P. Tamba Sp.B Sp.BA selaku Ketua Program Studi Spesialis-I Ilmu
Bedah saat ini yang telah berusaha keras sehingga saya dapat menyelesaikan
pendidikan spesialis Ilmu Bedah.
- dr.Amir Tayeb Sp.B Sp.BA selaku Ketua Program Studi Spesialis-I Ilmu Bedah
terdahulu serta kepada para staf di Koordinator Pendidikan atas segala kesempatan,
bimbingan, dan perhatian yang telah diberikan kepada saya selama saya menempuh
pendidikan.
- dr. Sastiono, Sp.B Sp.BA selaku Ketua Divisi Bedah Anak atas segala bantuan,
dukungan, perhatian, dan kepercayaan yang telah diberikan kepada saya selama saya
melakukan penelitian di divisi yang beliau pimpin.
- Dr. dr. Hanifah Oswari Sp.A(K) sebagai pembimbing penelitian yang telah
memberikan bimbingan dan perhatian kepada saya di tengah jadwal yang padat dan
bersedia meluangkan waktu untuk memberi bimbingan, masukan, dan bantuan
selama saya mengerjakan penelitian.
- dr.Ening Krisnuhoni MS, Sp.PA(K) sebagai pembimbing patologi anatomi, yang
memberikan banyak saran dan masukan pemeriksaan patologi anatomi. Terima
kasih yang tak terhingga atas waktu dan ilmu yang telah diberikan.
Marethania Maheranny
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas royalti non-
eksklusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/formatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan
tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta,
dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Marethania Maheranny
Conclusion : Factors that can affect the success of the action in the form of free
kasai yellow portoenterostomi 3 months post-Kasai biliary atresia patients is not
yet known. The possibility degree of fibrosis affecting the success of the Kasai
portoenterostomi to reach the age of 1 year. There are differences in the
histopathological characteristics of biliary atresia patients in other country.
RINGKASAN ……………………………………………………………….. 30
HE Hematoxylin eosin
RR Relative risk
PENDAHULUAN
Saat ini pasien atresia bilier di RSCM pada periode 2008 sampai 2013 belum
pernah dilakukan evaluasi untuk menilai keberhasilan dari portoenterostomi
Kasai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi angka keberhasilan portoenterostomi Kasai. Dengan diketahuinya
faktor-faktor tersebut, diharapkan dapat memberikan petunjuk bagi para tenaga
medis sebelum melakukan portoenterostomi Kasai dengan tujuan operasi
mendapatkan hasil yang optimal.
1.3.1.Tujuan umum
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui indikasi penderita atresia bilier yang
dapat dilakukan operasi portoenterostomi Kasai.
1.3.2.Tujuan khusus
TINJAUAN PUSTAKA
Insiden Atresia bilier paling tinggi di Jepang, China dan kemungkinan Asia
Selatan (1 dalam 8-9000) dibandingkan dengan negara Eropa dan Amerika Serikat
(1 dalam 12 -15000). Di Eropa dan Amerika 10% dari kasus ditemukan adanya
kelainan kongenital dan sindroma yang spesifik dan saling berhubungan, biasanya
disebut sebagai Biliary Atresia Splenic Malformation (BASM) Syndrome. Sindrom
ini terdiri dari kelainan lien (polisplenia), situs inversus, kelainan jantung dan
pembuluh darah termasuk tidak adanya vena cava inferior dan vena porta
preduodenal. Keadaan ini banyak ditemukan pada wanita dan pada trimester
pertama kehamilan mengalami sakit diabetes maternal hal tersebut diduga
sebagai penyebab keadaan tersebut.
Bilirubin adalah produk akhir katabolisme protoporfirin besi atau heme, 75%
berasal dari hemoglobin dan 25% dari heme di hepar, mioglobin otot serta
eritropoesis yang tidak efektif di sumsum tulang.
Ada 2 teori yang menjelaskan terjadinya atresia bilier sebagai suatu kelainan
kongenital dimana terjadi kegagalan rekanalisasi dari duktus biliaris :4
1. Oklusi yang terjadi karena proliferasi cepat dari sel epitel saat kehidupan
fetal
2. Destruksi progresif saat perkembangan duktus bilier ekstrahepatik dan
intrahepatik akibat suatu proses inflamasi yang tidak spesifik.
Gambar 2.1 Skema faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya atresia bilier (Willemien
de Vries: Strategies to improve the outcome of biliary atresia, Lesson from the Dutch
national database: 2011)
Penderita atresia bilier selalu tampak sehat saat lahir, gejala pertama akan timbul
pada minggu kedua setelah lahir.
Laboratorium
Ultrasonografi :
- Proliferasi duktus
- Adanya plus empedu pada saluran empedu yang kecil
- Edema pada saluran portal
1 (sedikit fibrosis) Tidak terdapat septa atau septum yang sangat tipis; dapat
ditemukan pelebaran porta atau fibrosis ringan pada
sinusoid
2 (fibrosis ringan) Terdapat septa yang tipis atau jarang, terdapat pelebaran
dari porta atau fibrosis sinusoid ringan
3 (fibrosis berat) Terdapat septa dengan ketebalan sedang dengan
gambaran sirosis
4a (sirosis) terdapat septa disertai adanya nodul. Dengan septa yang
tipis atau satu septa yang tebal
4b (sirosis sedang) terdapat 2 septa yang tebal akan tetapi tidak pada semua
septa dan kurang dari setengah luas lapangan biopsi
tampak adanya nodul.
4c (sirosis berat) terdapat minimal satu septum tebal atau lebih dari
setengah luas lapangan spesimen biopsi tampak adanya
nodul
Pada jurnal yang dilakukan oleh Weerasooriya dkk., dari Washington University
mereka membagi derajat fibrosis menjadi 3, yaitu :6
Hepatoportoenterostomi
1957, Kasai memperkenalkan terapi untuk jenis atresia bilier yang masih dapat
diperbaiki sebagai pembukaan mengenai hepatik portoenterostomi. Kasai hepatik
portoenterostomi meliputi Roux en Y rekonstruksi dengan memodifikasi dengan
menghilangkan penempatan stoma dan menjadi standar operasi untuk atresia
bilier.
Lambung
1. Usia pasien, operasi berhasil apabila dilakukan pada usia kurang dari 2 bulan
3. Ukuran dari duktus dalam jaringan hati yang dapat menjamin drenase empedu
Hal yang perlu diperhatikan adalah derajat fibrosis dan derajat sirosis yang terjadi
karena sangat menentukan dalam memperkirakan kesuksesan dari operasi yang
dilakukan.
3. Gangguan aliran darah pada hepar dan usus pada pasien yang sudah sirosis
menyebabkan perdarahan hidung, mudah terjadi memar pada kulit, varises
pada gaster dan esophagus, retensi cairan
METODE PENELITIAN
Populasi target dari penelitian ini adalah pasien atresia bilier yang menjalani
portoenterostomi Kasai. Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah pasien anak
yang menjalani portoenterostomi Kasai di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
dan RS.Mitra Keluarga Kelapa Gading.
Sampel adalah subyek penelitian yang merupakan bagian dari populasi terjangkau
yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel diambil dengan cara
consecutive sampling. Semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria
pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan
terpenuhi.
Besar sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini sebanyak 36 orang, dengan
menggunakan analisis katagorik tidak berpasangan dengan kesalahan tipe 1
ditetapkan sebesar 5% dan kesalahan tipe 2 sebesar 20%.
Variabel bebas : derajat fibrosis, derajat sirosis, usia saat operasi kurang dari 90
hari, nilai bilirubin direk sebelum operasi, nilai gamma GT.
Pengambilan data diambil dari data rekam medis pasien dengan atresia yang
menjalani tindakan portoenterostomi Kasai dari catatan operasi divisi Bedah
Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Patologi Anatomi, Instalasi Bedah
Pusat (IBP) periode 1 Januari 2008 – 30 Mei 2013. Dari rekam medis tersebut,
diambil data pasien berupa nama, usia saat menjalani portoenterostomi Kasai,
jenis kelamin, pemeriksaan patologi anatomi dengan menilai derajat fibrosis pada
saat sebelum dilakukan portoenterostomi Kasai, kadar bilirubin direk preoperatif
dan 3 bulan pasca operasi .
Deskriptif
Analitik
• Bebas kuning 3 bulan adalah suatu keadaan dimana nilai bilirubin total
<2mg/dL.
HASIL PENELITIAN
Selama bulan 1 Januari 2008 – 30 Mei 2013 didapatkan 20 orang pasien yang
memenuhi kriteria inklusi. Lima orang pasien tidak dapat diikutsertakan pada
penelitian ini karena tidak ditemukannya blok parafin untuk dilakukan
pemeriksaan dan tidak ditemukannya rekam medis pasien sehingga pasien tidak
dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan. Jumlah subjek perempuan adalah sepuluh
orang dan sisanya laki-laki. Karakteristik subjek penelitian tercantum pada
Tabel 4.1 dan Tabel 4.2
Tabel 4.1 Karakteristik pasien atresia bilier yang dilakukan portoenterostomi Kasai (n=15)
Keberhasilan Kasai
n (%) Berhasil (%) Gagal (%)
[n=5] [n=10]
Jenis Kelamin
Perempuan 10 (66.7) 2 (40) 8 (80)
Laki-laki 5 (33.3) 3 (60) 3 (30)
Derajat Fibrosis
Grade II 3 (20) 1(20) 2 (20)
Grade III 12 (80) 4 (80) 8 (80)
Derajat Sirosis
0 3 (20) 1 (20) 2 (20)
4a 2 (13.3) 1 (20) 1 (10)
4b 2 (13.3) 0 2 (20)
4c 8 (53.3) 3 (60) 5 (50)
Usia saat operasi
<90 hari 9 (60) 3 (60) 6 (60)
>90 hari 6 (40) 52 (40) 4 (40)
Keberhasilan Kasai
N Berhasil Gagal
(n=5) (n=10)
Bilirubin direk (mg/dL) 8.6 (±1.9) 8.0 (±2.2) 8.9 (±1.8)
Bilirubin total (mg/dL) 10.87(±2.3) 10.33(±1.43) 11.14(±2.66)
Nilai Gamma GT (U/L) 966 (±418) 1161 (±556) 868 (±321)
Tabel 4.3 Hubungan derajat fibrosis dengan outcome kematian < 1 tahun
GC
A B
P N
BF
BF
A B C
PEMBAHASAN
Berdasarkan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 250 juta jiwa dengan angka
kelahiran hidup 2,5% pertahun maka angka kejadian pasien yang menderita
atresia bilier diperkirakan sebanyak 300 - 450 pasien per tahun. Sedangkan di
Jakarta dengan jumlah penduduk sebanyak 10 juta jiwa diperkirakan angka
kejadian atresia bilier sebanyak 25 pasien pertahun. Akan tetapi jumlah pasien
yang didapatkan di RSCM sebanyak 10 pasien pertahun. Berdasarkan keadaan
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa banyak pasien yang tidak ditangani di
RSCM oleh karena sistem rujukan pasien ke rumah sakit pusat belum berjalan
dengan baik. Di negara maju pasien atresia bilier di rujuk ke rumah sakit pusat
yang ditunjuk untuk menangani atresia bilier dan ditangani secara multidisplin
ilmu (hepatologi, bedah hepatobilier, ahli gizi, dan tenaga kerja sosial) dengan
protokol penanganan atresia bilier di negara tersebut untuk didahului dengan
portoenterostomi Kasai dan bila gagal atau terlambat dipersiapkan untuk
transplantasi hati.
Di RSCM dari jumlah total pasien penderita atresia bilier yang dilakukan
portoenterostomi Kasai sebanyak 15 pasien didapatkan 66,7% adalah perempuan.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan beberapa kepustakaan menyatakan bahwa
atresia bilier ditemukan lebih banyak terjadi pada perempuan.19 Pada penelitian
ini pasien yang dilakukan operasi portoenterostomi Kasai sebanyak 60%
dilakukan pada usia kurang dari 90 hari dan 40 % pasien dilakukan operasi pada
usia lebih dari 90 hari.
Berdasarkan tabel 4.3 pada penelitian ini tampak bahwa pasien sebagian besar
memiliki derajat fibrosis 3 sedangkan pasien dengan derajat fibrosis 2 terdapat 3
dari 15 pasien. Pada perhitungan dari Table 4.3 memberikan gambaran bahwa
kemungkinan risiko terjadinya kematian sebelum usia 1 tahun dengan derajat
fibrosis 3 sebanyak 4 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan pasien derajat
fibrosis kurang dari 3. Pada perhitungan didapatkan outcome hidup 1 tahun pada
pasien dengan derajat fibrosis 2 sebanyak 3 dari 3 pasien yang dilakukan operasi
Pada penelitian ini dapat diperoleh kesimpulan bahwa atresia bilier yang ada di
Indonesia harus dideteksi secara dini dengan melakukan pemeriksaan biopsi hati
segera jika didapatkan kuning yang tidak mengalami perbaikan sampai usia 30
hari sehingga pasien dapat dipersiapkan untuk portoenterostomi Kasai pada usia
kurang dari 60 hari. Pada penelitian di RSCM didapatkan pasien dengan derajat
fibrosis 2 disertai giant cell yang kemungkinan berhubungan dengan infeksi yang
di dapat saat dalam kandungan akan tetapi dalam penelitian ini jumlah sampel
yang didapatkan sangat sedikit sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut
mengenai pengaruh giant cell terhadap keberhasilan portoenterostomi Kasai.
Pada penelitian Weerasooriya dkk., outcome hidup sampai usia 1 tahun pasien
derajat fibrosis 3 sebesar 2 dari 11 pasien sedangkan Outcome hidup sampai usia
1 tahun pada pasien dengan derajat fibrosis 3 pada penelitian di RSCM sebesar 3
dari 12 pasien. Pada perhitungan ini didapatkan hasil yang sama sehingga
memberikan gambaran kemungkinan derajat fibrosis memengaruhi outcome hidup
sampai usia 1 tahun. Berdasarkan analisis dengan beberapa penelitian yang
dilakukan negara lain terlihat bahwa usia saat dilakukan operasi tidak
berhubungan keberhasilan operasi sedangkan derajat fibrosis mempengaruhi
terhadap outcome hidup 1 tahun.
Pasien-pasien pada penelitian di RSCM mendapatkan terapi ursodeoxycholic acid
yang bertujuan untuk memperbaiki aliran empedu dengan dosis 10mg/kg/kali
sebanyak 3 kali sehari mulai dari sebelum portoenterostomi Kasai sampai dengan
sesudah portoenterostomi Kasai dengan dan pemberian antibiotika1 jam sebelum
6.1 Simpulan
2. Faktor usia saat operasi, nilai bilirubin direk, nilai gamma GT, dan derajat
fibrosis yang mempengaruhi keberhasilan portoenterostomi Kasai belum
dapat diketahui karena kecilnya jumlah sampel penelitian.
6.2 Saran
Penelitian ini tidak dapat dilakukan analisis multivariate pada penelitian ini adalah
analisis regresi logistic karena nilai p yang didapatkan pada analisis univariate
tidak ada yang mencapai nilai p < 0,25. Jumlah sampel yang digunakan adalah 15
pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mencari faktor-faktor yang mempengaruhi
terhadap keberhasilan portoenterostomi Kasai.
10. Bess T.Schoen, Hanmin Lee, Kevin Sullivan and Richard R.Ricketts: The
Kasai Portoenterostomy : When Is It Too Late? : Journal of Pediatric
Surgery, Vol.36 No.1(January) 2001:p 97-99.
12. R.Peter Altman, M.D, John R.Lily, M.D, Jonathan Greenfeld, M.D, Alan
Weinberg, M.S, Kathleen van Leeuwen, M.D, and Laura Flanigan, R.N.:
A Multivariable Risk Factor Analysis of the Portoenterostomy (Kasai)
Procedure for Biliary Atresia Twenty-Five Year of Experience From Two
Centers:University of Colorado: Ann Surg, September 1997,Vol.266,
No.3.
14. Rebecka L Meyer, Linda S.Book, Molly A.O’Gorman et al; High Dose
Steroids, Ursodeoxycholic Acid, and Chronic Intravenous Antibiotics
Improve Bile Flow After Kasai Procedure in Infants with Biliary
Atresia;University of Utah School of Medicine; Journal of Pediatric
Surgery, Vol.38, No.3 (march) 2003, pp 406-411.
17. Nio m, Ohi R, Saeki M, Shiraki K, Tanaka K (2003) ; Five and 10 year
survival rates after surgery for biliary atresia: a report form the Japanese
Biliary Atresia Registry. J Pediatr Surg 38(7) ; 997 – 1000.
18. Claus Petersen, Dorthe Harder, Michael Melter, Thomas Becker, et al;
Postoperative high-dose steroid do not improve mid term survival with
native liver in biliary atresia; The American Journal of Gastroenterology
103, 712-719 (March 2008).