Anda di halaman 1dari 49

UNIVERSITAS INDONESIA

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Angka Keberhasilan


Portoenterostomi Kasai

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Spesialis-I

Ilmu Bedah

MARETHANIA MAHERANNY

NPM : 0706310942

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM STUDI ILMU BEDAH
Jakarta, Desember 2013

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,dan semua sumber baik yang
dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Marethania Maheranny

NPM : 0706310942

Tandatangan :

Tanggal :13 Desember 2013

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh:


Nama : Marethania Maheranny
NPM : 0706310942
Program Studi : Ilmu Bedah
Fakultas : Kedokteran
Judul Tesis : Faktor-Faktor yang Memengaruhi Angka
Keberhasilan Portoenterostomi Kasai

Penelitian ini telah dilakukan di lingkungan Departemen Ilmu Bedah, Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, disetujui oleh:

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI

Tesis ini diajukan oleh:

Nama : Marethania Maheranny


NPM : 0706310942
Program Studi : Ilmu Bedah
Fakultas : Kedokteran
Judul Tesis : Faktor-Faktor yang Memengaruhi Angka
Keberhasilan Portoenterostomi Kasai

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Spesialis-1 Ilmu
Bedah pada program studi Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
saya dapat menyelesaikan penelitian ini sebagai salah satu syarat kelengkapan dalam
menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Ilmu Bedah di Departemen
Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa
segala pencapaian saya ini tidak lepas dari bantuan, doa restu, dukungan, dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu saya menyampaikan rasa hormat,
penghargaan dan ucapan terimakasih kepada:
- Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM (K) sebagai Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia saat ini yang telah memberikan kesempatan kepada saya
untuk menjalani proses pendidikan di fakultas yang beliau pimpin.
- Dr. dr. Toar J.M. Lalisang Sp.B-KBD selaku Kepala Departemen Ilmu Bedah
FKUI atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk dapat mengikuti
pendidikan di departemen yang beliau pimpin.
- dr. Riana P. Tamba Sp.B Sp.BA selaku Ketua Program Studi Spesialis-I Ilmu
Bedah saat ini yang telah berusaha keras sehingga saya dapat menyelesaikan
pendidikan spesialis Ilmu Bedah.
- dr.Amir Tayeb Sp.B Sp.BA selaku Ketua Program Studi Spesialis-I Ilmu Bedah
terdahulu serta kepada para staf di Koordinator Pendidikan atas segala kesempatan,
bimbingan, dan perhatian yang telah diberikan kepada saya selama saya menempuh
pendidikan.
- dr. Sastiono, Sp.B Sp.BA selaku Ketua Divisi Bedah Anak atas segala bantuan,
dukungan, perhatian, dan kepercayaan yang telah diberikan kepada saya selama saya
melakukan penelitian di divisi yang beliau pimpin.
- Dr. dr. Hanifah Oswari Sp.A(K) sebagai pembimbing penelitian yang telah
memberikan bimbingan dan perhatian kepada saya di tengah jadwal yang padat dan
bersedia meluangkan waktu untuk memberi bimbingan, masukan, dan bantuan
selama saya mengerjakan penelitian.
- dr.Ening Krisnuhoni MS, Sp.PA(K) sebagai pembimbing patologi anatomi, yang
memberikan banyak saran dan masukan pemeriksaan patologi anatomi. Terima
kasih yang tak terhingga atas waktu dan ilmu yang telah diberikan.

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


- dr. Marini, Sp.PA yang telah memberikan bantuan dalam melakukan pemeriksaan
review slide di laboratorium patologi anatomi
- Divisi Patologi anatomi FKUI-RSCM yang telah mengizinkan penggunaan
fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian dan membantu dalam melakukan
pemeriksaan sampel.
- Para guru besar dan staf pengajar di Departemen Ilmu Bedah FKUI/RSCM atas
segala ilmu, bimbingan dan teladan yang telah diberikan selama saya menjalani
pendidikan. Segala ilmu dan teladan yang diberikan telah memberi warna terhadap
pola pikir dan kehidupan professional saya.
- Para koordinator dan ketua divisi di lingkungan Departemen Ilmu Bedah
FKUI/RSCM yang telah memberikan dukungan saran dan kesempatan selama
proses pendidikan saya.
- Staf administrasi di lingkungan Departemen Ilmu Bedah FKUI yang telah banyak
membantu proses pendidikan dan penelitian saya.
- Para senior dan teman sejawat Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis-I di
lingkungan Departemen Ilmu Bedah atas kerjasama dan kebersamaannya selama
masa pendidikan saya.
- Teman-teman seangkatan: dr. Aseanne Femelia, dr.Syarif Mustika dan dr.Rico
Darmayanto yang telah banyak berperan dalam proses pendidikan saya di
Departemen Ilmu Bedah. Terima kasih atas pengertian, kerjasama, dan persahabatan
yang tercipta di antara kita semua selama ini sehingga memudahkan situasi selama
pendidikan. Semoga hubungan persaudaraan yang erat antara kita semua tetap
berlangsung walaupun jarak memisahkan.
- Teman-teman di Departemen Ilmu Kesehatan Anak : dr.Winda, dr.Lala, dr. Kanya
yang telah membantu saya selama pembuatan paper ini.
- Terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan kepada orangtua saya: Akmal Hasan
dan Maryanah Sukartini yang telah memberikan kesempatan seluas-luasnya
sehingga saya bisa menyelesaikan pendidikan dan mendapat gelar Spesialis Bedah.
Begitu banyak dukungan dan perhatian yang saya terima, serta begitu banyak doa
yang dipanjatkan untuk saya, agar tercapai cita-cita ini pada akhirnya.
- Adik tercinta, sahabat setia, sekaligus kolega yang paling dapat diandalkan telah
mendampingi saya dalam segala situasi tanpa kenal lelah, dalam suka dan duka.

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


Terima kasih banyak atas semua kasih sayang dan pengorbanan yang diberikan
kepada saya.
- Serta kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan kepada saya selama ini. Semoga Allah SWT memberikan
balasan yang berlipat ganda atas kebaikan yang telah diberikan.

Jakarta, 13 Desember 2013

Marethania Maheranny

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertandatangan


di bawah ini:
Nama : Marethania Maheranny
NPM : 0706310942
Program Studi : Ilmu Bedah
Departemen : Ilmu Bedah
Fakultas : Kedokteran
Jenis Karya : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia hak bebas royalti non-eksklusif (non-exclusive royalty-free
right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Angka Keberhasilan Portoenterostomi Kasai

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas royalti non-
eksklusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/formatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan
tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta,
dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Jakarta, 13 Desember 2013


Yang menyatakan,

Marethania Maheranny

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


ABSTRAK

Nama : Marethania Maheranny


Program Studi : Ilmu Bedah
Judul : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Keberhasilan
Portoenterostomi Kasai

Latar Belakang : Tatalaksana utama atresia bilier adalah pembedahan dengan


tujuan utama mengembalikan aliran empedu dengan melakukan eksisi seluruh sisa
duktus biliaris ekstrahepatik dan melakukan rekonstruksi dengan mengalirkan
cairan empedu ke usus halus (yeyunum) melalui hubungan artifisial yang disebut
portoenterostomi. Saat ini pasien atresia bilier di RSCM pada periode 2008
sampai 2013 belum pernah dilakukan evaluasi untuk menilai keberhasilan dari
portoenterostomi Kasai.
Tujuan : Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui indikasi penderita atresia
bilier yang dapat dilakukan operasi portoenterostomi Kasai.
Metode : Penelitian ini adalah studi kohort retrospektif , yang menggunakan
analisis regresi logistik. Sampel diambil dengan metode consecutive sampling.
Pada subjek penelitian dilakukan pemeriksaan histopatologi untuk menilai derajat
fibrosis dan sirosis dan laboratorium.. uji Chi Square digunakan pada variabel
kategorik bila hasil tidak memenuhi syarat Chi Square maka dilanjutkan dengan
uji Fisher
Hasil : Prevalensi yang didapatkan dari 15 data angka keberhasilan berdasarkan
kriteria bebas kuning 3 bulan sebesar 33,3% (5 dari 15 pasien) dengan angka
kegagalan hingga 66,7%. Untuk melihat adanya kemungkinan hubungan antara
derajat fibrosis dengan outcome hidup sampai dengan usia 1 tahun dilakukan
perhitungan dengan uji Fisher didapatkan RR = 4 , nilai p = 0,04 dan 95%
interval kepercayaan 1,5 – 10,65.

