Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN COMMUNITY ACQUIRED


PNEUMONIA
DI INSTALASI GAWAT DARURAT
RSUD WALED

Dosen Pengampu :
Bpk. Andi Sutandi, S.Kep, Ners

Disusun oleh:
Nama : Sri Herlina
NIM : CKR0160051

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
TAHUN AJARAN 2019-2020
KONSEP DASAR TEORI

A. Definisi
Pneumonia adalah peradangan paru dimana asinus paru terisi cairan radang
dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang kedalam dinding alveoli dan
rongga interstisium. (secara anatomis dapat timbul pneumonia lobaris maupun
lobularis / bronchopneumonia.
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan yang
terbanyak didapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di
seluruh dunia. Di Indonesia berdasarkan survei kesehatan rumah tangga tahun
1986 yang dilakukan Departemen Kesehatan, pneumonia tergolong dalam
penyakit infeksi akut saluran nafas, merupakan penyakit yang banyak dijumpai.
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
atau alveoli. Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan
dengan adanya konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli.
(Axton & Fugate, 1993)

B. Etiologi
Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme, akan tetapi dapat juga
oleh bahan-bahan lain, sehingga dikenal:
1. Lipid pneumonia : oleh karena aspirasi minyak mineral
2. Chemical pneumonitis : inhalasi bahan-bahan organic atau uap kimia seperti
berilium
3. Extrinsik Allergik Alveolitis : inhalasi bahan-bahan debu yang mengandung
allergen, seperti debu dare parik-pabrik gula yang mengandung spora dare
actynomicetes thermofilik.
4. Drug Reaction Pneumonitis : nitrofurantion, busulfan, methotrexate
5. Pneumonia karena radiasi sinar rontgen
6. Pneumonia yang sebabnya tidak jelas : desquamative interstitial pneumonia,
eosinofilik pneumonia
7. Microorganisma
GROUP PENYEBAB TYPE PNEUMONIA
Bacteri Streptococcos pneumonia Pneumonia bacteri
Streptococcus piogenes
Stafilococcus aureus
Klebsiella pneumonia
Eserikia koli
Yersinia pestis
Legionnaires bacillus Legionnaires disease

Aktinomyctes A. Israeli Aktinomikosis pulmonal


Nokardia asteroids Nokardiosis pulmonal

Fungi Kokidioides imitis Kokidioidomikosis


Histoplasma kapsulatum Histoplasmosis
Blastomises dermatitidis Blastomikosis
Aspergillus Aspergilosis
Fikomisetes Mukormikosis

Riketsia Koksiella Burnetty Q Fever

Klamidia Chlamidia psittaci Psitakosis,Ornitosis

Mikoplasma Mikoplasma pneumonia Pneumonia mikoplasmal

Virus Infulensa virus, adenovirus Pneumonia virus


respiratory syncytial

Protozoa Pneumosistis karini Pneumonia pneumistis


(pneumonia plasma sel)
C. Patofisiologi
Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu reaksi
inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan
menghasilkan eksudat, yang mengganggu gerakan dan difusi oksigen serta
karbon dioksida. Sel-sel darah putih, kebanyakan neutrofil, juga bermigrasi ke
dalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara. Area
paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi, edema mukosa, dan
bronkospasme, menyebabkan oklusi parsial bronki atau alveoli dengan
mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena yang
memasuki paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan keluar ke
sisi kiri jantung tanpa mengalami oksigenasi. Pada pokoknya, darah terpirau
dari sisi kanan ke sisi kiri jantung. Percampuran darah yang teroksigenasi dan
tidak teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan hipoksemia arterial.
Sindrom Pneumonia Atipikal. Pneumonia yang berkaitan dengan
mikoplasma, fungus, klamidia, demam-Q, penyakit Legionnaires’.
Pneumocystis carinii, dan virus termasuk ke dalam sindrom pneumonia atipikal.
Pneumonia mikoplasma adalah penyebab pneumonia atipikal primer yang
paling umum. Mikoplasma adalah organisme kecil yang dikelilingi oleh
membran berlapis tiga tanpa dinding sel. Organisme ini tumbuh pada media
kultur khusus tetapi berbeda dari virus. Pneumonia mikoplasma paling sering
terjadi pada anak-anak yang sudah besar dan dewasa muda.
Pneumonia kemungkinan ditularkan oleh droplet pernapasan yang
terinfeksi, melalui kontak dari individu ke individu. Pasien dapat
diperiksaterhadap antibodi mikoplasma.
Inflamasi infiltrat lebih kepada interstisial ketimbang alveolar. Pneumonia
ini menyebar ke seluruh saluran pernapasan, termasuk bronkiolus. Secara
umum, pneumonia ini mempunyai ciri-ciri bronkopneumonia. Sakit telinga dan
miringitis bulous merupakan hal yang umum terjadi. Pneumonia atipikal dapat
menimbulkan masalah-masalah yang sama baik dalam ventilasi maupun difusi
seperti yang diuraikan dalam pneumonia bacterial.
D. Pathway
E. Manifestasi Klinik
Pneumonia bakterial (atau pneumokokus) secara khas diawali dengan
awitan menggigil, demam yang timbul dengan cepat (39,5oC ¬¬¬sampai
40,5oC), dan nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh
bernapas dan batuk. Pasien sangat sakit dengan takipnea sangat jelas (25 sampai
45 kali/menit) disertai dengan pernapasan mendengkur, pernapasan cuping
hidung, dan penggunaan otot-otot aksesori pernapasan.
Pneumonia atipikal beragam dalam gejalanya, tergantung pada organisme
penyebab. Banyak pasien mengalami infeksi saluran pernapasan atas (kongesti
nasal, sakit tenggorok), dan awitan gejala pneumonianya bertahap. Gejala yang
menonjol adalah sakit kepala, demam tingkat rendah, nyeri pleuritis, mialgia,
ruam, dan faringitis. Setelah beberapa hari, sputum mukoid atau mukopurulen
dikeluarkan.
Nadi cepat dan bersambungan (bounding). Nadi biasanya meningkat sekitar
10 kali/menit untuk setiap kenaikan satu derajat Celcius. Bradikardia relatif
untuk suatu demam tingkatan tertentu dapat menandakan infeksi virus, infeksi
mycoplasma, atau infeksi dengan spesies Legionella.
Pada banyak kasus pneumonia, pipi berwarna kemerahan, warna mata
menjadi lebih terang, dan bibir serta bidang kuku sianotik. Pasien lebih
menyukai untuk duduk tegak di tempat tidur dengan condong ke arah depan,
mencoba untuk mencapai pertukaran gas yang adekuat tanpa mencoba untuk
batuk atau napas dalam. Pasien banyak mengeluarkan keringat. Sputum purulen
dan bukan merupakan indikator yang dapat dipercaya dari etiologi. Sputum
berbusa, bersemu darah sering dihasilkan pada pneumonia pneumokokus,
stafilokokus, Klebsiella, dan streptokokus. Pneumonia Klebsiella sering juga
mempunyai sputum yang kental; sputum H. influenzae biasanyaberwarnahijau.
Tanda-tanda lain terjadi pada pasien dengan kondisi lain seperti kanker, atau
pada mereka yang menjalani pengobatan dengan imunosupresan, yang
menurunkan daya tahan terhadap infeksi dan terhadap organisme yang
sebelumnya tidak dianggap patogen serius. Pasien demikian menunjukkan
demam, krekles, dan temuan fisik yang menandakan area solid (konsolidasi)
pada lobus-lobus paru, termasuk peningkatan fremitus taktil, perkusi pekak,
bunyi napas bronkovesikular atau bronkial, egofoni (bunyi mengembik yang
terauskultasi), dan bisikan pektoriloquy (bunyi bisikan yang terauskultasi
melalui dinding dada). Perubahan ini terjadi karena bunyi ditransmisikan lebih
baik melalui jaringan padat atau tebal (konsolidasi) ketimbang melalui jaringan
normal.
Pada pasien lansia atau mereka dengan PPOM, gejala-gejala dapat
berkembang secara tersembunyi. Sputum purulen mungkin menjadi satu-
satunya tanda pneumonia pada pasien ini. Sangat sulit untuk mendeteksi
perubahan yang halus pada kondisi mereka karena mereka telah mengalami
gangguan fungsi paru yang serius.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air
bronchogram (airspace disease) misalnya oleh Streptococcus pneumoniae;
bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain staphylococcus,
virus atau mikoplasma; dan pneumonia interstisial (interstitial disease) oleh
virus dan mikoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen apikal lobus bawah
atau inferior lobus atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien
yang tidak sadar, lokasi ini bisa dimana saja. Infiltrat di lobus atas sering
ditimbulkan Klebsiella, tuberkulosis atau amiloidosis. Pada lobus bawah
dapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus atau bakteriemia.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit
normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada
infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau
lemah. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia
pada infeksi kuman Gram negatif atau S. aureus pada pasien dengan
keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin terganggu.
3. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal,
aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk
tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin,
Quellung test dan Z. Nielsen.
4. Pemeriksaan Khusus
Titer antibodi terhadap virus, legionela, dan mikoplasma. Nilai
diagnostik bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah
dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.

G. Penatalaksanaan
Pengobatan pneumonia termasuk pemberian antibiotik yang sesuai seperti
yang ditetapkan oleh hasil pewarnaan Gram. Penisilin G merupakan antibiotik
pilihan untuk infeksi oleh S. pneumoniae. Medikasi efektif lainnya termasuk
eritromisin, klindamisin, sefalosporin generasi kedua dan ketiga, penisilin
lainnya, dan trimetoprim-sulfametoksazol (Bactrim).
Pneumonia mikoplasma memberikan respons terhadap eritromisin,
tetrasiklin, dan derivat tetrasiklin (doksisiklin). Pneumonia atipikal lainnya
mempunyai penyebab virus, dan kebanyakan tidak memberikan respons
terhadap antimikrobial. Pneumocystis carinii memberikan respons terhadap
pentamidin dan trimetropim-sulfametoksazol (Bactrim, TMP-SMZ). Inhalasi
lembab, hangat sangat membantu dalam menghilangkan iritasi bronkial.
Asuhan keperawatan dan pengobatan (dengan pengecualian terapi
antimikrobial) sama dengan yang diberikan untuk pasien yang mengalami
pneumonia akibat bakteri.
Pasien menjalani tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda
penyembuhan. Jika dirawat di RS, pasien diamati dengan cermat dan secara
kontinu sampai kondisi klinis membaik.
Jika terjadi hipoksemia, pasien diberikan oksigen. Analisis gas darah arteri
dilakukan untuk menentukan kebutuhan akan oksigen dan untuk mengevaluasi
keefektifan terapi oksigen. Oksigen dengan konsentrasi tinggi merupakan
kontraindikasi pada pasien dengan PPOM karena oksigen ini dapat
memperburuk ventilasi alveolar dengan menggantikan dorongan ventilasi yang
masih tersisa dan mengarah pada dekompensasi. Tindakan dukungan
pernapasan seperti intubasi endotrakeal, inspirasi oksigen konsentrasi tinggi,
ventilasi mekanis, dan tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP) mungkin
diperlukan untuk beberapa pasien tersebut.
Adapun penatalaksanaannya dengan cara, sebagai berikut :
1. Kemoterapi
Pemberian kemoterapi harus berdasarkan pentunjuk penemuan kuman
penyebab infeksi (hasil kultur sputum dan tes sensitivitas kuman terhadap
antibodi). Bila penyakitnya ringan antibiotik diberikan secara oral,
sedangkan bila berat diberikan secara parenteral. Apabila terdapat
penurunan fungsi ginjal akibat proses penuaan, maka harus diingat
kemungkinan penggunaan antibiotik tertentu perlu penyesuaian dosis
(Harasawa, 1989).
2. Pengobatan Umum
a) Terapi Oksigen
b) Hidrasi
Bila ringan hidrasi oral, tetapi jika berat hidrasi dilakukan secara
parenteral
c) Fisioterapi
Penderita perlu tirah baring dan posisi penderita perlu diubah-ubah
untuk menghindari pneumonia hipografik, kelemahan dan dekubitus.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Aktivitas / istirahat
a) Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
b) Tanda : Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas
2. Sirkulasi
a) Gejala : riwayat gagal jantung kronis
b) Tanda : takikardi, penampilan keperanan atau pucat
3. Integritas Ego
a) Gejala : banyak stressor, masalah finansial
4. Makanan / Cairan
a) Gejala : kehilangan nafsu makan, mual / muntah, riwayat DM
b) Tanda : distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan
turgor buruk, penampilan malnutrusi
5. Neurosensori
a) Gejala : sakit kepala bagian frontal
b) Tanda : perubahan mental
6. Nyeri / Kenyamanan
a) Gejala : sakit kepala, nyeri dada meningkat dan batuk, myalgia,
atralgia
7. Pernafasan
a) Gejala : riwayat PPOM, merokok sigaret, takipnea, dispnea,
pernafasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal
b) Tanda : sputum ; merah muda, berkarat atau purulen
c) Perkusi ; pekak diatas area yang konsolidasi, gesekan friksi pleural
d) Bunyi nafas : menurun atau tak ada di atas area yang terlibat atau
nafas Bronkial
e) Framitus : taktil dan vokal meningkat dengan konsolidasi
f) Warna : pucat atau sianosis bibir / kuku
8. Keamanan
a) Gejala : riwayat gangguan sistem imun, demam
b) Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan,
mungkin pada kasus rubela / varisela
9. Penyuluhan
a) Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol
kronis

B. Rencana Keperawatan
I. Diagnosa Perawatan : Kebersihan jalan nafas tidak efektif
1. Dapat dihubungkan dengan :
a) Inflamasi trakeobronkial, pembentukan oedema,
peningkatan produksi sputum
b) Nyeri pleuritik
c) Penurunan energi, kelemahan
2. Kemungkinan dibuktikan dengan :
a) Perubahan frekuensi kedalaman pernafasan
b) Bunyi nafas tak normal, penggunaan otot aksesori
c) Dispnea, sianosis
d) Batuk efektif/tidak efektif dengan/tanpa produksi sputum
3. Kriteria Hasil :
a) Menunjukkan perilaku mencapai kebersihan jalan nafas
b) Menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih,
tak ada dispnea atau sianosis
4. Intervensi Keperawatan :
a) Mandiri
1. Kaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan
dada
2. Auskultasi paru, catat area penurunan/tak ada aliran
udara dan bunyi nafas tambahan (krakles, mengi)
3. Bantu pasien untuk batuk efektif dan nafas dalam
4. Penghisapan sesuai indikasi
5. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari
b) Kolaborasi
1. Bantu mengawasi efek pengobatan nebulizer dan
fisioterapi lain
2. Berikan obat sesuai indikasi : mukolitik,
ekspektoran, bronkodilator, analgesik
3. Berikan cairan tambahan
4. Awasi seri sinar ‘X’ dada, Analisa Gas Darah, nadi
oksimetri
5. Bantu bronkoskopi / torakosintesis bila diindikasikan
II. Diagnosa Perawatan : Kerusakan pertukaran gas
1. Dapat dihubungkan dengan :
a) Perubahan membran alveolar – kapiler (efek inflamasi)
b) Gangguan kapasitas oksigen darah
2. Kemungkinan dibuktikan oleh :
a) Dispnea, sianosis
b) Takikardi
c) Gelisah/perubahan mental
d) Hipoksia
3. Kriteria Hasil :
a) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
dengan Analisa Gas Darah dalam rentang normal dan tak ada
gejala distress pernafasan
b) Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigen
4. Intervensi Keperawatan :
a) Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernafas
b) Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku
c) Kaji status mental
d) Awasi status jantung/irama
e) Awasi suhu tubuh, sesui indikasi. Bantu tindakan
kenyamanan untuk menurunkan demam dan menggigil
f) Pertahankan istirahat tidur
g) Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas
dalam dan batuk efektif
h) Kaji tingkat ansietas. Dorong menyatakan masalah/perasaan.
i) Berikan terapi oksigen dengan benar
j) Awasi Analisa Gas Darah
III. Diagnosa Perawatan : Pola nafas tidak efektif
1. Dapat dihubungkan dengan :
a) Proses inflamasi
b) Penurunan complience paru
c) Nyeri
2. Kemungkinan dibuktikan oleh :
a) Dispnea, takipnea
b) Penggunaan otot aksesori
c) Perubahan kedalaman nafas
d) Analisa Gas Darah abnormal
3. Kriteria Hasil :
a) Menunjukkan pola pernafasan normal/efektif dengan
Analisa Gas Darah dalam rentang normal
4. Intervensi Keperawatan :
a) Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada
b) Auskultasi bunyi nafas
c) Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi
d) Observasi pola batuk dan karakter sekret
e) Dorong/bantu pasien nafas dalam dan latihan batuk efektif
f) Berikan Oksigen tambahan
g) Awasi Analisa Gas Darah
IV. Diagnosa Perawatan : Peningkatan suhu tubuh
1. Dapat dihubungkan dengan :
a) Proses infeksi
2. Kemungkinan dibuktikan oleh :
a) Demam, penampilan kemerahan
b) Menggigil, takikardi
3. Kriteria Hasil :
a) Pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan suhu tubuh
b) Tidak menggigil
c) Nadi normal
4. Intervensi Keperawatan :
a) Obeservasi suhu tubuh (4 jam)
b) Pantau warna kulit
c) Lakukan tindakan pendinginan sesuai kebutuhan
d) Berikan obat sesuai indikasi : antipiretik
e) Awasi kultur darah dan kultur sputum, pantau hasilnya setiap
hari
V. Diagnosa Perawatan : Resiko tinggi penyebaran infeksi
1. Dapat dihubungkan dengan :
a) Ketidakadekuatan pertahanan utama
b) Tidak adekuat pertahanan sekunder (adanya infeksi,
penekanan imun)
2. Kemungkinan dibuktikan oleh :
a) Tidak dapat diterapkan tanda-tanda dan gejala-gejala
membuat diagnosa aktual
3. Kriteria Hasil :
a) Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa
komplikasi
b) Mengidentifikasikan intervensi untuk
mencegah/menurunkan resiko infeksi
4. Intervensi Keperawatan :
a) Pantau Tanda-tanda Vital
b) Anjurkan klien memperhatikan pengeluaran sekret dan
melaporkan perubahan warna jumlah dan bau sekret
c) Dorong teknik mencuci tangan dengan baik
d) Ubah posisi dengan sering
e) Batasi pengunjung sesuai indikasi
f) Lakukan isolasi pencegahan sesuai individu
g) Dorong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas
sedang.
h) Berikan antimikrobal sesuai indikasi
VI. Diagnosa Perawatan : Intoleransi aktivitas
1. Dapat dihubungkan dengan :
a) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
b) Kelemahan, kelelahan
2. Kemungkinan dibuktikan dengan :
a) Laporan verbal kelemahan, kelelahan dan keletihan
b) Dispnea, takipnea
c) Takikardi
d) Pucat / sianosis
3. Kriteria Hasil :
a) Melaporkan / menunjukkan peningkatan toleransi terhadap
aktivitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea,
kelemahan berlebihan dan Tanda-tanda Vital dalam rentang
normal
4. Intervensi Keperawatan :
a) Evaluasi respon klien terhadap aktivitas
b) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung
c) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan
perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat
d) Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat /
tidur
e) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan
VII. Diagnosa Perawatan : Nyeri
1. Dapat dihubungkan dengan :
a) Inflamasi parenkim paru
b) Reaksi seluler terhadap sirkulasi toksin
c) Batuk menetap
2. Kemungkinan dibuktikan dengan :
a) Nyeri dada
b) Sakit kepala, nyeri sendi
c) Melindungi area yang sakit
d) Perilaku distraksi, gelisah
3. Kriteria Hasil :
a) Menyebabkan nyeri hilang / terkontrol
b) Menunjukkan rileks, istirahat / tidur dan peningkatan
aktivitas dengan cepat
4. Intervensi Keperawatan :
a) Tentukan karakteristik nyeri
b) Pantau Tanda-tanda Vital
c) Ajarkan teknik relaksasi
d) Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada
selama episode batuk.
VIII. Diagnosa Perawatan : Resti nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
1. Dapat dihubungkan dengan :
a) Peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam
dan proses infeksi
b) Anoreksia distensi abdomen
2. Kriteria Hasil :
a) Menunjukkan peningkatan nafsu makan
b) Berat badan stabil atau meningkat
3. Intervensi Keperawatan :
a) Indentifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah
b) Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering
mungkin
c) Auskultasi bunyi usus
d) Berikan makan porsi kecil dan sering
e) Evaluasi status nutrisi
IX. Diagnosa Perawatan : Resti kekurangan volume cairan
1. Faktor resiko :
a) Kehilangan cairan berlebihan (demam, berkeringan banyak,
hiperventilasi, muntah)
2. Kriteria Hasil :
a) Balance cairan seimbang
b) Membran mukosa lembab, turgor normal, pengisian kapiler
cepat
3. Intervensi Keperawatan :
a) Kaji perubahan Tanda-tanda Vital
b) Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa
c) Catat laporan mual / muntah
d) Pantau masukan dan keluaran, catat warna, karakter urine
e) Hitung keseimbangan cairan
f) Asupan cairan minimal 2500 / hari
g) Berikan obat sesuai indikasi ; antipirotik, antiametik
h) Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan
X. Diagnosa Perawatan : Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan
kebutuhan tindakan
1. Dapat dihubungkan dengan :
a) Kurang terpajan informasi
b) Kurang mengingat
c) Kesalahan interpretasi
2. Kemungkinan dibuktikan oleh :
a) Permintaan informasi
b) Pernyataan kesalahan konsep
c) Kesalahan mengulang
3. Kriteria Hasil :
a) Menyatakan permahaman kondisi proses penyakit dan
pengobatan
b) Melakukan perubahan pola hidup
4. Intervensi Keperawatan :
a) Kaji fungsi normal paru
b) Diskusikan aspek ketidakmampuan dari penyakit, lamanya
penyembuhan dan harapan kesembuhan
c) Berikan dalam bentuk tertulis dan verbal
d) Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif
e) Tekankan perlunya melanjutkan terapi antibiotik selama
periode yang dianjurkan.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakata : EGC.


Lackman’s (1996). Care Principle and Practise Of Medical Surgical Nursing,
Philadelpia : WB Saunders Company.
Pasiyan Rahmatullah (1999), Geriatri : Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Editor : R.
Boedhi Darmoso dan Hadi Martono, Jakarta, Balai Penerbit FKUI
Reevers, Charlene J, et all (2000). Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Salemba
Medica.
Smeltzer SC, Bare B.G (2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume I,
Jakarta : EGC
Suyono, (2000). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai