Anda di halaman 1dari 22

BAB I

ILUSTRASI KASUS

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. MA
Tanggal Lahir
: 29/01/2010 (6 tahun)
BB
:20 kg
TB
: 105 cm
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Kenanga 2 no. 42
Masuk RS
: 30/1/2016
Keluar RS
: 1/2/2016
Tanggal Periksa : 30/01/2016
No. RM
: 2015-679148

II.

IDENTITAS ORANG TUA


Nama
:
Umur
:
Pendidikan
:
Pekerjaan
:
Agama
:

III.

Ayah
Tn. T
39 th
SMA
Pedagang Es Krim
Islam

ANAMNESA
Alloanamnesa dengan ibu pasien
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan

Ibu
Ny. HA
31 th
SMA
Ibu Rumah Tangga
Islam

: Sesak sejak 1 hari SMRS.


: Batuk berdahak sejak 1 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo pada tanggal 30 Januari 2016
dengan keluhan sesak sejak 1 hari SMRS. Sesak disertai keluhan batuk
berdahak dan pilek sejak 1 hari SMRS. Sebelum ke IGD RSUD Pasar Rebo,
pasien sudah dibawa ke klinik dan puskesmas untuk di-uap dan diberikan obat
combivent. Tetapi sesak tidak membaik dan akhirnya pasien dibawa ke IGD.
Saat sesak, ibu pasien mengatakan pasien mengeluh dadanya sakit
terutama saat batuk. Hidung kembang kempis dan bibir terlihat pucat. Ibu
pasien juga mengatakan saat sesak berat, dada pasien seperti tertarik ke dalam
(cekung) disertai perut pasien yang ikut tertarik kedalam saat menarik napas.
1

Pasien memiliki riwayat asma yang dimulai dari umur 5 tahun. Sesak kambuh
paling banyak 1 bulan sekali, dan saat kambuh pasien dibawa ke klinik atau
puskesmas untuk diuap kemudian dipulangkan. Bila sesak napas kambuh,
terkadang napas berbunyi ngik-ngik tetapi tidak bunyi saat sesak berat.
Seringkali sesak didahului oleh batuk pilek. Batuk dan sesak juga seringkali
muncul pada sore dan malam hari. Mual disangkal, muntah disangkal, diare
disangkal. Makan dan minum normal.
Adanya riwayat asma diakui, riwayat alergi tidak diketahui, riwayat
kejang sebelumnya disangkal, riwayat pengobatan OAT disangkal, riwayat
imunisasi lengkap dan teratur di puskesmas kecamatan. Adanya keluarga yang
sedang sakit batuk disangkal, riwayat keluarga dengan pengobatan OAT
disangkal, riwayat asma dalam keluarga diakui (ibu pasien), adanya keluarga
yang merokok diakui (kakek pasien).

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mulai sesak napas paling banyak sebulan sekali sejak umur pasien
5 tahun. Sesak sebelumnya tidak sampai separah ini dan membaik saat pasien
dibawa ke klinik atau puskesmas untuk diuap. Pasien tidak pernah dirawat di
rumah sakit karena penyakit paru sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu memiliki asma yang biasa kambuh, riwayat pengobatan OAT dalam
keluarga disangkal.

Riwayat Kebiasaan dalam Keluarga


Tidak ada hewan peliharaan di rumah. Rumah rajin disapu dan dipel
walaupun menurut ibu pasien rumah tersebut belum selesai dibangun dan
masih banyak debu. Ada keluarga yang merokok diakui (kakek pasien).

