Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

RESUME ASUHAN KEPERAWATAN


DENGAN PNEUMONIA
DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)
RUMAH SAKIT DAERAH GUNUNG JATI KOTA CIREBON

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Kegawat Daruratan dan Kritis
Program Profesi Ners Reguler

Oleh :

Adisa Gustiani Dewi

JNR0220003

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

TAHUN AJARAN 2022-2023


LAPORAN PENDAHULUAN

1. Definisi Pnemounia
Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang.
Kantung-kantung kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang.
Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Gara-gara
inilah, selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita pneumonia bisa
meninggal (Misnadiarly, 2018).
Pneumonia adalah keradangan parenkim paru dimana asinus terisi
dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke
dalam interstitium, menyebabkan sekumpulan gejala dan tanda khas biasanya
dengan gambaran infiltrat sampai konsolidasi pada foto rontgen dada.
Gejala/tanda tersebut antara lain, demam, sesak napas, batuk dengan dahak
purulen kadang disertai darah dan nyeri dada (Syahrir, 2018).

2. Etiologi
a. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari
bayi sampai usia lanjut. Agen penyebab pneumonia di bagi menjadi
organisme gram-positif atau gramnegatif seperti : Steptococcus
pneumoniae (pneumokokus), Streptococcus piogenes, Staphylococcus
aureus, Klebsiela pneumoniae, Legionella dan lain-lain. Sebenarnya
bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus
pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan
tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera
memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi
pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan
denyut jantungnya meningkat cepat (Misnadiarly, 2008).
b. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh
virus. Influenzae virus, Parainfluenzae virus, Respiratory, Syncytial
adenovirus, chicken-pox (cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus
herpes simpleks, Virus insial pernapasan, hanta virus dan lain-lain. Virus
yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus
(RSV).Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran
pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu
pneumonia.Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini
tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat.Namun bila infeksi terjadi
bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang
menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).
c. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan
penyakit pada manusia.Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai
virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya.Pneumonia
yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma
menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja
dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang
tidak diobati (Misnadiarly, 2008).
d. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut
pneumonia pneumosistis.Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis
Carinii Pneumonia (PCP).Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada
bayi yang prematur.Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa
minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan
hari.Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan
paru atau spesimen yang berasal dari paru (Djojodibroto, 2009).
e. Fungi
Pneumonia fungi yang terjadi sering diakibatkan oleh adanya
jamur Aspergilus, Fikomisetes, Blastomises dermatitidis, histoplasma
kapsulatum dan lain-lain.
f. Bahan Lain Non Infeksi
Selain disebabkan oleh infeksi, pneumonia juga dapat diakibatkan
oleh adanya agen non infeksi seperti aspirasi lipid, zat-zat kimia, polutan,
allergen dan radiasi.Selain itu juga dapat diakibatkan oleh konsumsi obat
seperti nitofurantoin, busulfan dan metotreksat.

3. Manifestasi Klinis
Temuan Subjektif Temuan Objektif
a. Dispnea a. Demam
b. Takipnea (laju pernafasan >60 b. Membebat hemotoraks yang sakit
kali/menit). c. Hipoksemia
c. Nyeri dada pleuritik d. Bunyi pekak saat perkusi
d. Demam tinggi (suhu 39-40’C) e. Krakles
e. Menggigil f. Tidak ada bunyi napas pada
f. Hemoptisis bidang paru yang dakit
g. Batuk produktif dengan sputum g. Rongent dada mungkin
berbusa atau purulen menunjukkan infiltrat,
konsolidasi, atau opasifikasi
(Asih, Niluh., 2013)

Kelompok umur kriteria pneumonia Gejala klinis


2 bulan - < 5 tahun Batuk bukan Tidak ada napas cepat dan
pneumonia tidak ada tarikan dinding
dada bagian bawah
pneumonia Adanya napas cepat dan
tidak ada tarikan dinding
dada bagian bawah kedalam
Pneumonia berat Adanya tarikan dinding
dada bagian bawah ke
dalam
Bukan pneumonia Tidak ada napas cepat dan
tidak ada tarikan dinding
dada bagian bawah kedalam
< 2 bulan yang kuat
Pneumonia berat Adanya napas cepat dan
adanya tarikan dinding
bawah kedalam yang kuat
Sumber: Ditjen P2PL Depkes RI 2007.

