Disusun Oleh :
Berdasarkan hasil observasi selama bertugas di Bangsal Srikandi Rumah Sakit Jiwa
Ghrasia, sebagian besar klien masuk RS Ghrasia karena pasien memiliki riwayat melakukan
perilaku kekerasan. Terdapat 14 orang pasien yang memiliki kriteria perilaku kekerasan Oleh
karena itu, perawat akan melakukan “Terapi Aktivitas Kelompok Perilaku Kekerasan (TAK
PK)” agar Klien tidak menciderai diri sendiri maupun orang lain.
A. Perilaku kekerasan
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain.
Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon
terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2009).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun
lingkungan dimana hal tersebut untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang
tidak konstruktif (Stuart & Sundeen, 2005).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2000).
2. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan yaitu :
a. Faktor psikologis
Psychoanalytical theory: teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan
akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia
dipengaruhi oleh dua insting. Pertama insting hidup yang di ekspresikan dengan
seksualitas dan kedua insting kematian yang di ekspresikan dengan agresivitas.
Frustation-aggresion theory: teori yang dikembangkan oleh pengikut freud ini
berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan
memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang
menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang yang melakukan tindakan agrresif
mempunyai riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif, mendukung pentingnya
peran dari perkembangan presdiposisi atau pengalaman hidup. Ini menggunakan
pendekatan bahwa manusia mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak
merusak. Beberapa contoh dari pengalaman tersebut :
2) Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa kanak-
kanak,atau seduction parental, yang mungkin telah merusak hubungan saling
percaya dan harga diri.
c. Faktor biologis
Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus elektris
ringan pada hipotalamus bidatang ternyata menimbulkan perilaku agresif.
Rangsangan yang diberikan terutama pada nukleus periforniks hipotalamus dapat
menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis
dll. Jika kerusakan fungsi sistem limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal
(untuk pemikiran rasional) dan lobus temporal.
Neurotransmiter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif: serotonin,
dopamin, norepineprine, acetilkolin dan asam amino GABA.
Faktor-faktor yang mendukung:
1) Masa kanak-kanak yang mendukung
2) Sering mengalami kegagalan
3) Kehidupan yang penuh tindakan agresif
4) Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)
3. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan
(Yosep, 2009) :
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi. Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel,
tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
f. Spiritual. Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
5. Rentang Respon
Menurut Yosep (2007) perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim
dari marah atau ketakutan (panik).
Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku asertif, pasif dan agresif sampai
kekerasan. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa :
a. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan ketenangan.
b. Frustasi : individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat
menemukan alternatif.
d. Agresif : perilaku yang menyertai marah terdapat dorongan untuk menuntut tetapi
masih terkontrol.
e. Kekerasan: Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol.
Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang
dimanivestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk
komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu. Orang yang mengalami
kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia ”tidak setuju,
tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti atau diremehkan.” Rentang
respon kemarahan individu dimulai dari respon normal (asertif) sampai pada respon
yang tidak normal (maladaptif).
6. Mekanisme Koping
b. Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/ keinginan tidak baik.
d. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan
melebihkan sikap perilaku yang berlawanan.
II. Tujuan
Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta
mengubah prtilaku ynag destruktif dan maladaptif. Kekuatan kelompok ada pada konstribusi
dari setiap anggota dan pemimpin dalam mencapai tujuannya.
Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagai pengalaman dan saling membantu satu
sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah. Kelompok merupakan
laboratorium tempat mencoba dan menemukan hubungan interpersonal yang baik, serta
mengembangkan perilaku yang adaptif. Anggota kelompok merasa memiliki diakui, dan
dihargai eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain.
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan
waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu. Fokus terapi kelompok
adalah membuat sadar diri peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan, atau
ketiganya
Terapi aktivitas kelompok dibagi sesuai dengan kebutuhan yaitu, stimulasi sensoris,
orientasi realita, dan sosialisasi. Terapi aktivitas kelompok dibagi empat yaitu terapi
aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori,
terapi aktivitas terapi aktivitas stimulasi realita, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi.
IV. Pengorganisasian
a. Leader, bertugas:
1) Mengkoordinasi seluruh kegiatan.
2) Memimpin jalannya terapi kelompok
3) Memimpin diskusi.
b. Co-Leader, bertugas :
1) Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan.
2) Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang.
3) Membantu memimpin jalannya kegiatan.
4) Menggantikan leader jika terhalang tugas.
c. Fasilitator, bertugas :
1) Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok.
2) Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan.
3) Membimbing kelompok selama permainan diskusi.
4) Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan.
5) Bertanggungjawab terhadap program antisispasi masalah.
d. Observer, bertugas :
1) Mengobservasi persiapan dan pelaksanaan TAK dari awal sampai akhir.
2) Mencatat semua aktivitas dalam terapi aktivitas kelompok.
3) Mengobservasi perilaku pasien
4) Setting tempat
V. Analisa Situasi
1. Waktu Pelaksanaan
Hari/Tanggal : Senin, 23 November 2020
Waktu : 09.00 – 09.30 WIB
2. Pembagian Tugas
Leader : Ade Hidayat
Co-leader : Detry Permata M
Fasilitator : Dea Silvia F
Dwiki Nur M
Endang Kurnia
Erlika Garliana A
Lita Lestari
Observer : Amelia Maharani
Febi Febriyanti
Keterangan :
: Leader + Co-leader
: Observer
: Fasilitator
: Klien
VII.Langkah Kegiatan
Sesi 1: Mengenal Perilaku Kekerasan yang Biasa Dilakukan
A. Tujuan
B. Setting
C. Alat
D. Metode :
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Bermain peran/ simulasi
E. Langkah kegiatan :
1. Persiapan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
b. Evaluasi
c. Kontak
3. Tahap kerja
a. Mendiskusikan penyebab marah.
b. Mendiskusikan tanda dan gejala yang dirasakan klien saat terpapar oleh penyebab
marah sebelum perilaku kekerasan terjadi.
1) Tanyakan perasaan tiap klien saat terpapar oleh penyebab (tanda dan gejala)
2) Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard
d. Membantu klien memilih salah satu perilaku kekerasan yang paling sering
dilakukan untuk diperagakan
e. Melakukan bermain eran/ simulasi untuk perilaku kekerasan yang tidak berbahaya
(terapis sebagai sumber penyebab dan klien yang melakukan perilaku kekerasan).
j. Beri kesimpulan penyebab; tanda dan gejala; perilaku kekerasan dan akibat perilaku
kekerasan.
k. Menanyakan kesediaan klien untuk memepelajari cara baru yang sehat menghadapi
kemarahan.
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
b. Tindak lanjut
1) Menyepakati belajar cara baru yang sehat untuk mencegah perilaku kekerasan.
2) Menyepakati waktu dan TAK berikutnya.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap
kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 1, kemampun yang diharapkan
adalah mengetahui penyebab perilaku, mengenal tanda dan gejala, perilaku kekerasan
yang dilakukan dan akibat perilaku kekerasan. Formulir evaluasi sebagai berikut.
Sesi 1: TAK
Kemampuan psikologis
Memberi tanggapan tentang
Nama Penyebab
No Perilaku
Klien PK Tanda& Gejala PK Akibat PK
Kekerasan
Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mengetahui penyebab perilakuk
kekerasan, tanda dan gejala dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan dan akibat
perilaku kekerasan. Beri tanda √ jika klienmampu dan tanda x jika klien tidak mampu.
Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses
keperawatan tiap klien.
Contoh : klien mengikuti sesi 1. TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan. Klien
mampu menyebutkan penyebab perilaku kekerasannya (disalahkan dan tidak diberi
uang), mengenal tanda dan gejala yang dirasakan (“geregetan” dan “deg-degan”),
perilaku kekerasan yang dilakukan (memukul meja), akibat yang dirasakan (tangan sakit
dan dibawa ke rumah sakit jiwa). Anjurkan klien mengingat dan menyampaikan jika
semua dirasakan selama dirumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA