Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS JOURNAL

KEPERAWATAN ANAK
DENGUE HEMORRHAGIC FEVER

Di Susun Oleh:
Gisella Rara Aliande Azhari
21220021

Dosen Pembimbing:
Marwan Riki Ginanjar, S.Kep.,Ns.,M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS


INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI MUHAMMADIYAH
PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi
Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue arbovirus yang masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty
(Sarah, 2019).
Dengue Hemorrhagic Fever atau Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit
infeki yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis meliputi demam,
nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai ruam, trombositopenia dan diatesis hemoragik
(Amin, 2015).
Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Penyakit ini dapat
menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian, terutama pada anak
(Nurarif, 2015).

B. Etiologi
Penyakit DBD ini disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B yaitu
Arthopod-borne virus dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Di Indonesia
Virus tersebut sampai saat ini telah di isolasi menjadi 4 serotipe virus dengur yang
termasuk dalam grup B dalam Arthropedi Bone Viruses (Arbovirus), yaitu DEN-1,
DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Ternyata DEN-2 dan DEN-3 merupakan serotipe yang
menjadi pernyebab DBD terbanyak.
Struktur antigen keempat serotipe ini sangat mirip satu dengan lain, namun antibodi
terhadap masing-masing tipe virus tidak dapat saling memberikan perlindungan silang.
Variasi genetik yang berbeda pada keempat serotipe ini tidak hanya menyangkut antar
tipe virus, tetapi juga di dalam tipe virus itu sendiri tergantung waktu dan daerah
penyebarannya.
Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang
bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang,
sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain
tersebut.seseorang yang tinggal didaerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4
serotipe selama hidupnya (Nurarif & Kusuma, 2010).
C. Patofisiologi
Virus dengue akan masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti
dan kemudian akan bereaksi dengan antibodi dan terbentukla virus antibodi dalam
sirkulasi akan mengaktivivasi sistem komplement. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan di
lepas C3a dan C5a, dua, peptide yang berdaya untuk melepaskan histamin dan
merupakan mediator kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas dinding pembuluh
darah dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding itu. Terjadinya
trombositopenia dikarenakan menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor
koagulasi terutapa perdarahan salurah gastrointestinal pada DHF. Yang menentukan
beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah,
menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diatesis
hemoragik. Renjatan terjadi secara akut. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan
hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya
plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoksia jaringan,
asidosis metabolik dan kematian (Suriadi & Yuliani, 2010).
Adapun beberapa klasifikasi DBD berdasarkan tingkatan derajat diantaranya:
a. Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket
positif, Trombositopenia dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.
c. Derajat III : Kegagalan sirkulasi : nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin
lembab, gelisah.
d. Derajat IV : Renjatan berat, denyut nadi dan tekanan darah tidak dapat diukur.

D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala DHF dengan masa inkubasi 13-15 hari menurut WHO sebagai
berikut:
1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus 2-7 hari
2. Manifestasi perdarahan, uji torniquet positif, seperti perdarahan pada kulit petekie,
ekimosis, epistaksis, hematemesis, hematuri, dan melena)
3. Hepatomegali (sudah dapatdirabasejak pemulaan sakit)
4. Syok, yangditandai dengan nadi lemah, cepat disertai dengan TD menurun, kulit
teraba dingin dan lembab terutama padaujung hidung, jari dan kaki, selain timbul
demam, perdarahan yang merupakan ciri khas DHF gambaran kinis lain yang tidak
khas dan biasa dijumpai pada penderita DHF adalah:
- Keluhan pada saluran pernapasan : batuk, filek, sakit waktu menelan
- Keluham pada gastrointestinal : anoreksia, diare, konstipasi
- Keluhan pada sistem lain : nyeri/sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan sendi,
nyeri otot abdomen, myeri ulu hati, pegal-pegal pada saluran tubuh, dll.
- Hasil laboratorium : trombositopenia (trombosit <100.000m3) dan
hemakonsentrasi (peningkatan hematokrit >20%).
Kasus DBD ditandai oleh manifestasi klinis, yaitu: demam tinggi dan mendadak
yang dapat mencapai 40◦C atau lebih dan terkadang disertai dengan kejang demam,
sakit kepala, anoreksia, muntah-muntah (vomitting), epigastric discomfort, nyeri perut
kanan, atas atau seluruh bagian perut, dan perdarahan, terutama perdarahan kulit,
walupun hanya berupa uji tourniquet positif. Selain itu, perdarahan kulit dapat
berwujud memar atau dapat juga berupa perdarahan spontan mulai dari petechiae
(muncul pada hari-hari pertama demam dan berlangsung selama 3-6 hari) pada
extremitas, tubuh, dan muka, sampai epitaksis dan perdarahan gusi. Sementara
perdarahan gastrointestinal massif lebih jarang terjadi dan biasanya hanya terjadi pada
kasus dengan syok yang berkepanjangan atau setelah syok yang tidak dapat teratasi.
Perdarahan lain seperti perdarahan subkonjungtiva terkadang juga ditemukan. Pada
masa konvalesen sering kali ditemukan eritema pada telapak tangan dan kaki dan
hepatomegali. Hepatomegali pada umumnya dapat diraba pada permulaan penyakit
dan pembesaran hati ini tidak sejajar dengan beratnya penyakit. Nyeri tekan sering
kali ditemukan tanpa ikterus maupun kegagalan peredaran darah (circulatory failure).

E. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Darah
- IgG Dengue Positif
- Trombositopenia
- Hb >20%
- Hemakonsentrasi (hematokrit>20%)
- SGOT dan SGPT meningkat
- Ureum dan Ph darah meningkat
- AGD : asidosismetabolik, PCO3<35-40mmHg, HCO3 rendah
- Waktu perdarahan memanjang
- Pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia,
hipokalmia
2) Pemeriksaan urine : albuminotia ringan
3) Pengukuran antibodi pasien dengan cara HL test (hemag;obination inhibition test)
atau dengan uji peningkatan komplemen pada pemeriksaan serologi dibutuhkan 2
bahan pemeriksaan yaitu pada masa akut dan masa penyembuhan. Untuk
pemeriksaan serologi diambil darah vena 2-5ml
b. Pemeriksaan Radiologi
1) Foto thorak : pada foto thorak mungkin dijumpai efusi fleura
2) Pemeriksaan USG : hepatomegali dan sletomegali

F. Penatalaksanaan
1. Medis
Pada dasarnya pengobatan pasien DHF bersifat simtomaatis dan suportif
a. DHF tanpa renjatan
Demam tinggi, anoreksia, dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi.
Pada pasien ini diberikan banyak minum yaiutu 1,5-2 liter/24jam. keadaan
hiperpireksia diberikan obat piretik dan kompres hangat. Jika terjadi kejang diberi
luminal (anti konfulsan) laainnya dengan dosis untuk anak <1 tahun 50mg IM, anak >
1 tahun 75 mg, jika 15 menit kejang belum berhenti luminal diberikan lagi dengan
dosis 3mg/kg BB. Anak >1 tahun diberi 50mg dan dibawah 1 tahun 30 mg, dengan
memperhatikan adanya depresi fungsi vital. Infus diberikan pada pasien tanpa renjatan
apabila pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga
mengancam terjadinya deghidrasi dan hematokrit yang cenderung menigkat
b. DHF disertai renjatan (DSS)
Segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang akibat kebocoran
plasma. Cairan yang diberikan biasanya ringer laktat (RL). Infus dipertahankan
sampai 1-2 hari lagi walaupun TTV telah baik. Transfusi darah diberikan pada pasien
dengan perdarahan gastrointestinal.
2. Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien DHF yaitu memonitor
TTV, bila perlu setiap jam. Pemeriksaan HT, Hb dan trombosit sesuai permintaan
dokter setiap 4 jam. Perhatikan apakah pasien ada kencing/tidak. Jika anak mengalami
hiperpireksia dapat diberikan obat antipireutik dan antikonvulsan.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Skenario Kasus
Pada tanggal 19 Juni seorang anak laki-laki berusia 3 tahun 6 bulan dirawat dirumah
sakit dengan keluhan utama badan panas disertai mual, muntah, tidak mau makan dan
terdapat bintik-bintik merah dikulit. Panas dirasakan sejak tiga hari sebelum masuk
rumah sakit. Hasil pengkajian didapatkan bahwa frekuensi pernapasan 20 kali
permenit, nadi 92 kali permenit, suhu tubuh 38oC, BB 13 kg, TB 92 cm, rumple leed
test dan petechiae positif, ada epistaksis dan ekimosis. Hasil pemeriksaan lab
didapatkan trombosit 90000 MCL, HCT 36,5%, HB 13,5 g/dl, IgG dengue nonreaktif
dan IgM dengue reaktif.
Ibu pasien mengatakan anak rewel dan porsi makan tidak dihabiskan.

2. Pertanyaan Klinis
Apa Tindakan Keperawatan yang paling tepat diberikan untuk menurunkan suhu
tubuh pada anak usia 3 tahun?

3. PICO
P (Problem/Population): Demam pada Anak dengan DHF
I (Intervention) : Tepid Water Sponge
C (Comparison) : Kompres Hangat
O (Outcome) : efektivitas antara tepid water sponge dengan kompres hangat
untuk menurunkan demam pada anak dengan DHF

4. Searching Literature (Journal)


Setelah dilakukan pencarian artikel di Google Scholar, didapatkan hasil pencarian
sebanyak 52 artikel yang terkait dan dipilih 1 artikel dengan judul “Pengaturan Suhu
Tubuh dengan Metode Tepid Water Sponge dan Kompres Hangat pada Balita
Demam” dengan alasan, yaitu:
a. Artikel tersebut relevan dengan kasus An.A dengan Dengue Hemorrhagic Fever
b. Artikel tersebut dipublikasi pada tahun 2019 (up to date)
5. VIA
- Validity
a. Desain, artikel ini menggunakan desain penelitian Quasy Experiment Design
dengan rancangan Non-equivalent Control Group Design.
b. Sampel, pengambilan sampel penelitian ini menggunakan teknik consequtive
sampling dan didapatkan sebanyak 60 responden.
c. Kriteria Inklusi dan Eklusi, seluruh pasien anak dengan keluhan demam di
Puskesmas Abiansemal I dan Puskesmas Mengwi I.
d. Randomisasi, pada artikel ini tidak dilakukan randomisasi dalam
pengambilan sampel.

- Importance dalam Hasil


a. Karateristik Subjek : Karateristik subjek dalam artikel ini meliputi, umur,
dan jenis kelamin pada masing-masing kelompok
responden.
b. Beda Proporsi :Pada karateristik berdasarkan usia dan jenis kelamin
pada kelompok Tepid Water Sponge didapatkan beda
proporsi pada tabel 1 sebagian besar berada pada
rentang usia 1-2 tahun yaitu sebanyak 17 orang
(56,67%) dan sebagian besar berjenis laki-laki yaitu
sebanyak 21 orang (70%). Sedangkan pada kelompok
kompres hangat didapatkan bahwa usia responden pada
penelitian tersebut sebagian besar berada pada rentang
usia 1-2 tahun yaitu sebanyak 19 orang (63,3%) dan
sebagian besar berjenis kelamin laki-laki yaitu
sebanyak 18 orang (60%).
c. Beda Mean : berdasarkan hasil penelitian tersebut didapatkan nilai
mean pada kelompok Tepid Water Sponge sebelum
dilakukan tindakan dengan nilai mean 38,610C atau
dibulatkan menjadi 38,60C. Sedangkan 15 setelah
dilakukan tindakan didapatkan nilai mean 38,110C.
Kemudian 30 menit setelah dilakukan tindakan
didapatkan nilai mean 37,610C atau dibulatkan menjadi
37,60C. Pada kelompok Kompres Hangat, sebelum
dilakukan tindakan dengan nilai mean 38,380C.
Sedangkan 15 menit setelah dilakukan tindakan
didapatkan nilai mean 38,100C atau dibulatkan menjadi
380C. Kemudian 30 menit setelah dilakukan tindakan
didapatkan nilai mean 37,840C atau dibulatkan menjadi
37,80C.
d. Nilai p value : pada hasil penelitian tersebut diuji dengan uji Paired-
Samples T Test dengan hasil p value < 0.0001 yang
berarti terdapat perbedaan efektivitas pengaturan suhu
tubuh dengan metode kompres hangat dan kompres
tepid water sponge.
- Applicability
a. Dalam Diskusi
Mengidentifikasi hasil penelitian tersebut yang dilakukan pada
responden anak usia balita dengan demam didapatkan hasil bahwa metode
tepid water sponge lebih efektif dibandingkan kompres hangat dalam
membantu menurunkan suhu tubuh anak. Dari penelitian tersebut dapat
diketahui keunggulan metode tepid water sponge. Pengetahuan ini akan
menjadi sangat berarti bagi orang tua, untuk mengatasi anak mereka yang
sedang mengalami demam. Pemberian tindakan pada metode tepid water
sponge, pada langkah awal, hampir sama dengan pemberian kompres hangat.
Diawali dengan mengompres pada lima titik (leher, 2 ketiak, dan 2 pangkal
paha). Kemudian dilanjutkan dengan menyeka bagian perut dan dada, atau
seluruh badan dengan air hangat menggunakan kain atau handuk kecil. Basahi
kembali kain, ketika sudah kering. Metode tepid water sponge bekerja dengan
memperlebar (vasodilatasi) pembuluh darah perifer di seluruh tubuh. Ini
menyebabkan evaporasi dan konduksi panas dari kulit ke lingkungan sekitar
akan lebih cepat. Jika dibandingkan dengan kompres hangat yang menurunkan
panas dengan mengandalkan reaksi dari rangsangan hipotalamus.
b. Karateristik Klien
Umur dan Jenis Kelamin Responden
c. Fasilitas Biaya
Tidak dicantumkan jumlah biaya yang digunakan pada penelitian tersebut.
6. Diskusi (Membandingkan Jurnal dan Kasus)
Berdasarkan artikel penelitian yang berjudul “Pengaturan Suhu Tubuh dengan
Metode Tepid Water Sponge dan Kompres Hangat pada Balita Demam”
menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna antara metode tepid water sponge
dengan kompres hangat. Pada hasil diskusi artikel penelitian tersebut menyatakan
bahwa metode tepid water sponge lebih efektif untuk menurunkan suhu tubuh pada
anak dengan demam dikarenakan pada metode tepid water sponge bekerja dengan
memperlebar (vasodilatasi) pembuluh darah perifer di seluruh tubuh. Ini
menyebabkan evaporasi dan konduksi panas dari kulit ke lingkungan sekitar akan
lebih cepat. Jika dibandingkan dengan kompres hangat yang menurunkan panas
dengan mengandalkan reaksi dari rangsangan hipotalamus. Hal ini sejalan dengan
kasus An.A dengan DHF yang mengalami keluhan badan demam sejak 3 hari yang
lalu. Maka pada kasus An.A ada baiknya dilakukan tindakan keperawatan mandiri
yaitu tepid water sponge untuk menurunkan suhu tubuh. Dengan menggunakan
metode ini dapat dilakukan dengan mudah oleh orang tua dirumah. Perawat sebagai
educator bagi pasien anak dan keluarga, memiliki peran yang sangat penting dalam
proses pembelajaran orang tua. Apalagi demam pada anak-anak dibawah usia lima
tahun merupakan hal yang perlu mendapat penanganan serius dikarenakan demam
tinggi pada usia balita dapat mengakibatkan komplikasi seperti kejang. Sehingga
sebagai perawat dapat mengajarkan hal ini pada setiap orang tua dengan anak yang
dirawat dengan demam.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keluhan utama pada anak dengan DHF merupakan demam tinggi yang
menyebabkan terhambatnya aktivitas anak. Sebagai perawat, tindakan mandiri yang
lebih efektif dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh anak yaitu melakukan kompres
dengan metode tepid water sponge. Dikarenakan pada metode ini bekerja dengan
memperlebar (vasodilatasi) pembuluh darah perifer di seluruh tubuh. Ini
menyebabkan evaporasi dan konduksi panas dari kulit ke lingkungan sekitar akan
lebih cepat. Jika dibandingkan dengan kompres hangat yang menurunkan panas
dengan mengandalkan reaksi dari rangsangan hipotalamus.
Sebagai perawat di tatanan layanan kesehatan, baik di puskesmas, rumah sakit,
dapat mengajarkan hal ini pada setiap orang tua yang anaknya dirawat dengan
demam. Harapannya para orang tua dapat menangani dengan segera ketika
dihadapkan pada masalah kenaikan suhu tubuh anak. Tentu upaya penanggulangan
yang cepat akan dapat membantu proses pemulihan dan mengurangi kemungkinan
cedera lebih lanjut.

Source:
Amin. Hardi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Edisi 2.
Yogyakarta : Media Action.

Suriadi, Y, R. (2010). Buku Pegangan Praktis Klinik Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi
2. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai