Anda di halaman 1dari 4

Patofisiologi

Penyebab pneumonia dapat virus, bakteri, jamur, protozoa, atau riketsia; pneumonitis
hipersensitivitas dapat menyebabkan penyakit primer. Pneumonia dapat juga terjadi akibat
aspirasi. Paling jelas adalah pada klien yang diintubasi, kolonisasi trakhea dan terjadi
mikroaspirasi sekresi saluran pernapasan atas yang terinfeksi (Christman, 1995). Tidak semua
kolonisasi akan mengakibatkan pneumonia. Mikroorganisme dapat mencapai paru melalui
beberapa jalur:

1. Ketika individu yang terinfeksi batuk, bersin, atau berbicara, mikroorganisme


dilepaskan ke dalam udara dan terhirup oleh orang lain.
2. Mikroorganisme dapat juga terinspirasi dengan aerosol (gas nebulasi) dari peralatan
terapi pernapasan yang terkontaminasi.
3. Pada individu yang sakit atau higiene giginya buruk, flora normal orofaring dapat
menjadi patogenik.
4. Staphilococcus dan bakteri gram negatif dapat menyebar melalui sirkulasi dari infeksi
sistemik, sepsis, atau jarum obat IV yang terkontaminasi.

Pada individu yang sehat, patogen yang mencapai paru dikeluarkan atau tertahan dalam
pipi melalui mekanisme pertahanan diri seperti refleks batuk, klirens mukosiliaris, dan
fagositosis oleh makrofag alveolar. Pada individu yang rentan, patogen yang masuk ke dalam
tubuh memperbanyak diri, melepaskan toksin yang bersifat merusak dan menstimulasi
respons inflamasi dan respons imun, yang keduanya mempunyai efek samping merusak.
Reaksi antigen-antibodi dan endotoksin yang dilepaskan oleh beberapa mikroorganisme
merusak membran mukosa bronkhial dan membran alveolokapilar. Inflamasi dan edema
menyebabkan sel-sel acini dan bronkhioles terminalis terisi oleh debris infeksius dan eksudat,
yang menyebabkan abnormalitas ventilasi-perfusi. Jika pneumonia disebabkan oleh
Staphilococcus atau bakteri gram negatif dapat terjadi juga nekrosis parenkim paru.

Pneumonia pneumokokus. Pada pneumonia pneumokokus, organisme S. pneumoniae


merangsang respons inflamasi, dan eksudat inflamasi menyebabkan edema alveolar, yang
selanjutnya mengarah pada perubahan-perubahan lain (Gbr. 3-2). Pneumonia viral.
Pneumonia yang disebabkan oleh virus biasanya bersifat ringan dan self-limited tetapi dapat
membuat tahap untuk infeksi sekunder bakteri dengan memberikan suatu lingkungan yang
ideal untuk pertumbuhan bakteri dan dengan merusak sel-sel epitel bersilia, yang normalnya
mencegah masuknya patogen ke jalan napas bagian bawah.
Manifestasi Klinis

Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non
produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah),
sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka
berbaring pada yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik
didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah saat bernafas, takipneu,
kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak menggambarkan
konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction rub.

Pneumonia awal ditandai dengan demam, menggigil, berkeringat, rasa lelah, batuk,
produksi sputum, dan dispnea. Gejala yang lebih jarang antara lain hemoptisis, nyeri dada
pleuritik, dan sakit kepala. Klien lansia mungkin tidak mengalami demam atau gejala
pernapasan, tetapi mengalami gangguan status kesadaran dan dehidrasi. Auskultasi dada akan
menunjukkan suara napas bronkial pada bagian yang mengalami konsolidasi (tampak sebagai
area putih pekat pada rontgen dada). Jaringan paru yang mengalami konsolidasi
menghantarkan gelombang suara bronkial ke bagian paru-paru luar. Suara bising (dari cairan
di interstisial dan area alveolus) dan bisikan pectoriloquy (penghantaran suara seperti bisikan
kata-kata di sepanjang dinding dada) dapat didengar di atas area yang terserang Taktil
fremitus biasanya meningkat pada area dengan pneumonia, sementara suara perkusi menjadi
tumpul. Jika sebagian besar jaringan paru terserang, ekspansi dinding dada yang tidak sama
dapat terjadi saat inspirasi. Hal ini terjadi karena penurunan distensibilitas pada bagian yang
terserang.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pneumoni bergantung pada penyebabnya. Meski identifikasi organisme


penyebab spesifik merupakan tindakan ideal, sering kondisi klien mengharuskan pemberian
antibiotik yang didasarkan pada agens infeksius yang paling mungkin. Antibiotik spektrum
luas yang efektif terhadap organisme baik gram-negatif maupun gram-positif biasanya
diberikan sambil terus melakukan pemeriksaan untuk mengisolasi organisme penyebab
spesifik. Pneumonia oleh virus di atas hanya dengan terapi suportif, kecuali jika terdapat
infeksi bakteri sekunder.

Terapi oksigen, hidrasi adekuat, nutrisi, dan ventilasi mekanik jika diindikasikan untuk
gagal napas akut juga merupakan komponen rencana pengobatan pneumonia. Bronkhoskopi
terapeutik mungkin diindikasikan untuk masalah sekresi yang sangat sulit atau untuk
membantu dalam menegakkan diagnosis. Komplikasi pneumonia termasuk pembentukan
abses, efusi pleural, empiema, bakteremia, dan septikemia.

Pengobatan pneumonia bertujuan untuk mengatasi infeksi, meredakan gejala, dan


mencegah komplikasi. Pengobatan akan diberikan sesuai penyebab dan tingkat keparahan
kondisi. Antipiretik dan analgetik seperti ibuprofen atau paracetamol, untuk meredakan
demam dan nyeri. Obat untuk meredakan batuk, antibiotik untuk mengatasi pneumonia yang
disebabkan oleh infeksi bakteri, antivirus untuk mengatasi pneumonia yang disebabkan oleh
infeksi virus, antijamur, untuk mengatasi pneumonia yang disebabkan oleh infeksi jamur.
Penderita pneumonia disarankan untuk banyak beristirahat, mengonsumsi makanan bergizi
seimbang, serta banyak minum air putih agar tidak kekurangan cairan. Jika mengalami gejala
yang berat, penderita pneumonia perlu dirawat di rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Asih, N. G., & Effendy, C. (2002). Keperawatan Medikal Bedah: Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Askar, M. (2020). Patofisiologi Untuk Teknologi Laboratorium Medis Buku Ajar. Makassar:
Unit Penelitian Politeknik Kesehatan Makassar.
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2023). KMB: Gangguan Sistem Pernapasan dan Oksigenasi.
Singapura: Elsevier Health Sciences.
Mediarti, Devi dkk. (2022). Ilmu Keperawatan Medikal Bedah dan Gawat Darurat.
Bandung: Media Sains Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai