Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI “M” DENGAN

ATRESIA ESOFAGUS DI RUANG NICU GBPT RSUD DR.


SOETOMO SURABAYA

Disusun Oleh:
1. Dwi Hapsari Amd, kep
2. Febrianti Adi P, Amd. Kep
3. Jamilatul Komari, Skep. Ns
4. Mariska Ayu P, Amd Kep
5. Nirmawati, Amd. Kep
6. Ninik Faizah, Amd. Kep
7. Supatmi, Skep. Ns
8. Tatik Mediawati, Amd. Kep
9. Ulin Shara, Amd. Kep

PELATIHAN KEPERAWATAN NEONATOLOGI (LEVEL II,III)


ANGKATAN XXVI
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Tinjauan Pustaka Penyakit 3
2.1.1. Definisi 3
2.1.2. Epidemiologi 4
2.1.3. Etiologi 5
2.1.4. Klasifikasi 6
2.1.5. Manifestasi Klinis 7
2.1.6. Diagnosis 8
2.1.7. Komplikasi 8
2.1.8. Patofisiologi 9
2.1.9. Penatalaksanaan 11
2.1.10. Pengobatan 13
2.2 Tinjauan Pustaka Asuhan Keperawatan 14
2.2.1. Pengkajian 14
2.2.2. Diagnosa Keperawatan 15
2.2.3. Intervensi 15
2.2.4. Implementasi 19
2.2.5. Evaluasi 19
2.2.6. WOC 20
BAB III TINJAUAN KASUS PADA ATRESIA ESOFAGUS
3.1. Pengkajian
3.2. Pemeriksaan Fisik
3.3. Pemeriksaan Penunjang
3.4. Program Terapi

1
3.5. Analisa Data
3.6. Diagnosa Keperawatan
3.7. Intervensi
3.8. Implementasi
BAB IV PEMBAHASAN
4.1. Pengkajian
4.2. Diagnosa Keperawatan
4.3. Intervensi
4.4. Implementasi
4.5. Evaluasi
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

2
3
BAB 1
PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang


Atresia esophagus merupakan suatu kelainan congenital dimana
esophagus tidak terbentuk secara sempurna. Pada kebanyakan kasus, kelainan
ini disertai dengan terbentuknya hubungan antara esophagus dengan trakea
yang disebut fistula trakeaoesophageal (Tracheoesophageal Fistula/ TEP).
Fistula trakeoesofageal (TEF) dan esophagus atresia (EA) adalah darurat
bedah, menyajikan selama pertama saat setelah lahir. Thomas Gibson adalah
yang pertama, yang di 1696 dijelaskan deskrips klinis dan patologis yang
akurat dari anomali yang paling umum, di mana EA dikaitkan dengan TEF.
Pada saat itu penyakit ini dianggap sebagai yang fatalkondisi, yang
merupakan tidak fatal lagi sekarang hari. Utama terobosan terjadi pada tahun
1941, ketika ahli bedah Amerika Cameron Haight dicapai bertahan hidup
dengan sukses anastomosing dua ujung kerongkongan dan dengan demikian
mengatasi obstruksi pada saluran gastro-intestinal.
Prematuritas merupakan hal umum dan lebih dari 50% penderita disertai
dengan beragai kelainan lain seperti penyakit jantung congenital, kelainan
traktus urinarius dan kelainan traktus gastrointestinal atresi esophagus
ataupun fistula trakeo esofageal ditangani dengan tindakan bedah. Diagnosis
ini harus diperhatikan pada setiap neonatus yang mengeluakan banyak mucus
dan saliva, dengan atau tanpa tanda-tanda gangguan pernapasan.
Atresia Esofagus (AE) merupakan kelainan congenital yang ditandai
dengan tindak menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus
bagian distal. AE dapat terjadi bersama fistula trakeo esofagus (FTE), yaitu
kelainan congenital dimana terjadi persambungan abnormal antara esofagus
dengan trakea.
Atresia Esofagus (AE) merupakan kelaianan kongenital yang cukup
sering dengan insidensi rata-rata sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran
hidup.1 Insidensi AE di Amerika Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup.
Di dunia, insidensi bervariasi dari 0,4 – 3,6 per 10.000 kelahiran hidup. Dua

1
2

insidensi tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 1 kasus dalam 2500 kelahiran


hidup.
Motilitas dari esophagus selalu dipengaruhi pada atresia esofagus.
Gangguan peristaltic esofagus biasanya paling sering dialami pada bagian
esofagus distal. Janin dengan atresia tidak dapat dengan efektif menelan
cairan amnion. Sedangkan pada atresia esophagus dengan fistula trakeo
esofageal distal, cairan amnion masuk melaalui trakea kedalam usus.
Polihydramnion bisa terjadi akibat perubahan dari sirkulasi amnion pada
janin.
Neonatus dengan atresia tidak dapat menelan dan akan mengeluarkan
banyak sekali air liur atau saliva. Aspirasi dari saliva atau air susu dapat
menyebabkan aspirasi pneumonia. Pada atresia dengan distal TEF, sekresi
dengan gaster dapat masuk keparu-paru dan sebaliknya, udara juga dapat
bebas masuk dalam saluran pencernaan saat bayi menangis ataupun mendapat
ventilasi bantuan. Keadaan-keadaan ini bisa menyebabkan perforasi akut
gaster yang fatal. Diketahui bahwa bagian esofagus distal tidak menghasilkan
peristaltic dan ini bisa menyebabkan disfagia setelah perbaikan esofagus dan
dapat menimbulkan reflux gastroesofageal.
Pada bayi dengan atresia esofagus sebaiknya pertahankan posisi bayi
atau pasien dalam posisi tengkurap, bertujuan untuk meminimalkan terjadinya
aspirasi, pertahankan keefektifan fungsi respirasi, kemudian dilakukan
tindakan pembedahan.
Sebelum dilakukan tindakan pembedahan, maka anomaly congenital
lain pada bayi terlebih dahulu dievaluasi. Foto thoraks dapat mengevaluasi
abnormalitas skeletal, malformasi kardiovaskuler, pneumonia dan lengkung
aorta kanan. Foto abdomen bertujuan mengevaluasi abnormalitas skeletal,
obstruksi intestinal dan malrotasi, foto toraks dan abdomen bias any sudah
mencukupi, penggunaan kontraks tidak terlalu sering dibutuhkan untuk
mengevaluasi atresia esofagus.
3

2.2 Tujuan
2.2.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini untuk mengetahui
asuhan keperawatan pada neonatus dengan Esofageal atresia.
2.2.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian Esofageal atresia
b. Mengetahui etiologi/penyebab bayi Esofageal atresia
c. Mengetahui patofisiologi bayi Esofageal atresia
d. Dapat melakukan pengkajian dan pengumpulan data pada bayi
Esofageal atresia
e. Dapat mengidentifikasi dan merumuskan diagnosa keperawatan bayi
dengan esofageal atresia berdasarkan prioritas masalah
f. Dapat menentukan intervensi, melakukan tindakan dan evaluasi pada
bayi dengan esofageal atresia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka Penyakit


2.1.1 Definisi Esophageal Atrhisia/ Atrisia Esofagus
Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak
adanya lubang atau muara (buntu), pada esofagus. Pada sebagian besar
kasus atresia esofagus ujung esofagus buntu, sedangkan pada ¼ - 1/3
kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea
setinggi karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan fistula). Atresia
esophagus adalah malformasi yang disebabkan oleh kegagalan esophagus
untuk mengadakan pasase yang kontinyu. Esophagus mungkin saja
membentuk sambungan dengan trachea (fistula trakheaesofagus).(Wong,
Donna L. 2003: 512).

Kelainan lumen esophagus ini biasanya disertai dengan fistula


trakeoesofagus. Atresia esofagaus sering disertai kelainan bawaan lain,
seperti kelainan jantung, kelainan gastroin testinal (atresia duodeni
atresiasani), kelainan tulang (hemivertebrata).
Atresia esofagus adalah malpormasi yang disebabkan oleh
kegagalan esofagus untuk mengadakan pasase yang kontinu : esophagus
mungkin saja atau mungkin juga tidak membentuk sambungan dengan

3
4

trakea ( fistula trakeoesopagus) atau atresia esophagus adalah kegagalan


esophagus untuk membentuk saluran kotinu dari faring ke lambung
selama perkembangan embrionik adapun pengertian lain yaitu bila
sebuah segmen esofagus mengalami gangguan dalam pertumbuhannya
(congenital) dan tetap sebagai bagian tipis tanpa lubang saluran.
Fistula trakeo esophagus adalah hubungan abnormal antara trakeo
dan esofagus. Dua kondisi ini biasanya terjadi bersamaan, dan mungkin
disertai oleh anomaly lain seperti penyakit jantung congenital. Untuk
alasan yang tidak diketahui esophagus dan trakea gagal untuk
berdeferensiasi dengan tepat selama gestasi pada minggu keempat dan
kelima. Atresia Esofagus termasuk kelompok kelainan kongenital terdiri
dari gangguan kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan
persisten dengan trachea.

2.1.2 Epidemiologi Atresia Esophagus


Insiden dari Atresia Esofagus berkisar 1:3000-4500 dari kelahiran
hidup, angka ini makin lama makin menurun dengan sebab yang belum
diketahui. Atresia Esofagus 2-3 kali lebih sering pada janin yang
kembar. Kecenderungan peningkatan jumlah kasus atresia esophagus
tidak berhubungan dengan ras tertentu. Namun dari suatu penelitian
didapatkan bahwa insiden atresia esophagus paling tinggi ditemukan
pada populasi kulit putih (1 kasus per10.000 kelahiran) dibanding dengan
populasi non-kulit putih (0,55 kasus per 10.000 kelahiran).
Jenis kelamin laki-laki memiliki resiko yang lebih tinggi
dibandingkan pada perempuan untuk mendapatkan kelainan atresia
esophagus. Rasio kemungkinan untuk mendapatkan kelainan esophagus
antara laki-laki dan perempuan adalah sebesar 1,26:1. Atresia esophagus
dan fistula trakeoesofagus adalah kelainan kongenital pada neonatus
yang dapat didiagnosis pada waktu-waktu awal kehidupan. Beberapa
penelitian menemukan insiden atresia esophagus lebih tinggi pada ibu
yang usianya lebih muda dari 19 tahun dan usianya lebih tua dari 30
5

tahun, dimana beberapa penelitian lainnya juga mengemukakan


peningkatan resiko atresia esophagus terhadap peningkatan umur ibu.

2.1.3 Etiologi Atresia Esophagus


Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa
menyebabkan terjadinya kelainan atresia esophagus, hanya dilaporkan
angka rekuren sekitar 2 % jika salah satu dari saudara kandung yang
terkena. Atresia esophagus lebih berhubungan dengan sindroma trisomi
21,13 dan 18 dengan dugaan penyebab genetik. Namun saat ini, teori
tentang terjadinya atresia esophagus menurut sebagian besar ahli tidak
lagi berhubungan dengan kelainan genetik. Perdebatan tentang proses
embriopatologi masih terus berlanjut.
Selama embryogenesis proses elongasi dan pemisahan trakea dan
esophagus dapat terganggu. Jika pemisahan trekeo esofageal tidak
lengkap maka fistula trakeo esofagus akan terbentuk. Jika elongasi
melebihi proliferasi sel sebelumnya, yaitu sel bagian depan dan belakang
maka trakea akan membentuk atresia esophagus.
Atresia esophagus dan fistula trakeo esofagus sering ditemukan
ketika bayi memiliki kelainan kelahiran seperti :
1. Trisomi
2. Gangguan saluran pencernaan lain (seperti hernia diafragmatika,
atresia duodenal, dan anus imperforata).
3. Gangguan jantung (seperti ventricular septal defect, tetralogifallot,
dan patent ductus arteriosus).
4. Gangguan ginjal dan saluran kencing (seperti ginjal polisistik atau
horseshoe kidney, tidak adanya ginjal,dan hipospadia).
5. Gangguan Muskuloskeletal.
6. Sindrom VACTERL (yang termasuk vertebr, anus, candiac,
tracheosofagealfistula, ginjal, dan abnormalitas saluran getah bening).
7. Lebih dari setengah bayi dengan fistula atau atresia esophagus
memiliki kelainan lahir.
6

Atresia Esophagus dapat disebabkan oleh beberapa hal,


diantaranya sebagai berikut :
1. Faktor obat : Salah satu obat yang dapat menimbulkan kelainan
kongenital yaitu thali domine .
2. Faktor radiasi : Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat
menimbulkan kelainan kongenital pada janin yang dapat
menimbulkan mutasi pada gen
3. Faktor gizi
4. Deferensasi usus depan yang tidak sempurna dan memisahkan dari
masing –masing menjadi esopagus dan trachea.
5. Perkembangan sel endoteal yang lengkap sehingga menyebabkan
terjadinya atresia.
6. Perlengkapan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna
sehingga terjadi fistula trachea esophagus
7. Tumor esophagus.
8. Kehamilan dengan hidramnion
9. Bayi lahir premature.
Tapi tidak semua bayi yang lahir premature mengalami penyakit
ini. Dan ada alasan yang tidak diketahui mengapa esofagus dan trakea
gagal untuk berdiferensiasi dengan tepat selama gestasi pada minggu ke
empat dan ke lima.

2.1.4 Klasifikasi Atresia Esophagus


Terdapat variasi dalam atresia esofagus berdasar klasifikasi
anatomi. Menurut Gross of Boston, variasi atresia esofagus beserta
frekuensinya adalah sebagai berikut :
1. Tipe A - atresia esofagus tanpa fistula / atresia esofagus murni (10%)
2. Tipe B – atresia esofagus dengan TEF proksimal (<1%)
3. Tipe C – atresia esofagus dengan TEF distal (85%)
4. Tipe D – atresia esofagus dengan TEF proksimal dan distal (<1%)
5. Tipe E – TEF tanpa atresia esofagus atau fistula tipe H (4%)
6. Tipe F – stenosis esofagus kongenital (<1%)
7

Gambar 2.1 Variasi Atresia Esofagus

2.1.5 Manifestasi Klinis Atresia Esophagus


Tanda dan gejala Atresia Esofagus yang mungkin timbul:
1. Batuk ketika makan atau minum
2. Bayi menunjukkan kurangnya minat terhadap makanan atau
ketidakmampuan untuk menerima nutrisi yang cukup (pemberian
makan yang buruk
3. Gelembung berbusa putih di mulut bayi
4. Memiliki kesulitan bernapas
5. Memiliki warna biru atau ungu pada kulit dan membran mukosa
karena kekurangan oksigen (sianosis)
6. Meneteskan air liur
7. Muntah-muntah
8. Biasanya disertai hidramnion (60%) dan hal ini pula yang
menyebabkan kenaikan frekuensi bayi lahir prematur, sebaiknya dari
anamnesis didapatkan keterangan bahwa kehamilan ibu diertai
hidramnion hendaknya dilakukan kateterisasi esofagus. Bila kateter
terhenti pada jarak ≤ 10 cm, maka di duga atresia esofagus.
9. Bila Timbul sesak yang disertai dengan air liur yang meleleh keluar, di
curigai terdapat atresia esofagus.
8

10. Segera setelah di beri minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis
karena aspirasi cairan kedalam jalan nafas.
11. Pada fistula trakeosofagus, cairan lambung juga dapat masuk kedalam
paru, oleh karena itu bayi sering sianosis

2.1.6 Diagnosis Atresia Esophagus


Atresia Esophagus dapat di diagnosa dari beberapa hal, diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Biasanya disertai denga hydra amnion (60 %) dan hal ini pula yang
menyebabkan kenaikan frekuensi bayi ang lahir premature.
Sebaliknya bila dari anamnese ditetapkan keterangan bahwa
kehamilan ibu disertai hidraamnion, hendaklah dilakukan kateterisasi
esofagus dengan kateter pada jarak kurang dari 10cm, maka harus
diduga adanya atresia esofagus.
2. Bila pada bayi baru lahir timbul sesak napas yang disertai air liur
meleleh keluar, harus dicurigai adanya atresia esofagus.
3. Segera setelah diberi minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis
karena aspiasi cairan kedalam jalan nafas.
4. Diagnosis pasti dapat dibuat dengan foto thoraks yang akan
menunjukkan gambaran kateter terhenti pada tempat atresia.
Pemberian kontras kedalam esofagus dapat memberikan gambaran
yang lebih pasti, tapi cara ini tidak dianjurkan.
5. Perlu dibedakan pada pemeriksaan fisik apakah lambung terisi udara
atau kosong untuk menunjang atau menyingkirkan terdapatnya fistula
trakeo esofagus. Hal ini dapat terlihat pada foto abdomen.

2.1.7 Komplikasi Atresia Esophagus


Komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia
esofagus dan fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :
1. Dismotilitas esophagus : Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot
dingin esophagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah
9

operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan dan
minum.
2. Gastroesofagus refluk : Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi
ini kana mengalami gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau
dewasa, dimana asam lambung naik atau refluk ke esophagus.
Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau pembedahan.
3. Trakeo esogfagus fistula berulang : Pembedahan ulang adalah terapi
untuk keadaan seperti ini.
4. Disfagia atau kesulitan menelan : Disfagia adalah tertahannya
makanan pada tempat esofagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat
diatasi dengan menelan air untuk tertelannya makanan dan mencegah
terjadinya ulkus.
5. Kesulitan bernafas dan tersedak : Komplikasi ini berhubungan dengan
proses menelan makanan, tertaannya makanan dan saspirasi makanan
ke dalam trakea.
6. Batuk kronis : Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi
perbaikan atresia esofagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
7. Meningkatnya infeksi saluran pernafasan : Pencegahan keadaan ini
adalah dengan mencegah kontak dengan orang yang menderita flu,
dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin
dan suplemen.

2.1.8 Patofisiologi Atresia Esophagus


Biasanya Trakea dan Kerongkongan sepenuhnya lumen terpisah
dengan ada hubungan antara mereka. Oleh karena itu, anak dapat makan
dengan baik tanpa pernapasan apapun distress dan masalah dalam makan.
Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion
dengan efektif. Pada janin dengan atresa esofagus dan TEF distal, cairan
amnion akan mengalir menuju trakea, ke fistula kemudian menuju usus.
Akibat dari hal ini dapat terjadi poli hidramnion. Poli hidramnion sendiri
dapat menyebabkan kelahiran prematur. Janin seharusnya dapat
10

memanfaatkan cairan amnion, sehingga janin dengan atresia esofagus


lebih kecil daripada usia gestasinya.
Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan
menghasilkan banyak air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila
terjadi aspirasi susu, atau liur. Apabila terdapat TEF distal, paru-paru
dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea juga dapat mengalir ke
bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima ventilasi. Hal ini
dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang seringkali mematikan.
Penelitian mengenai manipulasi manometrik esofagus menunjukkan
esofagus distal seringkali dismotil, dengan peristaltik yang jelek atau
anpa peristaltik. Hal ini akan menimbulkan berbagai derajat disfagia
setelah manipulasi yang berkelanjutan menuju refluks esofagus.
Trakea juga terpengaruh oleh gangguan embriogenesis pada atresia
esofagus. Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C
seperti biasa. Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder ada
struktur anteroposterior trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan
menyebabkan gejala batuk kering dan dapat terjadi kolaps parsial pada
eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus ke
pnemonia berulang. Trakea juga dapat kolaps secara parsial ketika
makan, setelah manipulasi, atau ketika terjadi refluks gastroesofagus
yang saat menjurus ke kegagalan nafas, hipoksia, bahkan apnea.
Menurut Price, Sylvia A. 2005. Atresia esophagus merupakan
penyakit pada bayi baru lahir dan merupakan kelainan bawaan. Resiko
tinggi terhadap atresia esophagus yaitu bayi baru lahir secara premature
dan menangis terus disertai batuk-batuk sampai adanya sianosis.
Malformasi struktur trakhea menyebabkan bayi mengalami kesulitan
dalam menelan serta bayi dapat mengalami aspirasi berat apabila dalam
pemberian makan tidak diperhatikan.
Pada perkembangan jaringan,terjadi gangguan pemisahan antara
trakea dan esofagus pada minggu ke 4 sampai minggu ke 6 kehidupan
embryonal. Resiko tinggi dapat terjadi pada ibu hamil dengan
hidramnion yaitu amniosentesis harus dicurigai. Bayi dengan
11

hipersalivasi ; berbuih, sulit bernafas, batuk dan sianosis. Tindakan


pembedahannya segera dilakukan pembedahan torakotomi kanan retro
pleural.

2.1.9 Penatalaksanaan pada Atresia Esophagus


1. Tindakan Sebelum Operasi
Atresia esophagus ditangani dengan tindakan bedah. Persiapan
operasi untuk bayi baru lahir mulai umur 1 hari antara lain :
a. Cairan intravena mengandung glukosa untuk kebutuhan nutrisi bayi.
b. Pemberian antibiotic broad-spectrum secara intra vena.
c. Suhu bayi dijaga agar selalu hangat dengan menggunakan incubator,
spine dengan posisi fowler, kepala diangkat sekitar 45⸰.
d. NGT dimasukkan secara oral dan dilakukan suction rutin.
e. Monitor vital signs.
Pada bayi premature dengan kesulitan benapas, diperlukan
perhatian khusus. Jelas diperlukan pemasangan endotracheal tube dan
ventilator mekanik. Sebagai tambahan, ada resiko terjadinya distensi
berlebihan ataupun rupture lambung apabila udara respirasi masuk
kedalam lambung melalui fistula karena adanya resistensi pulmonal.
Keadaan ini dapat diminimalisasi dengan memasukkan ujung
endotracheal tube sampai kepintu masuk fistula dan dengan memberikan
ventilasi dengan tekanan rendah.
Echo chardiography atau pemerikksaan EKG pada bayi dengan
atresia esophagus penting untuk dilakukan agar segera dapat mengetahui
apabila terdapat adanya kelainan kardiovaskular yang memerlukan
penanganan segera.
2. Tindakan Selama Operasi
Pada umumnya operasi perbaikan atresia esophagus tidak dianggap
sebagai hal yang darurat. Tetapi satu pengecualian ialah bila bayi
premature dengan gangguan respiratorik yang memerlukan dukungan
ventilatorik. Udara pernapasan yang keluar melalui distal fistula akan
menimbulkan distensi lambung yang akan mengganggu fungsi
12

pernapasan. Distensi lambung yang terus-menerus kemudian bisa


menyebabkan rupture dari lambung sehingga mengakibatkan tension
pneumoperitoneum yang akan lebih lagi memperberat fungsi pernapasan.
Pada keadaan diatas, maka tindakan pilihan yang dianjurkan ialah
dengan melakukan ligasi terhadap fistula trakeo esofageal dan menunda
tindakan thoratocomi sampai masalah gangguan respiratorik pada bayi
benar-benar teratasi. Targetnya ialah operasi dilakukan 8-10 hari
kemudian untuk memisahkan fistula dari memperbaiki esophagus. Pada
prinsipnya tindakan operasi dilakukan untuk memperbaiki abnormalitas
anatomi.
Operasi dilaksanakan dalam general endotracheal anesthesia
dengan akses vaskuler yang baik dan menggunakan ventilator dengan
tekanan yang cukup sehingga tidak menybabkan distensi lambung.
Bronkoskopi pra-operatif berguuna untuk mengidentifikasi dan
mengetahui lokasi fistula.
Posisi bayi ditidurkan pada sisi kiri dengan tangan kanan diangkat
di depan dada untuk dilaksanakan right posterolateral thoracotomy. Pada
H-fistula, operasi dilakukan melalui leher karena hanya memisahkan
fistula tanpa memperbaiki esofagus.
Operasi dilaksanakan thoracotomy, dimana fistula ditutup dengan
cara diikat dan dijahit kemudian dibuat anastomisis esophageal antara
kedua ujung proximal dan distal dan esophagus.
Pada atresia esofagus dengan fistula trakeofesofageal, hamppir
selalu jarak antara esofagus proksimal dan distal dapat disambung
langsung ini disebut dengan primary repair yaitu apabila jarak kedua
ujung esofagus dibawah 2 ruas vertebra. Bila jaraknya 3,6 ruas vertebra,
dilakukan delaved primary repair. Operasi ditunda paling lama 12
minggu, sambil dilakukan cuction rutin dan pemberian makanan melalui
gastrostomy, maka jarak kedua ujung esofagus akan menyempit
kemudian dilakukan primary repair. Apabiila jarak kedua ujung esofagus
lebih dari 6 ruas vertebra, maka dijoba dilakukan tindakan diatas, apabila
13

tidak bisa juga maka esofagus disambung dengan menggunakan sebagai


kolon.

3. Tindakan Setelah Operasi


Pasca Operasi pasien diventilasi selama 5 hari. Suction harus
dilakukan secara rutin. Selang kateter untuk suction harus ditandai agar
tidak masuk terlalu dalam dan mengenai bekas operasi tempat
anastomisis agar tidak menimbulkan kerusakan. Setelah hari ke-3 bisa
dimasukkan NGT untuk pemberian makanan.
Pemberian minum baik oral/enteral merupakan kontra indikasi
mutlak untuk bayi ini. Bayi sebaiknya ditidurkan dengan posisi “prone”/
telungkup, dengan posisi kepala 30⸰ lebih tinggi. Dilakukan pengisapan
lendir secara berkala, sebaiknya dipasang sonde nasogastrik untuk
mengosongkan the blind-end pouch. Bila perlu bayi diberikan dot agar
tidak gelisah atau menangis berkepanjangan.

2.1.10 Pengobatan pada Atresia Esophagus


Penderita atresia esofagus seharusnya ditengkurapkan untuk
mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke dalam paru-paru.
Kantong esofagus harus secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk
mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus diberikan
terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi dan pengelolaan anomaly
penyerta kadang-kadang, kondisi penderita mengharuskan operasi
tersebut dilakukan secara bertahap.
Tahap pertama biasanya adalah pengikatan fistula dan pemasukan
pipa gastrostomi untuk memasukkan makanan. Tahap kedua adalah
anastomosis primer, makanan lewat mulut biasanya dapat diterima.
Esofagografi pada hari ke 10 akan menolong menilai keberhasilan
anastomosis.
Malformasi struktur trakhea sering ditemukan pada penderita
atresia dan fistula esophagus. Trakeomalasia, pneumonia aspirasi
berulang, dan penyakit saluran nafas reaktif sering ditemukan.
14

Perkembangan trakeanya normal jika ada fistula, stenosis esofagus dan


refluks gastroesofagus berat lebih sering pada penderita ini.

2.2 Tinjauan Pustaka Asuhan Keperawatan


Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan
pelayanan asuhan keperawatan yang mempunyai lima tahapan yaitu :
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi. Proses keperawatan adalah suatu pendekatan untuk
memecahkan masalah yang sistematis dalam memberikan pelayanan
keperawatan serta dapat menghasilkan rencana keperawatan yang
menerangkan kebutuhan setiap pasien seperti yang disebutkan diatas
yaitu melalui lima tahapan (Doenges, 2000).

2.2.1 Pengkajian
Asuhan keperawatan yang diberikan pada bayi baru lahir adalah
berdasarkan tahapan-tahapan pada proses keperawatan. tahap pengkajian
merupakan tahap awal, disini perawat mengumpulkan semua informasi
baik dari klien dengan cara observasi dan dari keluarganya. Lakukan
pengkajian bayi baru lahir. Observasi manifestasi atresia esofagus dan
fistula. Traekeoesofagus, saliva berlebihan, tersedat, sianosis, apneu.
1. Lakukan pengkajian pada bayi baru lahir
a. Saliva berlebihan dan mengiler
b. Tersedak
c. Sianosis
d. Apnea
e. Peningkatan distres pernapasan setelah makan
f. Distensi abdomen
2. Observasi, manifestasi atresia esofagus
3. Bantu dengan prosedur diagnostik misalnya : Radiografi dada dan
abdomen, kateter dengan perlahan dimasukkan kedalam esofagus
yang membentuk tahanan bila lumen tersebut tersumbat.
15

4. Pantau dengan sering tanda-tanda distres pernapasan laringospasme


yang disebabkan oleh aspirasi saliva yang terakumulasi dalam
kantung buntu.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Analisa data
Analisa data merupakan proses intelektual meliputi kegiatan
menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan
kesenjangan informasi, melihat pola data, membandingkan dengan
standar, menginterprestasikan dan membuat kesimpulan. Hasil analisa
data adalah pernyataan masalah keperawatan (Doenges, 2000).
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yaitu pernyataan yang menguraikan respon
insani (status kesehatan atau perubahan pola interaksi aktual potensial)
individu atau kelompok yang perawat dapat membuat intervensi yang
pasti demi kelestarian status kesehatan atau mengurangi, menghilangkan
atau mencegah perubahan-perubahan (Carpenito, 2009).
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada bayi
dengan atresia esofagus adalah :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan atresia
esofagus.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan atresia esofagus.
3. Resiko hipotermi berhubungan dengan jaringan lemak dibawah kulit
yang masih kurang atau tipis.
4. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan invasif.

2.2.3 Intervensi
Intervensi adalah acuan tertulis yang direncanakan agar dapat
mengatasi diagnosa keperawatan sehingga pasien dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya (Doenges, 2005).
16

No Diagnosa, Tujuan Intervensi Rasional


dan Kriteria Hasil
1. Bersihan jalan napas 1. Observasi frekuensi dan 1. Takipneu, pernapasan dangkal dan
tidak efektif kedalaman pernapasan dan erakan dada simetris sering terjadi
berhubungan dengan gerakan dada. karena ketidaknyamanan dinding
atresia esofagus. dada atau cairan paru.
2. Bantu dengan pemberian
2. Memudahkan pengenceran dan
Tujuan : Bersihan
pengobatan nebulizer dan
pembuangan sekret
jalan napas kembali
fisioterapi (clapping dan
efektif.
vibrasi).
3. Merangsang batuk atau
Kriteria Hasil : 3. Bebaskan jalan napas
pembersihan jalan napas secara
- RR 40-60 x/mnt dengan penghisapan
- SpO2 88-95% mekanik pada pasien yang tak
(suction)
- Jalan napas paten
mampu melakukan karena batuk
dengan bunyi
tidak efektif atau penurunan tingkat
napas bersih, idak
4. Auskultasi suara napas kesadaran.
ada dispneu dan 4. Mendengar inspirasi dan ekspirasi
sianosis. pada respon terhadap pengumpulan
cairan, sekret kental dan spasme
jalan napas atau obstruksi.
5. Kolaborasi dalam foto
5. Mengevaluasi kemajuan dan efek
sinar X dada, pemeriksaan
proses penyakit dan memudahkan
GDA, nadi oksimetri.
pilihan terapi yang diperlukan.
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan atresia
esofagus.

2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan atresia esofagus.


No Diagnosa, Tujuan dan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
2. Ketidakefektifan pola 1. Posisikan bayi head up 30o 1. Untuk memungkinkan ekspansi
nafas berhubungan atau position control. paru dan memudahkan pernafasan.
2. Observasi frekuensi, 2. Mengetahui keadaan bayi dan
dengan atresia
kedalaman, ekspansi dada, tindakan yang dilakukan.
esofagus
serta catat upaya
pernapasan termasuk
Tujuan :
17

Pola napas kembali penggunaan otot bantu


efektif napas, observasi saturasi
Kriteria Hasil : oksigen.
3. Kolaborasi dengan tim
 RR 40-60 3. Memberikan terapi yang sesuai
medis dalam pemberian O2
x/mnt dengan keadaan bayi.
 SpO2 88-95% (CPAP atau ventilator) dan
 Jalan napas terapi lainnya.
4. Meminimalkan terjadinya kejadian
paten dengan 4. Observasi kepatenan alat
yang tidak diharapkan.
bunyi napas yang digunakan.
5. Mengeluarkan udara di dalam
5. Observasi adanya distensi
bersih, tidak abdomen untuk mengurangi
abdomen (jika perlu
ada dispneu penekanan pada diafragma.
pasang OGT terbuka)
dan sianosis.

3. Resiko hypotermi erhubunga dengan jaringan lemak dibawah kulit yang


masih kurang atau tipis.
No Diagnosa, Tujuan dan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
3. Resti hipotermi 1. Observasi suhu bayi secara 1. Hipotermi membuat bayi
berhubungan dengan berkala. cenderung stres, penggunaan
jaringan di bawah simpanan lemak coklat yang tidak
kulit yang masih dapat diperbarui dan menurunkan
kurang atau tipis. sensitifitas untuk menurunkan
Tujuan : kadar CO2 atau O2.
2. Mempertahankan lingkungan
Tidak terjadi 2. Tempatkan bayi pada
termonetral, membantu mencegah
hipotermi inkubator atau infant
stres karena dingin.
Kriteria Hasil : warmer.
3. Menurunkan kehilangan panas
3. Hindari faktor-faktor yang
- Suhu tubuh
karena konveksi atau konduksi dan
menyebabkan terjadinya
dalam batas
membatasi kehilangan panas
kehilangan panas
normal (36,5-
melalui radiasi.
37,5 oC) 4. Menurunkan kehilangan panas
- Akral hangat 4. Ganti pakaian atau linen
melalui evaporasi.
- Bayi tenang
tempat tidur bila basah. 5. Proses penguapan terbesar berada
5. Beri penutup kepala
di kepala.

4. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan invasif.


No Diagnosa, Tujuan dan Intervensi Rasional
18

Kriteria Hasil
4. Resti terjadinya 1. Lakukan five moment saat 1. Memutus rantai penyebaran
infeksi berhubungan perawatan bayi. infeksi.
dengan tindakan
2. Beri asupan nutrisi sesuai
invasif 2. Dengan nutrisi yang adekuat akan
kebutuhan bayi.
Tujuan : 3. Observasi tanda-tanda meningkatkan sistem imun bayi.
3. Untuk mengetahui kondisi bayi.
Tidak terjadi infeksi vital.
4. Menghindari terjadinya infeksi
4. Penggunaan peralatan
selama perawatan
silang.
secara individu.
Kriteria Hasil : 5. Mencegah terjadinya infeksi dari
5. Jaga kebersihan bayi dan
- Keadaan umum bayi dan lingkungan.
lingkungan.
6. Menghentikan terjadinya penularan
bayi membaik 6. Lakukan perawatan dengan
- TTV dalam batas atau perpindahan kuman.
tekhnik septik dan aseptik.
7. Pemberian antibiotik akan
normal (suhu 7. Kolaborasi dengan tim
menghambat mikroorganisme
36,5-37,5 oC medis dalam pemberian
RR 40-60 x/mnt berkembang.
antibiotik.
HR 140-160 8. Untuk menentukan pemberian
8. Pantau hasil laboratorium
x/mnt) terapi selanjutya.
(DL, CRP dan Kultur
- Luka post op
darah).
kering, tidak ada
tanda-tanda
infeksi.
- Hasil penunjang
dalam batas
normal (leukosit
9000-12.000/mm3
- Dalam
pemeriksaan
Kultur darah tidak
pertumbuhan
kuman).

2.2.4 Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana
tindakan disusun dan ditunjukan pada nursing orders untuk membantu
klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah
19

membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang


mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan
memfasilitasi koping (Nursalam, 2001).

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan
dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan tercapai atau dalam melakukan evaluasi perawat harus
memiliki pengetahuan dan kemampuan menggambarkan kesimpulan
tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan
tindakan keperawatan pada kriteria hasil (Hidayat, A.Aziz Alimul,2011).
WOC ASTREA ESOFAGUS

Kelainan Bawaan Faktor Lain :


- Factor Gen
- Defisiensi Vitamin
Atresia Esofagus - Obat-obatan
- Alcohol
- Paparan Virus
Kerongkongan Buntu - Bahan Kimia

Udara Mengalir Ke Fistula Ansietas Kesulitan Menelan Mengeluarkan Air Liur

Gester Perforasi Akut Pneumenia Aspirasi

Pneumenia Berulang Batuk, Sesak Nafas


Reflux Gastrofageal Perut Kembung Membuncit
Anorexia

Kegagalan Nafas
B1
Sianosis B1 B4 -Pola Nafas Tidak Efektif
-Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
Pola Nafas Tidak Efektif Gangguan Pemenuhan Nutrisi

Pembedahan B6 20

Resiko infeksi

Anda mungkin juga menyukai