Tanda & Gejala Berdasarkan Jenis Pneumonia (Somantri, 2017)


JENIS PNEUMONIA FAKTOR RESIKO TANDA & GEJALA
Sindroma Tipikal  Sickle cell disease  Onset mendadak dingin,
 Hipogammaglobuline menggigil, demam (39-400C)
mia  Nyeri dada pleuritis
 Multiple myeloma  Batuk produktif, sputum hijau,
purulen, dan mungkin
mengandung bercak darah,
serta hidung kemerahan
 Retraksi interkostal,
penggunaan otot aksesorius,
dan bisa timbul sianosis
Sindrom Atipikal  Usia tua  Onset bertahap dalam 3-5 hari
 COPD  Malaise, nyeri kepala, nyeri
 Flu tenggorokan
 Anak-anak  Nyeri dada karena batuk
 Dewasa muda
Aspirasi  Kondisi lemah karena  Anaerobic campuran, mulanya
konsumsi alkohol onset perlahan
 Perawatan (misalnya  Demam rendah dan batuk
infeksi nosokomial)  Produksi sputum; bau busuk
 Gangguan kesadaran  Foto dada jaringan interstitial
yang terkena tergantung
bagian yang terkena di paru-
parunya
 Infeksi gram negative atau
positif
 Gambaran klinik mungkin
sama dengan pneumonia
klasik
 Distress respirasi mendadak,
dispnea berat, sianosis, batuk,
dan diikuti tanda infeksi
sekunder
Hematogen  Kateter IV yang  Gejala pulmonal timbul
terinfeksi minimal disbanding gejala
 Endokarditis sepilkemia
 Drug abuse  Batuk non produktif dan nyeri
 Abses intra abdomen pleuritik sama dengan yang

