Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

PPOK/PPOM/COPD (Cronic Obstruction Pulmonary Disease) merupakan istilah yang


sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Price,
Sylvia Anderson : 2005).PPOK atau penyakit paru obstruksi kronik adalah suatu penyakit yang
merujuk pada sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara dari dan keluar Paru.
Gangguan yang paling sering adalah Bronkhitis Obstruktif, Emphysema dan Asthma Bronkial.
(Suraditya, 2009).
Pemakaian istilah penyakit obstruktif kronik (CPOD) menunjukkan dua gangguan yang
secara umum terjadi bersamaan− bronkitis kronik dan emfisema.Walaupun asma bronkial
termasuk dalam bagian ini karena komponen asma seringkali terdapat dua gangguan
tersebut,namun asma biasanya dibicarakan sebagai penyakit tersendiri karena dapat timbul
sendiri.
COPD adalah penyebab kematian keempat di Amerika Serikat.Merokok sigaret adalah
faktor risiko yang paling penting.COPD kira-kira dua kali lebih sering terjadi pada laki-laki
daripada perempuan,namun angka kejadian pada perempuan cepat meningkat karena kebiasaaan
merokok.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020
prevalensi PPOK akan meningkat sehingga sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya
meningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai penyebab kematian tersering peringkatnya
jugameningkat dari ke-6 menjadi ke-3. Di Eropa, tingkat kejadian PPOK tertinggi terdapat
pada negara-negara Eropa Barat sepert Inggris dan Prancis, dan paling rendah pada negara-
negara Eropa Selatan seperti Italia. Negara Asia Timur seperti Jepang dan China memiliki
kejadian terendah PPOK, dengan jarak antara angka kejadian terendah dan tertinggi mencapai
empatkali lipat.
Pada 12 negara Asia Pasifik, WHO menyatakan angka prevalensi PPOK sedang-berat
pada usia 30 tahun keatas, dengan tingkat sebesar 6,3%, dimana Hongkong dan Singapura
dengan angka prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan Vietnam sebesar 6,7%. Indonesia sendiri

1
belumlah memiliki data pasti mengenai PPOK ini sendiri, hanya Survei Kesehatan Rumah
Tangga Depkes RI 1992 menyebutkan bahwa PPOK bersama-sama dengan asma bronchial
menduduki peringkat ke-6 dari penyebab kematian terbanyak di Indonesia.
Makalah ini akan membahas Asuhan Keperawatan dari PPOK (Penyakit Pernafasan
Obstruksi Kronik) beserta klasifikasi penyakit yang termasuk PPOK itu secara singkat dan padat
yang di ringkas berdasarkan referensi buku kesehatan yang membahas tentang PPOK secara
lengkap.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas ,maka penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa itu PPOK (Penyakit pernafasan Obstruksi Kronik)?
2. Bagaimana dengan klasifikasi dari PPOK?
3. Apa Saja Etiologi PPOK secara umum?
4. Bagaimana dengan patofisiologi dan WOC dari PPOK?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang PPOK?
6. Bagaimana dengan penatalaksanaan PPOK?
7. BagaimanaFormat Askep Teoritis PPOK?
8. Bagaimana contok kasus PPOK?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini yaitu :
1. Mengetahui pengertian PPOK.
2. Memahami klasifikasi dari PPOK.
3. Mengetahui dan memahami apa saja etiologi secara umumdari
PPOK.
4. Memahami patofisiologi dan WOC dari PPOK.
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari PPOK.
6. Mengetahui penatalaksanaan PPOK.
7. Memahami format Askep teoritis PPOK.
8. Dapat mengaplikasi format askep PPOK ke dalam kasus.

2
BAB II

TINJAUN TEORI

A. Pengertian

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)/ Cronic Obstruction Pulmonary Disease

(COPD) merupakan istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang

berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai

gambaran patofisiologi utamanya (Price, Sylvia Anderson: 2008). PPOK adalah penyakit paru

kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat

progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap

partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009).

PPOK merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang menjadi

masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan

hidup dan semakin tingginya pajanan faktor resiko, seperti banyaknya jumlah perokok, serta

pencemaran udara didalam ruangan maupun diluar ruangan (Persatuan Dokter Paru Indonesia,

2011). PPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencangkup bronchitis kronis,

bronkiektasis, emfisima dan asma. PPOK merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan

dyspnea saat beraktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru (Smaltzer &

Bare, 2007).

Dengan demikian dapat disimpulkan penyakit paru obstruksi kronik adalah suatu

penyakit yang dapat dicegah dan diobati yang ditandai dengan adanya hambatan aliran udara

pada saluran pernafasan yang menimbulkan obstruksi saluran nafas, termasuk didalamnya ialah

asma, bronchitis kronik, dan emphysema paru. (Price, Sylvia Anderson, 2008; GOLD, 2009;

Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2011; Smaltzer & Bare,2007 ).

3
B. Etiologi

Etiologi penyakit ini belum diketahui, Menurut Muttaqin Arif (2008), penyebab dari PPOK

adalah:

1. Kebiasaan merokok, merupakan penyebab utama pada bronchitis dan emfisema.

2. Adanya infeksi: Haemophilus influenza dan streptococcus pneumonia.

3. Polusi oleh zat-zat pereduksi.

4. Faktor keturunan.

5. Faktor sosial-ekonomi: keadaan lingkungan dan ekonomi yang memburuk.

Pengaruh dari masing – masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling

memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.

C. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe perokok (Smaltzer & Bare, 2007):

1. Mempunyai gambaran klinik dominan kearah bronchitis kronis (blue bloater).

2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).

Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:

1. Kelemahan badan

2. Batuk

3. Sesak nafas

4. Sesak nafas saat aktivitas dan nafas berbunyi

5. Mengi atau wheezing

6. Ekspirasi yang memanjang

7. Batuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut

4
8. Penggunaan obat bantu pernafasan

9. Suara nafas melemah

10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal

11. Edema kaki, asietas dan jari tabuh.

D. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi

Gambar 1

Anatomi sistem pernafasan (Tarwoto & Ratna Ayani, 2009)

a. Hidung

Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua

lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-

bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang

5
hidung.

b. Faring

Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan

makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah

depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan

dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan berhubungan

dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang

(ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).

c. Laring

Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai

pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikal dan

masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah

empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang

berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.

d. Trakea

Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16

sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf

C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya

bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat

yang dilapisi oleh otot polos.

6
e. Bronkus

Gambar 2

Anatomi sistem pernafasan (Tarwoto & Ratna Ayani, 2009)

Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang

terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea

dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah

tampuk paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri

dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang

kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang

lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada

ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.

Bronkus pulmonaris, trakea terbelah menjadi dua bronkus utama : bronkus ini bercabang

lagi sebelum masuk paru-paru. Dalam perjalanannya menjelajahi paru-paru bronkus-bronkus

pulmonaris bercabang dan beranting lagi banyak sekali. Saluran besar yang mempertahankan

struktur serupa dengan yang dari trakea mempunyai diinding fibrosa berotot yang mengandung

bahan tulang rawan dan dilapisi epitelium bersilia. Makin kecil salurannya, makin berkurang

7
tulang rawannya dan akhirnya tinggal dinding fibrosa berotot dan lapisan silia. Bronkus

terminalis masuk kedalam saluran yang agak lain yang disebut vestibula, dan disini membran

pelapisnya mulai berubah sifatnya: lapisan epitelium bersilia diganti dengan sel epitelium yang

pipih.

Dari vestibula berjalan beberapa infundibula dan didalam dindingnya dijumpai kantong-

kantong udara itu. kantong udara atau alveoli itu terdiri atas satu lapis tunggal sel epitelium

pipih, dan disinilah darah hampir langsung bersentuhan dengan udara suatu jaringan pembuluh

darah kapiler mengitari alveoli dan pertukaran gas pun terjadi. Pembuluh darah dalam paru-paru.

Arteri pulmonaris membawa darah yang sudah tidak mengandung oksigen dari ventikel kanan

jantung ke paru-paru; cabangcabangnya menyentuh saluran-saluran bronkial, bercabang-cabang

lagisampai menjadi arteriol halus;

arteriol itu membelah belah dan membentuk jaringan kapiler dan kapiler itu menyentuh dinding

alveoli atau gelembung udara.

Kapiler halus itu hanya dapat memuat sedikit, maka praktis dapat dikatakan sel-sel darah

merah membuat garis tungggal. Alirannnya bergerak lambat dan dipisahkan dari udara dalam

alveoli hanya oleh dua membrane yang sangat tipis, maka pertukaran gas berlangsung dengan

difusi, yang merupakan fungsi pernafasan. Kapiler paru-paru bersatu dan bersatu lagi sampai

menjadi pembuluh darah lebih besar dan akhirnya dua vena pulmonaris meninggalkan setiap

paru-paru membawa darah berisi oksigen ke atrium kiri jantung untuk didistribusikan keseluruh

tubuh melalui aorta.

Pembuluh darah yang dilukiskan sebagai arteri bronkialis membawa darah berisi oksigen

langsung dari aorta toraksika ke paru-paru guna memberi makan dan menghantarkan oksigen

kedalam jaringan paru-paru sendiri. Cabang akhir arteri-arteri ini membentuk pleksus kapiler

8
yang tampak jelas dan terpisah dari yang terbentuk oleh cabang akhir arteri pulmonaris, tetapi

beberapa dari kapiler ini akhirnya bersatu dalam vena pulmonaris dan darahnya kemudian

dibawa masuk ke dalam vena pulmonaris. Sisa darah itu dihantarkan dari setiap paru-paru oleh

vena bronkialis dan ada yang dapat mencapai vena cava superior. Maka dengan demikian paru-

paru mempunyai persendian darah ganda.

f. Paru-paru

Paru-paru ada dua, merupakan alat pernfasan utama. Paru-paru mengisi rongga dada.

Terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah

besarnya dan struktur lainnya yang terletak didalam media stinum. Paru-paru adalah organ yang

berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) diatas dan sedikit muncul lebih tinggi daripada

clavikula didalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk diatas landau rongga thoraks, diatas

diafraghma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh iga-iga, permukaan dalam

yang memutar tampuk paruparu, sisi belakang yang menyentuh tulang belakang, dan sisi depan

yang menutup sebagian sisi depan jantung. Paru-paru dibagi menjadi beberapa belahan atau

lobus oleh fisura. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Setiap

lobus tersusun atas lobula. Jaringan paru-paru elastis, berpori, dan seperti spons.

Paru- paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-

gelembung (gelembung hawa = alveoli). Gelembung- gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel

epitel dan endotel. Jika dibentukan luas permukaannya lebih kurang 90 m² pada lapisan inilah

terjadi pertukaran udara, O2 masuk kedalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya

gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).

Pembagian paru-paru; paru-paru dibagi 2 (dua) :

1. Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media,

9
dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobus.

2. Paru-paru kiri, terdiri dari, pulmo sinister lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus

terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil bernama segment.

Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu; 5 (lima) buah segmen pada lobus superior,

dan; 5 (lima) buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai segmen 10 segmen yaitu;

5 (lima) buah segmen pada lobus superior; 2 (dua) buah segmen [pada lobus medialis, dan 3

(tiga) buah segmen pada lobus interior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belh-

belahan yang bernama lobulus.

Diantara lobules satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikal yang berisi

pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobules terdapat sebuah

bronkiolus. Di dalam lobules, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang-cabang ini

disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya

antara 0,2– 0,3 mm.

Letak paru-paru

Pada rongga paru-paru datarannya menghadap ketengah rongga dada/ kavum

mendiastinum. Pada bagian tengah itu terdapat lampuk paru-paru atau hilus. Pada mendiastinum

depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi

menjadi 2(dua):

1. Pleura viresal (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-

paru.

2. Pleura pariental yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar.

10
Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada keadaan

normal, kavum pleura ini vakum/hampa udara sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan

juga terdapat sedikit cairan (eskudat) yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura),

menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada dimana sewaktu bernapas bergerak.

Pembuluh darah pada paru-paru.

Sirkulasi pulmonar berasal dari ventrikel kanan yang tebal dinding 1/3 dan tebal ventrikel

kiri, Perbedaan ini menyebabkan kekuatan kontraksi dan tekanan yang ditimbulkan jauh lebih

kecil dibandingkan dengan tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi ventrikel kiri. Selain

aliran melalui arteri

pulmonal ada darah yang langsung mengalir ke paru-paru dad aorta melalui arteri bronkialis.

Darah ini adalah darah "kaya oksigen" (oxyge-nated) dibandingkan dengan darah pulmonal yang

relatif kekurangan oksigen.

Darah ini kembali melalui vena pulmonalis ke atrium kiri. Arteri pulmonalis membawa

darah yang sedikit mengandung 02 dari ventrikel kanan ke paru-paru. Cabang-cabangnya

menyentuh saluran-saluran bronkial sampai ke alveoli halus. Alveoli itu membelah dan

membentuk jaringan kapiler, dan jaringan kapiler itu menyentuh dinding alveoli (gelembung

udara). Jadi darah dan udara hanya dipisahkan oleh dinding kapiler.

Dari epitel alveoli, akhirnya kapiler menjadi satu sampai menjadi vena pulmonalis dan

sejajar dengan cabang tenggorok yang keluar melalui tampuk paru-paru ke serambi jantung kiri

(darah mengandung 02), sisa dari vena pulmonalis ditentukan dari setiap paru-paru oleh vena

bronkialis dan ada yang mencapai vena kava inferior, maka dengan demikian paru-paru

mempunyai persediaan darah ganda.

11
Kapasitas paru-paru merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung udara

didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Kapasitas total. Yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspirasi sedalam-

dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita

dapat tergantung pada beberapa hal: Kondisi paru-paru, umur, sikap dan bentuk seseorang,

2. Kapasitas vital. Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksima.l Dalam

keadaan yang normal kedua paru-paru dapat menampung udara sebanyak ± 5 liter

3. Waktu ekspirasi. Di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara.

Pada waktu kita bernapas biasa udara yang masuk ke dalam paru- paru 2.600 cm3 (2 1/2 liter)

4. Jumlah pernapasan. Dalam keadaan yang normal: Orang dewasa: 16 - 18 x/menit, Anak-anak

kira-kira: 24 x/menit, Bayi kira-kira :

30 x/menit, Dalam keadaan tertentu keadaan tersebut akan berubah, misalnya akibat dari suatu

penyakit, pernafasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya.

Beberapa hal yang berhubungan dengan pernapasan; bentuk menghembuskan napas

dengan tiba-tiba yang kekuatannya luar biasa, akibat dari salah satu rangsangan baik yang

berasal dari luar bahan-bahan kimia yang merangsang selaput lendir di jalan pernapasan. Bersin.

Pengeluaran napas dengan tiba-tiba dari terangsangnya selaput lendir hidung, dalam hal ini udara

keluar dari hidung dan mulut.

2. Fisiologi

Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondoksida. Pada pernafasan

melalui paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada

12
waktu bernafas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat

behubungan erat dengan darah didalam kapiler pulmonaris. Hanya satu lapisan membran, yaitu

membran alveoli kapiler, yang memisahkan oksigen dari darah.

Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan

dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Dan meninggalkan

paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95% jenuh

oksigen.

Di dalam paru-paru, karbondioksida, salah satu hasil buangan metabolisme, menembus

membran alveoler kapiler darah ke alveoli, dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea,

dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut. Empat proses yang berhubungan dengan

pernafasan pulmoner atau pernafasan eksterna :

1. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara

luar.

2. Arus darah melalui paru-paru.

3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat dapat

mencapai semua bagian tubuh.

4. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler, CO2 lebih mudah

berdifusi daripada oksigen.

Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paru

menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan, lebih banyak darah datang di

paru-paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2; jumlah CO2 itu tidak dapat

dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat

13
pernafasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernafasan. Penambahan

ventilasi ini mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2.

Pernafasan jaringan atau pernafasan interna, darah yang telah menjenuhkan

hemoglobinnya dengan oksigen (oksihemoglobin) mengitari seluruh tubuh dan akhirnya

mencapai kapiler, di mana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen dari

hemoglobin untuk memungkinkan oksigen berlangsung, dan darah menerima, sebagai gantinya,

hasil buangan oksidasi, yaitu karbondioksida. Perubahan-perubahan berikut terjadi pada

komposisi udara dalam alveoli, yang disebabkan pernafasan eksterna dan pernafasan eksterna

dan pernafasan interna atau pernafasan jaringan. Udara yang dihembuskan jenuh dengan uap air

dan mempunyai suhu yang sama dengan badan (20 persen panas badan hilang untuk pemanasan

udara yang dikeluarkan).

Daya muat udara oleh paru-paru,besar daya muat udara oleh paru-paru ialah 4.500 ml

sampai 5000 ml atau 4½ sampai 5 liter udara. Hanya sebagian kecil dari udara ini, kira-kira 1/10-

nya atau 500 ml adalah udara pasang surut (tidal air ), yaitu yang dihirup masuk dan diembuskan

keluar pada pernafasan biasa dengan tenang.Kapasitas vital,volume udara yang dapat dicapai

masuk dan keluar paru-paru pada penarikan napas paling kuat disebut kapasitas paruparu.

Diukurnya dengan alat spirometer. Pada seorang laki-laki, normal 4-5 liter dan pada seorang

perempuan ,3-4 liter. Kapasitas itu berkurang pada penyakit paru-paru, penyakit jantung (yang

menimbulkan kongesti paru- paru), dan kelemahan otot pernafasan.

E. Patofisiologi

Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK yang

diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian proksimal, perifer,

parenkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya suatu inflamasi yang kronik dan

14
perubahan struktural pada paru. Terjadinya peningkatan penebalan pada saluran nafas kecil

dengan peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding luar

salurannafas mengakibatkan restriksi pembukaan jalan nafas. Lumen saluran nafas kecil

berkurangakibat penebalan mukosa yang mengandung eksudat inflamasi, yang meningkat sesuai

beratsakit.

Dalam keadaan normal radikal bebas dan antioksidan berada dalam keadaan seimbang.

Apabila terjadi gangguan keseimbangan maka akan terjadi kerusakan di paru. Radikal bebas

mempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan menjadi dasar dari berbagai macam

penyakit paru.

Pengaruh gas polutan dapat menyebabkan stress oksidan, selanjutnya akan

menyebabkanterjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid selanjutnya akan menimbulkan

kerusakan sel daninflamasi. Proses inflamasi akan mengaktifkan sel makrofag alveolar, aktivasi

sel tersebut akan menyebabkan dilepaskannya faktor kemotataktik neutrofil seperti interleukin 8

dan leukotrienB4, tumuor necrosis factor (TNF),monocyte chemotactic peptide(MCP)-1

danreactive oxygen species(ROS). Faktor-faktor tersebut akan merangsang neutrofil melepaskan

protease yang akan merusak jaringan ikat parenkim paru sehingga timbul kerusakan dinding

alveolar dan hipersekresi mukus. Rangsangan sel epitel akan menyebabkan dilepaskannya

limfosit CD8, selanjutnya terjadi kerusakan seperti proses inflamasi. Pada keadaan normal

terdapat keseimbangan antara oksidan dan antioksidan. Enzim NADPH yang ada dipermukaan

makrofagdan neutrophil akan mentransfer satu elektron ke molekul oksigen menjadi anion super

oksida dengan bantuan enzim superoksid dismutase. Zat hidrogen peroksida (H2O2) yang toksik

akandiubah menjadi OH dengan menerima elektron dari ion feri menjadi ion fero, ion fero

dengan halida akan diubah menjadi anion hipohalida (HOCl).

15
Pengaruh radikal bebas yang berasal dari polusi udara dapat menginduksi batuk

kronissehingga percabangan bronkus lebih mudah terinfeksi. Penurunan fungsi paru terjadi

sekunder setelah perubahan struktur saluran napas. Kerusakan struktur berupa destruksi alveol

yangmenuju ke arah emfisema karena produksi radikal bebas yang berlebihan oleh leukosit dan

polusidan asap rokok.

Gambar 3

Sumber (Mansjoer, 2001) (Diane C. Baughman, 2000)

Merokok dan berbagai partikel berbahaya seperti inhalasi dari biomass fuels

menyebabkan inflamasi pada paru, respons normal ini kelihatannya berubah pada pasien yang

berkembang menjadi PPOK. Respons inflamasi kronik dapat mencetuskan destruksi jaringan

parenkim (menyebabkan emfisema), mengganggu perbaikan normal dan mekanisme pertahanan

(menyebabkan fibrosis jalan nafas kecil). Perubahan patologis ini menyebabkan air trapping dan

terbatasnya aliran udara progresif, mengakibatkan sesak nafas dan gejala khas PPOK lainnya.

Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK muncul sebagai modifikasi dari respons

16
inflamasi saluran nafas terhadap iritan kronik seperti merokok. Mekanisme untuk menjelaskan

inflamasi ini tidak sepenuhnya dimengerti tetapi mungkin terdapat keterlibatan genetik. Pasien

bisa mendapatkan PPOK tanpa adanya riwayat merokok, dasar dari respons inflamasi pasien ini

tidak diketahui. Stres oksidatif dan penumpukan proteinase pada paru selanjutnya akan

mengubah inflamasi paru. Secara bersamaan, mekanisme tersebut menyebabkan karakteristik

perubahan patologis pada PPOK. Inflamasi paru menetap setelah memberhentikan merokok

melalui mekanisme yang tidak diketahui, walaupun autoantigen dan mikroorganisme persisten

juga berperan. Perubahan yang khas pada PPOK dijumpai pada saluran nafas, parenkim paru,

dan pembuluh darah paru. Perubahan patologi tersebut meliputi: inflamasi kronik, dengan

peningkatan sejumlah sel inflamasi spesifik yang merupakan akibat dari trauma dan perbaikan

berulang. Secara umum, inflamasi dan perubahan struktur pada jalan nafas meningkat dengan

semakin parahnya penyakit dan menetap walaupun merokok sudaah

dihentikan.

17
18
F.

19
Pemeriksaan penunjang

1. Tes Faal Paru

a. Spirometri (FEV1, FEV1 prediksi, FVC, FEV1/FVC) Obstruksi ditentukan oleh nilai FEV1

prediksi (%) dan atau FEV1/FVC (%). FEV1 merupakan parameter yang paling umum dipakai

untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak

tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai

alternatif dengan memantau variabilitas harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.

b. Peak Flow Meter

2. Radiologi (foto toraks)

Hasil pemeriksaan radiologis dapat ditemukan kelainan paru berupa hiperinflasi atau

hiperlusen, diafragma mendatar, corakan bronkovaskuler meningkat, jantung pendulum, dan

ruang retrosternal melebar. Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal

pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan

diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien.

3. Analisa gas darah

Harus dilakukan bila ada kecurigaan gagal nafas. Pada hipoksemia kronis kadar hemiglobin

dapat meningkat

4. Mikrobiologi sputum

5. Computed temography

Dapat memastikan adanya bula emfimatosa.

20
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

(GOLD) 2017, PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat berikut :

1. Derajat 0 (berisiko)

Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum, dan dispnea. Ada

paparan terhadap faktor resiko.

Spirometri : Normal

2. Derajat I (PPOK ringan)

Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi sputum.Sesak napas derajat

sesak 0 sampai derajat sesak 1.

Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80% .

3. Derajat II (PPOK sedang)

Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi sputum. Sesak napas derajat

sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas).

Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%.

4. Derajat III (PPOK berat)

Gejala klinis : Sesak napas derajat sesak 3 dan 4.Eksaserbasi lebih sering terjadi Spirometri

:FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50%

5. Derajat IV (PPOK sangat berat)

Gejala klinis : Pasien derajat III dengan gagal napas kronik. Disertai komplikasi kor pulmonale atau

gagal jantung kanan.

Spirometri :FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50%.

21
G. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan medis dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:

a. Berhenti merokok harus menjadi prioritas.

b. Bronkodilator (β-agonis atau antikolinergik) bermanfaat pada 20- 40% kasus.

c. Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam memperpanjang usia pasien dengan

gagal nafas kronis (yaitu pasien dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa dan FEV 1 sebesar 1,5 L).

d. Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat simtomatik yang signifikan

pada pasien dengan pnyakit sedang-berat.

e. Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan dengan meningkatkan elastic

recoil sehingga mempertahankan potensi jalan nafas (Davey, 2002).

2. Penatalaksanaan keperawatan

Penatalaksanaan keperawatan dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:

a. Mempertahankan patensi jalan nafas

b. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas

c. Meningkatkan masukan nutrisi

d. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi

e. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan (Doenges,

2000)

Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:

1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi juga

fase kronik.

2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian

22
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari

polusi udara.

2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.

3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu

diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu

sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.

23
Asuhan keperawatan teoritis berdasarkan konsep pengkajian gordon
a. Data demografi
1) Identitas klien: nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, status
perkawinan dan diagnosa medis.
2) Identitas penanggung jawab: nama, umur, pekerjaan dan hubungan dengan pasien.

b. Pola fungsional gordon


1) Persepsi kesehatan dan penanganan kesehatan
a) Keluhan utama : Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan Penyakit
Paru Obstriksi Kronik (PPOK) didapatkan keluhan berupa sesak nafas.
b) Riwayat penyakit sekarang : Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya
tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa
tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-
keluhannya tersebut.
c) Riwayat penyakit dahulu : pernah, atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media,
mastoiditis) atau infeksi paru – paru (bronkiektaksis, abses paru, empiema), jantung
(endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit).

2) Pola nutrisi-metabolik
Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema), ketidakmampuan untuk makan
karena distress pernafasan, penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan
berat badan menunjukkan edema (bronchitis), turgor kulit buruk, edema dependen,
berkeringat.

3) Pola eliminasi
Data yang ditemukan yang ditemukan mencakup pola eliminasi urin dan
fekal, frekuensi, konsistensi, warna, bentuk dan jumlah.

24
4) Pola aktivitas-latihan

Keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari


karena sulit bernafas, ketidak mampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk
tinggi, dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan, keletihan,
gelisah, insomnia, kelemahan umum/kehilangan massa otot. Pembengkakan pada
ekstremitas bawah, peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung, distensi
vena leher, edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung, bunyi jantung
redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter dada), warna
kulit/membrane mukosa: normal/abu-abu/sianosis; kuku tabuh dansianosis perifer , pucat
dapat menunjukkan anemia.

5) Pola tidur-istirahat
Gelisah, insomnia, Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.

6) Pola kognitif-konseptual
Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.

7) Pola persepsi diri/konsep diri


Tindakan mengenali dan mengamati perasaan emosi dan motivaso tehadap penyakit

8) Pola peran/hubungan
Kelalaian hubungan dengan anggota kelurga lain, hubungan ketergantungan, kurang system
penndukun, kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang dekat.

9) Pola seksualitas
Penurunan libido.

10) Pola koping-intoleransi stres


Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik.

25
11) Pola nilai dan kepercayaan

Tidak ada pembatasan religius.

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Bersihan Jalan Nafas NOC: NIC
tidak efektif berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Nafas
dengan: keperawatan selama......x24 jam
 Obstruksi jalan pasien menunjukkan keefektifan 1. Posisikan pasien
nafas : spasme jalan nafas, jalan nafas dibuktikan dengan: untuk memaksimalkan
sekresi tertahan, banyaknya ventilasi
mukus, adanya jalan nafas Status Pernafasan : 2. Lakukan fisioterapi
buatan, sekresi bronkus, dada jika perlu
adanya eksudat di alveolus, 1. Frekuensi pernafasan dalam 3. Keluarkan sekret
adanya benda asing di jalan batas normal dengan batuk atau suction
nafas. 4. Auskultasi suara nafas,
2. irama pernafasan normal catat adanya suara
Batasan Karakteristik : tambahan
 Dispneu, Penurunan suara 3. Tidak ditemukan ronchi saat 5. Kolaborasi Berikan
nafas auskultasi bronkodilator 
 Orthopneu 7. Monitor respirasi dan
 Cyanosis 4. Tidak ada penggunaan otot status O2
 Kelainan suara nafas (rales, bantu pernapasan 8. Pertahankan jalan nafas
wheezing) 5. Tidak ada dipsnea yang paten
 Kesulitan berbicara 6. Tidak ditemukan akumulasi 9. Pertahankan hidrasi yang
 Batuk, tidak efekotif atau sputum adekuat untuk
tidak ada 7. Tidak ada batuk mengencerkan sekret
 Mata melebar 8. Tidak ada pernafasan cuping
 Produksi sputum hidung
 Gelisah 9. Tidak ada retraksi dinding
 Perubahan frekuensi dan dada
irama nafas 10. Tidak ada suara nafas
tmbahan
11. Tidak ada perasaan kurang
istirahat.

26
NOC: NIC :
Pola Nafas tidak efektif
berhubungan dengan : Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Nafas :
 Hiperventilasi keperawatan selama …..x24 jam 1. Posisikan pasien
 Penurunan pasien menunjukkan keefektifan untuk memaksimalkan
energi/kelelahan pola nafas, dibuktikan dengan ventilasi
 Perusakan/pelemaha kriteria hasil: 2. Auskultasi suara
n muskulo-skeletal nafas, catat adanya suara
 Kelelahan otot Status pernafasan : ventilasi tambahan
pernafasan  6. Catat pergerakan
 Hipoventilasi 1. frekuensi nafas normal dada,amati kesimetrisan,
sindrom 2. Irama pernafasan normal penggunaan otot tambahan,
3. Suara perkusi nafas sonor retraksi otot supraclavicular
 Nyeri
2. 4. Tidak ada penggunaan otot dan intercostal
 Kecemasan
nafas  7. Monitor suara
 Disfungsi 5. Tidak ada suara nafas nafas, seperti dengkur
Neuromuskuler tambahan
 Obesitas  Monitor pola nafas :
6. Tidak ada retraksi dinding bradipena, takipenia,
 Injuri tulang dada kussmaul, hiperventilasi,
belakang 7. Tidak ada suara nafas cheyne stokes, biot
tambahan 8. Monitor respirasi dan
Batasan Karakteristik: 8. Tidak ada dipsnea saat status O2
 Dyspnea istirahatt 9. Monitor frekuensi nafas
 Nafas pendek

 Penurunan tekanan

inspirasi/ekspirasi

 Penurunan pertukaran udara

per menit
 Menggunakan otot
pernafasan tambahan
 Orthopnea
 Pernafasan pursed-lip
3.  Tahap ekspirasi NOC:
NIC :
berlangsung sangat lama Setelah dilakukan tindakan
Manajemen Asam Basa
 Penurunan kapasitas vital keperawatan selama ….x 24jam
 Respirasi: < 11 – 24 x /mnt Gangguan pertukaran pasien
1. Monitor TTV, AGD,
teratasi dengan kriteria hasil:
elektrolit dan ststus mental
Status pernafasan : Pertukaran
2. Observasi sianosis
Gangguan Pertukaran gas gas
khususnya membran
Berhubungan dengan : 1. PaO2 dalam batas normal
mukosa
2. PaCO2 dalam batas normal
 ketidakseimbangan perfusi
3. pH arteri normal
ventilasi 3. Jelaskan pada pasien
4. Saturasi oksigen normal
 perubahan membran dan keluarga tentang

27
kapiler-alveolar 5. Tidak ada dipnea saat persiapan tindakan dan
istirahat tujuan penggunaan alat
Batasan karakteristik: 6. Tidak ada perasaan kurang tambahan (O2, Suction,
 sakit kepala ketika bangun istirahat Inhalasi)
 Dyspnoe Auskultasi bunyi jantung,
 Gangguan penglihatan jumlah, irama dan denyut
 Penurunan CO2 jantung
3.  Takikardi
 Hiperkapnia
 Keletihan
 Iritabilitas
 Hypoxia
 kebingungan
 sianosis
 warna kulit abnormal
(pucat, kehitaman)
 Hipoksemia NIC :
 hiperkarbia NOC :
4.  AGD abnormal Setelah dilakukan tindakan Terapi Oksigen :
 pH arteri abnormal keperawatan selama ….x 24jam
 frekuensi dan kedalaman Intoleransi aktivitas pasien 1. Pertahankan kepatenan
nafas abnormal teratasi dengan kriteria hasil: jalan nafas
2. Monitor efektivitas terapi
Intoleransi Aktivitas Toleransi terhadap aktivitas oksigen
Berhubungan dengan : 3. Monitor aliran oksigen
Gaya hidup kurang gerak 1. Frekuensi nafas ketika 4. Monitor alat pemberian
Imobilisasi beraktivitas normal oksigen
Ketidakseimbangan antara 2. Kemudahan ketika bernafas 5. Amati tanda-tanda
suplai oksigen dan 3. Kemudahan dalam hipoventilasi
kebutuhan melakukan aktivitas sehari-hari 6. Monitor kecemasan klien
Tirah baring yang berkaitan dengan
kebutuhan mendapat terapi
Batasan karakteristik : oksigen
Dipsnea setelah aktivitas 7. Rubah penggunaan
Keletihan oksigen dari masker ke
Keidaknyamanana setelah kanula saat makan
aktivitas

28
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

Seorang Pasien, 50 tahun, laki-laki, menikah, pekerjaan buruh di pabrik pemotongan


kayu, di rawat di rumahsakit dengan keluhan utama sesak nafas, dada yang tertekan dan
kesulitan bernafas, batuk yang disertai dengan sputum, warna putih, letih dan lemah
setelah melakukan aktivitas sehari-hari karena kesulitan bernafas, sesak nafas saat
istirahat setelah beraktivitas, kesulitan untuk tidur. Ada riwayat merokok, sering
mengalami pilek dan batuk setelah terpapar serbuk kayu. Pasien pasien terlihat letih,
pasien dibantu oleh anggota keluarganya untuk melakukan aktivitas seperti untuk
ambulasi atau berpindah tempat, mandi dan toileting. pasien terlihat kesulitan berbicara.
Pada pola aktivitas dan latihan pasien didapatkan hasil sebagai berikut untuk berpindah,
mandi dan toileting pasien di bantu oleh orang lain atau anggota keluarganya dengan skor
penilaian 2. Pada pola istirahat tidur, pasien mengatakan sebelum sakit pasien dapat tidur
dengan nyenyak, tidur selama ± 8 jam, pasien juga dapat tidur siang selama 1 jam. Pasien
mengatakan kesulitan untuk tidur karena batuk yang bertambah di malam hari, pasien
mengatakan tidak dapat beristirahat dengan baik, pasien sering terbangun saat tidur di
malam hari, pasien terbangun 4 kali di malam hari, pasien tidur selama 5 jam sehari. Dari
pemeriksaan fisik pada pasien ditemukan tanda-tanda vital tekanan darah 110/60 mmHg,
nadi 88 x/ menit, suhu badan 36,6oc, respirasi 28 x/menit. Pada pemeriksaan head to toe
diperoleh hasil kedua mata sembab, kedua kelopak mata bawah terlihat hitam, kedua
mata simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak menggunakan alat
bantu penglihatan. Pemeriksaan hidung: lubang hidung simetris, tidak ada polip, bersih,
tidak ada sekret, dan dapat mencim bau dengan baik. Pemeriksaan leher tidak ada
pembesaran kelenjar thyroid. Pada pemeriksaan paru: simetris, adanya bentuk dada
seperti tong, terlihat meninggikan bahu untuk bernafas, pengembangan dada kanan dan
kiri sama, vokal fremitus sama kanan dan kiri, bunyi pekak pada paru-paru, bunyi nafas
mengi, ronkhi pada paru bagian kanan dan wheezing pada paru bagian kiri. Pada
pemeriksaan jantung: simetris, ictus kordis tidak tampak, ictus cordis teraba, teratur dan
tidak terlalu kuat, bunyi pekak, tidak ada pelebaran, bunyi jantung murni, tidak ada suara
tambahan. Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi: simetris, tidak ada luka bekas operasi,
peristalik usus 8 x/menit, perkusi : timpani, tidak ada nyeri tekan. Pada pemeriksaan
genetalia: bersih, tidak terpasang kateter. Pada pemeriksaan ekstrimitas, ekstrimitas atas
kanan dapat bergerak bebas. terpasang infuse RL 20 tpm. Ektrimitas bawah tidak ada
udema, pasien dapat bergerak bebas. Pada pemeriksaan penunjang,
leukosit 9120/UL, glukosa sewaktu 196 mg/dL, natrium 139 mmol/L, kalium 3,8
mmol/L, klorida 97 mmol/L.
Pemeriksaan sputum:  BTA I negative, lekosit positif, epithel positif.
Pemeriksaan dengan pewarnaan ZN 2 x BTA II negative, lekosit positif, epithel positif,
pewarnaan 3 x, BTA III negative, lekosit positif, epithel positif.
Pada pemeriksaan rontgen didapatkan kesan penyakit paru obstruksi kronis (PPOK).

29
I. DATA DEMOGRAFI
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Status perkawinan : Kawin
Diagnosa medis : PPOK

IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB


Penanggungjawab :
Umur :
Pekerjaan :
Hubungan dengan pasien:

II.POLA FUNGSIONAL
1. Persepsi Kesehatan dan Penanganan Kesehatan
Keluhan Utama / Kesehatan umum :
Pasien Tn. dirawat dirumah sakit dengan sesak nafas, dada yang tertekan dan kesulitan
bernafas, batuk yang disertai dengan sputum, warna putih, letih dan lemah setelah
melakukan aktivitas sehari-hari karena kesulitan bernafas, sesak nafas saat istirahat setelah
beraktivitas, kesulitan untuk tidur.
 Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien sesak nafas, dada yang tertekan dan kesulitan bernafas, batuk yang disertai dengan
sputum, warna putih, letih dan lemah setelah melakukan aktivitas sehari-hari karena
kesulitan bernafas, sesak nafas saat istirahat setelah beraktivitas, kesulitan untuk tidur yang
dirasakan sampai sekarang.

 Riwayat Penyakit Sekarang:


batuk yang disertai dengan sputum, warna putih

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien tidak memiliki riwayat penyakit TBC
Alergi : pasien tidak memiliki elergi terhadap obat dan makanan

Kebiasaan :
Tembakau Meroko :pasien mengatakan memiliki kebiasaaan merokok
Alkohol : pasien tidak pernah meminum alkohol

2. Pola Nutrisi - Metabolik

30
Masukan nutrisi sebelum sakit :
Jenis makanan/minuman : makanan padat
Makanan pantangan: : tidak ada
glukosa sewaktu 196 mg/dL
Kudapan sore: tidak ada
 Saat sakit :
Jenis Makanan/Minuman ;
Kesulitan menelan (disfagia) : tidak ada

Pemeriksaan Fisik
Tanda vital :
TD : 110/60 mmhg
RR : 28x/i
HR : 88x/i
Suhu ; 36.6oC
Kulit :
 Warna : Normal
 Suhu : 36,60C
 Turgor : < 2 detik,
 Edema : tidak ada edema
 Lesi : tidak ada lesi
 Memar : tidak ada

Rambut dan kulit kepala :


Keadaan rambut : berminyak dan tipis.
Warna rambut : hitam

M Mulut
 Mulut : tidak ada masalah
 Lidah : tidak ada masalah
 Wicara :kesulitan berbicara karena sesak nafas

3. Pola Eliminasi
 Feces
Kebiasaan defekasi : 1 (satu) x/hr,
Masalah : tidak ada

Pemeriksaan fisik :
 Abdomen :
Struktur : simetris
Distensi : tidak ada
 Rectum
Lesi : tidak ada
Bising usus : 8x/i

31
 Urine
Alat Bantu : tidak ada
Pemeriksaan Fisik
Ginjal : tidak ada masalah
Nyeri ketuk : negatif.
Keadaan urethra : Normal
natrium 139 mmol/L
kalium 3,8 mmol/L
klorida 97 mmol/L.

4. Pola Aktivitas-Latihan
Kemampuan perawatan diri : dibantu oleh orang lain dengan skor 2
meriksaan Fisik :
a. Pernafasan/Sirkulasi
 Tanda vital :
Tek. Darah : 110/60 mmHg
Nadi : 88 x/mt
Resp. : 28 x/mt
Batuk : disertai sputum berwarna putih
Bunyi nafas : mengi dan ronchi
Perkusi : bunyi pekak pada paru
Bentuk dada seperti tong
Penggunaan otot bantu nafas
Pemeriksaan rotgen kesan penyakit ppok
Pemeriksaan sputum BTA Negatif, leukosit positif, epitel positif
Kelainan : ada suara nafas tambahan

b. Muskuloskletal
tidak ada masalah
Tepasang infuse Ringer laktat 20 tpm pada tangan kiri

5. Pola Tidur – Istirahat


Kebiasaan : sebelum sakit tidur 8jam setelah sakit sering terbangun dimalam hari dan tidur
hanya 5jam
Pemeriksaan Fisik:
 Penampilan umum : lemah dan letih
 Lingkaran hitam disekitar mata : ada

6. Pola kognitif-Konseptual
 Pendengaran : tidak ada gangguan
 Nyeri / ketidaknyamanan : tidak ada
Pemeriksaan Fisik
 Mata :
 Pupil : tidak ada masalah
 Rexlex thd cahaya : tidak ada masalah

32
 Kedua mata sebam
 Mata bawah terlihat hitam

 Status Mental : tidak ada masalah
 Compos Mentis

 Bicara : kesulitan bicara karena sesak nafas

7. Pola Persepsi Diri/Konsep Diri


Keadaan emosional : stabil

8. Pola Peran/Hubungan
Status pekerjaan : tetap
Kepedulian keluarga mengenai perawatan : baik

9. Pola Seksualitas
Pemeriksaan Fisik :
Genetalia
Terpasang kateter
Kelainan : tidak ada kelainan

10. Pola Koping-Toleransi Stress


Kemampuan adaptasi : bagus
 Cara mengambil keputusan : sendiri

11. Pola Nilai – Kepercayaan


 Pembatasan religius : tidak ada

33
ASUHAN KEPERAWATAN

N DIAGNOSA NOC NIC


O
1 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Nafas
tidak efektif b.d keperawatan selama 3 x 24 jam,
obstruksi Jalan Nafas Bersihan jalan nafas tidak 1. Posisikan pasien
Defenisi: efektif membaik, dengan untuk memaksimalkan
Ketidakmampuan kriteria hasil : ventilasi
membersihkan sekresi 2. Lakukan fisioterapi
atau obstruksi dari saluran Status Pernafasan : dada jika perlu
napas untuk 3. Keluarkan sekret
mempertahankan bersihan 1. Frekuensi pernafasan dalam dengan batuk atau suction
jalan nafas. batas normal 4. Auskultasi suara
2. irama pernafasan normal nafas, catat adanya suara
3. Tidak ditemukan ronchi saat tambahan
Data Subjektif : auskultasi 5. Kolaborasi Berikan
1. Pasien mengatakan batuk 4. Tidak ada penggunaan otot bronkodilator 
mengeluarkan sputum bantu pernapasan 6. Monitor respirasi
berwana putih 5. Tidak ada dipsnea dan status O2
2. 6. Tidak ditemukan akumulasi 7. Pertahankan jalan
Data Objektif : sputum nafas yang paten
1. Pasien batuk dengan 7. Tidak ada batuk 8. Pertahankan hidrasi
mengeluarkan 8. Tidak ada pernafasan cuping yang adekuat untuk
sputum hidung mengencerkan sekret
2. Bunyi nafas 9. Tidak ada retraksi dinding
tambahan ronchi dan dada
whizing 10. Tidak ada suara nafas
3. Sputum dalam tmbahan
jumlah berlebihan 11. Tidak ada perasaan kurang
4. Perkusi paru pekak istirahat.

2 Ketidakefektifan Pola Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas


Nafas b.d Hiperventilasi keperawatan selama 3 x 24 jam, 1. Posisikan pasien untuk
Defenisi: pasien menunjukkan memaksimalkan
Inspirasi dan/ ekspirasi keefektifan pola nafas, ventilasi
yang tidak memberi ibuktikan dengan kriteria hasil: 2. Kolaborasi pemberian

34
ventilasi tidak adekuat. bronkodilator :
Status pernafasan : ventilasi 3. Atur intake untuk
Data Subjektif: cairan mengoptimalkan
1. Pasien mengatakan 1. frekuensi nafas normal keseimbangan.
sesak napas dan dada 2. Irama pernafasan normal 4. Monitor respirasi dan
tertekan 3. Suara perkusi nafas sonor status O2
2. Pasien mengatakan 4. Tidak ada penggunaan otot 5. Pertahankan jalan nafas
sulit tidur karena sesak nafas yang paten
napas 5. Tidak ada suara nafas 6. Observasi adanya tanda
tambahan tanda hipoventilasi
Data Objektif: 6. Tidak ada retraksi dinding 7. Monitor adanya
1. Respiration 28 x/menit dada kecemasan pasien
2. Dipsnea 7. Tidak ada suara nafas terhadap oksigenasi
3. Penggunaan otot bantu tambahan 8. Monitor  vital sign
pernapasan 8. Tidak ada dipsnea saat 10. Catat pergerakan
4. Bentuk dada seperti istirahat dada,amati kesimetrisan,
tong penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular
dan intercostal
 11. Monitor suara
nafas, seperti dengkur
 Monitor pola nafas :
 12. bradipena,
takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne
stokes, biot

3 Intoleransi Aktivitas b.d Setelah dilakukan tindakan Terapi Oksigen :


ketidakseimbangan keperawatan selama 3x 24jam
antara suplai oksigen Intoleransi aktivitas pasien 1. Pertahankan kepatenan
dan kebutuhan teratasi dengan kriteria hasil: jalan nafas
Defenisi : ketidakcukupan 2. Monitor efektivitas terapi
energi fisiologi atau
Toleransi terhadap aktivitas oksigen
psikologi untuk 3. Monitor aliran oksigen
mempertahankanatau 4. Frekuensi nafas ketika 4. Monitor alat pemberian
menyelesaikan aktivitas beraktivitas normal oksigen
kehidupan sehari-hari
5. Kemudahan ketika 5. Amati tanda-tanda
yang harus atau ingin bernafas hipoventilasi
dilakukan 6. Kemudahan dalam 6. Monitor kecemasan klien
melakukan aktivitas sehari-hari yang berkaitan dengan
Data Subjektif : kebutuhan mendapat terapi
1. Pasien mengatakan oksigen
letih dan lemah stelah 7. Rubah penggunaan
melakukan aktivitas oksigen dari masker ke
2. Pasien mengatakan kanula saat makan
sesak nafas saat

35
istirahat dan saat
beraktivitas
3. Pasien mengatakan
tidak dapat
beristirahat dengan
baik karena sesak
nafas

Data Objektif :
1. RR : 28x/i
2. Pasien tampak letih
dan lemah
3. Pasien dibantu oleh
keluarga saat beraktivitas
4. Pasien tampak
kesulitan berbicara
5. Pasien tampak sesak
nafas
6. Tampak penggunaan
otot bantu pernafasan

36
BAB IV
PENUTUP

37
DAFTAR PUSTAKA

Buluchek, Gloria, dkk (2013) Nursing Intervention Clasification (NIC), 6th Edition,
Yogyakarta : MocoMedia

Buluchek, Gloria, dkk (2013) Nursing outcomes Clasification (NOC), 6th Edition,
Yogyakarta : MocoMedia

Agusti, Avar, dkk (2017) Global Initiative For Chronic Obstructive Lung Disease.
Spain : GOLD

Herman, Heather, dkk. (2018) NANDA Internasional Nursing Diagnosis : Definition and
Clasification 2018-2020 eleven edition, Jakarta : EGC.

Somantri, Irman (2007) Asuhan keperawatan pada pasien gangguan sistem pernapasan.
Jakarta : Salemba Medika.

Smelzer, s & Bare (2002) Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart
Vol 2 . Jakarta :EGC

Utama, Saktya, Yudha, Ardhi (2018) Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Sistem
Respirasi. Yogyakarta : deePublish.

Tartowo, dkk (2009) Anatomi sistem pernafasan. Jakarta : Salemba Medika

38

Anda mungkin juga menyukai