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


1. Riwayat Kehamilan
Status obstetri ibu pasien P2A0, pasien merupakan anak pertama. Selama
kehamilan ibu pasien tidak mengalami penyakit tertentu. Ibu pasien tidak

merokok, memakai obat-obatan dan minum-minuman beralkohol. Ibu


pasien rutin melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur di bidan.
Kesan : Kontrol rutin, janin tunggal hidup.
2. Riwayat Persalinan
Pasien lahir spontan pervaginam di RSUD Pasar Rebo. Ibu pasien
mengaku bayi lahir cukup bulan. Bayi jenis kelamin laki-laki, berat badan
lahir 3.500 gram, panjang badan 50 cm dan lingkar kepala 35 cm. Nilai
APGAR tidak tahu, bayi langsung menangis, tidak ada kelainan bawaan.
Kesan : Bayi lahir spontan, neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan

Riwayat Tumbuh Kembang


1. Pertumbuhan gigi pertama: tidak ingat
2. Pertumbuhan psikomotor:
a. Mengangkat kepala: sekitar 4 bulan
b. Meraih benda: tidak ingat
c. Tengkurap: 6 bulan
d. Merangkak: tidak ingat
e. Duduk: 8 bulan
f. Berjalan: 1 tahun
g. Berbicara beberapa kata: 1 tahun

Riwayat Makanan :
Pasien minum ASI sampai umur 3 tahun. Mulai diberi makan bubur (seperti
cerelac) umur 4 bulan. Diberi nasi tim umur 9 bulan. Sehari-harinya pasien
makan sesuai dengan apa yang dimasak di rumah. Anak mau makan sayursayuran seperti sayur sop dan tahu tempe. Lebih sering memasak ayam
dibanding daging. Anak sulit minum air mineral dan lebih suka meminum susu.
Kesan : Kualitas dan kuantitas makanan cukup
-

Riwayat Imunisasi
:
Imunisasi dasar dilakukan di puskesmas kecamatan. Ibu menuturkan
imunisasi dasar lengkap dan sesuai jadwal.

Riwayat Sosial Ekonomi :


- Sosial Ekonomi :
Ayah pasien bekerja sebagai pedagang eskrim. Ibu pasien tidak
bekerja. Ayah dan ibu pasien hidup terpisah. Ibu pasien tinggal bersama
3

kakek dan nenek pasien. Biaya kehidupan sehari-hari didapatkan dari


kakek pasien yang bekerja sebagai buruh bangunan. Penghasilan
perbulan tidak tentu, paling banyak 700 ribu rupiah. Terkadang ibu
-

pasien mendapatkan uang dari suaminya sekitar 500 ribu rupiah.


Lingkungan
Pasien tinggal di rumah seluas 80 m2 bersama 5 orang lainnya
(ibu, kakek, nenek, kakak dari nenek, dan adik pasien). Rumah terletak
di sebuah gang dimana hanya motor yang dapat lewat. Ada 2 kamar
tidur yang belum selesai dibangun, dapur dan ruang tamu tergabung.
Ada 1 kamar mandi. Semua anggota keluarga tidur di ruang tamu.
Ventilasi ada dan sering dibuka. Rumah sering disapu dan dipel. Rumah
tinggal berdempetan dengan rumah lain, saluran pembuangan air tidak
berjalan lancar. Sumber air bersih dari pam. Air minum masak sendiri
dari air keran. Tidak ada hewan peliharaan di rumah. Rumah cukup
berdebu.

IV.

PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tanda-tanda Vital
o Frekuensi Nadi : 132 x/menit kuat angkat
o Frekuensi Nafas : 40 x/menit
o Suhu
: 36,4C
4. Kepala
: Normocephal, Lingkar kepala cm,
rambut hitam merata dan tidak mudah dicabut.
5. Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Refleks cahaya (+/+), Pupil bulat isokor, mata cekung (-)
6. Telinga
: Normotia, serumen (+/+), sekret (-/-)
7. Hidung
: Deviasi septum (-), sekret (-), nafas cuping hidung (-)
8. Tenggorok
: T1-T1 tenang, faring hiperemis (-), uvula di tengah
9. Mulut
: Mukosa bibir basah, sariawan (-)
10. Leher
: KGB tidak teraba membesar, trakea tidak deviasi
11. Jantung
a. Inspeksi
: Iktus kordis tidak tampak
b. Palpasi
: Iktus kordis teraba di sela iga V mid-klavikula sinistra
c. Perkusi
:
i.
Batas atas jantung di sela iga 3 garis sternal kiri
ii.
Batas kanan jantung di sela iga 4 garis sternal kanan
iii.
Batas kiri jantung di sela iga 4 garis midklavikula kiri

d. Auskultasi

: Bunyi jantung I-II reguler, tidak ada murmur, tidak ada


gallop.

12. Paru
a. Inspeksi
b. Palpasi
c. Perkusi
d. Auskultasi
13. Abdomen
a. Inspeksi
b. Auskultasi
c. Palpasi

: Bentuk dada simetris kiri dan kanan, tidak tampak retraksi


dinding dada saat bernafas
: Teraba massa pada dinding dada (-), nyeri tekan (-)
: Sonor pada kedua lapang paru
: Suara nafas vesikular (+/+), rhonki (+/+), wheezing (+/+)
: Cembung simetris, tidak tampak sikatrik
: Bising usus positif normal
: Supel, tidak teraba pembesaran lien, hepar, turgor kulit

baik, tidak ada nyeri tekan


: Timpani pada seluruh lapang abdomen
: Akral hangat, CRT <2, tidak ada edema pada
keempat ekstremitas, tidak ada deformitas.
15. Genitalia
: Tidak tampak adanya kelainan
16. Tanda rangsang meningeal
:
a. Kaku kuduk
: Negatif
b. Brudzinki I
: Negatif
c. Brudzinki II
: Negatif
d. Kernig
: Negatif
e. Lasque
: Negatif
17. Status Gizi
Antropometris
:
- Berat Badan (BB)
: 20 kg
- Tinggi/Panjang badan : 105 cm
- Status Gizi
: BMI = BB : (TB)2 x 10.000
= 20 : 11.025 x 10.000
= 18,1 kg
Simpulan status gizi : overweight
d. Perkusi
14. Ekstremitas

V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit

30/01/2016
13,3
38 L
15.09 H

Nilai Rujukan
10,8 12,8 g/dL
35 43%
5500 15.500/ L

Eritrosit
Trombosit

5.2
276.000

3.6 5.2 juta


217.000 497.000/

L
Basofil
Eosinofil
Neutrofil

0
3
0L

01
13
08

Batang
Neutrofil

86 H

25 60

Segmen
Limfosit
Monosit
LUC

7L
3
1

25 60
16
<4

Rontgen Thorax AP (30-1-2016)

Interpretasi hasil
Cor
: Normal
Aorta
: Normal, trakhea ditengah
Pulmo
: Hili normal. Corakan bronkovaskular baik.
Sinus costofrenikus dan diafragma baik
Jaringan lunak dan tulang-tulang dinding dada baik
Kesan
: COR dan Pulmo dalam batas normal
VI.

RESUME
6

Pasien seorang anak laki-laki usia 6 tahun, datang ke IGD RSUD Pasar
Rebo dengan keluhan sesak sejak 1 hari SMRS, sesak disertai batuh berdahak dan
pilek yang juga sejak 1 hari SMRS, Keluhan mual, muntah, disangkal oleh pasien.
Buang air besar dan buang air kecil normal. Makan minum baik. Sebelumnya pasien
sempat berobat ke klinik dan puskesmas untuk diuap dan diberikan combivent,
setelah itu dipulangkan. Sesak tidak membaik semalaman, dan keesokan siangnya
pasien dibawa ke IGD. Pasien memiliki riwayat asma dari umur pasien 5 tahun dan
kambuh paling banyak 1 kali setiap bulannya. Ibu pasien juga memiliki riwayat asma.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan gizi overweight, keadaan
umum tampak sakit sedang, pernafasan cepat 40x/menit, frekuensi nadi normal
132x/menit. Pada pemeriksaan hidung tidak tampak adanya nafas cuping hidung,
pada inspeksi paru tidak tampak adanya retraksi dinding dada, pada auskultasi
terdengar ronkhi yang jelas pada kedua lapang paru dan terdengar lebih kencang pada
paru kanan. Wheezing terdengar pada kedua lapang paru. Pemeriksaan fisik lainnya
dalam batas normal. Dari pemeriksaan rontgen thorax, COR dan pulmo dalam batas
normal.
VII.

DIAGNOSIS KERJA
Asma bronkial serangan ringan, terkontrol.

VIII. DIAGNOSIS BANDING


IX.

PENATALAKSANAAN
Infus Kaen IB 8 tpm
Inhalasi combivent I (albuterol+ipratropium bromide) + pulmicort I (budesonide) +
NaCl 2 cc (3 x 1)

X.

PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanastionam

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

FOLLOW UP
7

31-1-2016
S: Sesak sudah lebih membaik dibandingkan sebelumnya. Batuk (+) pilek (+), Makan
dan minum baik. Mengeluh perut sakit saat batuk. BAB pagi ini (-) BAK (+) normal.
O: Keadaan Umum: Tampak Sakit Sedang; Kesadaran: CM
N: 116x/m
RR: 68x/m
S: 36,5 C
Status Generalis
Kepala : N
Mata : CA -/-, SI -/Thorax: Retraksi intercostal (-)
COR: BJ I-II Normal regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: Suara vesicular +/+, Rhonki +/+, Wheezing +/+
Abdomen: Datar, supel, Bising usus (+) normal, Nyeri tekan (-)
Ekstremitas: akral hangat, edema (-)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi Asma
Asma adalah kondisi inflamasi kronik pada saluran pernapasan yang menyebabkan

obstruksi jalan napas. Inflamasi kronik tersebut menimbulkan penyempitan jalan napas atau
hiperresponsif jalan napas karena sebuah pencetus.1
Menurut GINA, Asma menyebabkan gejala seperti wheezing, napas pendek, rasa berat
pada dada, dan batuk yang bervariasi kemunculannya, frekuensi, dan berat tidaknya. Gejala
tersebut berhubungan dengan aliran udara pada saluran pernapasan, yaitu sulitnya udara keluar
dari paru-paru karena bronkokonstriksi (penyempitan saluran napas), penebalan dinding saluran
pernapasan, dan peningkatan produksi mucus.2
Eksaserbasi asma adalah episode yang ditandai dengan peningkatan progresif dari gejala
napas pendek, batuk, wheezing atau rasa berat pada dada dan penurunan progresif fungsi paru.
Istilah eksaserbasi biasa dikenal dalam literature klinis, sedangkan pada klinisi di rumah sakit,
eksaserbasi dapat disebut asma berat akut atau flare-up. Sedangkan pasien lebih mengenal
kata serangan. Eksaserbasi dapat muncul pada pasien yang sudah didiagnosis dengan asma
atau, dalam beberapa kasus, merupakan serangan asma yang pertama terlihat. Eksaserbasi
biasanya muncul karena respon terhadap paparan eksternal (seperti infeksi virus pada ISPA atas,

pollen, polusi) dan/atau kurang patuhnya pasien pada pengobatan controller. Eksaserbasi berat
juga dapat muncul pada pasien dengan asma ringan atau asma terkontrol.2
2.2

Epidemiologi
Asma merupakan penyakit respiratori kronik yang paling sering ditemukan, terutama di

Negara maju. Penyakit ini umumnya dimulai sejak masa anak-anak. Asma memiliki dampak
negatif bagi penderitanya, terutama anak-anak, karena anak yang menderita asma sering kali
tidak masuk sekolah dan memiliki keterbatasan aktivitas.5
Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti. Hasil penelitian pada anak
sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (International Study on
Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 melaporkan prevalensi asma sebesar 2,1%,
sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%. Hasil survey asma pada anak sekolah di
beberapa kota di Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta,
Malang dan Denpasar) menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun) berkisar
antara 3,7-6,4%, sedangkan pada anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8%.4

2.3

Etiologi dan Faktor Resiko


Walaupun penyebab asma pada anak belum dapat ditentukan, hasil penelitian terbaru

menunjukkan adanya kombinasi antara panajanan lingkungan dan faktor keturunan dan
kecenderungan genetik. Pajanan dari lingkungan yang dimaksud diantaranya, allergen, infeksi
saluran pernapasan oleh virus, dan polusi kimia dan biologis seperti asap rokok.1
Pada host yang memiliki predisposisi, respon imun pada pajanan tersebut dapat
menimbulkan inflamasi dan perbaikan yang tidak sempurna pada jaringan saluran pernapasan
yang rusak. Kemudian disfungsi paru terjadi. Proses patogenik yang terjadi pada pertumbuhan
paru pada saat muda dapat mempengaruhi pertumbuhan saluran pernapasan dan diferensiasi,
berujung ke pertumbuhan yang menyimpang saat di masa tua. Saat asma sudah berkembang,
pajanan yang terus-menerus akan menambah parah perjalanan penyakit asma, membuat penyakit
menjadi presisten, dan meningkatkan resiko eksaserbasi yang berat.1

2.4. Patofisiologi
Obstruksi jalan napas pada asma adalah suatu akibat dari banyak proses patologis. Pada
jalan napas yang sempit, aliran udara diregulasi oleh otot halus yang melingkari lumen saluran
pernapasan; bronkokonstriksi pada otot bronchiolar ini menyebabkan penyempitan jalan napas
dan mengganggu aliran udara. Infiltrat dari inflamasi selular dan eksudatnya mengandung
eosinophil yang juga mengandung sel inflamasi lainnya (neutrophil, monosit, limfosit, sel mast,
basophil), hal ini dapat memenuhi lumen dan menghalangi aliran udara, juga menginduksi
kerusakan epitel. Limfosit T helper dan sel imun lain yang memproduksi proallergic, sitokin
proinflamatory (IL-4, IL-5, IL-13), dan kemokin (eotaxin) memediasi proses inflamasi tersebut.1
Hipersensitivitas terhadap pajanan tertentu atau pencetus dapat menimbulkan inflamasi
saluran napas, edema, penebalan membrane basal, deposisi kolagen subepitelia;, hipertrofi otot
polos dan kelenjar mucus, dan hipersekresi mucussemua hal tersebut dapat berperan dalam
obstruksi jalan napas.1
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alergen, virus,
dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut. Asma dapat terjadi melalui 2 jalur,
yaitu jalur imunologis dan syaraf otonom. Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE,
10

merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat.
Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE
abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE
terutama melekat pada permukaan sel mast pada interstisial paru, yang berhubungan erat dengan
bronkiolus dan bronkus kecil. Bila sesorang menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi
IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang melekat
pada sel mast dan menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator.
Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor kemotaktik, eosinofil
dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil,
sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga
menyebabkan inflamasi saluran nafas.4
Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran nafas terjadi segera yaitu 10-15 menit
setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator sel
mast terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada fase lambat, reaksi
terjadi setelah 6-8 jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi
seperti eosinofil, sel T, sel mast dan antigen precenting cell (APC) merupakan sel-sel kunci
fdalam patogenesis asma.4
Pada jalur syaraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen,
makrofag alveolar, nervus vagus, dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal
menyebabkan reflek bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan
makrofag akan menbuat epitel saluran napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk
ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh
mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel
mast, misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut, dan SO 2. Pada keadaan
tersebut, reaksi asma terjadi melalui reflek syaraf. Ujung syaraf eferen vagal mukosa yang
terangsang menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A, dan
Calcitonin Gen-Related Peptid (CGRP). Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya
bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan aktifasi sel-sel
inflamasi.4

11

2.5 Manifestasi Klinis


Batuk kering yang hilang timbul dan wheezing merupakan gejala kronis dari asma. Anak
yang lebih tua dan orang dewasa dapat mengeluhkan napas yang terasa pendek dan rasa berat di
dada; pada anak yang lebih muda, lebih banyak mengeluhkan sakit pada dada yang hilang
timbul. Gejala respiratorius dapat memburuk saat malam hari, terutama pada eksaserbasi prolong
yang dipicu oleh infeksi saluran napas atau adanya allergen. Pada anak-anak, gejala pada siang
hari seringkali berhubungan dengan aktivitas fisik atau saat sedang bermain. Gejala lain pada
asma anak sering kali tidak spesifik, seperti adanya kelelahan (yang mungkin karena tidur yang
terganggu) dan kesulitan dalam berbaur dengan teman sebayanya.1
2.6 Klasifikasi
GINA membagi asma menjadi terkontrol, terkontrol sebagian, dan tidak terkontrol.2

Nelson membagi asma berdasarkan keparahan penyakitnya menjadi intermitten, persisten


ringan, sedang, dan berat.1

12

PNAA membagi asma menjadi 3, yaitu asma episodik ringan, episodik sedang, dan asma
persisten. Dasar pembagian asma pada anak adalah frekuensi serangan, lamanya serangan,
aktivitas diluar serangan dan beberapa pemeriksaan penunjang.3

13

2.7 Diagnosis
Baik GINA, Konsensus Internasional, maupun PNAA menekankan diagnosis asma
didahului batuk dan atau mengi. Gejala awal tersebut ditelusuri dengan algoritme kemungkinan
diagnosis asma (Diagram 1). Pada algoritme tampak bahwa batuk dan/atau mengi yang berulang
(episodik), nokturnal, musiman, setelah melakukan aktivitas, dan adanya riwayat atopi pada
penderita maupun keluarganya merupakan gejala atau tanda yang patut diduga suatu asma.
Untuk sampai pada diagnosis asma perlu suatu pemeriksaan tambahan seperti uji fungsi paru
atau pemberian obat bronkodilator yang digunakan sebagai indikator untuk melihat respons
pengobatan, bahkan bila diperlukan dapat dilakukan uji provokasi bronkus dengan histamin atau
metakolin.3

14

15

Pemeriksaan Fisik
Pada asma eksaserbasi, wheezing ekspirasi dan ekspirasi memanjang dapat ditemukan
pada auskultasi. Penurunan suara napas pada lapang paru, paling sering pada lobus kanan bawah
bagian posterior, menunjukkan adanya hipoventilasi karena obstruksi jalan napas. Crackles dan
ronkhi dapat terdengar, disebabkan oleh banyaknya lender dan eksudat inflamasi pada jalan
napas. Kombinasi adanya crackle segmental dan penurunan suara napas dapat menunjukkan
adanya atelectasis segmental yang sulit dibedakan dengan pneumonia dan dapat mempersulit
manajemen asma.1

Pemeriksaan Penunjang1

Test fungsi paru


Tes fungsi paru dapat membantu diagnosis asma dan menentukan tingkat keparahan
asma. Penghitungan Forced expiratory airflow dapat membantu diagnosis dan memonitor
keefektifan terapi. Banyak guideline asma yang menganjurkan penggunaan spirometri
sebagai standar dalam penilaian asma. Valid tidaknya hasil dari spirometri bergantung
pada bisa tidaknya pasien melakukan maneuver yang penuh, kuat, dan diperpanjang,
biasanya memungkinkan dilakukan pada anak dengan umur >6 tahun.1
Pada asma, blockade jalan napas menyebabkan penurunan aliran udara pada saat
ekspirasi. Karena pada pasien asma biasanya mengalami hiperinflasi paru. Tetapi
penilaian aliran udara saja tidak dapat menegakkan diagnosis asma, karena banyak
kondisi yang dapat menurunkan aliran udara. Respon terhadap bronkodilator lebih tinggi

pada pasien asma, dan meningkatkan aliran udara ekspirasi.1


Radiologi
Pada pemeriksaan radiologi (posteroanterior dan lateral), pada anak dengan asma
seringkali terlihat normal, terkadang ditemukan hiperinflasi nonspesifik (pendataran
diagfragma) dan penebalan peribronkhial. Pemeriksaan radiologi berfungsi untuk
menyingkirkan penyakit lain yang memiliki gejala mirip dengan asma (pneumositis
aspirasi, bronchiolitis) dan komplikasi dari asma (atelectasis, pneumomediastinum, dan
pneumothorax).1

2.8 Tatalaksana dan Pencegahan


Ada 3 kategori utama jenis pengobatan pada asma, yaitu2:

16

Controller: pengobatan sehari-hari pada asma. Obat ini berfungsi untuk mengurangi

inflamasi pada saluran napas, mengontrol gejala, dan menurunkan resiko eksaserbasi.
Reliever: pengobatan untuk pasien yang membutuhkan penanganan langsung pada
saat serangan atau eksaserbasi. Pengobatan ini juga dianjurkan untuk pencegahan
jangka pendek untuk bronkokonstriksi yang dicetuskan oleh aktivitas fisik.
Mengurangi dan idealnya menghilangkan penggunaan pengobatan reliever adalah
tujuan utama pada manajemen asma dan sebagai tolak ukur keberhasilan pengobatan

asma.
Terapi tambahan untuk asma berat: obat-obatan yang diberikan pada pasien dengan
gejala persisten dan/atau eksaserbasi yang sudah diberikan controller dosis tinggi
(high dose ICS dan LABA) dan penanganan pada faktor resiko yang dapat diubah.

17

Controller (Jangka panjang)


Inhaled corticosteroid (kortikosteroid inhalasi)
ICS dapat diberikan dengan metered-dose inhaler (MDIs). Dry powder inhaler (DPIs),
atau dengan nebulizer. Flutikason propionate, mometason furoat, siklesonid, dan
budesonide, memiliki efek anti inflamasi yang lebih kuat. Penggunaan dosis ICS
tergantung tingkat beratnya penyakit. Efek samping yang paling sering muncul adalah
kandidiasis oral (thrush) dan disfonia.1
Kortikosteroid sistemik
Biasa digunakan pada asma eksaserbasi. Kortikosteroid oral yang biasa digunakan adalah
prednisone, prednisolone, dan metilprednisolon, yang diserap sempurna dalam 1-2 jam.
Efek samping yang dapat muncul pada penggunaan kortikosteroid oral jangka panjang
adalah gangguan metabolism, gangguan pertumbuhan, osteoporosis, dan katarak.1
Long-acting inhaled beta agonist (LABA)
Obat controller sehari-hari pada asma. Dan tidak digunakan pada saat asma akut. Obat
yang biasa digunakan adalah salmeterol dan formeterol. Kombinasi ICS dan LABA
(flutikason/salmeterol, budesonide/formoterol) sudah tersedia dan direkomendasikan.
Salmeterol bekerja maksimalkan dilatasi bronkus dalam 1 jam setelah pemakaian,

18

sedangkan formoterol bekerja setelah 5-10 menit. Kedua obat tersebut bekerja selama 12
jam.1
Leukotriene-modifying agents
Leukotrin adalah mediator proinflamator poten yang menginduksi bronkospasma, sekresi
mucus, dan edema saluran pernapasan. Ada 2 jenis leukotriene-modifiers yang sudah
dikembangkan: leukotrin sintesis inhibitor dan leukotriene receptor antagonist (LTRA).
Zileuton (leukotrin sintesis inhibitor) tidak boleh digunakan pada anak <12 tahun, karena
pemberiannya 4 kali sehari, dapat menyebabkan peningkatan enzim liver pada 2-4%
pasien. LTRA (montelukast dan zafirlukast) direkomendasikan pada asma persisten
ringan dan obat tambahan ICS untuk asma persisten sedang.1
Anti-inflamasi nonsteroid
Cromolyn dan Nedocromil adalah anti-inflamasi nonsteroid yang dapat menginhibisi
respon asmatik yang terinduksi oleh allergen dan menurunkan bronkospasma yang
disebabkan oleh aktivitas. Kurang efektif dibandingkan dengan ICS dan LTRA.1
Teofilin
Bronkodilator dan anti-inflamasi. Tidak lagi digunakan sebagai lini pertama pengobatan
bagi anak-anak. Over dosis teofilin dapat menyebabkan nyeri kepala, vomitus, aritmia,
kejang, dan kematian.1
Reliever
Short-acting inhaled beta agonist (SABA)
SABA (albuterol, levalbuterol, terbutalin, pirbuterol) bereaksi cepat, dan berdurasi 4-6
jam. Obat yang digunakan pada asma akut. Beta agonis menyebabkan bonkodilatasi
dengan merelaksasikan otot polos pada jalan napas, menurunkan permeabilitas vascular
dan edema saluran pernapasan.1
Antikolinergik
Ipatropium bromide bersifat kurang poten dalam fungsinya sebagai bronkodilator, bila
dibandingkan dengan beta agonis. Bila dikombinasikan dengan albuterol, ipratropium
dapat meningkatkan fungsi paru dan menurunkan angka rawat pada anak yang datang ke
unit gawat darurat. Digunakan pada anak semua umur dengan asma eksaserbasi.1
Gejala
Controller
- Gejala asma atau membutuhkan pengobatan Tidak membutuhkan controller
SABA < 2x/bulan
19

- Terbangun tengah malam karena asma dalam


-

sebulan terakhir (-)


Tidak ada faktor resiko untuk eksaserbasi
Tidak ada eksaserbasi dalam 1 tahun terakhir
Gejala asma yang muncul tidak menentu
ICS dosis rendah
1 faktor resiko eksaserbasi asma (fungsi paru
lemah,

eksaserbasi

yang

membutuhkan

kortikosteroid oral 1 tahun terakhir, pernah


dirawat di PICU karena asma)
- Gejala asma yang membutuhkan

SABA ICS dosis rendah

2x/bulan sampai 2x/minggu


- Pasien terbangun karena asma 1x/bulan
- Muncul gejala asma/penggunaan SABA ICS dosis rendah atau yang kurang efektif:
>2x/minggu
LTRA atau teofilin
- Gejala asma yang mengganggu aktivitas ICS dosis sedang/tinggi atau ICS dosis rendah
sehari-hari, atau terbangun karena asma ICS/LABA
1x/minggu terutama bila ada faktor resiko
-Gejala asma berat yang menunjukkan asma Kortikosteroid oral dan pengobatan controller
tidak terkontrol atau dengan eksaserbasi (ICS dosis tinggi atau ICS/LABA dosis sedang
akut

2.9 Prognosis
Batuk berulang dan wheezing muncul pada 35% anak di umur sebelum masuk sekolah.
Sekitar 1/3 akan berlanjut menjadi asma persisten pada saat usia anak bertambah, dan sekitar 2/3
anak akan mengalami perbaikan dengan sendirinya dalam 10 tahun. Asma yang berat pada umur
20

7-10 tahun dapat menjadi prediksi adanya asma persisten pada masa dewasa. Anak dengan asma
sedang sampai berat disertai fungsi paru yang menurun cenderung akan memiliki asma persisten
pada saat dewasa. Anak dengan asma ringan disertai fungsi paru yang normal cenderung akan
membaik seiring dengan waktu, walaupun sebagian memiliki asma periodik.1

21

DAFTAR PUSTAKA
1. Kliegman, R., et al. 2011. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi 19. Halaman 780-800.
Philadelphia: Elsevier Saunders.
2. Global Strategy for Asthma Management and Prevention. 2015. Global Initiative For
Asthma.
3. Supriyatno, B. 2005. Diagnosis dan Tatalaksana Terkini Asma pada Anak. Majalah
Kedokteran Indonesia, Volume: 55; No.3, Maret 2005
4. Rengganis, I. 2008. Diagnosis Dan Tatalaksana Asma Bronkhiale. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI: Jakarta, Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 58; No.11,
November 2008.
5. Rahajoe, N., et al. 2004. Pedoman Nasional Asma Anak. UKK Pulmonologi PP IDAI.

22

Anda mungkin juga menyukai