 Pyelonefritis terjadi pada emboli paru-paru


4. Pathway

Sumber : Amin, 2018


5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan ciri-ciri sebagai berikut:
Inspeksi
 Retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan
cuping hidung.
 Distres pernapasan: retraksi dinding dada,penggunaan otot tambahan
yang terlihat; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan.
Hal ini disebabkan oleh tekanan intrapleura yang bertambah negatif
selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan
retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada,
yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan
suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat
terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi
lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat
interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih
tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan
pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda
yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada
infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head bobbing”, yang dapat
diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga
tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres
pernapasan yang lain pada “head bobbing”, adanya kerusakan sistem
saraf pusat dapat dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan
adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi
memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada).
Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan
menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan.Selain itu
dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan
negatif faring selama inspirasi.    
Palpasi
Taktil fremitus masih ada
Perkusi
Tidak ditemukan kelainan.
Auskultasi
Ditemukan crackles sedang nyaring. Crackles adalah bunyi non
musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan
spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun
rendah, keras atau lemah, jarang atau banyak, halus atau kasar. Crackles
dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan
napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
b. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama
untuk menegakkandiagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat
sampai konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan
interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas
menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah
diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering
disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa
sering memperlihatkan infiltrat bilateralatau gambaran bronkopneumonia
sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang
terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
Pemeriksaan radiologi dapat memberikan gambaran yang bervariasi, di
antaranya:
 Bercak konsolidasi merata pada bronkopneumonia
 Bercak konsolidasi satu lobus pada pneumonia lobaris
 Gambaran bronkopneumonia difua atau infiltrate interstitial pada
pneumonia staphylococcus
 Bercak infiltrate alveolar menunjukkan pneumonia yang disebabkan
oleh \bakteri, virus maupun mycoplasma
 Bercak infiltrate sirkular menunjukkan gambaran pneumonia
pneumococcal pada tahap awal
 Bercak infiltrasi difus menunjukkan adanya infeksi M. pneumonia
 Bercak konsolidasi lobus, plate like atelectasis,m nodular infiltration
dan hilar adenopathy juga menunjukkan adanya infeksi M. pneumonia
 Bercak reticulonodular infiltrate yang mengarah ke infiltrate alveolar
menunjukkan pneumonia P. carinii
 Hilar adenopathy menunjukkan adanya kecenderungan tuberculosis.
(Jadavji, dkk.1997)
c. Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah
leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai
30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri
serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi
diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah
dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas
darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia pada stadium lanjut dapat
terjadi asidosis respiratorik.
a. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat
mengidentifikasi semua organisme yang ada.
b. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis
organisme khusus.
c. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan
luas berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
d. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
e. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
f. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda
asing.
6. Penatalaksanaan Medis
A. Tindakan suportif (Setyoningrum,2006)
 Pemberian oksigen yang adekuat untuk mempertahankan PaO2> 8 kPa
(SaO2< 90%) melalui kateter hidung atau masker. Jika penyakitnya
berat dan sarana tersedia, alat bantu nafas mungkin diperlukan
terutama bila terdapat tanda gagal nafas.
 Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Resusitasi cairan intravena
untuk memastikan stabilitas hemodinamik. Cairan rumatan yang
diberikan mengandung gula dan elektrolit yang cukup. Jumlah cairan
sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi. Pasien yang
mengalami sesak yang berat dapat dipuasakan, tetapi bila sesak sudah
berkurang asupan oral dapat segera diberikan. Pemberian asupan oral
dapat diberikan bertahap melalui NGT drip susu atau makanan cair.
Dapat dibenarkan pemberian retriksi cairan 2/3 dari kebutuhan
rumatan, untuk mencegah edema paru dan edema otak akibat SIADH
(Syndrome of Inappropriate Anti Diuretic Hormone)
 Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan normal
salin untuk memperbaiki transpor mukosiliar.
 Koreksi kelainan elektrolit / metabolik yang terjadi misalnya
hipoglikemia dan asidosis metabolik.
 Mengatasi penyakit penyerta seperti kejang, demam, diare dan lainnya
serta komplikasi bila ada.
 Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan napas
positif kontinu (continous positive airway pressure), atau ventilasi
mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas.
 Fisioterapi dada dengan drainage postural, bronkoskopi & suction
dapat diberikan untuk membantu pasien mengeluarkan sekret di
saluran pernafasan. Dan hidrasi untuk mengencerkan sekresi sekret.
 Terapi antibiotika(Setyoningrum,2006)
Sesuai dengan kebijakan Program Pemberantasan Penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (P2ISPA), antibiotika yang dipakai untuk
pengobatan pneumonia adalah kotrimoksasol (480 mg dan 120 mg)
dengan pemberian selama 5 hari. Antibiotika yang dapat dipakai
sebagai pengganti kotrimoksasol ialah ampisilin, amoksisilin, dan
prokain penisilin. Kotrimoksasol adalah antibiotika yang
diprioritaskan oleh WHO dengan pertimbangan sebagai berikut :
 Resistensinya belum pernah dilaporkan.
 Harganya murah dan mudah didapat.
 Sangat mudah cara pemberiannya yaitu cukup dua kali sehari
selama 5 hari (bila dibandingkan dengan antibiotika lain
pemberiannya harus empat kali sehari).
a. Golongan beta-laktam (Penisilin, Sefalosporin, Karbapenem dan
monobaktam) digunakan untuk terapi pneumonia karena bakteri seperti
Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae dan Staphyloccocus
aereus.
b. Golongan Sefalosporin digunakan untuk pneumonia berat, terutama bila
penyebabnya belum diketahui.
c. Golongan penisilin digunakan pada pneumonia ringan – sedang.
d. Ampisilin digunakan pada pneumonia karena Streptococcus dan
Pneumococcus dsb. (bakteri gram +)
e. Ampisilin dan Kloramfenikol digunakan pada pneumonia karena
Hemofilus dsb. (bakteri gram -)
f. Pada keadaan imunokompromais (gizi buruk, penyakit jantung bawaan,
gangguan neuromuskular, keganasan, pengobatan kortikosteroid jangka
panjang, fibrosis kistik dan infeksi HIV), pemberian antibiotik harus
segera dimulai saat tanda awal pneumonia didapatkan dengan pilihan
antibiotik : sefalosporin generasi 3. Dapat dipertimbangkan juga
pemberian :
 Kotrimaksasol pada Pneumonia Pneumokistik Karinii
 Anti viral (Asiklovir, gansiklovir) pada pneumonia karena
sitomegalovirus
 Anti jamur (amphotericin B, ketokenazol, flukonazol) pada pneumonia
karena jamur
g. British Thoracic Society (BTS) merekomendasikan bahwa antibiotik
secara parental diberikan pada anak-anak dengan pneumonia berat / anak
yang tidak bisa menerima antibiotika oral
h. Pemberian antibiotik biasanya diberikan sesuai jenis infeksius pneumonia,
jika pada pneumonia selain bekteri maka pemberian antibiotik bertujuan
untuk mengurangi resiko infeksi bakteri sekunder.
i. Sedangkan untuk pengobatan simptomatik demam yang muncul dapat
diberikan parasetamol (500 mg), pemberian setiap 6 jam selama 2 hari,
dengandosis :
1
 2 bulan - <6 bulan  tablet 500mg
8
1
 6 bulan - < 3 tahun  tablet 500mg
4
1
 3 tahun - < 5 tahun  tablet 500mg
2

7. Asuhan Keperawatan Teori


A.   Pengkajian
a.   Identitas
b.   Riwayat Kesehatan :
1)     Keluhan utama : batuk, pilek, demam, sesak napas, gelisah
2)     Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien
saat masuk rumah sakit)
3)     Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien) : sesak napas, batuk lama,
TBC, alergi
4)      Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik
bersifat genetik atau tidak) : sesak napas, batuk lama, TBC, alergi
5)      Riwayat imunisasi : BCG
6)      Riwayat tumbuh kembang
c.   Pemeriksaan persistem :
1)      Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status gizi (BB, TB)
2)      Sistem persepsi sensori :
a)  Sistem persyarafan : kesadaran, iritabel, kaku kuduk, kejang.
b)  Sistem pernafasan : kusmaul, sianosis, pernapasan, cuping hidung,
takipneu, ronkhi, produksi secret meningkat
c)  Sistem kardiovaskuler : takikardi, nyeri dada, nadi lemah dan
cepat, kapilary refill lambat, akral hangat/dingin, sianosis perifer
d)  Sistem gastrointestinal : kadang diare
e)   Sistem integumen : sianosis, bibir kering
f)   Sistem perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria/anuria
g)   Sistem muskuloskeletal : tonus otot menurun, lemah secara umum
d.      Pola Fungsi Kesehatan
1)     Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : kebiasaan bab di
wc/sungai/kebun, personal hygiene , sanitasi, Keluarga perokok
2)      Pola nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual, muntah, maknan
teakhir yang dimakan, alergi, baru saja ganti susu, salah makan, makan
berlebihan efek samping obat.
3)      Pola eleminasi : bak terakhir, oliguria/anuri
4)      Pola aktifitas dan latihan
5)      Pola tidur dan istirahat : susah tidur
6)      Pola kognitif dan perceptual
7)      Pola toleransi dan koping stress
8)      Pola nilai dan keyakinan
9)      Pola hubungan dan peran
10)  Pola seksual dan reproduksi
11)  Pola persepsi diri dan konsep diri
B. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah Keperawatan

1 DO: dispnea, nafas cepat Bakteri, virus, jamur Bersihan Jalan Nafas
dan dangkal, pernafasan (inhalasi)  alveolus  Tidak Efektif
cuping hidung, peradangan  ekstrapasasi
bronkofoni, ronki basah cairan sirosa ke dalam
halus. RR: 35x/menit. alveoli  terbentuk eksudat
Gambaran multiple  produksi sputum
infiltrate paru sebelah meningkat  batuk tidak
kanan. efektif  ketidakefektifan
DS: pilek dan batuk jalan nafas
produktif dengan secret
tidak bisa dikeluarkan.

2 DO: tampak lemah, Bakteri, virus, jamur Pola napas tidak


gelisah dan sianosis (inhalasi)  alveolus  efektif
sekitar mulut dan perdangan  terbentuk
hidung, dipsnea, ronki eksudat dalam alveoli  O2
basah halus, pernafasan ke vena alveolar kapiler
cuping hidung. terhambat  pola napas
DS: gelisah/rewel. tidak efektif

3 DO: perut tampak Bakteri, virus, jamur Defisit Nutrisi b.d


distended, hipertermi, S: (inhalasi)  alveolus  Faktor Fisiologis
39,5o C. peradangan  eksutad
DS: rewel, tidak mau berlebih  bau dan kental
makan, muntah 3 kali,  ketidakseimbangan
diare 4 kali. nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing


dalam jalan nafas ditandai dengan sputum yang berlebihan.
(D.0001)
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
yang penggunaan otot bantu pernapasan. (D.0005)
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan menelan
makanan (D.0019)
C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
SLKI SIKI
Keperawatan
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
nafas tidak efektif intervensi selama ..x.. (I.01011)
berhubungan jam, diharapkan bersihan Observasi:
dengan benda asing jalan nafas meningkat 1. Monitor pola nafas
dalam jalan nafas dengan (frekuensi,
ditandai dengan Kriteria hasil: kedalaman, usaha
sputum yang (L.01001) nafas)
berlebihan. 1. Batuk efektif 2. Monitor bunyi nafas
(D.0001) meningkat Produksi tambahan (mis.
sputum menurun Gurgling, mengi
2. Mengi, wheezing wheezing, ronkhi
menurun kering)
3. Meconium meurun 3. Monitor sputum
4. Dispneaa meurun (jumlah warna
5. Ortopnea menurun aroma)
6. Sulit bicara menurun Terapeutik:
1. Pertahankan
kepatenan jalan nafas
dengan head tilt chin
lift (jawthrust jika
curiga trauma
servical)
2. Posisikan
semifowler/fowlee
3. Berikan minum
hangat
4. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan
lender kurang dari 15
detik
6. Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep mcgill
8. Berikan oksigen bila
perlu
Edukasi:
1. Anjurkan asupan
2000 ml perhari, jika
tidak kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
2. Pola nafas tidak Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
efektif intervensi selama ..x.. (I.01011)
berhubungan jam, diharapkan pola Observasi:
dengan hambatan napas membaik dengan 1. Monitor pola nafas
upaya napas yang Kriteria hasil: (frekuensi,
ditandai dengan (L.01004)
penggunaan otot 1. Ventilasi semenit kedalaman, usaha
bantu pernapasan. meningakat nafas)
(D.0005) 2. Kapasitas vital 2. Monitor bunyi nafas
meningkat tambahan (mis.
3. Dispnea menurun Gurgling, mengi
4. Penggunakan otot wheezing, ronkhi
bantu nafas menurun kering)
5. Pemanjangan fase 3. Monitor sputum
ekspirasi menurun (jumlah warna aroma)
6. Pernapasan cuping Terapeutik:
hidung menurun 1. Pertahankan
kepatenan jalan nafas
dengan head tilt chin
lift (jawthrust jika
curiga trauma
servical)
2. Posisikan
semifowler/fowlee
3. Berikan minum
hangat
4. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan
lender kurang dari 15
detik
6. Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep mcgill
8. Berikan oksigen bila
perlu
Edukasi:
1. Anjurkan asupan
2000 ml perhari, jika
tidak kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
3. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen nutrisi
berhubungan intervensi selama ..x.. (I.0319)
dengan ketidak jam, diharapkan status Observasi:
mampuan nutrisi membaik dengan 1. Identifikasi status
menelan makanan Kriteria hasil: (L.03030) nutrisi
(D.0019) 1. Porsi makanan yang 2. Identifikasi alergi dan
dihabiskan meningkat intoleransi makanan
2. Kekuatan otot 3. Identifikasi makanan
menelan meningkat yang disukai
3. Kekuatan otot 4. Monitor asupan
pengunyah meningkat makanan
4. Verbalisasi keinginan 5. Identifikasi kebutuhan
untuk meningkatkan kalori dan jenis
nutrisi meningkat nutrient
6. Monitor berat badan
5. Frekuensi makan 7. Monitor hasil
membaik pemeriksaan
6. Nafsu makan laboratorium
membaik Terapeutik:
1. Lakukan oral hygiene
sebelum makan jika
perlu
2. Vasilitasi menentukan
pedoman diet
(misalnya piramida
makanan)
3. Berikan makanan
tinggi serat mencegah
konstipasi
4. Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein
5. Berikan suplemen
makanan jika perlu
Edukasi:
1. Anjurkan posisi
duduk jika mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (mis peredam
nyeri, antiemetic jika
perlu)
Daftar Pustaka

Amin, Muhammad.2019.Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press


Asih, Niluh Gede Yasmin. 2013. Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2019. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.
Ditjen P2PL Depkes RI 2017.Bimbingan penatalaksanaan pneumonia balita.
Jadavji, dkk.2017.A Practical Guide for the Diagnosis and Treatment of Pediatric
Pneumonia.http://www.canadianmedicaljournal.ca/content/156/5/703.full
.pdf. Diakses tanggal 28 Februari 2013.Pukul 15.01 WIB.
Kemenkes RI. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi Volume 3. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia
Khairuddin. 2019. Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Pada Kasus
Pneumonia yang Dirawat pada Bangsal Penyakit Dalam di RSUP dr.
Kariadi Semarang Tahun 2008. Semarang: FKUNDIP.
Misnadiarly. 2018. Penyakit Infeksi Saluran Nafas Pneumonia pada Anak,Orang
Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta: Pustaka Obor Populer
Muscari, M.E. 2015. Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik. Eds : 3. Jakarta :
EGC
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia di Indonesia. Jakarta.
SIKI 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan
Keperawatan 2018. Tim Pokja SIKI DPP PPNI.
SLKI 2018.Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan 2018. Tim Pokja SLKI DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai