Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA

OLEH
LESKA DEVICA
NIM :2022207209049

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
2022
PENYAKIT PNEUMONIA

1. Definisi/Pengertian
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh
agen infeksisus (Smeltzer & Bare, 2001: 571). Pneumonia adalah peradangan paru yang
disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, maupun jamur (Medicastore).
Pneumonia adalah penyakit infeksius yang sering menyebabkan kematian. Pneumonia adalah
infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantong-kantong udara dalam paru yang
disebut alveoli dipenuhi nanah dan cairan sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi
kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Karena inilah, selain
penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita pneumonia bisa meninggal
2. Etiologi
Sebenarnya pada diri manusia sudah ada kuman yang dapat menimbulkan pneumonia
dan penyakit ini baru akan timbul apabila ada faktor- faktor prsesipitasi, namun pneumonia
juga sebagai komplikasi dari penyakit yang lain ataupun sebagai penyakit yang terjadi karena
etiologi di bawah ini :
 Bakteri
Bakteri yang dapat menyebabkan pneumonia adalah : Diplococus pneumonia,
Pneumococcus, Streptococcus Hemoliticus aureus, Haemophilus influenza, Basilus
friendlander (Klebsial pneumonia), Mycobacterium tuberculosis. Bakteri gram positif
yang menyebabkan pneumonia bakteri adalah steprokokus pneumonia, streptococcus
aureus dan streptococcus pyogenis
 Virus
Pneumonia virus merupakan tipe pneumonia yang paling umum disebabkan oleh virus
influenza yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus merupakan
penyebab utama pneumonia virus. Virus lain yang dapat menyebabkan pneumonia
adalah Respiratory syntical virus dan virus stinomegalik.
 Jamur
Infeksi yang disebabkan oleh jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran
burung. Jamur yang dapat menyebabkan pneumonia adalah : Citoplasma Capsulatum,
Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp,
Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia.
 Protozoa
Ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imunosupresi seperti pada penderita
AIDS.
 Faktor lain yang mempengaruhi
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya pneumonia adalah daya tahan tubuh yang
menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun,
pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
Faktor-faktor yang meningkatkan resiko kematian akibat Pnemonia
• Umur dibawah 2 bulan
• Tingkat sosio ekonomi rendah
• Gizi kurang
• Berat badan lahir rendah
• Tingkat pendidikan rendah
• Tingkat pelayanan (jangkauan) pelayanan kesehatan rendah
• Kepadatan tempat tinggal
• Imunisasi yang tidak memadai
• Menderita penyakit kronis

3. Patofisiologi
Pneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh bakteri yang
masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan paru. Bakteri pneumokok ini dapat
masuk melalui infeksi pada daerah mulut dan tenggorokkan, menembus jaringan mukosa lalu
masuk ke pembuluh darah mengikuti aliran darah sampai ke paru-paru dan selaput otak.
Akibatnya timbul peradangan pada paru dan daerah selaput otak. Inflamasi bronkus ditandai
adanya penumpukan sekret sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual.
Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps
alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan
jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru
dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berfungsi untuk melembabkan
rongga pleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak
lanjut dari pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi nafas, hipoksemia,
asidosis respiratorik, sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya
gagal napas. Pathway terlampir.

4. Manifestasi Klinis

Temuan Subjektif Temuan Objektif

a. Dispnea a. Demam
b. Takipnea (laju pernafasan >60 b. Membebat hemotoraks yang sakit
kali/menit). c. Hipoksemia
c. Nyeri dada pleuritik d. Bunyi pekak saat perkusi
d. Demam tinggi (suhu 39-40’C) e. Krakles
e. Menggigil f. Tidak ada bunyi napas pada bidang paru
f. Hemoptisis yang dakit
g. Batuk produktif dengan sputum berbusa g. Rongent dada mungkin menunjukkan
atau purulen infiltrat, konsolidasi, atau opasifikasi
(Asih, Niluh., 2003)

Kelompok umur Criteria pneumonia Gejala klinis


Batuk bukan pneumonia Tidak ada napas cepat dan tidak ada
tarikan dinding dada bagian bawah
pneumonia Adanya napas cepat dan tidak ada
2 bulan - < 5 tahun tarikan dinding dada bagian bawah
kedalam
Pneumonia berat Adanya tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam
Bukan pneumonia Tidak ada napas cepat dan tidak ada
tarikan dinding dada bagian bawah
< 2 bulan kedalam yang kuat
Pneumonia berat Adanya napas cepat dan adanya tarikan
dinding bawah kedalam yang kuat

TABEL 4. Tanda & Gejala Berdasarkan Jenis Pneumonia (Somantri, 2017)


JENIS PNEUMONIA FAKTOR RESIKO TANDA & GEJALA

Sindroma Tipikal  Sickle cell disease  Onset mendadak dingin, menggigil,


 Hipogammaglobulinemia demam (39-400C)
 Multiple myeloma  Nyeri dada pleuritis
 Batuk produktif, sputum hijau,
purulen, dan mungkin mengandung
bercak darah, serta hidung
kemerahan
 Retraksi interkostal, penggunaan otot
aksesorius, dan bisa timbul sianosis
Sindrom Atipikal  Usia tua  Onset bertahap dalam 3-5 hari
 COPD  Malaise, nyeri kepala, nyeri
 Flu tenggorokan
 Anak-anak  Nyeri dada karena batuk
 Dewasa muda
Aspirasi  Kondisi lemah karena  Anaerobic campuran, mulanya onset
konsumsi alkohol perlahan
 Perawatan (misalnya  Demam rendah dan batuk
infeksi nosokomial)  Produksi sputum; bau busuk
 Gangguan kesadaran  Foto dada jaringan interstitial yang
terkena tergantung bagian yang
terkena di paru-parunya
 Infeksi gram negative atau positif
 Gambaran klinik mungkin sama
dengan pneumonia klasik
 Distress respirasi mendadak, dispnea
berat, sianosis, batuk, dan diikuti
tanda infeksi sekunder
Hematogen  Kateter IV yang terinfeksi  Gejala pulmonal timbul minimal
 Endokarditis disbanding gejala sepilkemia
 Drug abuse  Batuk non produktif dan nyeri
 Abses intra abdomen pleuritik sama dengan yang terjadi
 Pyelonefritis pada emboli paru-paru
 Empiema kandung kemih

Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):


1) Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi.Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi.Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan
cedera jaringan.Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin.Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen
bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos
vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara
kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2) Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
3) Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di
alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4) Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.
5. Pemeriksaan Diagnostik
 Sinar X
Mengidentifikasikan distribusi strukstural (misal: Lobar, bronchial); dapat juga
menyatakan abses luas/infiltrat, empiema (stapilococcus); infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bacterial); atau penyebaran/perluasan infiltrat nodul (lebih sering virus).
Pada pneumonia mikroplasma, sinar x dada mungkin bersih.
 GDA (Gas Darah Arteri)
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit
paru yang ada
 Pemeriksaan darah.
Pada kasus pneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis (meningkatnya jumlah
netrofil) (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000-40.000/m dengan pergeseran
LED meninggi.
 LED meningkat.
Fungsi paru hipoksemia, volume menurun, tekanan jalan nafas meningkat dan
komplain menurun, elektrolit Na dan Cl mungkin rendah, bilirubin meningkat, aspirasi
biopsi jaringan paru

 Rontegen dada
Ketidak normalan mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan
penyakit paru yang ada. Foto thorax bronkopeumonia terdapat bercak-bercak infiltrat
pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi
pada satu atau beberapa lobus.

 Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah


Dapat diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal,bronskoskopi fiberoptik, atau
biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab, seperti bakteri dan
virus. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi
langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi
cara ini tidak rutin dilakukan karena sulit.
 Tes fungsi paru
Volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar), tekanan jalan nafas mungkin
meningkat dan complain menurun. Mungkin terjadi perembesan (hipokemia).

 Elektrolit
Natrium dan klorida mungkin rendah.
 Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka
Dapat menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMV),
karakteristik sel raksasa (rubella).

6. Komplikasi
Bila tidak ditangani secara tepat, akan mengakibatkan komplikasi. Komplikasi dari
pneumonia / bronchopneumonia adalah :
 Otitis media akut (OMA) terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang berlebihan akan
masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi masuknya udara ke telinga
tengah dan mengakibatkan hampa udara, kemudian gendang telinga akan tertarik ke
dalam dan timbul efusi.
 Efusi pleura
 Abses otak
 Endokarditis
 Osteomielitis
 Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
 Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
 Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
 Infeksi sitemik.
 Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
 Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

7. Penatalaksanaan Pneumonia
a. Tindakan suportif (Setyoningrum,2016)
 Pemberian oksigen yang adekuat untuk mempertahankan PaO2> 8 kPa (SaO2<
90%) melalui kateter hidung atau masker. Jika penyakitnya berat dan sarana
tersedia, alat bantu nafas mungkin diperlukan terutama bila terdapat tanda gagal
nafas.
 Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Resusitasi cairan intravena untuk
memastikan stabilitas hemodinamik. Cairan rumatan yang diberikan mengandung
gula dan elektrolit yang cukup. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu
dan status hidrasi. Pasien yang mengalami sesak yang berat dapat dipuasakan,
tetapi bila sesak sudah berkurang asupan oral dapat segera diberikan. Pemberian
asupan oral dapat diberikan bertahap melalui NGT drip susu atau makanan cair.
Dapat dibenarkan pemberian retriksi cairan 2/3 dari kebutuhan rumatan, untuk
mencegah edema paru dan edema otak akibat SIADH (Syndrome of Inappropriate
Anti Diuretic Hormone)
 Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan normal salin untuk
memperbaiki transpor mukosiliar.
 Koreksi kelainan elektrolit / metabolik yang terjadi misalnya hipoglikemia dan
asidosis metabolik.
 Mengatasi penyakit penyerta seperti kejang, demam, diare dan lainnya serta
komplikasi bila ada.
 Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan napas positif
kontinu (continous positive airway pressure), atau ventilasi mekanis mungkin
diperlukan pada gagal napas.
 Fisioterapi dada dengan drainage postural, bronkoskopi & suction dapat diberikan
untuk membantu pasien mengeluarkan sekret di saluran pernafasan. Dan hidrasi
untuk mengencerkan sekresi sekret.
 Terapi antibiotika(Setyoningrum,2006)
Sesuai dengan kebijakan Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (P2ISPA), antibiotika yang dipakai untuk pengobatan
pneumonia adalah kotrimoksasol (480 mg dan 120 mg) dengan pemberian selama
5 hari. Antibiotika yang dapat dipakai sebagai pengganti kotrimoksasol ialah
ampisilin, amoksisilin, dan prokain penisilin. Kotrimoksasol adalah antibiotika
yang diprioritaskan oleh WHO dengan pertimbangan sebagai berikut :
 Resistensinya belum pernah dilaporkan.
 Harganya murah dan mudah didapat.
 Sangat mudah cara pemberiannya yaitu cukup dua kali sehari selama 5 hari
(bila dibandingkan dengan antibiotika lain pemberiannya harus empat kali
sehari).
a. Golongan beta-laktam (Penisilin, Sefalosporin, Karbapenem dan monobaktam)
digunakan untuk terapi pneumonia karena bakteri seperti Streptococcus pneumoniae,
Haemophillus influenzae dan Staphyloccocus aereus.
b. Golongan Sefalosporin digunakan untuk pneumonia berat, terutama bila penyebabnya
belum diketahui.
c. Golongan penisilin digunakan pada pneumonia ringan – sedang.
d. Ampisilin digunakan pada pneumonia karena Streptococcus dan Pneumococcus dsb.
(bakteri gram +)
e. Ampisilin dan Kloramfenikol digunakan pada pneumonia karena Hemofilus dsb.
(bakteri gram -)
f. Pada keadaan imunokompromais (gizi buruk, penyakit jantung bawaan, gangguan
neuromuskular, keganasan, pengobatan kortikosteroid jangka panjang, fibrosis kistik
dan infeksi HIV), pemberian antibiotik harus segera dimulai saat tanda awal
pneumonia didapatkan dengan pilihan antibiotik : sefalosporin generasi 3. Dapat
dipertimbangkan juga pemberian :
 Kotrimaksasol pada Pneumonia Pneumokistik Karinii
 Anti viral (Asiklovir, gansiklovir) pada pneumonia karena sitomegalovirus
 Anti jamur (amphotericin B, ketokenazol, flukonazol) pada pneumonia karena
jamur
g. British Thoracic Society (BTS) merekomendasikan bahwa antibiotik secara parental
diberikan pada anak-anak dengan pneumonia berat / anak yang tidak bisa menerima
antibiotika oral
h. Pemberian antibiotik biasanya diberikan sesuai jenis infeksius pneumonia, jika pada
pneumonia selain bekteri maka pemberian antibiotik bertujuan untuk mengurangi
resiko infeksi bakteri sekunder.
i. Sedangkan untuk pengobatan simptomatik demam yang muncul dapat diberikan
parasetamol (500 mg), pemberian setiap 6 jam selama 2 hari, dengandosis :
1
 2 bulan - <6 bulan  tablet 500mg
8
1
 6 bulan - < 3 tahun  tablet 500mg
4
1
 3 tahun - < 5 tahun  tablet 500mg
2

Pengobatan Berdasarkan Jenis Pneumonia (Smeltzer, 2012)


JENIS NAMA OBAT
PNEUMONIA BAKTERIAL
Pneumonia streptokokus  Penisilin G IV
 Penisilin V PO (per oral)
 Terapi Antibiotik bergantian:
- Sefuroksim atau sefalosporin generasi ke-3 (sefotaksim,
seftriakson, seftizoksim)
- Eritromisin
- Klindamisin
- Trimetoprim-sulfametoksazol (Bactrim)
Pneumonia stafilokokus  Nafcillin
 Metisilin
 Oksasilin
 Vankomisin untuk organism yang resistan terhadap metisilin,
atau pasien yang alergi terhadap penisilin
Pneumonia klebsiella  .Gentamisin
 Tobramisin
 Sefalosporin generasi ke-3 (Sefotaksim, seftizoksim,
seftriakson)
Pneumonia pseudomonas  Piperasilin
 Tikarsilin dikombinasikan dengan gentamisin atau
ortobramisin
Haemophilus influenza  Ampisilin
 Amoksisilin
 Augmentin
 Sefaklor atau sefurosim
 Trimethoprim sulfametoksazol bagi pasien yang alergi
terhadap penisilin
PNEUMONIA ATIPIKAL
Penyakit Legionnaires  Erotromisin
 Rifampin
Pneumonia mikoplasma  Eritromisin
 Derivate tetrasiklin (Doxycycline)
Pneumonia virus  Amantadine
 Rimantadine
 Diobati secara simptomatis
 Tidak memberikan respon terhadap pngobatan dengan
antimicrobial yang ada saat ini
Pneumonia pneumosistis carinii (PCP)  Tritoprim-sulfametoksazol
 Dapsone
 Pentaimidin
Pneumonia fungi  Flusitoasin dengan ampoterisin B pada pasien non-
neutropenik
 Ketokonazol
 Lobektomi dari bola fungus
Pneumonia klamidia (Pneumonia TWAR)  Doksisiklin
 Eritromiin
 Klaritomisin
 Azitromisin
Tuberkulosis  Rifampin
 Streptomisin
 Etambutol
 Isoniazid (INH)
 Pirazinamid
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN PNEUMONIA

A. Pengkajian
 Data Subjektif
a) Klien mengatakan badan demam
b) Klien mengatakan merasa nyeri di daerah dada yang terasa tertusuk-tusuk,
terutama saat bernafas atau batuk
c) Klien mengatakan tenggorokan terasa sakit, sakit kepala, dan mialgia
d) Klien mengatakan sering mengeluarkan dahak yang kental, berbusa dan berwarna
kehijauan atau bercampur darah.
e) Klien mengatakan lebih merasakan nyaman saat duduk tegak di tempat tidur
dengan condong ke arah depan tanpa mencoba untuk batuk atau nafas dalam.
f) Klien mengatakan sering berkeringat banyak.
g) Klien mengatakan dada terasa sangat sesak dan sulit bernafas.

 Data Objektif
a) Suhu tubuh klien teraba panas, lebih dari 37,5 0C dan klien tampak menggigil.
b) Wajah klien tampak meringis.
c) Takipnea (25-45x/menit), dyspnea
d) Terdengar pernafasan mendengkur, rhonchi saat auskultasi.
e) Tampak penggunaan pernafasan cuping hidung atau otot-otot aksesori pernafasan.
f) Klien tampak lemah dan pucat.
g) Tampak area solid (konsolidasi) pada lobus-lobus paru dalam hasil rontgen dada.
h) Terjadi peningkatan taktil fremitus saat dilakukan palpasi.
i) Suara pekak pada saat perkusi di daerah dada
j) Terdengar bunyi nafas bronkovesikuler atau bronkial, egofoni (bunyi mengembik
yang terauskultasi), dan bisikan pektoriloquy (bunyi bisikan yang terauskultasi
melalui dinding dada).
k) Ditemukannya ketidaknormalan pada hasil AGD.
l) Terdapat perubahan pada frekuensi, ritme, dan kedalaman pernafasan.
m) Kesadaran dapat menurun akibat perluasan infeksi menjadi sepsis
B. Diagnosis Keperawatan
 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya eksudat pada alveoli
akibat infeksi
 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli.
 Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-
capiler
 Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologikal
 Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolik.
 Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan kerusakan transportasi
oksigen melewati membran kapiler dan atau alveolar
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual muntah.
 Sindrom defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan kognitif dan
neuromuscular ditandai dengan pasien tidak mampu melakukan ADL
 Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan kesadaran
 Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan gangguan aliran darah
ke otak dan penurunan suplai O2 ke serebral ditandai dengan penurunan
kesadaran, adanya riwayat kejang.
 Kerusakan ventilasi spontan berhubungan dengan faktor metabolik tubuh
 PK: Sepsis

C. Intervensi Keperawatan
 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya eksudat pada
alveoli akibat infeksi
Tujuan:

Setelah diberikan askep selama ... x ... jam, diharapkan bersihan jalan nafas klien
kembali efektif dengan kriteria hasil:

Respiratory status: airway patency (status pernapasan: kepatenan jalan napas)

- Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/mnt) (skala 5 = no deviation


from normal range)

- Irama pernapasn normal (skala 5 = no deviation from normal range)


- Kedalaman pernapasan normal (skala 5 = no deviation from normal range)

- Klien mampu mengeluarkan sputum secara efektif (skala 5 = no deviation from


normal range)

- Tidak ada akumulasi sputum (skala 5 = none)

Intervensi:

Respiratory monitoring

1) Pantau rate, irama, kedalaman, dan usaha respirasi

Rasional: mengetahui tingkat gangguan yang terjadi dan membantu dalam


menetukan intervensi yang akan diberikan.

2) Perhatikan gerakan dada, amati simetris, penggunaan otot aksesori, retraksi otot
supraclavicular dan interkostal

Rasional: menunjukkan keparahan dari gangguan respirasi yang terjadi dan


menetukan intervensi yang akan diberikan.

3) Monitor suara napas tambahan

Rasional: suara napas tambahan dapat menjadi indikator gangguan kepatenan jalan
napas yang tentunya akan berpengaruh terhadap kecukupan pertukaran udara.

4) Monitor pola napas : bradypnea, tachypnea, hyperventilasi, napas kussmaul, napas


cheyne-stokes, apnea, napas biot’s dan pola ataxic

Rasional: mengetahui permasalahan jalan napas yang dialami dan keefektifan pola
napas klien untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.

Airway suctioning

5) Putuskan kapan dibutuhkan oral dan/atau trakea suction

Rasional: waktu tindakan suction yang tepat membantu melapangan jalan nafas
pasien

6) Auskultasi sura nafas sebelum dan sesudah suction


Rasional : Mengetahui adanya suara nafas tambahan dan kefektifan jalan nafas
untuk memenuhi O2 pasien

7) Informasikan kepada keluarga mengenai tindakan suction

Rasional : memberikan pemahaman kepada keluarga mengenai indikasi kenapa


dilakukan tindakan suction

8) Gunakan universal precaution, sarung tangan, goggle, masker sesuai kebutuhan

Rasional : untuk melindungai tenaga kesehatan dan pasien dari penyebaran infeksi
dan memberikan pasien safety

9) Gunakan alat disposible steril setiap melakukan tindakan suction trakea

Rasional: jalan nafas merupakn area steril sehingga alat digunkan juga steril untuk
mencegah penularan infeksi.

10) Pilihlah selang suction dengan ukuran setengah dari diameter endotrakeal,
trakheostomy, atau saluran nafas pasien

Rasional: penggunaan dimater yang lebih kecil agar tidak menyumbat jalan nafas
dan memberikan ruang agar pasien mampu melakukan respirasi

11) Gunakan aliran rendah untuk menghilangkan sekret (80-100 mmHg pada dewasa)

Rasional : aliran tinggi bisa mencederai jalan nafas

12) Monitor status oksigen pasien (SaO2 dan SvO2) dan status hemodinamik (MAP
dan irama jantung) sebelum, saat, dan setelah suction

Rasional : Mengetahui adanya perubahan nilai SaO2 dan satus hemodinamik, jika
terjadi perburukan suction bisa dihentikan.

13) Lakukan suction pada oropharing setelah selesai suction pada trakea

Rasional : melancarkan jalan nafas sehingga SaO2 menjadi optimal

 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli.
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama ... x ... jam diharapkan pola napas klien efektif dengan
kriteria hasil:
Status pernapasan: ventilasi
- Kedalaman pernapasan normal (skala 5 = no deviation from normal range)
- Tidak tampak penggunaan otot bantu pernapasan (skala 5 = no deviation from
normal range)
- Tidak tampak retraksi dinding dada (skala 5 = no deviation from normal range)
Tanda-tanda vital
- Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/mnt) (skala 5 = no deviation
from normal range)
Intervensi :
Monitoring respirasi
a) Pantau RR, irama dan kedalaman pernapasan klien.
Rasional : Ketidakefektifan pola napas dapat dilihat dari peningkatan atau
penurunan RR, serta perubahan dalam irama dan kedalaman pernapasan
b) Pantau adanya penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi dinding dada
pada klien
Rasional : Penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi dinding dada
menunjukkan terjadi gangguan ekspansi paru
Memfasilitasi ventilasi
a) Berikan posisi semifowler pada klien.
Rasional : Posisi semifowler dapat membantu meningkatkan toleransi tubuh
untuk inspirasi dan ekspirasi.
b) Pantau status pernapasan dan oksigen klien.
Rasional : Kelainan status pernapasan dan perubahan saturasi O2 dapat
menentukan indikasi terapi untuk klien
c) Berikan dan pertahankan masukan oksigen pada klien sesuai indikasi
Rasional : Pemberian oksigen sesuai indikasi diperlukan untuk
mempertahankan masukan O2 saat klien mengalami perubahan status respirasi.

 Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-


capiler
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x ...jam diharapkan gangguan
pertukaran gas dapat diatasi dengan kriteria hasil:

- Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat


- Tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu bernafas dengan mudah)
- RR= 16-20 x/menit
- AGD klien dalam batas normal (Ph = 7,35-7,45 ; PCO2 = 35-45 ; HCO3 = 22-26 ;
BE = -2 - +2 ; PO2 = 80-100 ; SaO2 = 95-100%)
Intervensi :

Airway Management

a) Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu.
Rasional :Untuk memperlancar jalan napas klien.

b) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.


Rasional : Memaksimalkan posisi untuk meningkatkan ventilasi klien.

c) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.


Rasional : Menghilangkan obstruksi jalan napas klien.

d) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.


Rasional : Memantau kondisi jalan napas klien.

Respiratory Monitoring

a) Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi.


Rasional : Mengetahui karakteristik napas klien.

b) Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi


otot supraclavicular dan intercostal
Rasional : Penggunaan otot bantu pernapasan menandakan perburukan kondisi
klien.

c) Lakukan pemeriksaan AGD pada klien.


Rasional : Pemantauan AGD dapat menunjukkan status respirasi dan adanya
kerusakan ventilasi klien.
 Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologikal
Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x ... jam diharapkan nyeri terkontrol
dengan kriteria hasil :
- Klien melaporkan nyeri terkontrol
- Klien mampu mengenali onset nyeri
- Dapat mengggunakan tekni non analgesik untuk mengurangi nyeri
Intervensi :

Pain Management :
1. Kaji intervensi nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, onset,
frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
Rasional : Mengetahui karakteristik unutk menentukan intervensi yang sesuai.
2. Observasi ketidaknyamanan secara non verbal
Rasional : Mengetahui nyeri yang tidak dikeluhkan dan menentukan intervensi
yang sesuai.
3. Diskusikan dengan klien faktor-faktor yang dapat mengurangi nyeri klien.
Rasional : Membantu dalam mengurangi nyeri klien.
4. Kolaboratif pemberian analgetik
Rasional : Untuk mengurangi nyeri yang dirasakan klien
Progressive Muscle Relaxation :
5. Setting tempat yang nyaman
Rasional : Untuk mendukung terapi yang akan dilakukan
6. Bantu klien mencari posisi yang nyaman
Rasional : Meningkatkan efek relaksasi
7. Ajarkan gerakan relaksasi otot progresif
Rasional : Menyebabkan relaksasi pada otot-otot dan mengurangi nyeri yang
dirasakan
8. Evaluasi respon relaksasi klien setelah diberikan terapi
Rasional : Mengetahui efektifitas terapi yang diberikan dalam mengurangi nyeri.

 Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolik.


Tujuan :
Setelah diberikan askep selama ... x ... jam, klien diharapkan panas badan klien
berkurang dengan kriteria hasil:

- Suhu badan pasien normal


- Pasien tidak mengalami komplikasi yang berhubungan.
Intervensi :
1) Pantau suhu pasien (derajat dan pola); perhatikan menggigil/ diaphoresis
Rasional : Suhu 38,90 – 41,10 menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Pola
demam dapat membantu dalam diagnosis, misalnya kurva demam lanjut berakhir
lebih dari 24 jam menunjukkan pneumonia pneumotokal, demam scarlet atau
tifoid; demam remiten menunjukkan infeksi paru; kurva intermiten atau demam
yang kembali normal sekali dalam periode 24 jam menunjukkan episode septic,
endokarditis septic, atau TB. Menggigil sering mendahului puncak suhu.

2) Pantau suhu lingkungan, batasi/ tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi
Rasional : Suhu ruangan/ jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan
suhu mendekati normal.

3) Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alcohol


Rasional : Dapat membantu mengurangi demam.

4) Kolaborasi pemberian antipiretik, misalnya ASA (aspirin), asetaminofen (Tylenol).


Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada
hipotelamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi
pertumbuhan organism dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang
terinfeksi.

 Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan kerusakan transportasi


oksigen melewati membran kapiler dan atau alveolar
Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x ... jam diharapkan perfusi jaringan
perifer klien adekuat dengan kriteria hasil :
Tissue Perfusion : Peripheral
 Suhu pada ekstremitas (5= no deviation from normal range)
 Kekuatan nadi kaki (5= no deviation from normal range)
 CRT (5= no deviation from normal range, <2 detik)
 Tekanan darah sitolik (5= no deviation from normal range)
 Tekanan darah diastolik (5= no deviation from normal range)
Tissue Integrity : Skin

 Sensasi (not compromised : 5)


 Elastisitas (not compromised : 5)
Intervensi :

Ciculation Precaution

1) Melakukan pemeriksaan sirkulasi periferal secara komprehensif, seperti:


mengecek nadi perifer, edema, CRT, warna, dan temperatur pada ekstremitas
Rasional: Untuk mengetahui perkembangan status pefusi di jaringan perifer
2) Auskultasi frekuensi dan irama jantung. Catat terjadinya bunyi jantung ekstra.
Rasional : Takikardia sebagai akibat hipoksemia dan kompensasi upaya
peningkatan aliran darah dan perfusi jaringan. Gangguan irama berhubungan
dengan hipoksemia, ketidakseimbangan elektrolit, dan / peningkatan regangan
jantung kanan. Bunyi jantung ekstra, misalnya S3 dan S4 terlihat sebagai
peningkatan kerja jantung / terjadinya dekompensasi.

3) Observasi perubahan status mental


Rasional : Gelisah, bingung, disorientasi, dan/ atau perubahan sensori/ motor
dapat menunjukkan gangguan aliran darah, hipoksia, atau cedera vaskuler
cerebral (CSV) sebagai akibat emboli sistemik.

4) Observasi warna dan suhu kulit atau membrane mukosa


Rasional : Kulit pucat atau sianosis, kuku, membrane bibir atau lidah; atau
dingin, burik menunjukkan fase kontriksi perifer (shock) dan / atau gangguan
darah sistemik.

5) Tinggikan kaki/ telapak bila di tempat tidur/ kursi. Dorong pasien untuk latian
kaki dengan fleksi/ ekstesi kaki pada pergelangan kaki. Hindari penyilangkan
kaki dan duduk atau berdiri terlalu lama. Pakai/ tunjukkan bagaimana
menggunakan atau melepas stocking bila digunakan.
Rasional : Tindakan ini dilakukan untuk menurunkan stasis vena dikaki dan
pengumpulan darah pada vena pelvis untuk menurunkan resiko pembentukan
thrombus.

Periphereal Sensation Management

1. Monitor penggunaan thrombophlebitis dan penggunaan thrombosis


Rasional: pengguaan tanpa pemantauan menyebabkan terjadinya penurunan
cairan berlebih.
2. Diskusikan dengan klien mengenai sensasi dan perubahan sensasi
Rasional: memantau kondisi atau keluhan yang dialami klien.

 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia, mual muntah.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama .... x ... jam diharapkan kebutuhan nutrisi
klien terpenuhi dengan kriteria hasil :
a. Status nutrisi:
- Masukan nutrisi adekuat (skala 5 = no deviation from normal range)
- Masukan makanan dalam batas normal (skala 5 = no deviation from normal
range)
b. Status nutrisi : masukan nutrisi:
- Masukan kalori dalam batas normal (skala 5 = totally adekuat)
- Nutrisi dalam makanan cukup mengandung protein, lemak, karbohidrat, serat,
vitamin, mineral, ion, kalsium, sodium (skala 5 = totally adekuat)
c. Status nutrisi : hitung biokimia
- Serum albumin dalam batas normal (3,4-4,8 gr/dl) (skala 5 = no deviation
from normal range)
- Berat badan dapat dipertahankan / Tidak terjadi penurunan berat badan (skala
5 = no deviation from normal range)
Intervensi :
Nutrition therapy
a. Mengindikasikan pemberian terapi nutrisi parenteral (NGT).
Rasional : Membantu pemenuhan asupan nutrisi yang adekuat.
b. Monitor makanan/cairan yang dimakan dan hitung asupan kalori tiap hari dengan
tepat.
Rasional : Mengetahui perkembangan makan/minum klien sesuai kebutuhan.
c. Monitor ketepatan diet order yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi klien.
Rasional : Mencegah klien mendapat asupan yang tidak sesuai dengan prosedur.
d. Jaga kebersihan mulut.
Rasional : Menjaga kebersihan mulut dapat meningkatkan nafsu makan
e. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi
yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Rasional :Untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang sesuai dengan
kebutuhan klien
Fluid/ electrolyte management
a. Monitor abnormal serum elektrolit klien.
Rasional : Membantu memberikan terapi yang tepat sesuai kebutuhan.
b. Berikan intravenous infusion sesuai indikasi.
Rasional : Membantu menambah cairan/elektrolit tubuh bila asupan oral tidak
memenuhi kebutuhan.
Penanganan berat badan:
a. Timbang berat badan klien secara teratur.
Rasional : Dengan memantau berat badan klien dengan teratur dapat mengetahui
kenaikan ataupun penurunan status gizi.
b. Pantau konsumsi kalori harian.
Rasional : membantu mengetahui masukan kalori harian klien disesuaikan
dengan kebutuhan kalori sesuai usia.
c. Pantau hasil laboratorium, seperti kadar serum albumin, dan elektrolit.
Rasional : kadar albumin dan elektrolit yang normal menunjukkan status nutrisi
baik. Sajikan makanan dengan menarik.

 Sindrom defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan tonus otot akibat
kerusakan neuromuscular dan imobilisasi di tandai dengan pasien tidak mampu
melakukan ADL
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x ... jam diharapkan perawatan diri
klien terpenuhi, dengan kriteria hasil :
Self care : bathing
- Wajah klien dalam keadaan bersih (skala 5= not compromised)
- Tubuh klien dalam keadaan bersih (skala 5= not compromised)
- Bagian perineal klien dalam keadaan bersih (skala 5= not compromised)
- Tubuh klien dalam keadaan kering (skala 5= not compromised)
Self care : dressing
- Klien memakai baju (skala 5= not compromised)
- Baju klien selalu diganti saat dimandikan (skala 5= not compromised)
Self care : eating
- Pasien mendapat intidake makanan (skala 5= not compromised)
- Pasien mendapat intidake cairan (skala 5= not compromised)
Self care : oral hygiene
- Mulut, gusi, dan lidah dalam keadaan bersih (skala 5 = not compromised)
- Gigi dan sela-sela gigi dalam keadaan bersih (skala 5 = not compromised)
- Perawatan mulut dan gigi secara teratur (skala 5 = not compromised)
Self care : hygiene
- Kuku kaki pasien terawat (skala 5 = not compromised)
- Kuku tangan pasien terawat (skala 5 = not compromised)
- Hidung dan telinga dalam keadaan bersih (skala 5 = not compromised)
Intervensi :
Bathing

1) Mandikan klien dengan temperatur air yang nyaman.


Rasional: Mencegah klien menggigil dan memberikan rasa nyaman pada klien.

2) Bantu bersihkan daerah perianal sesuai kebutuhan


Rasional: Mencegah terjadinya infeksi pada daerah perianal.

3) Berikan salep dan cream pelembab pada daerah kulit yang kering.
Rasional: Memberikan rasa nyaman dan membantu dalam pencegahan timbulnya
penyakit kulit.

4) Monitor keadaan kulit selama memandikan.


Rasional: Mengkaji keadaan kulit dan membantu dalam pencegahan timbulnya
penyakit kulit

5) Monitor kemampuan fungsional selama memandikan.


Rasional: Membantu dalam merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual
selanjutnya.

Self-care Assistance:bathing/hygiene

1) Monitor dan bantu kebersihan kuku dan mulut klien.


Rasional : Meminimalkan kotidak mikroorganisme ke dalam tubuh

2) Fasilitasi pasien melakukan oral higiene


Rasional: Memenuhi kebutuhan pasien dalam oral higiene
3) Fasilitasi pasien untuk mandi
Rasional: Memenuhi kebutuhan pasien dalam mandi
Self care assistance : dressing/grooming

1) Bantu klien memakai pakaian


Rasional: memfasilitasi pasien saat pasien tidak mampu melakukan sendiri
2) Sisir rambut pasien sesuai kebutuhan
Rasional: memenuhi kebutuhan berhias pasien
Self care assistance : feeding

1) Identifikasi menu diet pasien


Rasional: Mengetahui program diet yang sedang diberikan kepada pasien dan
membantu pasien memlh menu sesuia selera dan tidak bertentangan dengan diet
2) Bantu klien dalam hal makan
Rasional: memenuhi kebutuhan makan klien
Nail care

1) Bantu membersihkan kuku pasien


Rasional: memenuhi kebutuhan perawatan kuku dan mencegah infeksi karena kuku
yang kotor
2) Monitor perubahan kuku pasien
Rasional: perubahan kuku mengindikasikan pasien tidak melakukan perawatan
secara adekuat
Oral Health Promotion

1) Monitor mukosa oral pada bagian dasar secara teratur


Rasional: memantau kebersihan dan adanya iritasi mukosa
2) Bantu klien untuk menggosok gigi dan membersihkan mulut
Rasional: memenuhi kebutuhan perawatan mulut serta mencegah infeksi
3) Berikan minyak untuk melembabkan mukusa oral dan bibir sesuai kebutuhan
Rasional: melembabkan mukosa sehingga mencegah iritasi
Perineal Care

1) Bantu perawatan perineal klien


Rasional : membantu pasien mendapatkan perawatan perineal untuk menjaga
kebersihan
2) Pertahankan perineal tetap kering
Rasonal: perineal yang basah atau lembab tempat berkembangannya
mikroorganisme
3) Bersihkan perineal secara menyeluruh dengan waktu yang teratur
Rasional: pembersihan secara rutin dan teratur membantu perineal tetap bersih
Nutrition Management

1) Kolaborasi dengan ahli gisi mengenai jumlah kalori, jenis nutrisi yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
Rasional: Kolaborasi dengan ahli gisi membantu menentukan kebutuhan nutrisi
pasien dengan tepat

2) berikan asupan kalori sesuai anjuran atau kebutuhan tubuh melalui NGT
Rasional: asupan kalori memberikan energi kepada pasien dan membantu
memperbaiki sel-sel yang rusak

3) Monitor dan catat asupan nutrisi dan kalori


Rasional: asupan nutri dan kalori yang adekuat mempercepat proses kesembuhan
pasien

4) Timbang pasien dengan tepat secar teratur


Rasioanal: perubahan berat badan mengindikasikan status nutrisi pasien
 Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan kesadaran
Tujuan:

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x ...jam diharapkan tidak terjadi
kerusakan integritas kulit, dengan kriteria hasil:

Integritas jaringan: kulit dan membran mukosa

- Elastisitas kulit dapat dipertahankan (skala 5 = not compremised)


- Integritas kulit utuh (skala 5 = not compremised)
- Tidak ada lesi kulit (skala 5 = none)
- Tidak ada eritema eritema (skala 5 = none)
Intervensi:
Pencegahan Ulkus Dekubitus
1) Gunakan alat pengkajian untuk memonitor risiko ulkus dekubitus seperti Braden
scale/Norton scale
Rasional: Alat pengkajian membantu dalam mengetahui risiko klien mengalami
dekubitus
2) Catat status kulit klien setiap hari
Rasional: Perubahan status kulit merupakan salah satu indikator yang
mengidentifikasikan ulkus dekubitus
3) Hilangkan kelembaban berlebih pada kulit, hasil dari pengeluaran keringat,
drainase pada luka, inkontinensia alvi dan inkontinensia urine
Rasional: Kelembaban yang berlebih mempercepat terjadinya proses kerusakan
pada kulit.
4) Berikan barier perlindungan seperti krim atau bahan penyerap seperi pad.
Rasional : Untuk mengurangi kelembaban berlebih.
5) Inspeksi kulit di sekitar tulang yang menonjol dan tekanan lain ketika reposisi
dilakukan kurang dalam sehari.
Rasional: Tulang yang menonjol paling rentan menyebabkan luka pada kulit
sehingga pengkajian penting dilakukan untuk mengetahui risiko dekubitus.
6) Jaga tempat tidur tetap bersih, kering dan tidak mengkerut.
Rasional: Meminimalkan risiko cedera pada kulit.
7) Hindari penggunaan air panas ketika mandi dan gunakan sabun yang lembut.
Rasional: Penggunaan air panas dapat merusak integritas kulit, sabun yang lembut
meminimalkan iritasi pada kulit.
8) Pastikan klien mendapatkan intidake yang adekuat seperti cairan, protein, vitamin
B, vitamin C, dan kalori.
Rasional: Pemberian protein dapat membantu regenerasi sel-sel yang rusak. Cairan
menjaga status hidrasi dan elastisitas kulit, vitamin dan kalori membantu
mempertahankan integritas kulit.

 Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan gangguan aliran


darah ke otak dan penurunan suplai O 2 ke serebral ditandai dengan penurunan
kesadaran, adanya riwayat kejang.
Tujuan:

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x ...jam diharapkan tercapai


keefektifan perfusi jaringan serebral, dengan kriteria hasil:

Tissue perfusion : Cerebral (Perfusi jaringan serebral)

- Tekanan darah sistolik normal (120 mmHg) (skala 5 = no deviation from normal
range)
- Tekanan darah diastolik normal (80 mmHg) (skala 5 = no deviation from normal
range)
- Tidak ada sakit kepala (skala 5 = none)
- Tidak ada agitasi (skala 5 = none)
- Tidak ada syncope (skala 5 = none)
- Tidak ada muntah (skala 5 = none)
Seizure Control

- Pasien tidak mengalami kejang (skala 5 = Consistenly Demonstrated)


- Lingkungan sekitar pasien dalam keadaan aman (skala 5 = Consistenly
Demonstrated)
Intervensi :
Cerebral Perfusion Promotion
1) Pantau tingkat kerusakan perfusi jaringan serebral, seperti status neurologi dan
adanya penurunan kesadaran.
Rasional: kegagalan perfusi jaringan serebral dapat mempengaruhi status
neurologi dan tingkat kesadaran klien.
2) Konsultasikan dengan dokter untuk menentukan posisi kepala yang tepat (0, 15,
atau 30 derajat) dan monitor respon klien terhadap posisi tersebut.
Rasional : posisi yang tepat dapat membantu memperlancar aliran darah ke
otidak sehingga nutrisi dan O2 ke otidak adekuat.
3) Monitor status respirasi (pola, ritme, dan kedalaman respirasi; PO2, PCO2, PH,
dan level bikarbonat)
Rasional : status respirasi dapat menjadi indikator keadekuatan perfusi oksigen ke
otidak.
4) Monitor nilai lab untuk perubahan dalam oksigenasi
Rasional: oksigenasi yang tidak adekuat dapat menurunkan perfusi oksigen ke
otidak.
Oxygen Therapy
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas.
Rasional: mempertahankan kepatenan jalan napas bertujuan untuk mencegah
terputusnya aliran oksigen ke otidak sehingga mencegah terjadinya hipoksia
jaringan otidak.
2) Monitor aliran oksigen.
Rasional: untuk mempertahankan masukan oksigen adekuat sesuai dengan
kebutuhan.
Vital Signs Monitoring
1) Monitor tanda-tanda vital
Rasional: memonitor tanda-tanda vital penting untuk mengetahui keadaan umum
dan status keefektifan perfusi jaringan.
2) Ukur tekanan darah setelah klien mendapatkan medikasi/terapi.
Rasional: pengukuran tekanan darah setelah mendapatkan terapi/medikasi
penting untuk mengetahui keefektifan terapi.
Seizure management
1) Monitor secara langsung mata dan kepala selama kejang
Rasional: pada stroke hemoragik pemantaun mata dan kepala penting apa adanya
perburukan kondisi pasien
2) Monitor status neurologik
Rasional: satus neurologik pasien membrikan gamabran seizure dan dapat
memberikan intervensi yang tepat
3) Monitor TTV
Rasional: perubahan TTV menunjukan adanya perbaikan atau perburukan kondisi
pasien
4) Dokumentasikan informasi tentang kejadian kejang
Rasional: pendokumentasian penting untuk memantau status perkembangan
neurologi pasien
5) Berikan antikonvulsan Phenytoin 3x100 mg/IV dan neuroprotektor Citicolin
3x250 mg/IV
Rasional: Phenytoin cenderung menstabilkan ambang kejang terhadap kepekaan
yang berlebihan yang disebabkan oleh rangsangan berlebihan atau perubahan-
perubahan lingkungan yang dapat mengurangi derajat membran terhadap Natrium
termasuk pengurangan potensiasi pasca tetanik pada sinap. Citicolin juga
memperbaiki fungsi kognitif dengan cara meningkatkan kadar kolin.

Seizure Precaution
1) Hindarkan barang-barang yang berbahaya dari sekitar pasien
Rasional: arang-barang yang berbahaya bisa digunakan untuk mencederai diri
pasien
2) Jaga ikatan di samping tempat tidur
Rasional: memberikan keamanan bagi pasien dan tidak menimbulkan risio jatuh
3) Pasang tiang pengaman
Rasional: memberikan pengaman sehingga pasien tidak cedera
4) Gunkan paddle pada sisi tempat tidur
Rasional: menghidari timbulnya cedera pada pasien

 Kerusakan ventilasi spontan berhubungan dengan kelemahan otot-otot


pernafasan
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ...x ...jam diharapkan status ventilasi
klien dapat dipertahankan, dengan kriteria hasil:

Mechanical ventilation response: adult


- RR 16x-20x/menit (skala 5 = no deviation from normal range)
- FiO2 (skala 5 = no deviation from normal range)
- PO2 80-100 (skala 5 = no deviation from normal range)
- pCO2 35-45 (skala 5 = no deviation from normal range)
- PH 7,35-7,45 (skala 5 = no deviation from normal range)
- SaO2 80-100% (skala 5 = no deviation from normal range)
Intervensi:
1) Monitor adanya kelemahan otot-otot respirasi
Rasional : Kelemahan otot-otot respirasi akan menurunkan status pernafasan klien
2) Konsultasikan dengan tenaga kesehatan lain dalam pemilihan mode ventilator
Rasional : Pemilihan mode yang tepat akan menurunkan komplikasi pernafasan
lebih lanjut pada klien
3) Monitor pengaturan ventilator secara rutin
Rasional : Pengaturan secara rutin akan menunjukkan hasil yang tepat dan sesuai
dengan kebutuhan serta kondisi klien
4) Pastikan alarm ventilator berfungsi
Rasional : Sebagai tanda penunjuk adanya perubahan kondisi klien yang mendadak
dan memerlukan intervensi segera
5) Berikan agen untuk paralisis otot, sedatif, dan analgetik golongan narkotik secara
tepat
Rasional : Untuk mencegah adanya perlawanan antara pernafasan normal klien
dengan pengaturan ventilator serta untuk memberikan kenyamanan bagi klien.
6) Lakukan fisiotherapi dada secara tepat
Rasional : Fisioterapi dada dapat membantu mengeluarkan dahak atau sekret dalam
saluran nafas klien
7) Lakukan suction secara berkala
Rasional : Mengurangi timbunan sputum atau sekret pada saluran nafas klien
8) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi yang adekuat
Rasional : untuk mempertahankan status metabolisme klien
9) Lakukan oral care secara rutin
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi akibat pemasangan ventilator dan menjaga
hygine klien selama imobilisasi
10) Monitor efek ventilator terhadap perubahan status oksigenasi
Rasional : Mengetahui kondisi dan status ventilasi klien
11) Kolaborasi dengan dokter dalam penggunaaan dukungan PEEP
Rasional : Untuk mengurangi hipoventilasi alveoli
12) Monitor perkembangan kondisi klien terhadap pengaturan ventilator dan lakukan
perubahan yang sesuai dan tepat
Rasional : Perubahan status kondisi klien akan memperngaruhi perubahan mode
ventilator
13) Hentikan pemberian makan melalui NGT saat suction dan 30 sampai 60 menit
sebelum fisioterapi dada
Rasional : Mencegah terjadinya risiko aspirasi
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC, 2012

Doenges, E. Marilynn. 2014. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3. EGC : Jakarta.

Khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/03/askep-bronchopneumonia

Khairuddin. 2009. Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Pada Kasus Pneumonia yang
Dirawat pada Bangsal Penyakit Dalam di RSUP dr. Kariadi Semarang Tahun 2008.
Semarang: FKUNDIP

Misnadiarly. 2018. Penyakit Infeksi Saluran Nafas Pneumonia pada Anak,Orang Dewasa,
Usia Lanjut. Jakarta: Pustaka Obor Populer

Nanda. 2017. Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima Medika : Jakarta

Nursecerdas.wordpress.com/2009/05/02/askep-anak-dengan-pneumonia/)

http://medicastore.com/penyakit/441/Pneumonia_radang_paru.html

Anda mungkin juga menyukai