Simpulan : Faktor - faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan tindakan kasai


berupa bebas kuning 3 bulan pasca portoenterostomi Kasai pada pasien atresia
bilier belum dapat diketahui. Terlihat kemungkinan derajat fibrosis
mempengaruhi terhadap keberhasilan portoenterostomi Kasai untuk mencapai
usia 1 tahun. Terdapat perbedaan karakteristik histopatologi dengan pasien
atresia bilier di negara lain
Kata kunci : atresia bilier

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


ABSTRACT

Nama : Marethania Maheranny


Study Program : General surgery
Title : Factors that influence the success rate of portoenterostomi Kasai

Backgrounds : Management of biliary atresia is a major surgery with the primary


objective to restore the flow of bile by excision entire extrahepatic bile duct and
the rest of reconstructing the flow of bile into the small intestine (yeyunum)
through artificial relationship called portoenterostomi. Currently in RSCM biliary
atresia patients in the period 2008 to 2013 have not been evaluated to assess the
success of the Kasai portoenterostomi.
Aim : This study was conducted to determine the indication of biliary atresia
patients do portoenterostomi Kasai operation.
Methods : This was a cohort retrospectif study of consecutively-recruited billiary
atresia patients. Review histopathology examination to classification degree of
fibrosis and cirrosis . Further analysis using regresion logistic and Fisher’s test
was performed.
Results : Prevalence of data obtained from 15 success rate based on 3-month
criterion yellow free of 33.3% (5 of 15 patients) with a failure rate of up to 66.7%.
Correlation between the degree of fibrosis with life outcomes up to 1 year of age
calculation by Fisher's exact test obtained RR = 4, p = 0.04 and 95% confidence
interval 1.5 to 10.65.

Conclusion : Factors that can affect the success of the action in the form of free
kasai yellow portoenterostomi 3 months post-Kasai biliary atresia patients is not
yet known. The possibility degree of fibrosis affecting the success of the Kasai
portoenterostomi to reach the age of 1 year. There are differences in the
histopathological characteristics of biliary atresia patients in other country.

Keywords : Billiari atresia

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


DAFTAR ISI

Halaman judul …………………………………………………………….. i


Halaman pernyataan orisinalitas……………………………………………... ii
Halaman pengesahan ………………………………………………………… iii
Ucapan terima kasih …………………………………………………………. v
Halaman pernyataan persetujuan publikasi tugas akhir untuk kepentingan
akademik ……………………………………………………………………….
viii
Abstrak ……………………………………………………………………….... ix
Abstract ………………………………………………………………………. x
Daftar isi ……………………………………………………………………… xi
Daftar tabel ………………………………………………………………….. xiii
Daftar gambar ………………………………………………………………… xiv
Daftra tanda dan singkatan …………………………………………………… xv
Daftar lampiran ……………………………………………………………….. xvi
BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………………... 1
1.1 Latar belakang masalah ………………………………………………… 1
1.2 Rumusan masalah ……………………………………………………….. 3
1.3 Tujuan penelitian ……………………………………………………….. 3
1.3.1. Tujuan umum ……………………………………………………. 3
1.3.2. Tujuan khusus …………………………………………………… 3
1.4 Manfaat penelitian ……………………………………………………….. 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………….. 5

BAB 3 METODE PENELITIAN ……………………………………………. 14

3.1 Desain penelitian ………………………………………………………... 14

3.2 Tempat dan waktu penelitian …………………………………………… 14

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


3.3 Populasi dan sampel ……………………………………………………. 14

3.4 Besar sampel ……………………………………………………………… 15

3.5 Kriteria inklusi dan eksklusi ……………………………………………. 15

3.6 Identifikasi variable …………………………………………………….. 15

3.7 Cara kerja ……………………………………………………………….. 15

3.8 Rencana pengolahan data ………………………………………………. 16

3.9 Definisi operasional ……………………………………………………… 16

BAB 4 HASIL PENELITIAN ……………………………………………….. 19

BAB 5 PEMBAHASAN ……………………………………………………… 23

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN …………………………………………. 29

6.1 Simpulan ……………………………………………………………. 29

6.2 Saran ……………………………………………………………….. 29

RINGKASAN ……………………………………………………………….. 30

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 31

Lampiran 1. Surat ijin penelitian patologi anatomi ………………………….. 34


Lampiran 2. Surat keterangan lolos kaji etik ………………………………………………….
35

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Karakteristik pasien atresia bilier yang dilakukan


portoenterostomi Kasai ……………………………… 19

Tabel 4.2 Tabel hasil laboratorium pasien atresia bilier yang


dilakukan portoenterostomi Kasai ……………………... 20

Tabel 4.3 Hubungan derajat fibrosis dengan outcome kematian < 1


tahun …………………………………………………... 20

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya atresia


bilier............................................................................ 7

Gambar 2.2 Tiga subtipe yang membedakan atresia bilier ............. 8

Gambar 2.3 Skema anatomi pada tindakan operasi portoenterostomi


Kasai ........................................................................... 11

Gambar 4.1 Pemeriksaan histopatologi dengan derajat fibrosis 2 22

Gambar 4.2 Pemeriksaan histopatologi dengan derajat fibrosis 3 22

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


DAFTAR TANDA DAN SINGKATAN

AST Aspartate aminotransferase

ALT Alanine aminotransferase

Gamma GT Gamma Glutamyltranspeptidase

HE Hematoxylin eosin

IBP Instalasi bedah pusat

RR Relative risk

RSCM Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat ijin penelitian patologi anatomi ......................................36

Lampiran 2. Surat keterangan lolos kaji etik.........................................................37

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Atresia billier merupakan suatu kelainan kongenital pada duktus biliaris


ekstrahepatik yang ditandai oleh proses inflamasi dan destruksi diikuti oleh proses
fibrosis dan obliterasi pada duktus biliaris yang berakhir dengan kerusakan duktus
biliaris intrahepatik. Tatalaksana utama atresia bilier adalah pembedahan dengan
tujuan utama mengembalikan aliran empedu dengan melakukan eksisi seluruh sisa
duktus biliaris ekstrahepatik dan melakukan rekonstruksi dengan mengalirkan
cairan empedu ke usus halus (yeyunum) melalui hubungan artifisial yang disebut
portoenterostomi. Hepatoportoenterostomi atau kerap disebut portoenterostomi
ini diperkenalkan oleh Mario Kasai pada tahun 1957 dan saat ini sering disebut
sebagai portoenterostomi Kasai.

Salah satu faktor predisposisi keberhasilan tindakan portoenterostomi Kasai


adalah usia pasien saat dioperasi. Penelitian di Jepang memperlihatkan bahwa
portoenterostomi Kasai yang dilakukan pada bayi berusia kurang dari 30 hari dan
usia antara 30 – 90 hari tidak memberikan hasil yang berbeda, akan tetapi jika
operasi dilakukan pada usia lebih dari 90 hari memberikan perbedaan dengan
hasil yang lebih buruk.16 Sedangkan penelitian yang dilakukan di negara Eropa
mengatakan bahwa keberhasilan portoenterostomi Kasai dipengaruhi oleh seorang
operator yang berpengalaman maka tujuan tindakan pembedahan untuk
memperbaiki aliran empedu sehingga kadar bilirubin normal dapat tercapai lebih
dari 80% pasien dengan usia 60 hari. Keberhasilan portoenterostomi Kasai dalam
memperbaiki aliran empedu hanya mencapai 20 – 30 % jika operasi dilakukan
pada pasien dengan usia lebih dari 60 hari.15 Dari penelitian yang dilakukan di
Amerika dan Inggris mereka mencari hubungan antara derajat fibrosis dengan
keberhasilan portoenterostomi Kasai, karena dengan bertambahnya umur maka
fibrosis hepatik yang terjadi juga akan semakin luas. Fibrosis hepatik tidak hanya

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


menjadi kelainan universal dan utama pada atresia bilier, fibrosis hati juga dapat
menjadi prediktor dalam menentukan keberhasilan portoenterostomi Kasai. Tanpa
portoenterostomi Kasai proses menjadi fibrosis hepatik dapat menjadi lebih
cepat. Keadaan ini dapat dilihat adanya sirosis hati yang dapat terjadi beberapa
minggu setelah kelahiran. Etiologi dari proses fibrosis ini belum diketahui
sepenuhnya. Faktor imun dan non imun diduga berperan pada patogenesis dari
atresia bilier yang dapat membuat kolestasis dan stres oksidatif yang dapat
menjadi pemicu terjadinya fibrosis hati pada atresia bilier.

Tercapainya tujuan portoenterostomi Kasai dilihat dari kadar bilirubin kembali


normal, 15 tahun keberhasilan akan didapatkan pada 90% kasus bahkan ada
sampai mencapai usia dekade ke 4. Apabila kadar bilirubin tetap tinggi setelah
operasi dan terjadi sirosis hepatis yang progresif dan biasanya pasien tidak dapat
bertahan sampai usia 2 tahun. Jika aliran empedu hanya terjadi parsial proses
kerusakan hepar baru terjadi pada pubertas atau usia dewasa. Pada akhirnya 70 –
80% pada pasien yang telah dilakukan portoenterostomi Kasai meskipun tindakan
kasai berhasil tetapi tetap membutuhkan transplantasi hati karena tetap terjadinya
kerusakan hati. Oleh karena itu, portoenterostomi Kasai dapat menjadi suatu tata
laksana pembedahan sehingga pasien dapat mencapai kondisi kesehatan yang
optimal sebelum dilakukan transplantasi hati.

Saat ini pasien atresia bilier di RSCM pada periode 2008 sampai 2013 belum
pernah dilakukan evaluasi untuk menilai keberhasilan dari portoenterostomi
Kasai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi angka keberhasilan portoenterostomi Kasai. Dengan diketahuinya
faktor-faktor tersebut, diharapkan dapat memberikan petunjuk bagi para tenaga
medis sebelum melakukan portoenterostomi Kasai dengan tujuan operasi
mendapatkan hasil yang optimal.

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


1.2 Rumusan Permasalahan

1. Berapa angka keberhasilan portoenterostomi Kasai di RSCM?


2. Apakah faktor usia saat operasi, nilai bilirubin direk, nilai gamma GT, dan
derajat fibrosis mempengaruhi terhadap keberhasilan portoenterostomi
Kasai ?
3. Apakah derajat fibrosis mempengaruhi outcome hidup selama 1 tahun?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1.Tujuan umum

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui indikasi penderita atresia bilier yang
dapat dilakukan operasi portoenterostomi Kasai.

1.3.2.Tujuan khusus

1. Mengetahui besarnya pengaruh derajat fibrosis, usia saat operasi, dan


pemeriksaan laboratorium pada pasien atresia bilier dengan keberhasilan
portoenterostomi Kasai.

2. Mengetahui pengaruh derajat fibrosis terhadap outcome hidup 1 tahun.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Manfaat untuk penyelengara pelayanan adalah dengan diketahuinya


faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu tindakan
portoenterostomi Kasai pada pasien atresia bilier maka kita dapat
menurunkan angka kematian dan komplikasi yang dapat terjadi setelah
tindakan operasi. Selain itu kita juga dapat memberikan tindakan yang
terbaik bagi pasien sesuai dengan derajat penyakit pasien.
b. Manfaat yang akan didapat bagi pasien adalah dapat mendapatkan terapi
yang tepat. Manfaat bagi penyelenggara pelayanan adalah dapat membuat
protokol terapi bagi pasien atresia bilier.

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


c. Manfaat bagi ilmu pengetahuan adalah dapat mengetahui derajat fibrosis
pada atresia bilier yang ada di RSCM dan mencari terapi yang sesuai
untuk pasien.

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Atresia bilier adalah suatu penyakit kolangiodestruktif baik intra dan


ekstrahepatik dari bagian sistem bilier yang dapat menyebabkan sirosis hati dan
kerusakan hati.

Insiden Atresia bilier paling tinggi di Jepang, China dan kemungkinan Asia
Selatan (1 dalam 8-9000) dibandingkan dengan negara Eropa dan Amerika Serikat
(1 dalam 12 -15000). Di Eropa dan Amerika 10% dari kasus ditemukan adanya
kelainan kongenital dan sindroma yang spesifik dan saling berhubungan, biasanya
disebut sebagai Biliary Atresia Splenic Malformation (BASM) Syndrome. Sindrom
ini terdiri dari kelainan lien (polisplenia), situs inversus, kelainan jantung dan
pembuluh darah termasuk tidak adanya vena cava inferior dan vena porta
preduodenal. Keadaan ini banyak ditemukan pada wanita dan pada trimester
pertama kehamilan mengalami sakit diabetes maternal hal tersebut diduga
sebagai penyebab keadaan tersebut.

Neonatal hiperbilirubinemia secara fisiologis banyak terjadi pada jenis bilirubin


indirek dan sembuh dengan sendirinya. Namun pada atresia billier dengan
sumbatan pada sistem bilier ekstrahepatik, maka dijumpai peningkatan kadar
bilirubin direk.

Bilirubin adalah produk akhir katabolisme protoporfirin besi atau heme, 75%
berasal dari hemoglobin dan 25% dari heme di hepar, mioglobin otot serta
eritropoesis yang tidak efektif di sumsum tulang.

Pembentukan bilirubin dimulai dengan terputusnya cincin tetrapirol rantai lurus


(biliverdin) enzim yang pertama kali terlibat mikrosomal heme-oksigenase.
Struktur hati sudah disesuaikan untuk uptake bilirubin. Aliran darah melalui
sinusoid lebih lambat dari aliran darah yang melalui kapiler karena aliran darah ini
lebih berasal dari tekanan vena dibanding tekanan arterial. Bilirubin yang terikat
dengan albumin dengan mudah akan mengalir dari plasma ke dalam space of disse

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


diantara endotelium dan hepatosit, karena lapisan endothelial sinusoid hati tidak
mempunyai lamina basalis sebagaimana dijumpai pada sistem kapiler organ lain.
Bilirubin dipisahkan dari albumin dan memasuki hepatosit melalui membran
reseptor karier sehingga mudah memasuki hepatosit. Dalam hepatosit bilirubin
berkonjugasi dengan asam glukuronat yang terjadi di retikulum endoplasma
(mikrosom). Hasil konjugasi adalah ester dengan atau tanpa rantai samping asam
propionat pada cincin B dan C pirol bilirubin. Setelah berkonjugasi bilirubin
diekskresi dengan melawan gradien konsentrasi hepatosit melali membran
kanalikuli ke dalam saluruan duktur biliaris.

Infeksi oleh Cytomegalovirus, group C rotavirus, dan Reovirus type 3 mempunyai


implikasi pada beberapa kasus. Kolestasis juga menyebabkan terjadinya
kerusakan saluran bilier.

Ada 2 teori yang menjelaskan terjadinya atresia bilier sebagai suatu kelainan
kongenital dimana terjadi kegagalan rekanalisasi dari duktus biliaris :4

1. Oklusi yang terjadi karena proliferasi cepat dari sel epitel saat kehidupan
fetal
2. Destruksi progresif saat perkembangan duktus bilier ekstrahepatik dan
intrahepatik akibat suatu proses inflamasi yang tidak spesifik.

Selanjutnya dijumpai keragaman mekanisme patogenesis pada atresia bilier.


Pertama, hasil dari obliterasi pada banyak segmen dari sistem bilier menyebabkan
kolestasis dimana terjadi retensi yang merangsang produksi sitokin merangsang
terbentuknya toxic hydrophobic garam empedu dan proliferasi pada duktus.

Kedua, retensi dari xenodeoxicholic acid menyebabkan terjadinya apoptosis


hepatosit dan nekrosis. Hepatosit akan menghasilkan faktor tambahan yang
merangsang terjadinya proses fibrosis dan akan diperberat oleh profibrogenic
cytokine yang dilepaskan dari proliferasi duktulus. Pada perkembangan
selanjutnya kerusakan parenkim dan reaksi fibrosis menyebabkan sirosis bilier
yang pada akhirnya menyebabkan gangguan fungsi hati.

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


Ada penelitian yang memperlihatkan dimana infants dengan perinatal / acquired
biliary atresia memiliki prevalensi yang tinggi terhadap HLA B12 jika
dibandingkan dengan kontrol pasien normal dan terhadap infants dengan atresia
bilier dengan kelainan kongenital, haplotype A9-B5 dan A28-B35 juga sering
terdapat pada infants dengan perinatal atresia bilier.20

Atresia bilier terbagi menjadi 2 tipe yaitu

1. Fetal – embryonic : terjadi dalam 2 minggu kehidupan, 10 – 20 %


berhubungan dengan terjadinya kelainan kongenital. Ikterus terjadi dalam
waktu cepat setelah kelahiran dan tidak ada interval bebas ikterus

2. Perinatal/postnatal acquired : Ikterus ditemukan pada neonatus dan


infant usia 4 – 8 minggu. Terjadi inflamasi progresif dan obliterasi pada
duktus bilier ekstrahepatik yang terjadi setelah kelahiran. Tipe ini tidak
berhubungan dengan anomalia kongenital dan terdapat interval bebas
ikterus yang pendek.

Gambar 2.1 Skema faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya atresia bilier (Willemien
de Vries: Strategies to improve the outcome of biliary atresia, Lesson from the Dutch
national database: 2011)

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


Klasifikasi atresia bilier (The Japanese Association of Paediatric Surgeon) :

• Tipe 1 : atresia yang terjadi pada common bile duct (11,9%)


• Tipe 2 : atresia yang terjadi pada hepatic duct (2,5%)
• Tipe 3 : atresia yang terjadi pada common bile duct sampai ke porta
hepatic (84,1%)

Gambar 2.2 Tiga subtipe yang membedakan atresia bilier


(http://www.google.com/imgres?imgurl=http://dc169.4shared.com/do
c/rTMYa6YD/preview_html_m7a371532.jpg&imgrefur)

Penderita atresia bilier selalu tampak sehat saat lahir, gejala pertama akan timbul
pada minggu kedua setelah lahir.

- Ikterus pada 2 – 3 minggu pertama setelah lahir.

- Urine yang pekat berwarna kecoklatan

- Feses yang berwarna pucat

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


Pemeriksaan yang dapat menunjang diagnosis atresia bilier :

Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium menunjukan : Serum bilirubin direk 40 - 200µmol


(normal <15µmol), Serum aminotransferase selalu abnormal, konsentrasi AST
dan ALT 80 – 200 U/l (normal <50 U/L), Serum alkali phosphatase selalu
meningkat diatas 1000 u/l (normal 150 – 700 U/l), γ Glutamyltranspeptidase
selalu meningkat (10x normal), albumin selalu normal, kolesterol dapat
meningkat tetapi trigliserida normal.

Masa protrombin normal, meskipun 5 % kasus memperlihatkan vit.K – responsive


coagulopathy, gula darah selalu normal

Ultrasonografi :

• Tidak tampak gambaran kantung empedu atau kantung empedu yang


contracted.
• Triangular cord
• Polisplenia, situs inversus, kelainan renal dan juga anatomi pembuluh
darah yang abnormal dapat ditemukan pada tipe fetal-embrional.

Biopsi Hati Perkutan

Akan didapatkan gambaran :

- Proliferasi duktus
- Adanya plus empedu pada saluran empedu yang kecil
- Edema pada saluran portal

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


Pada biopsi hati juga dapat kita lakukan pemeriksan derajat fibrosis, berdasarkan
Laenec yang membagi dalam 4 derajat yaitu :7

1 (sedikit fibrosis) Tidak terdapat septa atau septum yang sangat tipis; dapat
ditemukan pelebaran porta atau fibrosis ringan pada
sinusoid
2 (fibrosis ringan) Terdapat septa yang tipis atau jarang, terdapat pelebaran
dari porta atau fibrosis sinusoid ringan
3 (fibrosis berat) Terdapat septa dengan ketebalan sedang dengan
gambaran sirosis
4a (sirosis) terdapat septa disertai adanya nodul. Dengan septa yang
tipis atau satu septa yang tebal
4b (sirosis sedang) terdapat 2 septa yang tebal akan tetapi tidak pada semua
septa dan kurang dari setengah luas lapangan biopsi
tampak adanya nodul.
4c (sirosis berat) terdapat minimal satu septum tebal atau lebih dari
setengah luas lapangan spesimen biopsi tampak adanya
nodul

Pada jurnal yang dilakukan oleh Weerasooriya dkk., dari Washington University
mereka membagi derajat fibrosis menjadi 3, yaitu :6

Derajat 1 Fibrosis pada porta dan membentuk bridging fibrosis


(Mild - ringan) (jembatan) kurang dari 50%
Derajat 2 Fibrosis pada porta dengan bridging fibrosis lebih dari
(Moderate - sedang) 50% tanpa adanya gambaran nodulus
Derajat 3 Fibrosis pada porta dengan bridging fibrosis lebih dari
(Severe - berat) 50% dengan gambaran nodulus

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


Kolangiografi

Kolangiografi intraoperatif merupakan suatu baku emas dalam menegakkan


diagnosis atresia bilier.

Hepatoportoenterostomi

Untuk mengatasi masalah yang diakibatkan retensi empedu dilakukan prosedur


membuka duktus hepatikus. Dengan terbukanya duktus biliaris ekstrahepatik
sehingga dapat membuat drenase cairan empedu dari hepar, dengan mengganti
duktus biliaris ekstrahepatik menggunakan bagian dari usus (yeyunum) sehingga
dapat menjamin aliran empedu dari hati ke dalam saluran cerna disebut
portoenterostomi.

1957, Kasai memperkenalkan terapi untuk jenis atresia bilier yang masih dapat
diperbaiki sebagai pembukaan mengenai hepatik portoenterostomi. Kasai hepatik
portoenterostomi meliputi Roux en Y rekonstruksi dengan memodifikasi dengan
menghilangkan penempatan stoma dan menjadi standar operasi untuk atresia
bilier.

Lambung

Yeyunum yang dihubungkan


ke hati
Duodenum

Gambar 2.3. Skema anatomi pada tindakan operasi portoenterostomi Kasai


(https://www.google.com/search?q=portoenterostomy+kasai+image&client=firefox-
a&hs=E82&rls=org.mozilla)

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


Pada pengamatan dari beberapa portoenterostomi Kasai dapat diketahui bahwa
sistem bilier intrahepatik harus paten mulai dari duktus dalam hepar sampai ke
daerah porta hepatik. Pada usia lebih dari 2 bulan mulai ditemukan gambaran
kerusakan pada duktus bilier interlobular. Oleh karena ini sangat diharapkan agar
operasi dilakukan pada usia kurang dari 10 minggu.

Secara teori keberhasilan untuk mempertahankan aliran empedu sangat penting


untuk memastikan patensi struktur saluran bilier yang terdapat dekat dengan
daerah porta hepatis. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa keberhasilan
portoenterostomi Kasai ini dipengaruhi oleh :

1. Usia pasien, operasi berhasil apabila dilakukan pada usia kurang dari 2 bulan

2. Kerusakan hati yang sudah terjadi saat dilakukan operasi

3. Ukuran dari duktus dalam jaringan hati yang dapat menjamin drenase empedu

Hal yang perlu diperhatikan adalah derajat fibrosis dan derajat sirosis yang terjadi
karena sangat menentukan dalam memperkirakan kesuksesan dari operasi yang
dilakukan.

Perawatan pasca operasi yang harus diperhatikan adalah kemungkinan terjadinya


kolangitis dan mempertahankan aliran empedu sehingga diberikan obat-obatan
seperti antibiotik, ursodeoxycholic acid, dan pemberian kortikosteroid.

Komplikasi yang dapat terjadi setelah dilakukan portoenterostomi Kasai antara


lain :

1. Infeksi pada duktus biliaris dapat menyebabkan kolangitis asenden, diatasi


dengan pemberian antibiotik

2. Ikterus dan gatal untuk penatalaksanaannya diatasi dengan pemberian


phenobarbital, cholestyramine dan ursodeoxycholic acid

3. Gangguan aliran darah pada hepar dan usus pada pasien yang sudah sirosis
menyebabkan perdarahan hidung, mudah terjadi memar pada kulit, varises
pada gaster dan esophagus, retensi cairan

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


Target yang harus diperhatikan pada pada pasien pasca portoenterostomi Kasai :

1. Penilaian hasil jangka pendek: Dapat dilakukan pencegahan terjadinya


kolangitis berulang. Karena dengan terjadinya kolangitis berulang maka
dapat terjadi fibrosis yang progresif.
2. Penilaian hasil jangka panjang : Keberhasilan dari suatu portoenterostomi
Kasai adalah berhasilnya drenase empedu yang dapat kita lihat dari serum
bilirubin yang normal dalam 3 bulan.
Bila portoenterostomi Kasai tidak dapat dilakukan maka transplantasi hati
merupakan pilihan terapi untuk menyelesaikan masalah.

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan kohort retrospektif yang ditujukan untuk mencari
faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan portoenterostomi
Kasai.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dengan


mengumpulkan data rekam medis pada pasien-pasien dengan atresia yang
mengalami tindakan portoenterostomi Kasai dari catatan operasi divisi Bedah
Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Patologi Anatomi, Instalasi Bedah
Pusat (IBP) periode 1 Januari 2008 – 30 Mei 2013 dan pasien yang dilakukan
portoenterostomi Kasai di RS.Mitra Keluarga Kelapa Gading periode Agustus
2012 – April 2013.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi target dari penelitian ini adalah pasien atresia bilier yang menjalani
portoenterostomi Kasai. Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah pasien anak
yang menjalani portoenterostomi Kasai di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
dan RS.Mitra Keluarga Kelapa Gading.

Sampel adalah subyek penelitian yang merupakan bagian dari populasi terjangkau
yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel diambil dengan cara
consecutive sampling. Semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria
pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan
terpenuhi.

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


3.4 Besar Sampel

Besar sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini sebanyak 36 orang, dengan
menggunakan analisis katagorik tidak berpasangan dengan kesalahan tipe 1
ditetapkan sebesar 5% dan kesalahan tipe 2 sebesar 20%.

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi meliputi semua pasien anak yang dilakukan tindakan


portoenterostomi Kasai. Sedangkan kriteria eksklusi meliputi pasien dengan data
rekam medis yang tidak lengkap, blok parafin yang hilang, pasien yang tidak
dapat ditemukan keberadaannya (loss to follow up).

3.6 Identifikasi Variabel

Variabel terikat: bebas kuning 3 bulan setelah operasi.

Variabel bebas : derajat fibrosis, derajat sirosis, usia saat operasi kurang dari 90
hari, nilai bilirubin direk sebelum operasi, nilai gamma GT.

3.7 Cara Kerja

Pengambilan data diambil dari data rekam medis pasien dengan atresia yang
menjalani tindakan portoenterostomi Kasai dari catatan operasi divisi Bedah
Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Patologi Anatomi, Instalasi Bedah
Pusat (IBP) periode 1 Januari 2008 – 30 Mei 2013. Dari rekam medis tersebut,
diambil data pasien berupa nama, usia saat menjalani portoenterostomi Kasai,
jenis kelamin, pemeriksaan patologi anatomi dengan menilai derajat fibrosis pada
saat sebelum dilakukan portoenterostomi Kasai, kadar bilirubin direk preoperatif
dan 3 bulan pasca operasi .

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


3.8 Rencana Pengolahan Data

Deskriptif

Mengetahui karakteristik subjek penelitian berupa usia, jenis kelamin,


pemeriksaan patologi anatomi, derajat fibrosis pada saat operasi, kadar bilirubin
direk sebelum operasi dan bilirubin total 3 bulan pasca operasi.

Analitik

Membandingkan variabel bebas dengan variabel terikat. Uji regresi logistik


digunakan untuk menilai model prognosis keberhasilan kasai dari beberapa faktor
dengan syarat uji analisis masing-masing faktor p< 0,25 dan uji Chi Square
digunakan pada variabel kategorik bila hasil tidak memenuhi syarat Chi Square
maka dilanjutkan dengan uji Fisher . Uji data diolah dengan program SPSS 17.0
untuk menilai besar pengaruh faktor-faktor yang dapat menentukan keberhasilan
tindakan Kasai. Analisis dikatakan signifikan apabila p < 0,05.

3.9 Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan adalah sebagai berikut :

• Atresia bilier adalah Pasien yang sudah dilakukan tindakan kolangiografi


intraoperasi dan mendapatkan hasil sesuai dengan gambaran klasifikasi
atresia bilier berdasarkan The Japanese Association of Paediatric
Surgeon yang terdiri dari 3 tipe yaitu :
Tipe 1 : atresia yang terjadi pada common bile duct
Tipe 2 : atresia yang terjadi pada hepatic duct
Tipe 3 : atresia yang terjadi pada common bile duct sampai ke porta
hepatic

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


• Derajat fibrosis adalah suatu penilaian terhadap kerusakan hati ditandai
oleh adanya inflamasi pada porta yang berlanjut membentuk suatu
jaringan fibrosis. Pada penelitian ini terdapat 3 tingkatan derajat fibrosis
menurut Weerasooriya dkk.,

Derajat 1 - Mild (ringan) Fibrosis pada porta dan membentuk bridging


fibrosis (jembatan) kurang dari 50%
Derajat 2 - Moderate Fibrosis pada porta dengan bridging fibrosis
(sedang) lebih dari 50% tanpa adanya gambaran
nodulus
Derajat 3 -Severe (berat) Fibrosis pada porta dengan bridging fibrosis
lebih dari 50% dengan gambaran nodulus

• Derajat sirosis adalah suatu istilah mengenai kerusakan hati yaitu


terdapat nodulus pada gambaran potongan hati merupakan stadium akhir
dari fibrosis. Pada penelitian ini terdapat 4 tingkatan derajat sirosis
menurut Laenec yaitu :

Derajat 0 Pada derajat ini belum ditemukan nodulus


sirosis yang terdapat pada derajat fibrosis
kurang dari 3
Derajat 4a (Sirosis Terdapat septa disertai adanya nodul. Dengan
ringan) septa yang tipis atau satu septa yang tebal.
Derajat 4b (sirosis Terdapat 2 septa yang tebal akan tetapi tidak
sedang) pada semua septa dan kurang dari setengah
luas lapangan biopsi tampak adanya nodul.
Derajat 4c (sirosis berat) Terdapat minimal satu septum tebal atau lebih
dari setengah luas lapangan spesimen biopsi
tampak adanya nodul

• Bebas kuning 3 bulan adalah suatu keadaan dimana nilai bilirubin total
<2mg/dL.

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


• Outcome hidup 1 tahun adalah pasien yang dapat hidup sampai usia 1
tahun.
• Keberhasilan portoenterostomi Kasai adalah keadaan bebas kuning
dalam 3 bulan setelah operasi dengan nilai bilirubin total < 2 mg/dL.

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


BAB 4

HASIL PENELITIAN

Selama bulan 1 Januari 2008 – 30 Mei 2013 didapatkan 20 orang pasien yang
memenuhi kriteria inklusi. Lima orang pasien tidak dapat diikutsertakan pada
penelitian ini karena tidak ditemukannya blok parafin untuk dilakukan
pemeriksaan dan tidak ditemukannya rekam medis pasien sehingga pasien tidak
dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan. Jumlah subjek perempuan adalah sepuluh
orang dan sisanya laki-laki. Karakteristik subjek penelitian tercantum pada
Tabel 4.1 dan Tabel 4.2

Tabel 4.1 Karakteristik pasien atresia bilier yang dilakukan portoenterostomi Kasai (n=15)

Keberhasilan Kasai
n (%) Berhasil (%) Gagal (%)
[n=5] [n=10]
Jenis Kelamin
Perempuan 10 (66.7) 2 (40) 8 (80)
Laki-laki 5 (33.3) 3 (60) 3 (30)
Derajat Fibrosis
Grade II 3 (20) 1(20) 2 (20)
Grade III 12 (80) 4 (80) 8 (80)
Derajat Sirosis
0 3 (20) 1 (20) 2 (20)
4a 2 (13.3) 1 (20) 1 (10)
4b 2 (13.3) 0 2 (20)
4c 8 (53.3) 3 (60) 5 (50)
Usia saat operasi
<90 hari 9 (60) 3 (60) 6 (60)
>90 hari 6 (40) 52 (40) 4 (40)

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


Tabel 4.2 Tabel hasil laboratorium pasien atresia bilier yang dilakukan portoenterostomi Kasai
(n=15)

Keberhasilan Kasai
N Berhasil Gagal
(n=5) (n=10)
Bilirubin direk (mg/dL) 8.6 (±1.9) 8.0 (±2.2) 8.9 (±1.8)
Bilirubin total (mg/dL) 10.87(±2.3) 10.33(±1.43) 11.14(±2.66)
Nilai Gamma GT (U/L) 966 (±418) 1161 (±556) 868 (±321)

Pada perhitungan dengan analisis univariate didapatkan nilai p dari masing-


masing faktor : usia saat operasi, nilai bilirubin direk, nilai gamma GT, dan
derajat fibrosis tidak didapatkan nilai p di bawah 0.25 sehingga dapat disimpulkan
bahwa belum ada faktor - faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan
portoenterostomi Kasai berupa bebas kuning dalam 3 bulan pasca
portoenterostomi Kasai pada pasien atresia bilier.
Berdasarkan perhitungan univariate tersebut maka perhitungan jenis analisis
multivariat dengan analisis regresi logistic pada penelitian ini tidak dapat
dilakukan.

Tabel 4.3 Hubungan derajat fibrosis dengan outcome kematian < 1 tahun

Outcome kematian < 1 tahun


Derajat Hidup sampai usia Meninggal usia
fibrosis 1 tahun < 1 tahun
< Derajat 3 3 0 3
Derajat 3 3 9 12
6 9 15

Untuk melihat adanya kemungkinan hubungan antara derajat fibrosis dengan


outcome hidup sampai dengan usia 1 tahun dilakukan perhitungan dengan uji
Fisher didapatkan RR = 4 , nilai p = 0,04 dan 95% interval kepercayaan 1,5 –
10,65 dengan power penelitian 20% perhitungan ini dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


Derajat fibrosis pasien atresia bilier pada penelitian ini didapatkan derajat fibrosis
2 ditemukan pada 20% ( lihat Gambar 4.1) sedangkan pasien derajat fibrosis 3
sebanyak 80% ( lihat Gambar 4.2).

GC

A B

Gambar 4.1 Pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan A. Trichrome dengan pembesaran 5x


dan B. Hematoxylin eosin H.E dengan pembesaran 10x; tampak gambaran derajat
fibrosis 2 dengan giant cell, pada gambar tampak bridging fibrosis < 50 % tidak ditemukan adanya
nodulus ; BF ( Bridging fibrosis), GC(Giant cel) P
N

P N

BF

BF

A B C

Gambar 4.2 Pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan A. Thrichrome dengan pembesaran 5x


B. Hematoxylin eosin( H.E) dengan pembesaran 5x dan C. Hematoxylin eosin (H.E) dengan
pembesaran 10x; tampak gambaran derajat fibrosis 3 dengan sirosis, pada gambar dapat terlihat
adanya bridging fibrosis yang melewati porta disertai gambaran nodulus sirosis ; BF (bridging
fibrosis), P (porta), N (nodulus).

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


Prevalensi yang didapatkan dari 15 data angka keberhasilan berdasarkan kriteria
bebas kuning 3 bulan sebesar 33,3% (5 dari 15 pasien) dengan angka kegagalan
hingga 66,7%.

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


BAB 5

PEMBAHASAN

Berdasarkan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 250 juta jiwa dengan angka
kelahiran hidup 2,5% pertahun maka angka kejadian pasien yang menderita
atresia bilier diperkirakan sebanyak 300 - 450 pasien per tahun. Sedangkan di
Jakarta dengan jumlah penduduk sebanyak 10 juta jiwa diperkirakan angka
kejadian atresia bilier sebanyak 25 pasien pertahun. Akan tetapi jumlah pasien
yang didapatkan di RSCM sebanyak 10 pasien pertahun. Berdasarkan keadaan
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa banyak pasien yang tidak ditangani di
RSCM oleh karena sistem rujukan pasien ke rumah sakit pusat belum berjalan
dengan baik. Di negara maju pasien atresia bilier di rujuk ke rumah sakit pusat
yang ditunjuk untuk menangani atresia bilier dan ditangani secara multidisplin
ilmu (hepatologi, bedah hepatobilier, ahli gizi, dan tenaga kerja sosial) dengan
protokol penanganan atresia bilier di negara tersebut untuk didahului dengan
portoenterostomi Kasai dan bila gagal atau terlambat dipersiapkan untuk
transplantasi hati.

Di RSCM dari jumlah total pasien penderita atresia bilier yang dilakukan
portoenterostomi Kasai sebanyak 15 pasien didapatkan 66,7% adalah perempuan.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan beberapa kepustakaan menyatakan bahwa
atresia bilier ditemukan lebih banyak terjadi pada perempuan.19 Pada penelitian
ini pasien yang dilakukan operasi portoenterostomi Kasai sebanyak 60%
dilakukan pada usia kurang dari 90 hari dan 40 % pasien dilakukan operasi pada
usia lebih dari 90 hari.

Untuk menunjang penentuan prognosis portoenterostomi Kasai telah dilakukan


hubungan antara beberapa faktor prognosis berupa : usia saat portoenterostomi
Kasai, derajat fibrosis, derajat sirosis, nilai bilirubin sebelum operasi, dan nilai
gamma GT. Pada analisis univariate dari masing-masing variabel tidak
didapatkan faktor prediktor yang memiliki signifikansi p <0,25 sehingga analisis
multivariate tidak dilakukan.

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


Tanpa memperhatikan faktor prognostik, didapatkan prevalensi keberhasilan
portoenterostomi Kasai berupa bebas kuning selama 3 bulan setelah
portoenterostomi Kasai di RSCM sebesar 33,3% (5 dari 15 pasien) pada pasien
yang dilakukan operasi portoenterostomi Kasai. Jika dibandingkan dengan
penelitian lain dari beberapa negara berdasarkan usia pasien yang dilakukan
portoenterotomi Kasai dengan kriteria keberhasilan Kasai bebas kuning 3 bulan
didapatkan perbedaan hasil. Di negara Eropa angka keberhasilan portoenterostomi
Kasai dapat mencapai 80% pada pasien yang di operasi usia kurang dari 60 hari.
Pada pasien yang dilakukan portoenterostomi Kasai berusia lebih dari 60 hari
angka keberhasilan yang didapat 30%.16 Pada penelitian yang dilakukan oleh
Weerasooriya dkk., di Washington University mereka mendapatkan angka
keberhasilan portoenterostomi Kasai 30% pada pasien dilakukan operasi pada
usia lebih dari 49 hari sedangkan di pada penelitian di RSCM didapatkan sebesar
33,3 %. Pada penelitian yang dilakukan oleh Scoen dkk., mendapatkan hasil
bahwa pasien yang dilakukan operasi portoenterostomi Kasai pada usia lebih dari
75 hari didapatkan angka keberhasilan sebesar 83% sedangkan pada penelitian di
RSCM didapatkan angka keberhasilan sebesar 27%. Berdasarkan data tersebut
Scoen dkk., menyimpulkan bahwa portoenterostomi Kasai dapat dilakukan pada
pasien diatas usia 120 hari. Tagge dkk., melaporkan pasien mereka yang
dilakukan operasi pada usia lebih dari 84 hari didapatkan hasil anikterik. Suruga
dkk., melaporkan 40% dari pasien yang mereka lakukan operasi pada usia lebih
8-11
dari 90 hari didapatkan hasil yang baik. Berdasarkan perbedaan hasil yang
didapatkan pada beberapa penelitian menimbulkan pemikiran bahwa ada
perbedaan mengenai keberhasilan portoenterostomi Kasai berdasarkan usia saat
dilakukan operasi.

Berdasarkan tabel 4.3 pada penelitian ini tampak bahwa pasien sebagian besar
memiliki derajat fibrosis 3 sedangkan pasien dengan derajat fibrosis 2 terdapat 3
dari 15 pasien. Pada perhitungan dari Table 4.3 memberikan gambaran bahwa
kemungkinan risiko terjadinya kematian sebelum usia 1 tahun dengan derajat
fibrosis 3 sebanyak 4 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan pasien derajat
fibrosis kurang dari 3. Pada perhitungan didapatkan outcome hidup 1 tahun pada
pasien dengan derajat fibrosis 2 sebanyak 3 dari 3 pasien yang dilakukan operasi

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


portoenterostomi Kasai. Sedangkan pasien dengan derajat fibrosis 3 didapatkan 9
pasien meninggal sebelum usia 1 tahun dari 12 pasien yang dilakukan
portoenterostomi Kasai. Walaupun power penelitian ini kecil kita dapat
menyimpulkan kemungkinan derajat fibrosis dapat mempengaruhi terhadap
keberhasilan portoenterostomi Kasai dalam meningkatkan outcome hidup 1 tahun.
Kecilnya power penelitian yang didapatkan pada penelitian ini dapat diakibatkan
oleh sedikitnya jumlah sampel penelitian oleh pendataan pasien yang kurang baik
sehingga sulitnya mendapatkan pasien yang dapat diikutsertakan pada penelitian
ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Schoen dkk., di Atlanta berdasarkan hasil


pemeriksaan review slide histopatologi yang dilakukan oleh Tan dkk., didapatkan
bahwa tidak ditemukan korelasi antara usia saat operasi dengan patensi dari
duktus porta ataupun derajat inflamasi dalam keberhasilan portoenterostomi
Kasai. Berdasarkan derajat fibrosis menurut kriteria Laenec hasil pemeriksaan
review slide histopatologi pada penelitian Scoen dkk., dikelompokkan pada
derajat fibrosis 1 dimana lebih menonjol gambaran inflamasi di daerah porta
sedangkan fibrosis belum dapat terlihat. Pada penelitian yang dilakukan di RSCM
pasien yang dilakukan operasi portoenterostomi Kasai sebagian besar mempunyai
derajat fibrosis 3 dimana sudah terlihat adanya gambaran bridging fibrosis > 50%
dan nodulus sirosis. Berdasarkan perbedaan gambaran histopatologi tersebut
memberikan gambaran bahwa derajat fibrosis dapat menyebabkan perbedaan
angka keberhasilan operasi portoenterostomi Kasai pada pasien atresia bilier yang
ada di RSCM dengan penelitian yang dilakukan oleh Scoen dkk. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Weerasooriya dkk., mereka mendapatkan hasil bahwa pasien
yang dilakukan operasi portoenterostomi Kasai pada usia antara 60 hari sampai
90 hari yang memiliki derajat fibrosis 3 sebanyak 11 dari 30 pasien sedangkan
pasien dengan derajat fibrosis 2 ditemukan pada pasien yang dioperasi pada usia
30 sampai 60 hari sebanyak 14 dari 30 pasien dan pasien dengan derajat fibrosis 1
ditemukan pada usia kurang dari 30 hari sebanyak 5 dari 30 pasien. Pada
penelitian di RSCM pasien dengan derajat fibrosis 3 pada usia 60 hari sampai 90
hari terdapat 9 dari 11 pasien dan 2 dari 11 pasien dengan derajat fibrosis 2. Jika

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Weerasooriya dkk., jumlah
pasien dengan derajat fibrosis 3 ditemukan lebih besar pada penelitian di RSCM.
Dengan perbedaan hasil penelitian di RSCM dibandingkan dengan beberapa
penelitian yang dilakukan di negara lain berdasarkan derajat fibrosis maka
gambaran pasien atresia bilier yang ditemukan di RSCM memiliki perjalanan
penyakit yang cepat untuk menjadi fibrosis hal tersebut terlihat dari 9 dari 15
pasien pada penelitian ini memiliki derajat fibrosis 3 sehingga menimbulkan
pemikiran bahwa atresia bilier yang ditemukan di Indonesia memerlukan waktu
lebih cepat untuk dilakukan portoenterostomi Kasai.

Pada penelitian ini dapat diperoleh kesimpulan bahwa atresia bilier yang ada di
Indonesia harus dideteksi secara dini dengan melakukan pemeriksaan biopsi hati
segera jika didapatkan kuning yang tidak mengalami perbaikan sampai usia 30
hari sehingga pasien dapat dipersiapkan untuk portoenterostomi Kasai pada usia
kurang dari 60 hari. Pada penelitian di RSCM didapatkan pasien dengan derajat
fibrosis 2 disertai giant cell yang kemungkinan berhubungan dengan infeksi yang
di dapat saat dalam kandungan akan tetapi dalam penelitian ini jumlah sampel
yang didapatkan sangat sedikit sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut
mengenai pengaruh giant cell terhadap keberhasilan portoenterostomi Kasai.

Pada penelitian Weerasooriya dkk., outcome hidup sampai usia 1 tahun pasien
derajat fibrosis 3 sebesar 2 dari 11 pasien sedangkan Outcome hidup sampai usia
1 tahun pada pasien dengan derajat fibrosis 3 pada penelitian di RSCM sebesar 3
dari 12 pasien. Pada perhitungan ini didapatkan hasil yang sama sehingga
memberikan gambaran kemungkinan derajat fibrosis memengaruhi outcome hidup
sampai usia 1 tahun. Berdasarkan analisis dengan beberapa penelitian yang
dilakukan negara lain terlihat bahwa usia saat dilakukan operasi tidak
berhubungan keberhasilan operasi sedangkan derajat fibrosis mempengaruhi
terhadap outcome hidup 1 tahun.
Pasien-pasien pada penelitian di RSCM mendapatkan terapi ursodeoxycholic acid
yang bertujuan untuk memperbaiki aliran empedu dengan dosis 10mg/kg/kali
sebanyak 3 kali sehari mulai dari sebelum portoenterostomi Kasai sampai dengan
sesudah portoenterostomi Kasai dengan dan pemberian antibiotika1 jam sebelum

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


operasi dan dilanjutkan setelah post operasi . Berdasarkan Stategic to improve the
outcome of biliary atresia from Dutch National Database mereka melakukan
portoenterostomi Kasai pada usia kurang dari 60 hari sedangkan pasien yang
dilakukan operasi pada usia lebih dari 60 hari mereka kelompokkan sebagai
pasien yang mendapatkan pemberian terapi terlambat dan didapatkan bahwa usia
pada saat portoenterostomi Kasai tidak mempunyai perbedaan yang signifikan
dalam mempengaruhi keberhasilan portoenterostomi Kasai. Penatalaksanaan
pasca portoenterostomi Kasai dilakukan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya
kolangitis asending yang disebabkan oleh kuman yang berasal dari usus dengan
memberikan antibiotik. Pemberian ursodeoxycholic acid diberikan setelah
portoenterostomi Kasai dengan dosis 20mg/kg/hari untuk menjaga aliran empedu
kecuali pada kasus dimana dalam 1 bulan pertama setelah portoenterostomi Kasai
didapatkan penurunan kadar bilirubin direk kurang dari 50% maka pemberian
ursodeoxycholic acid dihentikan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Selain
itu dilakukan juga pemberian kortikosteroid dengan dosis awal 20mg/kg/hari pada
awal pasca portoenterostomi Kasai kemudian dosis diturunkan setiap hari
sebanyak 2.5mg/kg/hari. Pada hari ke 6 dosis obat mulai diturunkan bertahap
menjadi 2mg/kg/hari selama 5 hari dilanjutkan menjadi 1,5mg/kg/hari selama 5
hari, 1,0 mg/kg/hari selama 5 hari dan 0,5 mg/kg/hari selama 5 hari.
Kortikosteroid tidak diberikan pada pasien yang memiliki gejala infeksi virus
yang diketahui dari hasil biopsi hati.12 Pada penelitian yang dilakukan oleh
Rebecka dkk., menyatakan bahwa pemberian terapi steroid dosis tinggi,
ursodeoxycholic acid, dan antibiotik profilaksis dapat meningkatkan clearance
jaundice dan menurunkan kolangitis selain itu dapat memberikan kesempatan
13
persiapan lebih lama untuk dilakukannya transplantasi hati setelah kasai.
Penelitian yang dilakukan oleh Foroutan dkk., juga menyatakan bahwa pemberian
steroid dosis tinggi perioperative selain aman untuk pasien karena merupakan anti
inflamasi juga dapat menurunkan terjadinya kolangitis dan meningkatkan
keberhasilan portoenterostomi Kasai.14 Pada penelitian yang dilakukan oleh
Petersen dkk., menyatakan bahwa pemberian kortikosteroid dosis tinggi setelah
portoenterostomi Kasai tidak memberikan hasil yang efektif sehingga belum
dapat digunakan sebagai protokol dan masih memerlukan penelitian dari beberapa

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


center penelitian yang menggunakan steroid.18 Berdasarkan penelitian dari
beberapa negara lain maka pemberian kortikosteroid masih memerlukan
penelitian lanjutan sehingga belum dapat dipakai sebagai protokol terapi.

Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang mencoba mencari faktor-faktor


yang dapat memengaruhi keberhasilan portoenterostomi Kasai. Penelitian ini
memberikan gambaran derajat fibrosis pasien atresia bilier di Indonesia serta
dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya yang bertujuan untuk
mengevaluasi keberhasilan portoenterostomi Kasai. Pada penelitian ini dilakukan
kohort retrospektif, kendala yang ditemukan pada penelitian ini sulitnya untuk
mendapatkan data pasien yang cukup lengkap terutama saat pencarian blok
parafin di bagian patologi anatomi dan mencari keberadaan pasien saat ini karena
pasien tidak diikuti perkembangannya dengan teratur. Jumlah sampel pada
penelitian ini lebih sedikit dari yang direncanakan sebanyak 36 pasien. Penelitian
ini sebaiknya dilakukan secara kohort prospektif untuk dapat menilai keberhasilan
portoenterostomi Kasai. Sehingga data-data yang diperlukan untuk penelitian
dapat didapat secara lengkap dan pasien dapat selalu diikuti perkembangannya
secara teratur.

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian didapatkan kesimpulan :

1. Angka keberhasilan Kasai di RSCM sebesar 5 dari 15 pasien.

2. Faktor usia saat operasi, nilai bilirubin direk, nilai gamma GT, dan derajat
fibrosis yang mempengaruhi keberhasilan portoenterostomi Kasai belum
dapat diketahui karena kecilnya jumlah sampel penelitian.

3. Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan nilai RR = 4, nilai p = 0,04 dan 95%


interval kepercayaan 1,5 – 10,65 dengan power penelitian 20%. Derajat
fibrosis 3 mempunyai risiko terjadinya kematian sebelum usia 1 tahun
sebanyak 4 kali lebih banyak jika dilakukan portoenterostomi Kasai
dibandingkan dengan pasien derajat fibrosis kurang dari 3.

6.2 Saran

- Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor yang


memengaruhi keberhasilan portoenterostomi Kasai dengan mengikutsertakan
data penelitian ini.

- Perlunya dibentuk sistem rujukan dan protokol yang dapat digunakan di


Indonesia sehingga pasien mendapatkan penanganan pada pasien atresia bilier
yang tepat dan cepat.

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


RINGKASAN

Tercapainya tujuan portoenterostomi Kasai dilihat dari kadar bilirubin kembali


normal dalam 3 bulan setelah portoenterostomi Kasai, 15 tahun keberhasilan akan
didapatkan pada 90% kasus bahkan ada sampai mencapai usia dekade ke 4.
Apabila kadar bilirubin tetap tinggi setelah operasi dan terjadi sirosis hepatis yang
progresif dan biasanya pasien tidak dapat bertahan sampai usia 2 tahun. Jika
aliran empedu hanya terjadi parsial proses kerusakan hepar baru terjadi pada
pubertas atau usia dewasa. Pada akhirnya 70 – 80% pada pasien yang telah
dilakukan portoenterostomi Kasai meskipun tindakan kasai berhasil tetapi tetap
membutuhkan transplantasi hati karena tetap terjadinya kerusakan hati. Oleh
karena itu, portoenterostomi Kasai dapat menjadi suatu tata laksana pembedahan
yang cukup signifikan dalam menangani atresia bilier sebelum dilakukan
transplantasi hati.

Penelitian ini tidak dapat dilakukan analisis multivariate pada penelitian ini adalah
analisis regresi logistic karena nilai p yang didapatkan pada analisis univariate
tidak ada yang mencapai nilai p < 0,25. Jumlah sampel yang digunakan adalah 15
pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mencari faktor-faktor yang mempengaruhi
terhadap keberhasilan portoenterostomi Kasai.

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa angka keberhasilan portoenterostomi


Kasai sebesar 5 dari 15 pasien. Faktor - faktor yang dapat mempengaruhi
keberhasilan tindakan kasai berupa bebas kuning 3 bulan pasca portoenterostomi
Kasai pada pasien atresia bilier belum dapat diketahui. Terlihat kemungkinan
derajat fibrosis mempengaruhi terhadap keberhasilan portoenterostomi Kasai
untuk mencapai usia 1 tahun. Terdapat perbedaan karakteristik histopatologi
dengan pasien atresia bilier di negara lain. Perjalanan penyakit atresia bilier di
Indonesia sangat cepat sehingga memerlukan penanganan lebih cepat.
Kemungkinan derajat fibrosis memengaruhi terhadap outcome hidup sampai usia
1 tahun.

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


DAFTAR PUSTAKA

1. Enid Gilbert-Barness, John M.Opitz et al.Potter’s; Pathology of the Fetus,


Infant and Child.Edisi ke 2.Elsevier 2007, 1223 – 1226

2. Thomas D.Boyer, Teresa L.Wright, Michael P.Manns.Zakim and Boyer’s;


Hepatology a textbook of liver disease.Edisi ke 5,Elsevier 2006, 1356 -
1365

3. Kathryn L.Mc.Cance, Sue E.Huether.Pathophisiology the biologic basis


for disease in adults and children.Edisi 4.Mosby 2002.1247-1251, 1288-
1289

4. Jay L.Grosfeld, James A.O’Neill,Jr, Arnold G.Coran, Eric W.Fonkalsurd ;


Pediatric Surgery.Edisi 6,Volume 2, Elsevier 2006.1603 – 1619.

5. Michael Oh, Mohammed Hobeldin, Taylor Chen, Dan W Thomas;The


Kasai Procedure in the treatment of biliary atresia;W.B. Saunders
Company, 1995

6. Viraine S.Weerasooriya, MD, Frances V.White, MD, and Ross


W.Shepherd, MD, FRACP. Hepatic fibrosis and survival in biliary atresia.
Departments of Pediatrics and Pathology and Immunology, Washington
University School of Medicine, St.Louis, Missouri. 10.1016/jpeds
2003.09.042.

7. Robert D.Odze, John R.Goldblum: Surgical Pathology of the GI Tract,


Liver, Biliary Tract and Pancreas, 2nd ed 2009, p 1142

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


8. Tagge DU, Tagge EP, Drongowski RA, et al: A long term experience with
biliary atresia: Reassessment of prognostic factors. Ann Surg 214:590-598,
1991

9. Suruga K, Miyano T, Kitahara T, et al: Treatment of biliary atresia: A


study of our operative result. J Pediatr Surg 16:621-626, 1982.

10. Bess T.Schoen, Hanmin Lee, Kevin Sullivan and Richard R.Ricketts: The
Kasai Portoenterostomy : When Is It Too Late? : Journal of Pediatric
Surgery, Vol.36 No.1(January) 2001:p 97-99.

11. Barbara E.Wildhaber, Arnold G.Coran, Robert A.Drongowski, Ronald


B.Hirchl, dkw k: The Kasai Porthoenterostomy for Biliary Atresia:A
Review of a 27 Year Experience with 81 Patient; Journal of Pediatric
Surgery Vol.38, No.10 (October), 2003

12. R.Peter Altman, M.D, John R.Lily, M.D, Jonathan Greenfeld, M.D, Alan
Weinberg, M.S, Kathleen van Leeuwen, M.D, and Laura Flanigan, R.N.:
A Multivariable Risk Factor Analysis of the Portoenterostomy (Kasai)
Procedure for Biliary Atresia Twenty-Five Year of Experience From Two
Centers:University of Colorado: Ann Surg, September 1997,Vol.266,
No.3.

13. Willemien de Vries: Strategies to improve the outcome of biliary atresia,


Lesson from the Dutch national database: 2011

14. Rebecka L Meyer, Linda S.Book, Molly A.O’Gorman et al; High Dose
Steroids, Ursodeoxycholic Acid, and Chronic Intravenous Antibiotics
Improve Bile Flow After Kasai Procedure in Infants with Biliary
Atresia;University of Utah School of Medicine; Journal of Pediatric
Surgery, Vol.38, No.3 (march) 2003, pp 406-411.

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013


15. H.R.Foroutan, A.H.Hosseini S.M.Dehghani, S.A.Banani, A.Bahador, et al;
Perioperative high dose v Post operative Low dose steroid terapi in the
management of biliary atresia : a preliminary report; Shiraz University of
Medical Sciences ; Iran J Med Sci June 2008; vol.33 No.2 pp 79-83.

16. Giorgina Mieli-Vergani, Diego Vergani; Biliary atresia; Institute of liver


studies, King’s
College London School of Medicine; Semin Immunopathol (2009)
31:371-781.

17. Nio m, Ohi R, Saeki M, Shiraki K, Tanaka K (2003) ; Five and 10 year
survival rates after surgery for biliary atresia: a report form the Japanese
Biliary Atresia Registry. J Pediatr Surg 38(7) ; 997 – 1000.
18. Claus Petersen, Dorthe Harder, Michael Melter, Thomas Becker, et al;
Postoperative high-dose steroid do not improve mid term survival with
native liver in biliary atresia; The American Journal of Gastroenterology
103, 712-719 (March 2008).

19. George W.Ho;comb III, J.Patrick Murphy; Ashcraft’s Pediatric Surgery;


Fifth edition; Saunders Elsevier; 2010; hal 557 – 573.

20. Alastair D.Burt, Bernard C.Portmann, et al. ; MacSween’s Pathology of


the liver ; fifth edition; Churchill livingstone; 2007; hal 153 – 159.

Faktor-faktor yang memengaruhi…, Marethania Maherany, FK UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai