ILUSTRASI KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. MA
Tanggal Lahir
: 29/01/2010 (6 tahun)
BB
:20 kg
TB
: 105 cm
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Kenanga 2 no. 42
Masuk RS
: 30/1/2016
Keluar RS
: 1/2/2016
Tanggal Periksa : 30/01/2016
No. RM
: 2015-679148
II.
III.
Ayah
Tn. T
39 th
SMA
Pedagang Es Krim
Islam
ANAMNESA
Alloanamnesa dengan ibu pasien
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
Ibu
Ny. HA
31 th
SMA
Ibu Rumah Tangga
Islam
Pasien memiliki riwayat asma yang dimulai dari umur 5 tahun. Sesak kambuh
paling banyak 1 bulan sekali, dan saat kambuh pasien dibawa ke klinik atau
puskesmas untuk diuap kemudian dipulangkan. Bila sesak napas kambuh,
terkadang napas berbunyi ngik-ngik tetapi tidak bunyi saat sesak berat.
Seringkali sesak didahului oleh batuk pilek. Batuk dan sesak juga seringkali
muncul pada sore dan malam hari. Mual disangkal, muntah disangkal, diare
disangkal. Makan dan minum normal.
Adanya riwayat asma diakui, riwayat alergi tidak diketahui, riwayat
kejang sebelumnya disangkal, riwayat pengobatan OAT disangkal, riwayat
imunisasi lengkap dan teratur di puskesmas kecamatan. Adanya keluarga yang
sedang sakit batuk disangkal, riwayat keluarga dengan pengobatan OAT
disangkal, riwayat asma dalam keluarga diakui (ibu pasien), adanya keluarga
yang merokok diakui (kakek pasien).
Riwayat Makanan :
Pasien minum ASI sampai umur 3 tahun. Mulai diberi makan bubur (seperti
cerelac) umur 4 bulan. Diberi nasi tim umur 9 bulan. Sehari-harinya pasien
makan sesuai dengan apa yang dimasak di rumah. Anak mau makan sayursayuran seperti sayur sop dan tahu tempe. Lebih sering memasak ayam
dibanding daging. Anak sulit minum air mineral dan lebih suka meminum susu.
Kesan : Kualitas dan kuantitas makanan cukup
-
Riwayat Imunisasi
:
Imunisasi dasar dilakukan di puskesmas kecamatan. Ibu menuturkan
imunisasi dasar lengkap dan sesuai jadwal.
IV.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tanda-tanda Vital
o Frekuensi Nadi : 132 x/menit kuat angkat
o Frekuensi Nafas : 40 x/menit
o Suhu
: 36,4C
4. Kepala
: Normocephal, Lingkar kepala cm,
rambut hitam merata dan tidak mudah dicabut.
5. Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Refleks cahaya (+/+), Pupil bulat isokor, mata cekung (-)
6. Telinga
: Normotia, serumen (+/+), sekret (-/-)
7. Hidung
: Deviasi septum (-), sekret (-), nafas cuping hidung (-)
8. Tenggorok
: T1-T1 tenang, faring hiperemis (-), uvula di tengah
9. Mulut
: Mukosa bibir basah, sariawan (-)
10. Leher
: KGB tidak teraba membesar, trakea tidak deviasi
11. Jantung
a. Inspeksi
: Iktus kordis tidak tampak
b. Palpasi
: Iktus kordis teraba di sela iga V mid-klavikula sinistra
c. Perkusi
:
i.
Batas atas jantung di sela iga 3 garis sternal kiri
ii.
Batas kanan jantung di sela iga 4 garis sternal kanan
iii.
