Anda di halaman 1dari 6

Apa Itu Patient Safety

Patient safety (keselamatan pasien) sendiri merupakan suatu sistem yang menciptakan asuhan
pasien saat berada di rumah sakit agar lebih aman dan tenang. Di mana sistem ini diupayakan
mampu mencegah cidera yang diakibatkan karena kesalahan saat melakukan tindakan yang
tidak seharusnya.

Patient safety secara harfiah merujuk pada keselamatan pasien. Dengan rumusan tersebut,
maka patient safety seharusnya ditujukan untuk menciptakan dan memberikan keselamatan
bagi pasien. Secara konseptual, patient safety selalu dikaitkan dengan salah satu risiko dalam
rumah sakit, yang merupakan bagian dari risiko klinis (clinical risk). Yang dinamakan dengan
risiko klinis adalah semua isu yang dapat berdampak terhadap pencapaian pelayanan pasien
yang bermutu tinggi,aman dan efektif. Jenis risiko klinis ini disebut dengan patient care-
related risk.

Patient safety atau keselamatan pasien di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No.44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit (UURS). Dalam ketentuan Pasal 2 UURS tersebut dinayatakan
dengan tegas bahwa penyelenggaraan rumah sakit harus didasarkan pada keselamatan pasien.
Sedangkan dalam Pasal 3 UURS dikatakan bahwa pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit
bertujuan antara lain untuk memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien di rumah
sakit, dan memberikan kepastian hukum kepada pasien Rumah Sakit. Ketentuan mengenai
keselamatan pasien sendiri diatur dalam Pasal 43 UURS. Ketentuan Pasal 43 ayat (1) UURS
menyatakan bahwa “Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien.” Penjelasan
Pasal 43 ayat (1) UURS menjabarkan ketentuan tersebut dengan menentukan bahwa “Yang
dimaksud dengan keselamatan pasien (patient safety) adalah proses dalam suatu Rumah Sakit
yang memberikan pelayanan pasien yang lebih aman. Termasuk di dalamnya asesmen risiko,
identifikasi, dan manajemen risiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk
mengurangi serta meminimalisir timbulnya risiko. Dalam ketentuan selanjutnya dikatakan
bahwa standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan
menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak
diharapkan.Yang dimaksud dengan insiden keselamatan pasien adalah kesalahan medis
(medical error), kejadian yang tidak diharapkan (adverse event), dan nyaris terjadi (near miss).
Selanjutnya Rumah Sakit melaporkan kegiatan tersebut kepada komite yang membidangi
keselamatan pasien yang ditetapkan oleh Menteri. Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat
secara anonim dan ditujukan untuk mengkoreksi sistem dalam rangka meningkatkan
keselamatan pasien. Ketentuan lebih lanjut mengenai standar keselamatan pasien dikatakan
akan diatur dengan Peraturan Menteri.

Jika diperhatikan ketentuan tersebut dalam UURS, tidak ada satu ketentuanpun yang secara
konkrit memberikan perlindungan keselamatan bagi pasien. Semua proses yang dinamakan
standar keselamatan hanya dibuat untuk kepentingan rumah sakit dengan segala macam bentuk
dan wujud pelaporan, analisis dan penurunan angka kejadian di kemudian hari. Tidak ada
satupun ketentuan yang mewajibkan rumah sakit untuk melakukan suatu tindakan atau
perbuatan yang secara konkrit memberika perlindungan bagi pasien sebagai wujud
keselamatan pasien. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/Menkes/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Permenkes 1691)
yang diharapkan dapat memberikan uraian dan penjabaran lebih rinci terntang upaya konkrit
perlindungan keselamatan pasien secara langsung ternyata juga tidak memberikan pengaturan
sama sekali.

Adapun beberapa tujuan mengapa patient safety di rumah sakit harus ada, diantaranya
sebagai berikut.

1) Adanya Kebudayaan Keselamatan

Tujuan utama diadakannya sistem pasien safety adalah untuk menciptakan Adanya kebudayaan
keselamatan yang terdapat pada rumah sakit. Dengan adanya kebudayaan Kecamatan inilah
seseorang yang berada di lingkungan rumah sakit akan lebih sadar terhadap para pasien yang
membutuhkan.

2) Menurunnya KTD RS

KTD atau kejadian tidak diinginkan akan semakin menurun di lingkungan rumah sakit karena
seseorang di lingkungan rumah sakit akan lebih sadar terhadap keselamatan. Oleh karena itu,
risiko kejadian tidak diinginkan akibat dari kesalahan pengobatan ataupun kesalahan jenis obat
yang dikonsumsi akan lebih berkurang.

3) Akuntabilitas Rumah Sakit Meningkat


Tidak hanya adanya penurunan kejadian tidak diinginkan di rumah sakit, dengan adanya
kesadaran keselamatan dirumah rumah sakit juga akan meningkatkan akuntabilitas rumah sakit
pada pasien maupun masyarakat sehingga seseorang akan lebih percaya terhadap Rumah Sakit
tersebut.

4) Program-program Pencegahan Terlaksana

Mencegah hal-hal yang tidak diinginkan memang cukup penting untuk dilakukan di
lingkungan rumah sakit dan dengan adanya pasien safety di rumah sakit juga akan
melaksanakan program-program tersebut sebagai upaya untuk mencegah kejadian yang tidak
diinginkan lagi.

Bagaimana Pelaksanaan Patient Safety

Pelaksanaan patient safety di rumah sakit adalah sulit di mana ada beberapa hal yang perlu
menjadi pertimbangan diantaranya adalah sebagai berikut ini.

1. Rumah sakit harus memastikan nama obat, bagaimana bentuknya serta Bagaimana
pengucapan nama obat tersebut sehingga tidak ada kesalahan dalam memilih obat untuk
pasien.
2. Selain itu, para staf rumah sakit juga harus berkomunikasi dengan baik saat serah terima
seorang pasien sehingga informasi yang didapatkan juga akan lebih jelas. Rumah Sakit
mampu mengenali pasien dengan mudah.
3. Tindakan untuk mengatasi pasien sesuai dengan jenis pengobatannya dan Sisi tubuh
juga perlu diperhatikan dengan benar.
4. Perlu juga adanya akurasi pada pemberian jenis obat untuk pasien.
5. Tak hanya itu, alat injeksi juga harus digunakan sekali saja untuk menyuntik pasien
sehingga kebersihannya akan tetap terjaga dan mengurangi tingkat penyakit yang
ditimbulkan akibat alat injeksi bekas.
6. Tak hanya itu parah staf Rumah Sakit baik itu perawat dan dokter juga harus
meningkatkan kebersihan pada tangan sebagai upaya pencegahan infeksi nosokomial.
7. Agar dapat menemukan pasien dengan mudah maka setiap pasien harus diidentifikasi
terlebih dahulu. Salah satu cara mudah untuk mengidentifikasi pasien adalah dengan
pemberian gelang pasien.
Dengan adanya gelang pasien inilah petugas rumah sakit akan lebih mudah untuk
mengidentifikasi pasien secara benar sehingga tindakan medis yang diambil juga akan tepat.
Tindakan ini sendiri sudah sesuai dengan tujuan dari International Patient Safety Goal dari The
Joint Commission International dan World Health Organization. Saat ini tidak sulit untuk
menemukan gelang pasien.

Menurut Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit terdapat tujuh standar
keselamatan pasien tersebu. Salah satunya adalah Hak pasien. Terhadap hak pasien, terdapat
standar dan kriteria yang harus dipenuhi, yaitu:

Standar:

Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan
hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.

Kriteria:

1.1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.

1.2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan

1.3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan
benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau
prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.

Rumusan Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit tersebut adalah satu-satunya
ketentuan yang mengatur mengenai Hak Pasien atas Keterbukaan Informasi bagi pasien dalam
bentuk informasi yang berkaitan dengan kejadian tidak diharapkan. Lebih jauh dari itu tidak
ada suatu pengaturan atau penjabaran lebih lanjut mengenai bentuk atau wujud keterbukaan
informasi tersebut, dan tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai sanksi tidak dilakukannya
keterbukaan informasi tersebut. Alhasil, sampai sekarang ini masih sangat banyak rumah sakit
yang tidak melaksanakan fungsi keterbukaan informasi dalam patient safety; padahal
keterbukaan informasi bagi pasien adalah salah satu pilar utama, bahkan pertama dalam
pelaksanaan patient safety. Justru kerahasiaan yang lebih banyak dikemukakan oleh rumah
sakit. Berlindung di bawah topeng kerahasiaan hanya akan memperburuk hubungan antara
pasien dan rumah sakit. Maksud kerahasiaan adalah agar data pasien tidak dibaca oleh orang
atau pihak yang tidak berwenang untuk melindungi pasien; dan bukan untuk melarang pasien
mengetahui semua informasi medis dari pasien tersebut. Rumusan bahwa Rekam Medis adalah
milik rumah sakit adalah rumusan yang menyesatkan dari UURS. Perlindungan keselamatan
pasien justru tidak tercapai dengan ketentuan tersebut. Pasien dan rumah sakit seolah-olah
dihadapkan bukan sebagai hubungan kepercayaan yang berfokus pada keterbukaan informasi;
tetapi lebih pada hubungan yang bersifat “antagonis”.

Tidak dapat disangkal bahwa patient safety melibatkan empat domain, yaitu (1) orang-orang
yang menerima pelayanan kesehatan, (2) orang-orang yang memberikan pelayanan kesehatan,
(3) sistem aksi terapeutik, dan (4) metode serta elemen yang ada dalam setiap domain tersebut.
Dalam konteks ini jelaslah jika patient safety harus berhasil maka orang-orang yang menerima
pelayanan kesehatan atau yang secara umum dinamakan pasien harus tahu dilibatkan di
dalamnya. Tidak mungkin suatu sistem patient safety dapat berjalan dengan baik jika pasien
tidak dilibatkan di dalamnya. Salah satu proses atau cara melibatkan pasien adalah dengan
prinsip keterbukaan (transparansi). Yang dinamakan dengan transparansi adalah keingingan
dan kemampuan untuk jujur dalam melakukan suatu tindakan tertentu. Dalam konteks patient
safety adalah kejujuran kepada pasien, yang sudah harus dimulai sejak pasien pertama kali
mendapatkan pelayanan kesehatan. Transparansi ini harus berjalan dua arah dan tidak hanya
satu arah. Pasien harus jujur pada pemberi pelayanan kesehatan, demikian juga sebaliknya,
termasuk didalamnya jika terjadi kesalahan medis (medical error), kejadian yang tidak
diharapkan (adverse event), dan nyaris terjadi (near miss). Dengan terjadinya keterbukaan,
maka kepercayaan antara pasien dan pemberi layanan kesehatan termasuk fasilitas pemberi
pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit menjadi lebih tinggi. Segala sesuatu hal selanjutnya
akan diselesaikan secara bersama-sama. Budaya saling menyalahkan (blaming culture) pun
tidak akan sempat berkembang.

Dari sudut pandang etika, patient autonomy memberikan hak kepada pasien untuk mengetahui
apa yang akan dan telah terjadi kepadanya sehingga pasien dapat mengambil keputusan yang
tepat tanpa harus menyalahkan siapapun juga. Dari sudut pandang pasien, keterbukaan
mengenai fakta, langkah yang diambil, keterbukaan sikap serta perilaku pemberi layanan
kesehatan, termasuk manajemen rumah sakit, termasuk langkah-langkah pencegahan di
kemudian hari. Makin banyak yang disembunyikan dari pasien, makin takut pasien tersebut
berhubungan dengan pelayanan kesehatan.
Dengan demikian seperti rumusan kata-katanya yang secara harfiah merujuk pada keselamatan
pasien, dengan pasien sebagai subjeknya yang harus diselamatkan, maka sudah seharusnyalah
jika patient safety jangan sampai hanya menjadi jargon dengan segala macam pencatatan dan
pelaporan yang pada akhirnya hanya akan menjadi catatan di atas kertas yang tidak pernah
memberikan manfaat langsung pada pasien, namun alih-alih untuk mencegah terjadinya hal
serupa di kemudian hari. Penerapan patient safety saat ini memang masih jauh dari pemahaman
tentang makna sesungguhnya dari patient safety. Seperti dikatakan sebelumnya tidak adanya
sanksi yang dapat dikenakan pada rumah sakit yang melakukan pelanggaran terhadap
pelaksanaan patient safet turut memperburuk pelaksanaan patient safety di Indonesia. Untuk
itu pemberian sanksi yang lebih tegas bagi rumah sakit maupun tenaga kesehatan yang bekerja
dalam rumah sakit yang tidak melaksanakan patient safety procedure, khuusnya dalam
pemberian keterbukaan informasi dengan baik dan benar sangatlah diperlukan.

Anda mungkin juga menyukai