Anda di halaman 1dari 14

PROPOSAL

TERAPI AKTIVITAS BERFOKUS PADA PERILAKU KEKERASAN

Disusun Oleh :

Ade Hidayat 18142011053


Aditya Arizal Fadilah 18142011054
Agri Mahardika 18142011055
Ai Maesaroh 18142011056
Amelia Maharani 18142011057
Dea Silvia Febriyanti 18142011058
Detry Permata Mulia 18142011059
Dwiki Nur Muhammad 18142011061
Endang Kurnia 18142011064
Epa Musdalipah 18142011065
Erlika Garliana A 18142011066
Febi Febriyanti 18142011068
Lita Lestari 18142011080
Elinda 17142011066
TERAPI AKTIVITAS BERFOKUS PADA PERILAKU KEKERASAN
I. Latar Belakang

Berdasarkan hasil observasi selama bertugas di Bangsal Srikandi Rumah Sakit Jiwa
Ghrasia, sebagian besar klien masuk RS Ghrasia karena pasien memiliki riwayat melakukan
perilaku kekerasan. Terdapat 14 orang pasien yang memiliki kriteria perilaku kekerasan Oleh
karena itu, perawat akan melakukan “Terapi Aktivitas Kelompok Perilaku Kekerasan (TAK
PK)” agar Klien tidak menciderai diri sendiri maupun orang lain.

II. Landasan Teori

A. Perilaku kekerasan
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain.
Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon
terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2009).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun
lingkungan dimana hal tersebut untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang
tidak konstruktif (Stuart & Sundeen, 2005).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2000).

2. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan yaitu :
a. Faktor psikologis
Psychoanalytical theory: teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan
akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia
dipengaruhi oleh dua insting. Pertama insting hidup yang di ekspresikan dengan
seksualitas dan kedua insting kematian yang di ekspresikan dengan agresivitas.
Frustation-aggresion theory: teori yang dikembangkan oleh pengikut freud ini
berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan
memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang
menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang yang melakukan tindakan agrresif
mempunyai riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif, mendukung pentingnya
peran dari perkembangan presdiposisi atau pengalaman hidup. Ini menggunakan
pendekatan bahwa manusia mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak
merusak. Beberapa contoh dari pengalaman tersebut :

1) Kerusakan otak organik, retardasi mental sehingga tidak mampu untuk


menyelesaikan secara efektif.

2) Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa kanak-
kanak,atau seduction parental, yang mungkin telah merusak hubungan saling
percaya dan harga diri.

3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse atau


mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk pola pertahanan
atau koping.

b. Faktor sosial budaya


Social-Learning Theory: teory yang dikembangkan oleh Bandura (1977) dalam
Yosep (2009) ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon
yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering
mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi
seseorang akan berespon terhadap kebangkitan emosionalnya secara agresif sesuai
dengan respon yang dipelajarinya. Pelajaran ini bisa internal atau eksternal.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat
membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak
dapat diterima. Sehingga dapat membantu individu untuk mengekspresikan marah
dengan cara yang asertif.

c. Faktor biologis
Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus elektris
ringan pada hipotalamus bidatang ternyata menimbulkan perilaku agresif.
Rangsangan yang diberikan terutama pada nukleus periforniks hipotalamus dapat
menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis
dll. Jika kerusakan fungsi sistem limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal
(untuk pemikiran rasional) dan lobus temporal.
Neurotransmiter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif: serotonin,
dopamin, norepineprine, acetilkolin dan asam amino GABA.
Faktor-faktor yang mendukung:
1) Masa kanak-kanak yang mendukung
2) Sering mengalami kegagalan
3) Kehidupan yang penuh tindakan agresif
4) Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)
3. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan
(Yosep, 2009) :
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap

4. Tanda dan Gejala


Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah :
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir

b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus

c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi. Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel,
tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.

e. Intelektual. Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.

f. Spiritual. Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.

g. Sosial. Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.

h. Perhatian. Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

5. Rentang Respon
Menurut Yosep (2007) perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim
dari marah atau ketakutan (panik).

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar 1. Rentang Respon

Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku asertif, pasif dan agresif sampai
kekerasan. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa :

a. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan ketenangan.

b. Frustasi : individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat
menemukan alternatif.

c. Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.

d. Agresif : perilaku yang menyertai marah terdapat dorongan untuk menuntut tetapi
masih terkontrol.

e. Kekerasan: Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol.
Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang
dimanivestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk
komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu. Orang yang mengalami
kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia ”tidak setuju,
tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti atau diremehkan.” Rentang
respon kemarahan individu dimulai dari respon normal (asertif) sampai pada respon
yang tidak normal (maladaptif).

6. Mekanisme Koping

Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah:

a. Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.

b. Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/ keinginan tidak baik.

c. Represif, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan


melebihkan sikap/ perilaku yang berlawanan.

d. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan
melebihkan sikap perilaku yang berlawanan.

e. Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan bermusuhan pada objek


yang berbahaya.

f. Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan


dari seseorang karna ditinggal oleh orang yang dianggap berpangaruh dalam
hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi, maka dapat menyebabkan seseorang
harga diri rendah (HDR), sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila
ketidakmampuan bergaul dengan orang lain tidak dapat diatasi maka akan muncul
halusinasi berupa suara-suara atau bayang-bayangan yang meminta klien untuk
melakukan kekerasan. Hal ini data berdampak pada keselamatan dirinya dan orang
lain (resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan).

Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang


kurang baik dalam mengahadapi kondisi klien dapat mempengaruhi perkembangan
klien (koping keluarga tidak efektif). Hal ini yang menyebabkan klien sering keluar
masuk RS atau menimbulkan kekambuhan karena dukungan keluarga tidak
maksimal (regimen terapeutik inefektif).

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK


I. Pengertian
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang lain,
saling bergantung dan mempunyai norma yang sama ( Stuart & Laraia, 2001). Anggota
kelompok mungkin datang dari berbagai latar belakang yang harus ditangani sesuai dengan
keadaannya, seperti agresif, takut, kebencian, kompetitif, kesamaan, ketidaksamaan,
kesukaan, dan menarik. Semua kondisi ini akan mempengaruhi dinamika kelompok, ketika
anggota kelompok memberi dan menerima umpan balik yang berarti dalam berbagai
interaksi yang terjadi dalam kelompok.

II. Tujuan
Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta
mengubah prtilaku ynag destruktif dan maladaptif. Kekuatan kelompok ada pada konstribusi
dari setiap anggota dan pemimpin dalam mencapai tujuannya.
Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagai pengalaman dan saling membantu satu
sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah. Kelompok merupakan
laboratorium tempat mencoba dan menemukan hubungan interpersonal yang baik, serta
mengembangkan perilaku yang adaptif. Anggota kelompok merasa memiliki diakui, dan
dihargai eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain.
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan
waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu. Fokus terapi kelompok
adalah membuat sadar diri peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan, atau
ketiganya
Terapi aktivitas kelompok dibagi sesuai dengan kebutuhan yaitu, stimulasi sensoris,
orientasi realita, dan sosialisasi. Terapi aktivitas kelompok dibagi empat yaitu terapi
aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori,
terapi aktivitas terapi aktivitas stimulasi realita, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi.

III. Kriteria Pasien


Kriteria pasien sebagai anggota yang mengikuti terapi aktifitas kelompok iniadalah:
a. Klien dengan riwayat perilakukekerasan.
b. Klien yang mengikuti TAK ini tidak mengalami perilaku agresif atau mengamuk, dalam
keadaan tenang.
c. Klien dapat diajak kerjasama (cooperative)

IV. Pengorganisasian
a. Leader, bertugas:
1) Mengkoordinasi seluruh kegiatan.
2) Memimpin jalannya terapi kelompok
3) Memimpin diskusi.
b. Co-Leader, bertugas :
1) Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan.
2) Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang.
3) Membantu memimpin jalannya kegiatan.
4) Menggantikan leader jika terhalang tugas.

c. Fasilitator, bertugas :
1) Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok.
2) Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan.
3) Membimbing kelompok selama permainan diskusi.
4) Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan.
5) Bertanggungjawab terhadap program antisispasi masalah.

d. Observer, bertugas :
1) Mengobservasi persiapan dan pelaksanaan TAK dari awal sampai akhir.
2) Mencatat semua aktivitas dalam terapi aktivitas kelompok.
3) Mengobservasi perilaku pasien
4) Setting tempat

V. Analisa Situasi
1. Waktu Pelaksanaan
Hari/Tanggal : Senin, 23 November 2020
Waktu : 09.00 – 09.30 WIB

2. Pembagian Tugas
 Leader : Ade Hidayat
 Co-leader : Detry Permata M
 Fasilitator : Dea Silvia F
Dwiki Nur M
Endang Kurnia
Erlika Garliana A
Lita Lestari
 Observer : Amelia Maharani
Febi Febriyanti

 Klien : Aditya Arizal F


Ai Maesaroh
Agri Mahardika
Epa Musdalipah
Elinda

VI. Setting tempat

Keterangan :
: Leader + Co-leader
: Observer
: Fasilitator
: Klien

VII.Langkah Kegiatan
Sesi 1: Mengenal Perilaku Kekerasan yang Biasa Dilakukan

A. Tujuan

1. Klien dapat menyebutkan stimulasi penyebab kemarahannya.


2. Klien dapat menyebutkan respon yang dirasakan saat marah (tanda dan gejala marah).
3. Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (perilaku kekerasan).
4. Klien dapat menyebutkan akibat perilaku kekerasan.

B. Setting

1. Terapis dan klien dapat duduk bersama dalam lingkaran


2. Ruangan nyaman dan tenang

C. Alat

1. Papan tulis / flipchart/ whiteboard


2. Kapur/ spidol
3. Buku catatan dan pulpen
4. Jadwal kegiatan klien

D. Metode :

1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Bermain peran/ simulasi

E. Langkah kegiatan :

1. Persiapan

a. Memilih klien perilaku kekerasan yang sudah kooperatif


b. Membuat kontak dengan klien
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

2. Orientasi

a. Salam terapeutik

1) Salam dari terapis kepada klien


2) Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama).
3) Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama)

b. Evaluasi

1) Menanyakan perasaan klien saat ini


2) Menanyakan masalah yang dirasakan

c. Kontak

1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal perilaku kekerasan yang biasa


dilakukan.
2) Menjelaskan aturan main berikut:
 Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin kepada
terapis.
 Lama kegiatan 30 menit
 Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai

3. Tahap kerja
a. Mendiskusikan penyebab marah.

1) Tanyakan pengalaman tiap klien


2) Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard

b. Mendiskusikan tanda dan gejala yang dirasakan klien saat terpapar oleh penyebab
marah sebelum perilaku kekerasan terjadi.

1) Tanyakan perasaan tiap klien saat terpapar oleh penyebab (tanda dan gejala)
2) Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard

c. Mendiskusikan perilaku kekerasan yang pernah dilakukan klien (verbal, merusak


lingkungan, mencederai/memukul orang lain, memukul diri sendiri)

1) Tanyakan perilaku yang dilakukan saat marah.


2) Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard.

d. Membantu klien memilih salah satu perilaku kekerasan yang paling sering
dilakukan untuk diperagakan

e. Melakukan bermain eran/ simulasi untuk perilaku kekerasan yang tidak berbahaya
(terapis sebagai sumber penyebab dan klien yang melakukan perilaku kekerasan).

f. Menanyakan perasaan klien setelah selesai bermain peran /simulasi.

g. Mendiskusikan dampak/akibat perilaku kekerasan

1) Tanyakan akibat perilaku kekerasan.


2) Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard.

h. Memberikan reinforcement pada peran serta klien.

i. Dalam menjalankan a sampai h, upayakan semua klien terlibat.

j. Beri kesimpulan penyebab; tanda dan gejala; perilaku kekerasan dan akibat perilaku
kekerasan.

k. Menanyakan kesediaan klien untuk memepelajari cara baru yang sehat menghadapi
kemarahan.

4. Tahap terminasi
a. Evaluasi

1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.


2) Memberikan reinforcement positif terhadap perilaku klien yang positif.

b. Tindak lanjut

1) Menganjurkan klien menilai dan mengevaluasi jika terjadi penyebab marah,


yaitu tanda dan gejala; perilaku kekerasan yang terjadi; serta akibat perilaku
kekerasan.
2) Menganjurkan klien mengingat penyebab ; tanda dan gejala; perilaku kekerasan
dan akibatnya yang belum diceritakan.

c. Kontrak yang akan datang

1) Menyepakati belajar cara baru yang sehat untuk mencegah perilaku kekerasan.
2) Menyepakati waktu dan TAK berikutnya.

5. Evaluasi

Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap
kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 1, kemampun yang diharapkan
adalah mengetahui penyebab perilaku, mengenal tanda dan gejala, perilaku kekerasan
yang dilakukan dan akibat perilaku kekerasan. Formulir evaluasi sebagai berikut.

Sesi 1: TAK

Simulasi persepsi perilaku kekerasan

Kemampuan psikologis
Memberi tanggapan tentang
Nama Penyebab
No Perilaku
Klien PK Tanda& Gejala PK Akibat PK
Kekerasan
Petunjuk:

1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mengetahui penyebab perilakuk
kekerasan, tanda dan gejala dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan dan akibat
perilaku kekerasan. Beri tanda √ jika klienmampu dan tanda x jika klien tidak mampu.

Dokumentasi

Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses
keperawatan tiap klien.

Contoh : klien mengikuti sesi 1. TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan. Klien
mampu menyebutkan penyebab perilaku kekerasannya (disalahkan dan tidak diberi
uang), mengenal tanda dan gejala yang dirasakan (“geregetan” dan “deg-degan”),
perilaku kekerasan yang dilakukan (memukul meja), akibat yang dirasakan (tangan sakit
dan dibawa ke rumah sakit jiwa). Anjurkan klien mengingat dan menyampaikan jika
semua dirasakan selama dirumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna dan Akemat.2005.Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas


Kelompok.Jakarta:EGC

Farida Kusumawati,dkk.2010.Buku Ajar KeperawatanJiwa.Jakarta: EGC


https://www.academia.edu/10257409/PROPOSAL_TERAPI_AKTIVITAS_KELOMPOK_PERIL
AKU_

Anda mungkin juga menyukai