Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ATRESI ANI

OLEH :
Kelompok 4

1. Dewa Putu Dwita


(193223054)
2. Gede Agus Wahyu Dewantara
(193223056)
3. I Komang Suranadi ( 193223065)
4. Ni Nyoman Hemi Kusumarini (193223097)
5. Ni Nyoman Sudiartini (193223098)
6. Ni Putu Ayu Suryaningsih (193223099)
7. Sang Ayu Tuti Somiasih (1932231060)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2019
KATA PENGANTAR

“Om Swastyastu”
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan laporan
pendahuluan dan laporan kasus keperawatan anak III ini dengan judul “ Asuhan Keperawatan
pada Anak dengan atresia ani ”. Adapun pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi
tugas mata kuliah keperawatan anak III
Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak bantuan dari
berbagai pihak dan sumber. Oleh karena itu kami sangat menghargai bantuan dari semua
pihak yang telah member kami bantuan dukungan kjuga semangat, buku dan sumber lainnya
sehingga tugas ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu melalui media ini kelompok
menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan
makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang kelompok miliki.
Oleh karena itu kelompok mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna untuk
menyempurnakan makalah ini.
“Om Santih, Santih, Santih Om”

Denpasar, 07 Oktober 2019

Kelompok IV

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..........................................................................................................i

Daftar Isi....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................5
1.3 Tujuan............................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit Atresia ani ...............................................................6


2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Atresia ani.......................14

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan .......................................................................................................23


3.2 Saran .............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Atresia Ani

1.1 Latar Belakang


Kesehatan berdasarkan Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan memuat
bahwa kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera sempurna yang lengkap meliputi fisik, mental
dan sosial yang memungkinkan orang hidup produktif secara sosial. Kondisi dinamis dalam
rentang sehat sakit yang merupakan hasil interaksi dengan lingkungan. Dimana dalam upaya
meningkatkan kesadaran dan kemampuan menjaga kesehatan secara optimal dibutuhkan
dorongan individu agar mampu secara mandiri atau kelompok untuk mencapai tujuan hidup
sehat (Kusnanto, 2004: 57).
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral
dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang mencakup pelayanan
bio-psiko-sosio dan spiritual yang komprehensif serta ditujukan kepada individu, keluarga serta
masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat, keperawatan pada dasarnya adalah human
science and human care and caring menyangkut upaya memperlakukan klien secara manusiawi
dan utuh sebagai manusia yang berbeda dari manusia lainnya dan kita ketahui manusia terdiri
dari berbagai sistem yang saling menunjang, di antara sistem tersebut adalah sistem persepsi
sensori (Handayani, 2008).
Cacat bawaan adalah keadaan cacat yang terjadi sebelum terjadi kelahiran. Istilah anomaly
congenital adalah cacat fisik maupun non fisik, sedangkan malformasi dan dismorfikongenital
diartikan berupa cacat fisik saja. Salah satu masalah cacat fisik seperti Atresia ani. Atresia
berasal dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah
kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutup nya lubang badan normal
atau organ tubular secara congenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang
di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini biasa
terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai

3
saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani
yaitu tidak berlubang nya dubur. Atrensia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika
atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti
keadaan normalnya.
Menurut Lemone Pand Burke (2000), Anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1.      Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
2.      Membran anus yang menetap
3.      Anus imperforate dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak dari
peritoneum
4.      Lubang anus yang terpisah dengan ujung

Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

1.      Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang
dubur.
2.      Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan.
3.      Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embroilogik didaerah usus, rectum bagian
distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia
kehamilan.
4.      Rektum berupa kelainan letak tengah di daerah anus seharusnya terbentuk secara lazim
terdapat lekukan anus (analdimple) yang cukup dalam. Namun, pada kelainan yang jarang
ditemukan ini sering terdapat fistula rektouretra yang menghubungkan rektum yang buntu
dengan uretra pars bulbaris.
5.      Kelainan letak tinggi Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki, sebaliknya
kelainan letak redah sering ditemukan pada bayi perempuan. Pada perempuan dapat ditemukan
fistula -and kutaneus, fistula rektoperinium dan fistula rekto vagina. Sedangkan pada laki-laki
dapat ditemukan dua bentuk fistula yaitu fistula ektourinaria dan fistula rektoperineum. Fistula
ini menghubungkan rektum dengan kandung kemih pada daerah trigonum vesika. Fistula tidak
dapat dilalui jika mekonium jika berukuran sangat kecil, sedangkan fistula dapat mengeluarkan
mekonium dalam rektum yang buntu jika berukuran cukup besar. Oleh karena itu, dapat terjadi
kelainan bentuk anorektum disertai fistula. Kelainan bawaan anus juga dapat disebabkan
gangguan pertumbuhan dan fusi. Gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus
urogenital. (Mansjoer A, 2000).Bila tidak ditangani dengan baik maka dapat menimbul

4
komplikasi yang mambahayakan pada bayi, komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia
ani antara lain: Asidosishiperkioremia, Infeksisalurankemih yang bias berkepanjangan,
Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah). Komplikasi jangka panjang seperti Eversimukosa
anal, Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut di anastomosis), Masalah atau kelambatan yang
berhubungan dengan toilet training, Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi), Prolaps
mukosa anorektal, Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi).
(Caroline, E.J.2002).
Insidensi rata-rata sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup. Insidensi Atresia
Ani di Amerika Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup. Di dunia, insidensibervariasidari 0,4
– 3,6 per 10.000 kelahiranhidup. Insidensitertinggiterdapat di Finlandiayaitu 1 kasusdalam 2500
kelahiranhidup.Kejadian di AmerikaSerikat 600 anak lahir dengan atresia ani. Data yang
didapatkan kejadian atresia ani timbul dengan perbandingan 1 dari 5000 kelahiran. (Ranjan L.
Fernando, 2001).
Di indonesia atresia ani merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar. Dari
berbagai penelitian yang ada frekuensi penderita atresia ani berkisar antara 5-25%. Penelitian
dari berbagai daerah di indonesia menunjukkan angka yang sangat bervariasi tergantung pada
tingkat atresia ani di tiap-tiap daerah. ( soemoharjo, 2008).

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah Bagaimana Cara Pelaksanaan Asuhan
Keperawatan atresia ani.
1.3 Tujuan

1.      Untuk mendapatkan gambaran secara umum tentang Asuhan keperawatan pada klien dengan
atresia ani.
2.      Mengetahui pengkajian keperawatan yang tepat pada klien dengan atresia ani.
3.      Mengetahui diagnosa keperawatan pada klien dengan atresia ani.
4.      Mengetahui perencanaan keperawatan pada klien dengan atresia ani
5.      Mengetahui Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien dengan atresia ani.
6.      Mengetahui Evaluasi keperawatan pada klien dengan atresia ani.

BAB II

5
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit Atresia Ani

2.1. Anatomi dan Fisiologi

Usus besar berisi kuman dengan jumlah mencapai triliunan..Mikroba ini berfungsi
dalam proses pembusukan. Ada beberapa bakteri dapat menghasilkan vitamin B dan K.
Kegiatan bakteri-bakteri ini dalam mencerna sisa-sisa protein dapat menghasilkan bau busuk
yang keluar dalam bentuk gas dari dubur. Gas yang dihasilkan dapat mencapai 2 liter setiap hari.
Proses penyerapan air dan mineral ini ibarat menimba air bersih di dalam saluran got yang airnya
sangat kotor karena di dalam usus besar ini hanya terdapat makanan dalam bentuk sisa-sisa yang
akan dibusukkan dan dibuang ke luar tubuh. Di dalam usus besar, makanan hanya akan
mengalami penyerapan air dan beberapa garam mineral. Syafudin.2006.
Di dalam usus ini makanan sudah berwujud dalam bentuk ampas. Adanya bakteri
saprofit, yaitu Eschericia coli menyebabkan ampas makanan akan membusuk yang selanjutnya
akan dikeluarkan dalam bentuk feses.
Jika dalam dinding usus besar seseorang terinfeksi, akibatnya penyerapan air akan terganggu,
sehingga wujud feses dalam keadaan cair yang disebut dengan gejala diare. Apabila seseorang
menahan buang air besar, maka akan menyebabkan penyerapan air yang berlebihan sehingga
feses menjadi keras yang disebut dengan konstipasi (sembelit) yang dapat menyebabkan
pecahnya pembuluh darah vena sekitar anus yang gejalanya disebut dengan hemoroid
(ambeien).Beberapa makanan dapat merangsang bakteri untuk menghasilkan lebih banyak gas di
dalam usus besar, di antaranya adalah kol, ubi, bawang, dan kacan gmerah. (Smeltzer, S.C., dan
Bare, B.G. 2002)
Struktur dan fungsi Anatomi fisiologi Anus. Feses akan didorong oleh otot-otot polos di
sekitarnya menuju ke anus dan tertimbun di situ dan akhirnya menyebabkan seseorang merasa
ingin buang air besar. Proses buang air besar ini disebut defekasi. Otot-otot di sekitar anus
berkontraksi sehingga anus membuka dan mengeluarkan feses dari anus. Feses yang dihasilkan
dari organ pembuangan dipengaruhi oleh jenis makanan. Makanan yang banyak mengandung
serat tumbuhan lebih banyak menghasilkan feses, karena sulit dicerna. Makanan yang lain

6
umumnya 95% dapat diserap oleh usus halus dan 5% menjadi kotoran dalam bentuk feses.
Sekitar 75% kandungan feses terdiri dari air. Sisanya adalah berupa zat. (Gilroy, Richard K.
2008.)

2.1.2 Definisi
Importa anus (atresia ani) adalah tidak komplit perkembangan embrionik pada distal usus
(anus ) atau tertutupnya anus secara abnormal (suriadi 2006).
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi
anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002)
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna.
Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak
berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM)
Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau
makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau
tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura.
Harjono, RM.2000.
Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau
buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi
kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh
saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani
memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan
tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya. Brunner and
Suddarth.2002.
Anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1.    Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
2.    Membran anus yang menetap
3.     Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam macam jarak dari
peritoneum
4.   Lubang anus yang terpisah dengan ujung (Schwartz,2000)

7
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi atresia ani :
1.    Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar.
2.    Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3.    Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
4.    Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum
(Brunner and Suddarth.2002.)

2.1.4 Etiologi

Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:


1.      Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang
dubur

2.      Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
3.      Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian
distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia
kehamilan.
4.   Rektum berupa kelainan letak tengah di daerah anus seharusnya terbentuk secara lazim terdapat
lekukan anus (analdimple) yang cukup dalam. Namun, pada kelainan yang jarang ditemukan
ini sering terdapat fistula rektouretra yang menghubungkan rektum yang buntu dengan uretra
pars bulbaris.
5.    Kelainan letak tinggi Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki, sebaliknya
kelinan letak redah sering ditemukan pada bayi perempuan. Pada perempuan dapat ditemukan
fistula -and kutaneus, fistula rektoperinium dan fistula rektovagina. Sedangkan pada laki-laki
dapat ditemukan dua bentuk fistula yaitu fistula ektourinaria dan fistula rektoperineum. Fistula
ini menghubungkan rektum dengan kandung kemih pada daerah trigonum vesika. Fistula tidak

8
dapat dilalui jika mekonoium jika brukuran sangat kecil, sedangkan fistula dapat mengeluarkan
mekonium dalam rektum yang buntu jika berukuran cukup besar. Oleh karena itu, dapat terjadi
kelainan bentuk anorektum disertai fistula. Kelainan bawaan anus juga dapat disebabkan
gangguan pertumbuhan dan fusi. Gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus
urogenital. (Mansjoer, A.2002).

2.1.5 Patofisiologi

Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik, Putusnya saluran
pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur, Gangguan
organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat
bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan, Berkaitan dengan sindrom down,
Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.
Terdapat tiga macam letak atresia ani :
1. Tinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis) dengan jarak
antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak upralevator biasanya disertai
dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital
2. Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya
3. Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rectum
paling jauh 1 cm. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum Pada laki-laki umumnya
letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius. Prince A Sylvia.2006.

2.1.6 PATHWAY

9
PATHWAY
2.1.7 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang khas pada klien antresia ani seperti :
1.      Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2.      Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3.      Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya
4.      Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula).
5.      Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6.      Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.

10
7.      Perut kembung.
(Betz. Ed 7. 2002)

2.1.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain:
1.      Asidosis hiperkioremia.
2.      Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
3.      Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
4.      Komplikasi jangka panjang.
-          Eversi mukosa anal
-          Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
5.      Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
6.      Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
7.      Prolaps mukosa anorektal.
8.      Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)
Sjamsu HR, 2005

2.1.9 Penatalaksanaan Medis

1)      Pembedahan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan.
Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan
kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur
penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan
pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada
otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat
badan dan bertambah baik status nutrisnya. Gangguan ringan diatas dengan menarik kantong
rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup kelainan
membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal membran tersebut
dilubangi degan hemostratau skapel.
2)      Pengobatan
a.       Aksisi membran anal (membuat anus buatan).

11
b.      Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan koreksi
sekaligus (pembuat anus permanen).
3) Pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setrap hari dengan kateter uretra, dilatasi
hegar,atau spekulum hidung berukuran kecil selanjutnya orang tua dapat melakukan dilatasi
sendiri dirumah dengan jari tangan yangdilakukan selama 6 bulan sampai daerah stenosis
melunak dan fungsi defekasi mencapai keadaan normal.
4)      Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada anus
yang baru pada kelainan tipe dua.
5)      Pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui anoproktoplasti pada
masa neonatus
6)      Melakukan pembedahan rekonstruktif antara lain:
a.    Operasi abdominoperineum pada usia (1 tahun)
b.   Operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-!2 bulan)
c.    Pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan)

Penanganan tipe empat dilakukan dengan kolostomi kemudian dilanjutkan dengan


operasi"abdominalpull-through"manfaat kolostomi adalah antara lain:
a)  Mengatasi obstruksi usus
b) Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan operasi yang
bersih
c)    Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha
menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain.
Teknik terbaru dari operasi atresia ani ini adalah teknik Postero Sagital Ano Recto Plasty
(PSARP). Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien. Teknik ini
merupakan ganti dari teknik lama, yaitu Abdomino Perineal Poli Through (APPT). Teknik lama
ini punya resiko gagal tinggi karena harus membuka dinding perut. Perlu dilakukan pemeriksaan
dengan NGT untuk mencari ada tidaknya atresia pada bayi baru lahir terutama dengan faktor
resiko ibu yang memiliki polihidramnion ataupun tanda dari bayi seperti mulut berbuih, air liur
yang terus keluar, batuk dan sesak nafas, ataupun kembung. Dalam perujukan, perlu dilakukan
tindakan khusus saat pemindahan, yaitu untuk mencegah hipotermia, sumbatan jalan nafas dan

12
aspirasi dengan suction berulang, dan gangguan sirkulasi seperti dehidrasi, hipoglikemia dan
gangguan elektrolit dengan pemberian cairan intravena.
Beberapa kelainan bawaan tidak dapat dicegah, tetapi ada beberapa hal yang dapat dilakukan
untuk mengurangi resiko terjadinya kelainan bawaan:
   Tidak merokok dan menghindari asap rokok
   Menghindari alcohol
   Menghindari obat terlarang
   Memakan makanan yang bergizi dan mengkonsumsi vitamin prenatal
   Melakukan olah raga dan istirahat yang cukup
   Melakukan pemeriksaan prenatal secara rutin
   Mengkonsumsi suplemen asam folat.
Staf Pengajar FKUI. 2005

2.1.10 Pemeriksaan Penunjang

1)   Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan
pada gangguan ini.
2)   Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.
3)  Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya
kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai
keujung kantong rectal.
4)   Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
5)   Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut sampai
melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek
tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
6)   Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan
-    Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut.

13
     -   Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran ini harus
dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus.
Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.

- Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki
diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak
dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.

( Brunner dan Suddart.2002)

2.2 Konsep Asuhan keperawatan

1)      Pengkajian
a.       Biodata klien
b.      Riwayat keperawatan
c.       Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang
d.      Riwayat kesehatan masa lalu
2)      Riwayat tumbuh kembang
a.       BB lahir abnormal
b.      Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang pernah mengalami
trauma saat sakit
c.     Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal
d.    Sakit kehamilan tidak keluar mekonium
3)      Pola nutrisi – Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien dengan atresia ani post
kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan munta dampak dari
anestesi.
4)  Pola Eliminasi
5)   Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh dibersihkan dari
bahan – bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan. Oleh karena pada atresia ani
tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi
6)  Pola Aktivitas dan Latihan
7)  Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menhindari kelemahan otot.

14
8)  Pola Persepsi Kognitif
9)   Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa lalu dan
ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
10) Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka inisisi.
11)  Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort. Terjadi perilaku
distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan operasi
12)  Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit. Perubahan pola
biasa dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
13)  Pola Reproduktif dan Sexual
Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagi alat reproduksi
14)  Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi, Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi,
masalah keuangan,
15)  Pola Keyakinan dan Nilai
Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan
konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam memberikan motivasi
dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah (Mediana,1998).
16)  Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak merah, usus
melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus
tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam
setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina. (Doengoes Merillyn, E. 2000.)
A.    Diagnosa Keperawatan
Dx Pre Operasi
a.       Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
b.      Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah.
c.       Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur
perawatan.
Dx Post Operasi

15
a.       Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi.
b.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

Delapan Diagnosa lain yang terkadang muncul antara lain ;

1.      Gangguan eliminasi BAK b.d Dysuria


2.      Gangguan rasa nyaman b.d vistel rektovaginal, Dysuria
3.      Resti infeksi b.d feses masuk ke uretra, mikroorganisme masuk saluran kemih
4.      Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual, muntah, anoreksia
5.      Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d trauma jaringan post operasi
6.      Resti infeksi b.d perawatan tidak adekuat, trauma jaringan post operasi
7)      Resti kerusakan integritas kulit b.d perubahan pola defekasi, pengeluaran tidak terkontrol.

B.       Rencana Asuhan Keperawatan

N DIAGNOSA
O KEPERAWATAN TUJUAN / KH INTERVENSI RASIONAL
1 Konstipasi Setelah dilakukan
1.    Lakukan enema atau          Evaluasi bowel
berhubungan dengan tindakan asuhan irigasi rectal sesuai meningkatkan
aganglion. keperawatan order kenyaman pada
diharapkan hasil
2.      Kaji bising usus anak.
Klien mampu dan abdomen setiap 4          Meyakinkan
mempertahankan jam berfungsinya usus
pola eliminasi BAB
3.      Ukur lingkar          Pengukuran
dengan teratur. abdomen lingkar abdomen
KH : membantu
          Penurunan mendeteksi
distensi abdomen. terjadinya distensi
4.     
          Meningkatnya 4.      Berikan posisi yang Posisi yang

kenyamanan nyaman pada pasien nyaman dapat

16
menurunkan rasa
nyeri karna
konstipasi.
2 Risiko kekurangan Setelah dilakukan 1.      Monitor intake – 1.      Dapat
volume cairan tindakan asuhan output cairan mengidentifikasi
berhubungan dengan keperawatan 2.      Lakukan status cairan klien
menurunnya intake, diharapkan hasil pemasangan infus 2.      Mencegah
muntah Klien dapat dan berikan cairan IV dehidrasi
mempertahankan 3.      Pantau TTV
keseimbangan 3.      Mengetahui
cairan kehilangan cairan
Kriteria Hasil : melalui suhu tubuh
4.      Ukur dan catat BB
          Output urin 1-2 yang tinggi
klien
ml/kg/jam
5.      Berikan cairan
          Capillary refill 3- 4.      Peningkatan BB
sedikit tapi sering
5 detik indicator adanya
6.      Berikan perawatan
          Turgor kulit baik kelebihan cairan
mulut dan bibir
          Membrane dalam tubuh
dengan sering
mukosa lembab
7.      Observasi
5.      Untuk
membrane mukosa
meminimalkan
dan turgor kulit
kehilangan cairan
8.      Jelaskan agar
menghindar makanan
yang berbau dan 6.      Meminimalkan

merangsang mual. terjadinya luka


pada mukosa mulut
da bibir

7.      Perubahan dari


normal tanda

17
tersebut indikasi
tidak adekuatnya
sirkulasi perifer
dan dehidrasi
seluler

8.      Menghindari
adanya
pengeluaran cairan
peroral atau
muntah

3 Cemas orang tua Setelah dilakukan 1.      Jelaskan dengan 1.      Agar orang tua
berhubungan dengan tindakan asuhan istilah yang mengerti kondisi
kurang pengetahuan keperawatan dimengerti oleh klien
tentang penyakit dan diharapkan hasil, orang tua tentang
prosedur perawatan. Kecemasan orang anatomi dan fisiologi
2.      Pengetahuan
tua dapat berkurang saluran pencernaan
tersebut diharapkan
Kriteria Hasil : normal. Gunakan
dapat membantu
           Klien tidak alay, media dan
menurunkan
lemas gambar
kecemasan
2.      Beri jadwal studi
diagnosa pada orang
tua 3.      Membantu
mengurangi
kecemasan klien

3.      Beri informasi pada


4.      Informasi akurat
orang tua tentang
dapat menurunkan
operasi kolostomi
ansietas dan rasa

18
4.      Jelaskan prosedur
yang akan dilakukan,
berikan kesempatan
untuk bertanya dan takut karena
jawab dengan jujur. ketidaktahuan.
4 Kerusakan integritas Setelah dilakukan 1.        Kaji kulit tiap 1.        Menentukan
kulit berhubungan tindakan asuhan hari, catat garis dasar dimana
dengan terdapat keperawatan warna,turgor,sirkulasi perubahan pada
stoma sekunder dari diharapkan hasil dan sensasi. status dapat
kolostomi kerusakan itegritas 2.        Pertahankan dibandingkan dan
kulie teratasi / instruksikan dalam melakukan
hilang. hygiene kulit, intervensi.
KH ; misalnya membasuh2.       
          Keadaan umum kulit da Mempertahankan
klien baik mengeringkan nya kebersihan karena
          Kulit kembali dengan hati-hati. kulit yang rapuh
normal dapat menjadi
3.        Dorong klien
untuk ambulasi / barier infeksi.

turun dari tempat 3.        Menurunkan


tidur jika tekanan pada kulit
memungkinkan. dari istirahat lama

4.        Ubah posisi secara ditempat tidur.


teratur dang anti sprei
4.        Mengurangi
sesuai kebutuhan. stress pada titik

5.        Tutupi luka tekan tekanan,

yang terbuka dengan meningkatkan

pembalut steril. aliran darah


kejaringan dan
6.        Berikan matras
meningkatkan
atau tempat tidur
proses
busa .

19
penyembuhan.

5.        Dapat
mengurangi
kontaminasi
bakteri,
meningkatkan
proses
penyembuhan.

6.        Menurunkan
iskemia jaringan,
mengurangi
tekanan pada kulit,
jaringan dan lesi.
5 Resiko nutrisi kurang Setelah dilakukan 1.      Kaji/catat 1.      Membantu dalam
dari kebutuhan b.d tindakan asuhan pemasukan diet. mengidentifikasi
mual, muntah, keperawatan defisiensidari
anoreksia diharapkan hasil kebutuhan diet.
nutrisi kurang dari Kondisi fisik
kebutuha tubuh umum, gejala
dapat uremik (mual,
teratasi/berkurang. anoreksia,
Kriteria hasil gangguan rasa) dan
    Nafsu makan pembatasan diet
meningkat 2.      Berikan makanan multipel
    Mual muntah (-) sedikit tapi sering. mempengaruhi
    Klien tidak lemah pemasukan
makanan.
2.      Meminimalkan
anoreksia dan mual
sehubungan
3.      Timbang BB tiap
dengan status

20
hari bila uremik/menurunka
memungkinkan. n peristaltik.
3.      Pasien
puasa/katabolik
akan secara normal
kehilangan 0,2-0,5
kg/hari. Perubahan
Kolaborasi:
kelebihan 0,5 kg
4.       Awasi
dapat menunjukan
pemeriksaan
perpindahan
laboratorium, contoh
keseimbangan
BUN, albumin,
cairan.
serum, transferin,
4.      Menurunkan
natrium dan kalium.
distensi dan iritasi
5.       Konsul dengan ahli
gaster
gizi/tim pendukung
5.      Menentukan
nutrisi.
kalori individu dan
6.       Berikan kalori
kebutuhan nutrisi
tinggi, diet
dalam pembatasan
rendah/sedang
dan
protein.
mengidentifikasi
rute paling efektif
dan produknya,
contoh tambahan
oral, makanan
selang,
hiperalimentasi.
6.      Jumlah protein
eksogen yang
dibutuhkan kurang
dari normal kecuali

21
pada pasien
dialisis.
Karbohidrat
memnuhi
kebutuhan energi
dan memenuhi
jaringan
katabolisme,
mencegah
pembentukan asam
keton dari oksidasi
protein dan lemak..

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Importa anus (atresia ani) adalah tidak komplit perkembangan embrionik pada distal usus
(anus) atau tertutupnya anus secara abnormal (suriadi 2006).
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus,
rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002)
Atresiaani Terdiri dari empat klasifikasi. Adapaun penatalaksanaan medik yang
dilaksanankan adalah dengan melakukan tindakan pembedahan dan pengobatan. Dengan
pemeriksaan penunjang Pemeriksaan rectal digital dan visual sinyal X lateral infeksi (teknik
wangensteen-rice) , Pemeriksaan , Ultrasound dan Pemeriksaan radiologis.
3.2 Saran

Agar bisa melakukan asuhan keperawatan profesional pada kasus atresia ani. Sudah sepantasnya
rekan-rekan mahasiswa terlebih dahulu memahami pengertian, tanda dan gejala hingga
penatalaksanaan pada kasus atresia ani. Selain itu agar mampu memberikan aplikasi di pelayanan
keperawatan mahasiswa harus memahami penatalaksanaan dari masing-masing kasus stresia ani.
Pemahaman tentang sebuah kasus akan sangat membantu mahasiswa dalam pengembangan ilmu
keperawatan di masa yang akan datang

23
DAFTAR PUSTAKA

De Jong, Sjamsuhidayat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed. 3. Jakarta: EGC.
Kumar, Vinay, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, Vol. 2, ed. 7. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2012. Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Ovedoff, David. 2009. Kapita Selekta Kedokteran 2. Jakarta: Binarupa Aksara.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2011. Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Ed. 8. Jakarta: EGC.

24

Anda mungkin juga menyukai