Batas kiri jantung di sela iga 4 garis midklavikula kiri
d. Auskultasi
12. Paru
a. Inspeksi
b. Palpasi
c. Perkusi
d. Auskultasi
13. Abdomen
a. Inspeksi
b. Auskultasi
c. Palpasi
V.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
30/01/2016
13,3
38 L
15.09 H
Nilai Rujukan
10,8 12,8 g/dL
35 43%
5500 15.500/ L
Eritrosit
Trombosit
5.2
276.000
L
Basofil
Eosinofil
Neutrofil
0
3
0L
01
13
08
Batang
Neutrofil
86 H
25 60
Segmen
Limfosit
Monosit
LUC
7L
3
1
25 60
16
<4
Interpretasi hasil
Cor
: Normal
Aorta
: Normal, trakhea ditengah
Pulmo
: Hili normal. Corakan bronkovaskular baik.
Sinus costofrenikus dan diafragma baik
Jaringan lunak dan tulang-tulang dinding dada baik
Kesan
: COR dan Pulmo dalam batas normal
VI.
RESUME
6
Pasien seorang anak laki-laki usia 6 tahun, datang ke IGD RSUD Pasar
Rebo dengan keluhan sesak sejak 1 hari SMRS, sesak disertai batuh berdahak dan
pilek yang juga sejak 1 hari SMRS, Keluhan mual, muntah, disangkal oleh pasien.
Buang air besar dan buang air kecil normal. Makan minum baik. Sebelumnya pasien
sempat berobat ke klinik dan puskesmas untuk diuap dan diberikan combivent,
setelah itu dipulangkan. Sesak tidak membaik semalaman, dan keesokan siangnya
pasien dibawa ke IGD. Pasien memiliki riwayat asma dari umur pasien 5 tahun dan
kambuh paling banyak 1 kali setiap bulannya. Ibu pasien juga memiliki riwayat asma.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan gizi overweight, keadaan
umum tampak sakit sedang, pernafasan cepat 40x/menit, frekuensi nadi normal
132x/menit. Pada pemeriksaan hidung tidak tampak adanya nafas cuping hidung,
pada inspeksi paru tidak tampak adanya retraksi dinding dada, pada auskultasi
terdengar ronkhi yang jelas pada kedua lapang paru dan terdengar lebih kencang pada
paru kanan. Wheezing terdengar pada kedua lapang paru. Pemeriksaan fisik lainnya
dalam batas normal. Dari pemeriksaan rontgen thorax, COR dan pulmo dalam batas
normal.
VII.
DIAGNOSIS KERJA
Asma bronkial serangan ringan, terkontrol.
PENATALAKSANAAN
Infus Kaen IB 8 tpm
Inhalasi combivent I (albuterol+ipratropium bromide) + pulmicort I (budesonide) +
NaCl 2 cc (3 x 1)
X.
PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanastionam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
FOLLOW UP
7
31-1-2016
S: Sesak sudah lebih membaik dibandingkan sebelumnya. Batuk (+) pilek (+), Makan
dan minum baik. Mengeluh perut sakit saat batuk. BAB pagi ini (-) BAK (+) normal.
O: Keadaan Umum: Tampak Sakit Sedang; Kesadaran: CM
N: 116x/m
RR: 68x/m
S: 36,5 C
Status Generalis
Kepala : N
Mata : CA -/-, SI -/Thorax: Retraksi intercostal (-)
COR: BJ I-II Normal regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: Suara vesicular +/+, Rhonki +/+, Wheezing +/+
Abdomen: Datar, supel, Bising usus (+) normal, Nyeri tekan (-)
Ekstremitas: akral hangat, edema (-)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Asma
Asma adalah kondisi inflamasi kronik pada saluran pernapasan yang menyebabkan
obstruksi jalan napas. Inflamasi kronik tersebut menimbulkan penyempitan jalan napas atau
hiperresponsif jalan napas karena sebuah pencetus.1
Menurut GINA, Asma menyebabkan gejala seperti wheezing, napas pendek, rasa berat
pada dada, dan batuk yang bervariasi kemunculannya, frekuensi, dan berat tidaknya. Gejala
tersebut berhubungan dengan aliran udara pada saluran pernapasan, yaitu sulitnya udara keluar
dari paru-paru karena bronkokonstriksi (penyempitan saluran napas), penebalan dinding saluran
pernapasan, dan peningkatan produksi mucus.2
Eksaserbasi asma adalah episode yang ditandai dengan peningkatan progresif dari gejala
napas pendek, batuk, wheezing atau rasa berat pada dada dan penurunan progresif fungsi paru.
Istilah eksaserbasi biasa dikenal dalam literature klinis, sedangkan pada klinisi di rumah sakit,
eksaserbasi dapat disebut asma berat akut atau flare-up. Sedangkan pasien lebih mengenal
kata serangan. Eksaserbasi dapat muncul pada pasien yang sudah didiagnosis dengan asma
atau, dalam beberapa kasus, merupakan serangan asma yang pertama terlihat. Eksaserbasi
biasanya muncul karena respon terhadap paparan eksternal (seperti infeksi virus pada ISPA atas,
pollen, polusi) dan/atau kurang patuhnya pasien pada pengobatan controller. Eksaserbasi berat
juga dapat muncul pada pasien dengan asma ringan atau asma terkontrol.2
2.2
Epidemiologi
Asma merupakan penyakit respiratori kronik yang paling sering ditemukan, terutama di
Negara maju. Penyakit ini umumnya dimulai sejak masa anak-anak. Asma memiliki dampak
negatif bagi penderitanya, terutama anak-anak, karena anak yang menderita asma sering kali
tidak masuk sekolah dan memiliki keterbatasan aktivitas.5
Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti. Hasil penelitian pada anak
sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (International Study on
Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 melaporkan prevalensi asma sebesar 2,1%,
sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%. Hasil survey asma pada anak sekolah di
beberapa kota di Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta,
Malang dan Denpasar) menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun) berkisar
antara 3,7-6,4%, sedangkan pada anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8%.4
2.3
menunjukkan adanya kombinasi antara panajanan lingkungan dan faktor keturunan dan
kecenderungan genetik. Pajanan dari lingkungan yang dimaksud diantaranya, allergen, infeksi
saluran pernapasan oleh virus, dan polusi kimia dan biologis seperti asap rokok.1
Pada host yang memiliki predisposisi, respon imun pada pajanan tersebut dapat
menimbulkan inflamasi dan perbaikan yang tidak sempurna pada jaringan saluran pernapasan
yang rusak. Kemudian disfungsi paru terjadi. Proses patogenik yang terjadi pada pertumbuhan
paru pada saat muda dapat mempengaruhi pertumbuhan saluran pernapasan dan diferensiasi,
berujung ke pertumbuhan yang menyimpang saat di masa tua. Saat asma sudah berkembang,
pajanan yang terus-menerus akan menambah parah perjalanan penyakit asma, membuat penyakit
menjadi presisten, dan meningkatkan resiko eksaserbasi yang berat.1
2.4. Patofisiologi
Obstruksi jalan napas pada asma adalah suatu akibat dari banyak proses patologis. Pada
jalan napas yang sempit, aliran udara diregulasi oleh otot halus yang melingkari lumen saluran
pernapasan; bronkokonstriksi pada otot bronchiolar ini menyebabkan penyempitan jalan napas
dan mengganggu aliran udara. Infiltrat dari inflamasi selular dan eksudatnya mengandung
eosinophil yang juga mengandung sel inflamasi lainnya (neutrophil, monosit, limfosit, sel mast,
basophil), hal ini dapat memenuhi lumen dan menghalangi aliran udara, juga menginduksi
kerusakan epitel. Limfosit T helper dan sel imun lain yang memproduksi proallergic, sitokin
proinflamatory (IL-4, IL-5, IL-13), dan kemokin (eotaxin) memediasi proses inflamasi tersebut.1
Hipersensitivitas terhadap pajanan tertentu atau pencetus dapat menimbulkan inflamasi
saluran napas, edema, penebalan membrane basal, deposisi kolagen subepitelia;, hipertrofi otot
polos dan kelenjar mucus, dan hipersekresi mucussemua hal tersebut dapat berperan dalam
obstruksi jalan napas.1
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alergen, virus,
dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut. Asma dapat terjadi melalui 2 jalur,
yaitu jalur imunologis dan syaraf otonom. Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE,
10
merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat.
Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE
abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE
terutama melekat pada permukaan sel mast pada interstisial paru, yang berhubungan erat dengan
bronkiolus dan bronkus kecil. Bila sesorang menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi
IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang melekat
pada sel mast dan menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator.
Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor kemotaktik, eosinofil
dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil,
sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga
menyebabkan inflamasi saluran nafas.4
Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran nafas terjadi segera yaitu 10-15 menit
setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator sel
mast terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada fase lambat, reaksi
terjadi setelah 6-8 jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi
seperti eosinofil, sel T, sel mast dan antigen precenting cell (APC) merupakan sel-sel kunci
fdalam patogenesis asma.4
Pada jalur syaraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen,
makrofag alveolar, nervus vagus, dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal
menyebabkan reflek bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan
makrofag akan menbuat epitel saluran napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk
ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh
mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel
mast, misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut, dan SO 2. Pada keadaan
tersebut, reaksi asma terjadi melalui reflek syaraf. Ujung syaraf eferen vagal mukosa yang
terangsang menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A, dan
Calcitonin Gen-Related Peptid (CGRP). Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya
bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan aktifasi sel-sel
inflamasi.4
11
12
PNAA membagi asma menjadi 3, yaitu asma episodik ringan, episodik sedang, dan asma
persisten. Dasar pembagian asma pada anak adalah frekuensi serangan, lamanya serangan,
aktivitas diluar serangan dan beberapa pemeriksaan penunjang.3
13
2.7 Diagnosis
Baik GINA, Konsensus Internasional, maupun PNAA menekankan diagnosis asma
didahului batuk dan atau mengi. Gejala awal tersebut ditelusuri dengan algoritme kemungkinan
diagnosis asma (Diagram 1). Pada algoritme tampak bahwa batuk dan/atau mengi yang berulang
(episodik), nokturnal, musiman, setelah melakukan aktivitas, dan adanya riwayat atopi pada
penderita maupun keluarganya merupakan gejala atau tanda yang patut diduga suatu asma.
Untuk sampai pada diagnosis asma perlu suatu pemeriksaan tambahan seperti uji fungsi paru
atau pemberian obat bronkodilator yang digunakan sebagai indikator untuk melihat respons
pengobatan, bahkan bila diperlukan dapat dilakukan uji provokasi bronkus dengan histamin atau
metakolin.3
14
15
Pemeriksaan Fisik
Pada asma eksaserbasi, wheezing ekspirasi dan ekspirasi memanjang dapat ditemukan
pada auskultasi. Penurunan suara napas pada lapang paru, paling sering pada lobus kanan bawah
bagian posterior, menunjukkan adanya hipoventilasi karena obstruksi jalan napas. Crackles dan
ronkhi dapat terdengar, disebabkan oleh banyaknya lender dan eksudat inflamasi pada jalan
napas. Kombinasi adanya crackle segmental dan penurunan suara napas dapat menunjukkan
adanya atelectasis segmental yang sulit dibedakan dengan pneumonia dan dapat mempersulit
manajemen asma.1
Pemeriksaan Penunjang1
16
Controller: pengobatan sehari-hari pada asma. Obat ini berfungsi untuk mengurangi
inflamasi pada saluran napas, mengontrol gejala, dan menurunkan resiko eksaserbasi.
Reliever: pengobatan untuk pasien yang membutuhkan penanganan langsung pada
saat serangan atau eksaserbasi. Pengobatan ini juga dianjurkan untuk pencegahan
jangka pendek untuk bronkokonstriksi yang dicetuskan oleh aktivitas fisik.
Mengurangi dan idealnya menghilangkan penggunaan pengobatan reliever adalah
tujuan utama pada manajemen asma dan sebagai tolak ukur keberhasilan pengobatan
asma.
Terapi tambahan untuk asma berat: obat-obatan yang diberikan pada pasien dengan
gejala persisten dan/atau eksaserbasi yang sudah diberikan controller dosis tinggi
(high dose ICS dan LABA) dan penanganan pada faktor resiko yang dapat diubah.
17
18
sedangkan formoterol bekerja setelah 5-10 menit. Kedua obat tersebut bekerja selama 12
jam.1
Leukotriene-modifying agents
Leukotrin adalah mediator proinflamator poten yang menginduksi bronkospasma, sekresi
mucus, dan edema saluran pernapasan. Ada 2 jenis leukotriene-modifiers yang sudah
dikembangkan: leukotrin sintesis inhibitor dan leukotriene receptor antagonist (LTRA).
Zileuton (leukotrin sintesis inhibitor) tidak boleh digunakan pada anak <12 tahun, karena
pemberiannya 4 kali sehari, dapat menyebabkan peningkatan enzim liver pada 2-4%
pasien. LTRA (montelukast dan zafirlukast) direkomendasikan pada asma persisten
ringan dan obat tambahan ICS untuk asma persisten sedang.1
Anti-inflamasi nonsteroid
Cromolyn dan Nedocromil adalah anti-inflamasi nonsteroid yang dapat menginhibisi
respon asmatik yang terinduksi oleh allergen dan menurunkan bronkospasma yang
disebabkan oleh aktivitas. Kurang efektif dibandingkan dengan ICS dan LTRA.1
Teofilin
Bronkodilator dan anti-inflamasi. Tidak lagi digunakan sebagai lini pertama pengobatan
bagi anak-anak. Over dosis teofilin dapat menyebabkan nyeri kepala, vomitus, aritmia,
kejang, dan kematian.1
Reliever
Short-acting inhaled beta agonist (SABA)
SABA (albuterol, levalbuterol, terbutalin, pirbuterol) bereaksi cepat, dan berdurasi 4-6
jam. Obat yang digunakan pada asma akut. Beta agonis menyebabkan bonkodilatasi
dengan merelaksasikan otot polos pada jalan napas, menurunkan permeabilitas vascular
dan edema saluran pernapasan.1
Antikolinergik
Ipatropium bromide bersifat kurang poten dalam fungsinya sebagai bronkodilator, bila
dibandingkan dengan beta agonis. Bila dikombinasikan dengan albuterol, ipratropium
dapat meningkatkan fungsi paru dan menurunkan angka rawat pada anak yang datang ke
unit gawat darurat. Digunakan pada anak semua umur dengan asma eksaserbasi.1
Gejala
Controller
- Gejala asma atau membutuhkan pengobatan Tidak membutuhkan controller
SABA < 2x/bulan
19
eksaserbasi
yang
membutuhkan
2.9 Prognosis
Batuk berulang dan wheezing muncul pada 35% anak di umur sebelum masuk sekolah.
Sekitar 1/3 akan berlanjut menjadi asma persisten pada saat usia anak bertambah, dan sekitar 2/3
anak akan mengalami perbaikan dengan sendirinya dalam 10 tahun. Asma yang berat pada umur
20
7-10 tahun dapat menjadi prediksi adanya asma persisten pada masa dewasa. Anak dengan asma
sedang sampai berat disertai fungsi paru yang menurun cenderung akan memiliki asma persisten
pada saat dewasa. Anak dengan asma ringan disertai fungsi paru yang normal cenderung akan
membaik seiring dengan waktu, walaupun sebagian memiliki asma periodik.1
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Kliegman, R., et al. 2011. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi 19. Halaman 780-800.
Philadelphia: Elsevier Saunders.
2. Global Strategy for Asthma Management and Prevention. 2015. Global Initiative For
Asthma.
3. Supriyatno, B. 2005. Diagnosis dan Tatalaksana Terkini Asma pada Anak. Majalah
Kedokteran Indonesia, Volume: 55; No.3, Maret 2005
4. Rengganis, I. 2008. Diagnosis Dan Tatalaksana Asma Bronkhiale. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI: Jakarta, Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 58; No.11,
November 2008.
5. Rahajoe, N., et al. 2004. Pedoman Nasional Asma Anak. UKK Pulmonologi PP IDAI.
22