Anda di halaman 1dari 52

LAMPIRAN 1:

Hasil Focus Group Discussion (FGD) dengan 4 orang responden kepala ruang

mengenai perilaku perawat dalam mencegah luka dekubitus sebagai upaya

penyelenggaraan patient safety di RS PKU Muhammadiyah Bantul

Responden 1 (R1) : Kepala ruang Al-Kahfi

Responden 2 (R2) : Kepala ruang Al-Insan

Responden 3 (R3) : Kepala ruang Al-Fath / An.Nisa

Responden 4 (R4) : Kepala ruang ICU

Peneliti (P) : Bayu Anggileo Pramesona

Tempat : Ruang Pertemuan RS PKU Muhammadiyah Bantul

Hari /Tanggal : Selasa, 17 April 2012

Waktu : Pukul 09.00 – 10.00 WIB

1. Bagaimana menurut Anda tentang upaya pencegahan luka dekubitus di

RS / bangsal tempat Anda bekerja?

R1 : “Biasanya di bangsal Al-Kahfi pasien yang sudah


terindikasi,,mungkin stroke yang sering, imobilisasi, bed rest nya agak
lama kita pasang kasur anti dekubitus..itu antisipasi awal..terus
antisipasi yang kedua biasanya untuk keluarga kita edukasi, nanti
kerjasama dengan fisioterapi untuk motivasi miring kanan - miring kiri,
otomatis 2 jam..2 jam..gitu..”

P : “Untuk kasurnya sendiri kalau di Al-Kahfi ada berapa bu??”

R1 : “Kita cuma punya satu..”

P : “Bed nya?? Maksudnya jumlah bed di Al-Kahfi sendiri??”

1
R1 : “Yang selatan ada 13, yang utara ada 6, jadi jumlah ada 19 dengan 1 kasur
dekubitus..”

R4 : “Kalau di ICU sama,,pasien lebih sering ketidaksadarannya (penurunan


kesadaran) …”

“Jadi kita lebih cepet menggunakan kasur anti dekubitus..ada 4 bed, kasur
(antidekubitus) nya juga ada 4..”

“Untuk kebutuhan personal hygiene juga kan kita yang mengelola,,jadi kita
selalu memang pertama alih baring, kemudian menggunakan kasur anti
dekubitus..karena kalaupun menggunakan kasur anti dekubitus ketika itu juga
kita ga upayakan (tidak upayakan), itu tetep ada penekanan di situ..jadi tetep
(tetap) kita kalau abis (setelah) mandi itu kita tetep oles dengan baby oil dan
minyak kayu putih..”

P : “Terus kalau untuk mencegah agar pasien tidak merosot bagaimana Bu??”

R4 : “Oyaa..kalau seperti itu sih betul-betul..apaa..jadi 10 menit, 15 menit pasien


kondisinya cepet (cepat) kita posisikan yang baik, yang ga (tidak) ada penekanan
gitu, sebisa mungkin seperti bantal guling kita upayakan sebanyak mungkin biar..
antara kan lutut dengan lutut ketika miring supaya tetep… (tidak terjadi
penekanan)”

P : “Terus kemarin sempat wawancara dengan Bu Bidal juga, ada satu (pasien)
yang beresiko (terkena luka dekubitus) ya Bu?? Pasien dengan DM dan stroke ya
Bu?? Nah, itu gimana Bu pencegahannya?”

R4 : “Kalau yang sekarang itu kan sudah 11 hari (dirawat di ICU)..kita ga tau
itu (luka dekubitus) memang asalnya dari sini atau sudah dari rumah,,karena
pasien datang dengan kondisi tidak sadar dan itu hanya ada melepuh di betis
belakang itu loh mas,,masih grade satu..”

R2 : “Ya kalau di unit Al-Insan yang hampir sama ya dengan yang disampaikan
Mbak D tadi..kalau misalnya ada pasien – pasien yang beresiko dekubitus kayak
pasien yang bed rest atau nanti misalnya pasien karena stroke ataukah pasien
yang gangguan jantung seperti itu..”

“Kita nanti sembari informasikan ke keluarga juga untuk membantu alih baring
2 jam sekali, nanti apakah harus miring kanan – kiri atau kerjasama dengan
fisioterapi untuk mobilisasi secara bertahap..apalagi pasien tadi kan yang resiko
nanti yang dengan kegemukan itu kan nanti bisa penekanannyya kan tingggi..jadi

2
nanti untuk resiko terjadi dekubitusnya juga tinggi..”

“Dan kebetulan dari unit Al-Insan itu emang belum punya kasur anti dekubitus
ya…udah dianggarkan sejak Mbak D jadi Kabid disana…eehhmm..itu sejak 1
Oktober 2010..tapi sudah dianggarkan terus kemarin katanya sudah mau di ACC
(setujui) tapi sampai saat ini sudah ditanya – tanya tapi belum turun
(terealisasi)...tapi nanti biasanya kalau ada faktor seperti itu kita biasanya kita
masih pinjam di unit lain..”

R3 : “Kalau di An.Nisa terus terang ya Mas..jadi jarang ada pasien bed rest
soalnya itu ruang kebidanan ya..”

“Paling pasien sehari..3 hari lah mentok (maksimal) itu udah (sudah) pulang.
Kalau untuk yang di Al-Fath mungkin perawatannya sama dengan yang di
ruangan lain ya..tapi saya tidak begitu mengguasai yang di Al-Fath..Al-Fath itu
VIP…kasus umum bisa, nifas bisa, anak-anak juga bisa…kasus dalam, bedah,
kebidanan juga masuk sana..tapi cuma 5 bed..”

“Kalau yang di An-Nisa itu 13 bed tapi kasusnya obstetry dan ginecology ya
itu..ga begitu lama..jadi untuk bed rest –bed rest seperti itu termasuk untuk
pencegahan dekubitus mungkin ga pernah melakukan..hehee..”

2. Apakah ada kebijakan dari RS yang mengatur tentang upaya pencegahan luka

dekubitus di tempat Anda bekerja? Jika tidak, bagaimana harapan Anda?

R4 : “Ohh..itu masuk indikator mutu keperawatan..”

“Penilaian score Braden itu sudah online, jadi kita setiap shift memasukkan data
di komputer itu, terus itu nanti yang merekap keperawatan (Bidang
Keperawatan). Jadi, nanti kalau misalnya di ICU ada kejadian dekubitus
mungkin persentasenya di luar range yang dipersyaratkan, nah itu kita buat
analisa kenapa toh kok bisa sampai terjadi dekubitus..”

“Kalau di ICU sih rata – rata geriatri, kemudian penyakit – penyakit yang
komplikasi itu terutama karena tekstur kulitnya juga sudah tidak
bagus..disamping karena penyakit yang macam – macam..obatnya juga macam –
macam…”

“Tapi kalau kita alih baring juga justru jarang melibatkan fisioterapi, karena kita
kerjain sendiri langsung..kita kan ga sampai 2 jam, kadang 1 jam, setengah jam
sudah kita alih baring..”

3
P : “Tapi kalau SOP nya sendiri tentang pencegahan dekubitus itu belum ada ya
Bu ya??”

R4: “Kalau (SOP) tentang pemasangan kasur (anti dekubitus) nya ada..tapi
kalau khusus untuk mencegah dekubitus belum..mungkin nanti ini karena kita
juga baru ngebentuk tim patient safety, jadi mungkin masuk dari sana..”

3. Bagaimana dukungan pimpinan Anda terhadap upaya pencegahan luka dekubitus

di tempat Anda bekerja?

Semua responden : “Kayaknya belum pernah ada ya…hehee..”

R4 : “Kalau saya cermati lho..mungkin ini malahan untuk pengadaan


..ehmm..kalau saya sih tergantung greteh (cerewet) nya kita, terus nanti kita
punya gambaran ga..oh nanti kita beli disini atau mungkin ada gambaran
penawaran langsung ke user (pemakai/konsumen), kita bisa lihat disitu…

“Kalo mungkin untuk pengadaan alat habis pakai nah itu relatif lebih
mudah..misalnya di ICU itu butuh baby oil, minta berapapun tetap dikasih
karena tetap di charge kan ke pasien, jadi kan tidak hilang…”

4. Kebijakan apa saja yang pernah Anda lakukan untuk mendukung staff Anda

dalam upaya pencegahan luka dekubitus di bangsal – bangsal rawat inap?

R4 : “Kalau di ICU sih biasanya kita tetep ketika tindakan ke pasien misalnya
memandikan kan yang jaga malam, jadi yang lebih tau banyak itu yang jaga
malem apakah udah ada tanda – tanda akan terjadi dekubitus apa gak..nanti
disitu kita selalu dokumentasikan pada saat observasi terjadi dekubitus apa
gak..areanya dimana, kemudian tindakan yang sudah dilakukan apa..kemudian
diberitahukan ke shift berikutnya (shift pagi)..”

R1 : “Ya sama kayak Mbak B, mungkin pas saat malam (shift malam) terutama
pasien kelas (kelas 1) dan pasien post - op (pasca operasi) itu kan dimandikan,
jadi tau..oh Mbak..tadi pas dimandikan ada yang mulai merah – merah (tanda

4
awal dekubitus) biasanya paginya itu langsung (diberitahukan).., terus
perawatan..seandainnya masih merah mungkin perlu (dilakukan perawatan
lanjutan)..tapi kadang ada yang dari rumah sudah lecet, baru kita mulai
perawatan..”

P : “Terus kalau Al-Kahfi alat – alat seperti baby oil dan sebagainya untuk
pencegahan dekubitus bagaimana Bu??..”

R1 : “Al-Kahfi belum ee..hehee..ya nanti bisa mencontoh..hhee..selama ini


belum..”

5. Bagaimana menurut Anda dengan sarana / prasarana RS terkait upaya pencegahan

luka dekubitus di tempat Anda bekerja? Bagaimana harapan Anda?

R1 : “Harapannya ya selama pasien itu dirawat tidak terjadi dekubitus..hehe..”

R2 : “Sarananya dilengkapi..didukung dengan sarana yang ada..”

R3 : “Ya adanya sarana, keluarga, perawatnya yang sabar..”

R4 : “Kalau saya di ICU sih seringnya terjadi dekubitus itu karena kondisi
internal dari tubuh pasien itu sendiri..”

“Kalau kita sudah memakaikan kasur antidekubitus,,kasur anti dekubitus itu juga
kita makaikannya ga (tidak) terus – terusan loh..kan itu panas toh..jadi suatu saat
kita matikan, kemudian kasih tau temennya..tadi udah patike..ojo lali diuripke…
(artinya : tadi kasur anti dekubitusnya sudah saya matikan, tolong jangan lupa
nanti dihidupkan)..”

“Jadi itu tadi seperti yang dikatakan Mbak D, ketika albuminnya rendah, intake,
geriatri, kemudian faktor resiko lainnya terjadi dekubitus..jadi kalau pasien
udem, terus geriatri, kulitnya kan..apa..kayak balon itu..jadi kan lebih
rapuh..lebih beresiko..”

“Kalau dari waktu dan tenaga gak ada masalah..kondisinya juga gak terlalu
crowded..”

P : “Salah satu yang memperburuk keadaan dekubitus kan pasien inkontinensia


ya Bu..pernah menangani pasien dekub (dekubitus) dengan inkontinensia Bu??”

5
R4 : “Biasanya kalau begitu pasien tidak sadar langsung kita pasang diaper..DC
(dower catheter)..
“Kalau di ICU monitor langsung, kan intake outputnya dihitung ya…kalau di
ICU ketika pasien masuk kita sudah informasikan ke keluarga bahwa semua
aktifitas, semua kegiatan pasien diambil alih semua oleh perawat..kecuali pasien
yang sadar kan pekewuh kan (sungkan), jadi kadang melibatkan keluarga juga..”

“Kalau masalah nutrisi, pasien di ICU dengan NGT nutrisnya kita ngitung
sendiri..biasanya kita rata-rata..karena kadang dari dokternya juga nentuin
(menentukan), ohh ini butuhnya sekian kalori..ini butuhnya 1700 kalori/hari
Mbak..nah, itu kita bisa lebih mudah ngitungnya…ya kalau kita rata – rata ya
kalau orang sakit itu cuma sekitar 1500 kalori/hari..”

P : “Kalau untuk faktor penyulit kesembuhan pasien itu apa aja Bu kira – kira
selain mungkin ada penyakit bawaan kayak DM atau mungkin seperti apa gitu
Bu?”

R1 : “Seringnya itu dekub (dekubitus) nya itu dari rumah, kita perawatannya
agak sulit kalau pasien datang ke RS sudah melonyoh (melepuh), sudah gangrene
seperti itu..”

“Tapi nek yang murni asli dekubitus dapetnya di RS itu paling cuma merah –
merah aja..jadi lebih cepet (teratasi)..”

“Tapi nek decub nya (dekubitusnya) sudah dari rumah, yang sudah gangrene,
sudah bau, kita perawatan seperti medikasi tiap hari seperti necrotomi..nek yang
dapetnya dari rumah..jadi nek di RS minimal gitu loh..”

“Cuma merah – merah kita obati NaCl, perawatan NaCl dibersihkan aja
udah..terus kita angin – anginkan..”

P : “Maaf ini Bu, itu kan butuh waktu khusus untuk membolak – balik (pasien),
perawatan dan sebagainya..kalau disini pasien discharge lagi atau seperti apa
Bu? Atau mungkin sudah included dalam JM (jasa medis/paramedis) begitu Bu?”

R4 : “Kalau disini masuk personal hygiene, hmm..kita lihat – lihat Mas, kalau
pasien itu butuh, misalnya pasien diare..itu kan kita berulang kali mengganti
pampers..itu nanti personal hygiene kita charge kan lebih dari satu dua kali
sehari, karena tidak ada charge khusus untuk tindakan itu kan..”

R2 : “Pakai kasur itu juga kan di charge dari pasien, 25 ribu/hari..ya daripada
nek sampek (sampai) terjadi..sudah sakit lebih mahal..hehe..”

6
6. Menurut Anda, apakah staff Anda mempunyai waktu yang cukup dalam upaya

pencegahan luka dekubitus pada pasien yang beresiko? Jika tidak, mengapa?

R1 : “Nek di Al-Kahfi kayaknya sementara masih cukup..ada hari – hari tertentu


saya ikut masuk dalam tim kadang..tapi ada yang gak..tapi kadang cuma
fasilitator aja..”

“Tapi kalau dijadwal pagi sore juga kan kasian..gak efektif..paginya wes loyo..
(terlalu capai)..malah ijin… Terus yang di Utara kan gak mesti penuh, yang di
Utara itu kelas III, kita khususkan untuk pesien dengan jaminan (JAMKESMAS),
jadi gak banyak planning, biasanya ada yang jaga sendiri..”

R2 : “Kalau di Al-Insan itu kan kelas II, terus kebanyakan kan misale (misalnya)
pasien – pasien kayak (seperti) stroke itu kan kita tawarin (tawarkan) tetep mau
dimandikan atau gak..tapi kebanyakan tidak mau dimandikan karena merasa
risih juga ya kalau dimandikan oleh perawat, apalagi kalau masih ada keluarga
yang mampu memandikan,,”

“Paling kita edukasi aja terus nanti kalau pada saat verbed (mengganti sprei) itu
tiap pagi, kan kita memirang-miringkan pasien jadi kan kita bisa lihat kondisi
(pasien) apakah sudah ada timbul dekubitus atau belum atau sudah muncul dari
rumah atau disini..terus nanti kita edukasi untuk tirah baringnya..terus nanti
kalau sudaah muncul kayak lecet nanti mungkin kita lakukan perawatan seperti
biasa untuk perawatan dekubitus.”

P : “Tapi untuk alat – alatnya sudah lengkap juga, Bu??”

R2 : “Belum..hehehe..ya mungkin nanti..hehe..karena itu kan sebenarnya untuk


pencegahan juga ya..ga (tidak) harus udah (sudah) terjadi..apalagi untuk pasien
– pasien yang beresiko terjadi dekubitus.”

P : “Berarti ga ada masalah dengan waktu, artinya untuk beban perawat ga


(tidak) terlalu tinggi untuk melakukan pencegahan dekubitus Bu??”

Semua responden : “Gaaa (tidak)..kadang pas (saat) penuh memang penuh cuma
kadang kan juga ga (tidak) penuh, kadang juga keluarga dilibatkan..tapi untuk
tenaga kayaknya (sepertinya) masih bisa menghandle (menangani)..merawat
dengan hati..hhehe..”

7
7. Apakah Anda melakukan evaluasi terhadap kebijakan terkait pencegahan luka

dekubitus di bangsal yang Anda pimpin? Evaluasi apa saja yang Anda lakukan?

Bagaimana hasilnya?

R4 : “Kan kita mengadakan rapat rutin tiap bulan per bangsal, nanti mungkin
kalau dari Kabid atau mungkin dari manajer ada yang mau disosialisasikan kita
masukkan disitu sekalian..(pembahasan tentang dekubitus)..”

P : “Tapi selama ini sudah pernah ada evaluasi Ibu?? Maksudnya evaluasi
khusus dekubitusnya sendiri bagaimana? Misalnya jumlah pasien kita bulan ini
ternyata yang terkena dekubitus sekian..”

Semua : “Ohh…belum ada..”

R1 : “Kan dari keperawatan beberapa yang saya tau ada seandainya saya online
(memasukkan data) ada pasien dekubitus, biasanya keperawatan itu telpon ke
saya, bulan ini tanggal ini berapa Wi pasiennya..begitu..jadi nanti dari Mbak D
yang ngarahke (mengarahkan), laporan tiap bulannya..”

R2 : “Tapi biasanya itu lewat online nya, nanti Mbak D yang cross check ke
bangsal..”

R4 : “Hooh..lewat indikator mutu..tapi kalau rapat membahas khusus tentang itu


(kejadian dekubitus) kayaknya belum..”

R3 : “Biasanya rapat keperawatan, nanti sekalian disitu ada gitu..sekalian


dimasukkan..”

8. Apakah Anda pernah melakukan supervisi terkait upaya pencegahan luka

dekubitus yang dilakukan staff Anda / perawat pelaksana? Jika ya, kapan saja

dilakukan? Bagaimana hasilnya? Bagaimana tindak lanjut Anda terhadap hasil

8
yang diperoleh?

R1 : “Supervisi itu gak (tidak) semua Karu (kepala ruang)..kita kemarin bulan
Februari – Maret itu ada..tapi akhirnya berhenti lagi, ya mungkin ada sesuatu
saya sendiri kurang tau..untuk bulan april kita lebih fokus untuk PP (Perawat
Primer) dan Ko-Shift nya aja..seandainya kepala ruangnya gak (tidak) ada, PP
(perawat primer) sama ko-shift nya (coordinator shift) yang ngehandle..jadi
supervisi langsung..”

P : “Bagaimana dengan supervisi khusus tentang dekubitus Bu??”

Semua : “Belum..hehee..ini juga baru dibentuk, habis pelatihan kemarin tim


nya..”

9. Apa saja kendala yang dihadapi dalam pencegahan luka dekubitus sebagai salah

satu bentuk upaya penyelenggaraan patient safety di RS tempat Anda bekerja?

Upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut?

R1 : “Kasus dekubitus itu terakhir muncul satu untuk bulan ini, itu pasien
leukiemia..mondoknya itu sekitar satu minggu..baru merah – merah itu..”

“Memang Ibunya (pasien) memang blank gitu (tidak begitu paham)..jadi


mobilisasinya nek gak dibantu gitu ya udah (kalau tidak dibantu ya
sudah)..pasrah..hehehe..malah merah – merah..”

“Terus pencegahannya ya itu, pasang kasur dekubitus (anti dekubitus), ndalalah


(malangnya) alat saya cuma satu dipake untuk pasien stroke. Ya itu, harus nyari
pinjeman (pinjaman) dulu..kemarin pinjem (pinjam), kan kita punya satu udah
dipake (dipakai), akhirnya pinjem (pinjam) di Al-Araf..Al-Araf juga cuma punya
satu..”

R2 : “Ke depannya mungkin tahun depan minta lagi,,,hehehe…”

R1 : “Dari awal kan sudah terindikasi masuknya kan dia dengan penurunan
kesadaran, otomatis kan untuk pencegahan harus dipasang itu (kasur anti
dekubitus), yang satunya ketauan setelah opname beberapa hari..pasiennya
memang rodo (agak) gelisah jadi memang akhirnya kita pinjam (kasur anti
dekubitus), sudah dirawat pas hari ketiga ketahuan merah – merahnya, memang

9
bed rest di rumah sudah lama juga, tidak mau makan pasiennya, nutrisinya tidak
adekuat nggih..tidak mau makan, NGT-nan (terpasang NGT), albumin juga
rendah, jadi mungkin faktor si pasien sendiri juga memang mendukung (untuk
terjadinya dekubitus). Jadi, memang dari sarananya kurang…”
R2 : “Ya betul, sarana..masalahnya kita sering permintaan (permohonan
pengadaan alat – alat untuk mencegah dekubitus), kapan Mbak
turunnya..katanya udah di ACC kok ternyata belum turun (terealisasi) juga..itu
kendalanya apa..”

“Karena kemarin juga masalah traksi aja yang ibaratnya gak terlalu besar
harganya aja, sudah sering di kontak – kontak ternyata belum turun (terealisasi)
juga..gak tau (tidak tahu) kendalanya dimana juga gak tau (tidak tahu)..padahal
kita juga udah (sudah) sering agar permintaan dipercepat..seperti itu..”

R3 : “Insyalloh kalau tenaga gak (tidak ada masalah), Alhamdulillah juga


keluarganya juga kooperatif, jadi kan untuk mencegah dekubitus pada pasien
beresiko tadi insyalloh gak (tidak) terjadi..”

R4 : “Kalau di ICU gak (tidak) ada masalah..Cuma kemaren sempet ketelingsut


satu (terlupa), untuk cek – cek alat kan kita ada yang tanggung jawab
sendiri..jadi ketauan kapan gak (tidak) adanya..tapi kan kita modelnya
outsourching (dalam hal perawatan alat), tapi 2 hari yang lalu sudah
dikembalikan..”

R4 : “Mungkin kan sekarang ini Mas, sekarang banyak produk – produk


tandingan toh..dalam arti mungkin fungsinya sama tapi kualitasnya agak
berbeda, mungkin ke pasien juga kan di charge kan (dikenakan biaya
tambahan)..maksudnya kalau pengadaan mau ada alternatif kan bisa..”

10
LAMPIRAN 2:

Hasil Focus Group Discussion (FGD) dengan 4 orang responden perawat pelaksana

mengenai perilaku perawat dalam mencegah luka dekubitus sebagai upaya

penyelenggaraan patient safety di RS PKU Muhammadiyah Bantul.

Responden 1 : perawat pelaksana ruang Al-Kahfi

Responden 2 : perawat pelaksana ruang Al-Insan

Responden 3 : perawat pelaksana ruang Al-Fath / An-Nisa

Responden 4 : perawat pelaksana ruang ICU

Tempat : Ruang Pertemuan RS PKU Muhammadiyah Bantul

Hari /Tanggal : Selasa, 17 April 2012

Waktu : Pukul 10.00 – 11.00 WIB

1. Bagaimana menurut Anda tentang upaya pencegahan luka dekubitus di RS tempat

Anda bekerja?

R1 : “Upaya mencegah dekubitus udah (sudah) ada..masalah sering gak (tidak)


nya tergantung mobilisasinya. Tergantung pasien juga, kalau dia (pasien) mampu
(mobilisasi mandiri) ya ndak..”

P : “Kalau sekarang ada berapa pasien yang beresiko (terkena dekubitus)?”

R1 : “Kalau di Al-Kahfi paling 15%-an..gak banyak juga sih…yang beresiko


biasanya pasien yang mungkin geriatri dan mobilisasinya ee.. keganggu
(terganggu)..karena orang tua ga bisa..sekarang fraktur (pasien) fraktur juga ada
(yang beresiko)..”

11
R3: “Kalau fracture ekstremitas malah jarang..mobilisasinya cepet
(cepat)..kecuali fracture lumbal..”

P : “Tapi ada pengkajian khusus gak (tidak) Mbak untuk pasien – pasien yang
beresiko terkena dekubitus? Kan sudah ada instrument yang bisa digunakan, nah
kalau di bangsal sendiri sudah ada digunakan atau belum?”

R1 : “Untuk di lapangan ya..kan ada sebagian ya mungkin beberapa temen


(teman) yang tau tapi karena perilakunya mungkin kurang..ada juga yang
mungkin karena belum tau juga..”

R2 : “ICU sering sih..karena kan sering ada pasien stroke, tetanus, kayak gitu –
kayak gitu (seperti itu)..bed rest lama yang jelas..”

P : “Kata Bu Bidal (Karu ICU) kan, sebelumnya tadi kan saya ngobrol – ngobrol
(berbincang - bincang) dengan Karunya ni Mbak..Mas..nah, kata Bu Bidal kalau
di ICU sendiri itu sekarang ada pasien DM dengan stroke juga?? Nah itu ada ke
arah dekub (dekubitus) nya gak (tidak) Mbak??”

R2 : “Emm..ada kayaknya (sepertinya)..tapi tetep (tetap) kita lakukan ya


itu..mobilisasi, miring – miring, kemudian pake (pakai) kasur anti dekubitus,
terus kalau pas (saat) memandikan itu kita pake baby oil”.

P : “Di bangsal lain juga begitu??”

R3 : “Ndak (tidak)..kalau di bangsal Al-Insan ya keluarga sendiri yang


memandikan..kan itu 2 orang..emm..itu merawat 11 pasien kalau pas (saat) penuh
itu..jadi untuk memandikan mungkin ada pengawasan kan mungkin gak (tidak)
cukup nggih..banyaknya kayak gitu..gak (tidak) sama kayak di ICU..iya, kita
libatkan keluarga juga..”

R4 : “Kalau di An-Nisa bed rest nya 24 jam, karena pengaruh anestesi..setelah


24 jam baru boleh duduk, tapi kalau mobilisasinya kan sudah boleh miring –
miring..”

P : “Berarti pada dasarnya sudah ada upaya – upaya untuk pencegahan itu ya
Mbak Mas..??”

Semua : “Ya..sudah ada..”

12
2. Apakah ada kebijakan dari RS yang mengatur tentang upaya pencegahan luka

dekubitus di tempat Anda bekerja? Jika tidak, bagaimana harapan Anda?

R1 : “Eemm..biasanya kebijakannya ya itu,,dikasih kasur anti dekubitus itu..”

P : “Itu masuk dalam protap atau SOP atau hanya insiatif perawat sendiri??”

R1 : “Itu sesuai dengan pengetahuan, maksudnya untuk protap selama ini saya
belum tau..kebetulan saya pernah jadi DC (Document Control) dan insyalloh
sudah dibaca semua dan itu kayaknya belum ada..Protap dengan bagian ini
(khusus mengatur tentang pencegahan dekubitus) belum ada..”

R3 : “Wes..nanti kita bikin (buat) sendiri..hehehe..”

P : “Document Control itu seperti apa Mas maksudnya?”

R1 : “Ya..document control..itu kan tentang protap – protap, IK – IK..Instruksi


Kerja..insyalloh saya belum pernah baca..belum ada..ya kalau..ya mungkin
sesuai dengan ilmu yang kita punya, yang kita dapatkan dan pengalaman..kalau
ada pasien kayak gini harus dimiringkan apa harus dipijit – pijit (pijat) pake
(menggunakan) lotion atau apalah..”

R2 : “Ya, ilmu waktu sekolah..kayaknya memang belum ada (kebijakan seperti


protap, SOP, dsb)….”

R4 : “Iyoo..ora ono kokk (tidak ada kok)..”

P : “Nah, ini kan berarti gak ada (kebijakan khusus yang mengatur tentang
pencegahan dekubitus)..terus harapannya bagaimana Mas Mbak..?? apakah
dipandang perlu untuk adanya SOP atau mungkin Protap khusus untuk
pencegahan dekubitus?”

R2 : “Ya kalau harapannya ya memang harus ada ya..yang namanya ini


kan..emm..ko neng (di) rumah sakit ko ada lukanya..nah itu kan juga bisa
menimbulkan komplain..ya itu kan juga terkait dengan keperawatan dengan
indikator mutu..perlu dibuat..”

R1 : “Mungkin loh..mungkin karena kejadiannya, terjadinya dekubitus yang dari

13
rumah sakit sendiri, itu timbulnya dari RS mungkin karena jarang terjadi..”

R3 : “Dekubitus itu biasanya bawaan dari rumah,.”

R2 : “Pasien ICU itu 30 hari di ICU Alhamdulillah gak terjadi (dekubitus)..yang


penting itu aja perawatannya rutin..”

R1 : “Ya..waktu sambil mandikan kan bisa (mengecek luka dekubitus ada atau
tidak)..”

R2 : “Cuma belum menulis apa yang dilakukan, tapi belum terlihat..”

R1 : “Ya karena belum ada protapnya..”

3. Bagaimana dukungan pimpinan Anda terhadap upaya pencegahan luka dekubitus

di tempat Anda bekerja?

R3 : “Kan Karu juga itu..liat (lihat) kalau ada pasien kayak gitu (mengontrol)..ya
misalnya kalau ada pasien yang perlu itu, untuk mencegah dekubitus itu dia
menganjurkan (untuk dilakukan upaya pencegahan) kayak gitu (seperti itu)..pake
(gunakan) kasur..gitu misalkan..memotivasi juga..motivasi staffnya juga..”

R2 : “Ayo gek miring – miring gitu..hehe..Bu Bidal (Karu ICU) jam terbangnya
udah tinggi..uda bagus.. gak (tidak) pelit ilmu juga..”

P : “Kalau di ICU mungkin sudah banyak ya Mbak sarana prasarana (untuk


mencegah dekubitus)..kalau di bangsal lain gimana (bagaimana) Mbak??”

R1 : “Untuk rasio (perbandingan jumlah kasur anti dekubitus dengan jumlah bed
total di bangsal) sementara ini saya belum pernah baca harus berapa banding
berapa, yang jelas untuk per bangsal kemungkinan ada 1 ya Mbak ya..?? kalau
di Al-Kahfi untuk kasur dekubitus (anti dekubitus) ada satu..itu untuk sekitar 19
bed di Al-Kahfi..”

P : “Selama ini gak ada kekurangan – kekurangan gitu??”

R1 : “Selama ini kayaknya belum ada..karena emang jarangnya..jarang


terjadi..paling rata – rata pasien ranap antara 3 – 4 hari..itupun karena
kita..emm..apa..kita bantu juga..”

14
R3 : “Ya kalau Al-Insan juga gak begitu..ya itu stroke itu..yang kebanyakan
beresiko dekubitus..geriatri..kalau di Al-Insan kasur (anti dekubitus) nya malah
belum ada..kalau butuh biasanya pinjem di Al-Fath..karena bangsal baru..”

P : “Ohh bangsal baru..baru berapa lama itu Mbak??”

R3 : “Baru 3 tahun..hhehehe…2 tahunan lebuh..hhehehe..2 tahun


besok..hehehe..”

P : “Terus selain kasur apa lagi Mbak alat yang mungkin ada untuk mencegah
dekubitus itu??”

R3 : “Kalau di bangsal kalau selama ini itu belum,..paling mirang – miring


kayak gitu, kita bantu pasien secara manual..sama itu..”

P : ”Trus tadi walaupun sudah agak jarang gitu Mbak untuk menggunakan skala
Braden tadi untuk mengkaji pasien beresiko dekub tadi..nah itu, tadi saya ngobrol
dengan Karu – Karu nya..itu sudah secara online (input data untuk scoring
pasien beresiko dekubitus dengan skala Braden)..itu betul MBak?? Sudah ada
kayak software nya gitu Mbak??”

R2 : “Ya..di komputer itu ada skor Braden itu toh..”

P : “Itu tiap ada kasus terus dimasukkan (datanya ke komputer) gitu ??”

R1 : “Dimasukkan..”

P : “Itu larinya kemana nanti Mas (data pasien yang beresiko terkena dekubitus
siapa yang mengolah)??”

R1 : “Manajemen..ke kepala bidang keperawatan..”

P : “Dalam sebulan terakhir ini ada berapa kasus Mas Mbak??”

R1 : “Sebulan terakhir gak ada..ini ada dekubitus tapi udah dari rumah..udah
pernah operasi di Bethesda juga..”

R2 : “Kalau di ICU kayaknya pasien stroke itulah (yang beresiko terkena


dekubitus)..”

P : “Kalau di An.Nisa pasti gak ada ya Mbak ya..hehhee..”

R1 : “Satu dua hari pulang..hahahhahaa..”

15
R4 : “Orangnya seneng – seneng ko..(pasien post partum)..hahhahaaa..ada
kabar gembira ee..hheee..”

P : “Kalau di Al-Insan ada Mbak??”

R3 : “Sampai saat ini ndak ada..”

4. Bagaimana menurut Anda dengan sarana / prasarana RS terkait upaya pencegahan

luka dekubitus di tempat Anda bekerja?

(sudah terjawab pada pertanyaan sebelumnya, sehingga tidak ditanyakan kembali)

5. Apakah Anda mempunyai waktu yang cukup dalam upaya pencegahan luka

dekubitus pada pasien yang beresiko? Jika tidak, bagaimana harapan Anda?

R1 : ”Mungkin kita arahnya kan selain dari perawat kita..apa..melibatkan


keluarga..kalau bisa apa..emm..apa..sekarang kan orientasinya memandirikan
pasien dan keluarga..ya kita mungkin pertama kita ajari..tetep kita edukasi juga,
berapa kali berapa menit..2 jam sekali harus miring kanan miring kiri apa
gimana..”
P : “Berarti masalah waktu juga memang kita bagi – bagi tugas lah istilahnya
ya??”
R3 : “Ya..sambil jalan lah gitu..”
P : “Nah, kalau di ICU kan itu kebanyakan total care, nah gimana itu Mbak??
Se-shift (satu shift) 3-4 ya?? Nah, itu beban kerjanya gimana, ketinggian gak kira
– kira??”
R2 : “Ya selama ini enjoy – enjoy aja..udah mandiri lah..udah jalan sendiri –
sendiri..hehehehe..”
R3 : “Ya sama memandirikan..ya kita motivasi aja..ya kalau sambil nyuntik, apa
sambil control infuse kayak gitu kita liat pasien (kaji kemungkinan terkena
dekubitus)..jadi gak khusus gitu..”

16
R1 : “Kalau kita terlalu manut protap juga kadang itu malah..kadang keganggu
untuk aturan..”
R2 : “Tapi kalau setiap ada kasus (dekubitus) pasti dimasukkan (input data ke
komputer), itu kan tetep memasukkan..itu ka nada gak gitu (kasus
dekubitus)..akhir shift itu mesti ngisi indikator mutu..”

6. Upaya – upaya apa saja yang telah Anda lakukan untuk mencegah terjadinya luka

dekubitus pada pasien yang Anda rawat?

(sudah terjawab pada pertanyaan sebelumnya, sehingga tidak ditanyakan kembali)

7. Apakah Anda melakukan hal – hal berikut sebagai upaya pencegahan luka

dekubitus di tempat Anda bekerja?

a. Melakukan pengkajian resiko pada pasien tirah baring yang dirawat inap? Jika

ya, dengan instrumen apa Anda melakukan pengkajian? Jika tidak, mengapa?

(sudah terjawab pada pertanyaan sebelumnya, sehingga tidak ditanyakan

kembali)

b. Melakukan identifikasi kelompok resiko tinggi terhadap kejadian luka

dekubitus? jika ya, pada kelompok pasien seperti apa Anda mengidentifikasi

resiko tinggi untuk terjadi decubitus?

R2 : “Dengan trauma lumbal..”

R1 : “Dan bed rest juga…”

P : “Terus kalau kayak pasien yang gemuk banget, overweight..apalagi total


care di ICU itu kan dengan 3 perawat /shift itu agak kesulitan gak?”

17
R2 : “Ya mungkin apa itu..kalau pas mirang miring itu harus dengan bantuan
temen..tapi kalau pasiennya gak gemuk – gemuk banget sih insyalloh masih
bisa..soalnya di ICU itu ka nada 4 bed, tapi semuanya Alhamdulillah suudah
ada kasur dekubitusnya..jadi tinggal kalau misalnya ada pasien baru itu
resiko untuk dekubitus atau gak..kalau misalnya gak (beresiko) ya gak usah
dipasang..kalau misalnya beresiko ya kita pasang..”

c. Melakukan pengamatan intensif pada area kulit pasien tirah baring ? jika ya,

pada area mana saja Anda melakukan pengamatan? Jika tidak, mengapa?

R2 : “Gak..kalau di ICU gak terjadwal..pokonya sesuka hati


kita..hehehee..sesering mungkin..”

d. Melakukan pengaturan posisi pada pasien yang mengalami tirah baring

secara teratur? Jika ya, tiap berapa lama Anda melakukan pengaturan posisi

pasien? Jika tidak, mengapa?

(sudah terjawab pada pertanyaan sebelumnya, sehingga tidak ditanyakan

kembali)

e. Menyediakan peralatan khusus untuk mencegah luka dekubitus bagi pasien

beresiko? Jika ya, alat apa yang digunakan? Jika tidak, mengapa?

(sudah terjawab pada pertanyaan sebelumnya, sehingga tidak ditanyakan

kembali)

f. Memeriksa alas tempat tidur pasien yang dirawat inap secara intensif selama

shift? Bagaimana Anda mencegah agar pasien tidak merosot?

18
R1 : “Sembari melakukan kegiatan juga..eemm..”

R3 : “Ya itu pastinya pas kita verbed (ganti sprei)..atau ketika kita kesana
(pasien) ko kayaknya ga rapi gitu kan (sprei)..”

R2 : “Setiap pagi juga kan bersih – bersih..”

P : “Kalau disini verbed nya per berapa hari mbak?? Atau tergantung
bangsal??”

R3 : “2 hari sekali kalau di Al-Insan..”

R2 : “Tiap hari ya muter ke pasien merapikan sprei..gantinya liat kondisi


kotor gak nya juga (spreinya)..biasanya 2 hari sekali..tapi stik tiap hari
diganti..”

g. Melatih pasien inkontinensia dengan bladder training, mengganti perlak /

diaper pasien yang basah akibat urin / feces pasien atau memberikan lotion /

krim pelindung lainnya selama shift? Jika tidak, mengapa?

R2 : “Ya kalo inkontinensia kan pasang DC..kalau yang diare itu kan pakek
pampers..”

P : “Berarti sekalian meriksa pampers atau DC kalau misalnya ada bocor


gitu ya mbak??”

R1 : “Kalau itu malah sering kalau ngecek – ngecek itu..malah sering


sekalian ngelatih mobilisasinya..dimiringkan..kalau kita ganti pampers kan
miringkan juga..”

h. Memperhatikan status nutrisi pasien dengan tirah baring? Apa yang Anda

lakukan untuk meningkatkan status nutrisi pasien? Jika tidak, mengapa?

R3 : “Oohh..kalau itu, kalau misalkan ada pasien itu ya kita pesenkan lewat
komputer itu..tujuannya ke gizi, nanti tinggal kita merubah, kalau misalnya

19
ada perubahan diet ya kita rubah..terus nanti kalau habis makan itu kita
monitor, kita evaluasi makan minumnya..BAB..BAK kayak gitu..”

R1 : “Selain itu kan ahli gizinya muter ya..setiap pagi insyalloh muter..”

P : “Ada khusus dokter spesialis gizi klinis disini mbak??”

R3 : “Belum..S1 Gizi..”

i. Mengkaji luka dekubitus saat perawatan luka? Jika tidak, mengapa?

(sudah terjawab pada pertanyaan sebelumnya, sehingga tidak ditanyakan

kembali)

j. Mengkaji faktor yang menunda status penyembuhan seperti adanya

malignansi, diabetes, gagal jantung, gagal ginjal dan pneumonia? Jika tidak,

mengapa?

R1 : “Yang jelas gula ya..hmm..DM…albumin rendah, terus ya mungkin


pasien – pasien dengan dietnya itu gak..pemasukannya itu kurang gitu..”

R3 : ”Kalau pasien fraktur malah jarang (yang kena dekubitus) juga..”

R2 : “Biasanya kan malah cepet toh kalau mobilisasi..2 hari, 3 hari paling
udah mobilisasi dini..”

k. Mengevaluasi penyembuhan luka? Jika tidak, mengapa?

R3 : “Untuk perawatan luka mesti tetep ngevaluasi ya..pas perawatan luka


itu..perkembangannya diliat..”

R2 : “Kalau di ICU, kalau misalnya itu ada dekubitus dan itu memang
lebar..itu biasanya setiap hari (dievaluasi)..tapi kalau lukanya itu gak lebar,
itu setelah memandikan (dilakukan perawatan dan dievaluasi lukanya)..”

20
R2 : “Evaluasinya pas perawatan aja..kalau misalnya perawatannya pagi
sore ya nanti yang shift pagi dan sore sudah tau..”

R3 : “Biasanya dekubitus itu bawaan dari rumah, jadi kalau bed rest lama..”

R1 : “Ya tergantung lukanya, kalau lukanya parah banget ya mungkin sehari


2 kali, tapi kalau memang lukanya bagus ya paling sehari sekali..”

P : “Kalau kayak dekubitus gitu perawatannya pakai apa mbak kalau


disini?”

R2 : “Pakai NaCl..”

l. Tidak memakai perhiasan dan tidak memelihara kuku yang panjang saat

memberikan asuhan keperawatan pada pasien tirah baring? Jika ya, mengapa?

R2 : “Nih saya pake…hehehe..rata – rata pake..hehehehe…”

P : “Tapi kalau kuku ga panjang ya mbak ya??hehehe..”

R3 : “Gak,,insyalloh gak..hehehehhee..”

P : “Maaf ini mbak..ketika perawatan ke pasien itu dilepas atau tetep


dipakai??hehhe..”

R2, R3, R4 : “Tetep dipakek..hehhehehehehee…”

R3 : “Nanti malah lupa naroknya..kan pake sarung tangan..hehehee…”

R1 : “Mungkin karena sosialisasi PPI baru kemarin, jadi mungkin ya ada


(perubahan) nanti..hhehehee..”

R2 : “Belum terbiasa aja..hehehee..”

21
m. Memberikan edukasi pada klien maupun keluarganya tentang upaya – upaya

dalam mencegah luka dekubitus? Jika tidak, mengapa?

R2 : “Kebanyakan sih kooperatif (keluarga pasien saat diedukasi)..mereka


juga kan pengen sembuh..hehee..”

R1 : “Kecuali ada keluarganya yang jijikan..hehehe….”

P : “Kalau pasien VIP gimana itu mbak??”

R3 : “Kalau pasien yang kelas II dan III itu biasanya cepet


sembuh..koopeeratif..kalau pasien kelas I dan VIP itu malah
manja..hehehhee..jadi kan ambang nyerinya juga beda..hehe..ada
pengaruhnya memang ternyata..hhahahaa..”

P: “Selanjutnya, selama ini kendala apa saja yang biasa mbak dan mas temui
dalam upaya pencegahan dekubitus dia bangsal?”

R1 : “Kendala yang palling besar ya mungkin pasiennya sendiri ya..kalau


mungkin memang motivasi untuk sembuh gak ada..gak mau makan..terus
pokoknya mbuh lah..kayak gak semangat lagi..nah itu yang paling
susah..untuk masalahnya kejadiannya juga jarang..yang jelas ittu sih, dari
pasiennya sendiri..”

R3 : “Ya itu dari pasien dan keluarga..kadang kan ada yang disuruh mirang
miring kadang kan ada yang gak peduli..ya gitu sih..”

R2 : “Kayaknya gak ada..hehee..karena di ICU, untuk keluarga itu hampir


tidak pernah kita libatkan..ya jarang lah..”

P ; “Kalau dari sarananya gimana??”

R3 : “Ya itu, sarana kadang kita ndadak pinjam..hehehe..kalau ada kan


enak..hehehe..tapi ya kalau pinjem ya insyalloh ada..”

R1 : “Kecuali dengan adanya indikasi, kayak misalnya pasien ini bakal bed
rest lama, baru kita siapkan..”

22
P : “Harapan yang mungkin ingin disampaikan seperti apa mbak mas??”

R2 : “Harapannya tetep seperti ini aja..mudah – mudahan gak terjadi


dekubitus..(karena di ICU memang sarana, staff dsb tidak ada kendala
berarti)”

R3 : “Ya harapannya punya kasur anti dekubitus..jadi gak perlu pinjem


lagi..lotion sudah ada cuma belum jalan aja..”

R1 : “Mungkin protapnya perlu diperjelas gimananya..itu kan kita mengingat


kalau misalnya dadakan (pemeriksaan) kan kita bisa (menjelaskan)..kalau
ada hitam di atas putih kan enak..ini prosedurnya gimana ini..ini..ini..gitu
kan..gak ada protapnya kan gimana..”
R4 : “Untuk edukasi ke pasien mungkin bisa kasih leaflet lah,,tentang resiko
dekubitus. Kan bisa kasih keluarga pengertian…ini nanti ini..resikonya
seperti ini..dengan bed rest lama, kayaknya butuh leaflet..terus nanti
kerjasamanya (dengan keluarga) lebih enak..”

23
LAMPIRAN 3:

Hasil wawancara mendalam (indepth interview) dengan responden perawat pelaksana

di runang Al-A’raf / Al-Kautsar mengenai perilaku perawat dalam mencegah luka

dekubitus sebagai upaya penyelenggaraan patient safety di RS PKU Muhammadiyah

Bantul

Responden : Perawat A (perawat pelaksana ruang Al-A’raf / Al-Kautsar)

Tempat : Nurse station ruang Al-A’raf / Al-Kautsar RS PKU Bantul

Hari /Tanggal : Rabu, 25 April 2012

Waktu : Pukul 10.30 – 11.05 WIB

1. Bagaimana menurut Anda tentang upaya pencegahan luka dekubitus di RS

tempat Anda bekerja?

“Oh ya..ni kan ada bed khusus dekubitus toh..pakek itu..heehhee..kasur anti

dekubitus..berarti sudah ada upaya itu..sama mobilisasi juga..”

(responden tampak bingung dan kurang menguasai topik pembicaraan)

2. Apakah ada kebijakan dari RS yang mengatur tentang upaya pencegahan luka

dekubitus di tempat Anda bekerja? Jika tidak, bagaimana harapan Anda?

(Karu menyela) : “Tak ambilin aja ya Mas SAK nya nanti dibaca

sendiri..hehehee..ohh, itu mas M nya (menyebutkan salah satu nama perawat

yang mengetahui tentang dokumen seperti SOP, SAK, dan sebagainya)..ada

24
ga Mas??”

Mas M : “Ga ada kayaknya…” (menjawab dari jauh)

Peneliti : “Berarti sudah ada kebijakan juga ya Mas terkait upaya

pencegahan dekubitus?”

Responden : “Wah itu mas M lagi yang ngurus..hehee….” (responden tampak

bingung dan kurang menguasai topik diskusi)

3. Bagaimana dukungan pimpinan Anda terhadap upaya pencegahan luka

dekubitus di tempat Anda bekerja?

Responden : “Kalau pas rapat itu,..kalau pas ada kasus..pokoknya

adalah..ada motivasi juga dari karu atau dari PP (perawat primer – red)”

Peneliti : “Rapatnya itu hanya pada saat ada pasien yang beresiko atau rapat

rutin begitu??”

(karu menyela) : “Nek itu kan sudah masuk inndikator mutu, nek sudah lama

(bekerja) innsyalloh sudah paham nggih..biasanya kalau pertama kali (masuk

bekerja) itu diorientasikan..kalau mau masuk itu toh, ini masuk indikator

mutu..”

(Responden tampak bingung dan bertanya kepada kepala ruang)

4. Bagaimana menurut Anda dengan sarana / prasarana RS terkait upaya

pencegahan luka dekubitus di tempat Anda bekerja?

“Ya itu, kasur dekubitusnya..ya cukup lah..”

25
5. Apakah Anda mempunyai waktu yang cukup dalam upaya pencegahan luka

dekubitus pada pasien yang beresiko? Jika tidak, bagaimana harapan Anda?

“Ya ga (menyita waktu),..itu kan sudah apa..sudah tugas kita untuk

merawat..itu kan sudah terjadwal dalam rencana keperawatan..”

6. Upaya – upaya apa saja yang telah Anda lakukan untuk mencegah terjadinya

luka dekubitus pada pasien yang Anda rawat?

Responden : “Ya, saya ikut edukasi juga (kepada keluarga)..”

Peneliti : “Edukasinya pada saat pasien masuk atau saat berjalannya

perawatan?”

Responden : “Ya itu..pas masuk….” (tampak bingung dan kurang menguasai

jalannya wawancara)

7. Apakah Anda melakukan hal – hal berikut sebagai upaya pencegahan luka

dekubitus di tempat Anda bekerja?

a. Melakukan pengkajian resiko pada pasien tirah baring yang dirawat inap?

Jika ya, dengan instrumen apa Anda melakukan pengkajian? Jika tidak,

mengapa?

“Oh ya..pernah (saya memasukkan data kejadian dekubitus ke

komputer)..tapi jarang..”

26
b. Melakukan identifikasi kelompok resiko tinggi terhadap kejadian luka

dekubitus? jika ya, pada kelompok pasien seperti apa Anda

mengidentifikasi resiko tinggi untuk terjadi decubitus?

“Ya..biasanya lansia mungkin..sama yang biasanya bed rest..pasien DM

juga ada resiko terkena dekubitus..”

c. Melakukan pengamatan intensif pada area kulit pasien tirah baring ? jika

ya, pada area mana saja Anda melakukan pengamatan? Jika tidak,

mengapa?

Responden : “Punggung..terus..emm..” (tampak bingung)

Peneliti : “Area – area yang tertekan ya mungkin Mas??”

Responden : “Ya…”

(sempat terhenti karena ada keluarga pasien bertanya)

d. Melakukan pengaturan posisi pada pasien yang mengalami tirah baring

secara teratur? Jika ya, tiap berapa lama Anda melakukan pengaturan

posisi pasien? Jika tidak, mengapa?

“Biasanya ditambah bantal..” (responden tampak bingung dan seperti

kurang faham dengan arah pembicaraan)

27
e. Menyediakan peralatan khusus untuk mencegah luka dekubitus bagi

pasien beresiko? Jika ya, alat apa yang digunakan? Jika tidak, mengapa?

“Kan itu dari Karunya..(yang bertugas mengamprah barang yang

dibutuhkan kepada bagian pengadaan barang RS)”

f. Memeriksa alas tempat tidur pasien yang dirawat inap secara intensif

selama shift? Bagaimana Anda mencegah agar pasien tidak merosot?

Apanya???

Peneliti : “Meriksa linen misalnya.??”

Responden : “Ya..” (tampak bingung, kurang menguasai jalannya diskusi)

Peneliti : “Itu tiap berapa lama..??”

Responden : “2 – 3 hari (sekali mengganti linen)”

Peneliti : “Kalau meriksa intensifnya??”

Responden : sehari sekali..(menjawab seadanya)

g. Melatih pasien inkontinensia dengan bladder training, mengganti perlak /

diaper pasien yang basah akibat urin / feces pasien atau

memberikan lotion / krim pelindung lainnya selama shift? Jika tidak,

mengapa?

Responden : “Apa ya…” (tampak bingung)

28
Peneliti : “Misalnya dengan memasang pampers begitu??”

Responden : “Ya…” (tampak bingung dan sangat keliatan gugup)

h. Memperhatikan status nutrisi pasien dengan tirah baring? Apa yang Anda

lakukan untuk meningkatkan status nutrisi pasien? Jika tidak, mengapa?

Itu kan sudah ada koordinasi dengan gizi..

Peneliti : “Kalau disini untuk pasien beresiko dekubitus begitu lebih

diprioritaskan kandungan nutrisinya seperti apa??”

Responden : “Maksudnya…??” (tampak bingung)

Peneliti : “Misalnya diet TKTP atau seperti apa??”

Responden : “Ya TKTP……” (menjawab seadanya dan tampak kurang

menguasai topik pembicaraan)

i. Mengkaji luka dekubitus saat perawatan luka? Jika tidak, mengapa?

“Ya, misalnya ada riwayat DM...” (tampak bingung dan kurang

menguasai topik diskusi)

j. Mengkaji faktor yang menunda status penyembuhan seperti adanya

malignansi, diabetes, gagal jantung, gagal ginjal dan pneumonia? Jika

tidak, mengapa?

Responden : “Punya DM..”

Peneliti : “Terus selain itu??”

Responden : “Itu aja…” (pasien tampak berpikir dan bingung)

29
Peneliti : “Kalau kayak penyakit kardiovas (jantung) atau mungkin

fracture lumbal yang harus bed rest ya Mas??”

Responden : “Ya..masuk..” (tampak bingung dan menjawab seadanya)

k. Mengevaluasi penyembuhan luka? Jika tidak, mengapa?

(responden tampak kebingungan dan gugup, tampak berusaha berpikir

mencari jawaban)

Responden : “Evaluasi..???” (responden balik bertanya tampak

kebingungan)

Peneliti : “Evaluasi penyembuhan luka mas seperti apa??..kalau disini

perawatan luka setiap berapa hari sekali??”

Responden : “Setiap hari…” (menjawab seadanya dan masih tampak

bingung)

l. Tidak memakai perhiasan dan tidak memelihara kuku yang panjang saat

memberikan asuhan keperawatan pada pasien tirah baring? Jika ya,

mengapa?

(saat peneliti melakukan wawancara, responden tampak menggunakan

cincin)

Peneliti : “Maaf sebelumnya ini mas, mas sudah berkeluarga?? Maaf

mas, atau mungkin cincin itu (yang dipakai responden) cincin nikah??

Hehe..soalnya kemarin pas FGD itu ada yang berat (merasa keberatan)

30
melepas cincin karena itu cincin mahar begitu..hehemas begitu juga??”

Responden : “Kan pakek sarung tangan juga…” (tampak malu)

m. Memberikan edukasi pada klien maupun keluarganya tentang upaya –

upaya dalam mencegah luka dekubitus? Jika tidak, mengapa?

Responden balik bertanya : “Edukasi untuk….???” (tampak bingung)

Peneliti : “Edukasi keluarga untuk pencegahan dekub nya

(dekubitus)..apa yang mas biasa kasih edukasi ke keluarga pasien??”

Responden : “Dianjurkan untuk mika – miki (miring kanan – miring kiri)

…”

31
LAMPIRAN 4:

Hasil wawancara mendalam (indepth interview) dengan responden kepala ruang

Al.A’raf / Al.Kautsar mengenai perilaku perawat dalam mencegah luka dekubitus

sebagai upaya penyelenggaraan patient safety di RS PKU Muhammadiyah Bantul

Responden : Karu Al-A’raf / Al-Kautsar

Tempat : Nurse station ruang Al-A’raf / Al-Kautsar RS PKU Bantul

Hari /Tanggal : Senin, 23 April 2012

Waktu : Pukul 13.40 – 15.10 WIB

1. Bagaimana menurut Anda tentang upaya pencegahan luka dekubitus di RS /

bangsal tempat Anda bekerja?

“Kalau sebenarnya upayanya sendiri sudah ada nggih, kayak pengadaan


kasur..kalau pengadaan itu juga sebenarnya tergantung dari kepala ruangnya
masing – masing ya..

“Kita tinggal minta permintaan nggih, sedangkan kalau permintaan itu


mungkin kita juga harus paham ya kita rumah sakit pure murni swasta, apa –
apa harus kita mengadakan sendiri”

“Jadi nek saya sekiranya kita butuh sesuatu alat itu paling ndak ditunjang
dengan data yang ada..ketika kita minta sesuatu memang urgent ya, memang
kita membutuhkan itu”

“Umpamannya untuk dekubitus sendiri mungkin sebenarnya kalau kita bisa


mobilisasi pasien itu secara rutin mungkin kita akan tau sedini mungkin ya
apabila ada tanda – tanda akan terjadi dekub itu..cuman kan yang namanya
pasien itu lain – lain, kadang kan ada yang mau dimobilisasi juga setiap hari,
kadang juga tidak..”

32
“Ketika nanti kita sudah ada datanya, karena nanti dekub itu kan nanti masuk
dalam itu kan..indikator mutu RS kan..ketika RS itu indikator mutunya jelek,
ketika itu banyak terjadi dekubitus itu kan bukan bangsal tok yang akan kena
tegur, tetapi RS secara keseluruhan juga akan kena tegur. Jadi, jika kita bisa
mengajukan argument itu, insyalloh kasur dekubitus juga akan kita
dapatkan..”

“Cuma kalau memang kita mintanya itu sesuai paling gak perbandingannya
itu segini..segini..segini..banding segini itu mungkin dari RS juga mungkin
masih kesulitan ya karena kita juga ada pengadaan barang – barang lain
yang mungkin juga lebih urgent dari kasur dekubitus, kayak kita kelas III
dengan 22 bed, memang kita pakeknya (kasur anti dekubitus) satu..di VIP kita
juga cuman punya 1, mungkin bedah kemarin belum punya ya dari awal,
orang beliaunya suka pinjem ke kita atau ke Al.Insan..”

“Kalau ke Al.Insan malah sudah punya aku juga malah belum tau di bawah
itu (Al.Insan) punya kasur atau gak saya juga kurang paham..nek saya,
tinggal cara meminta kita, cara nyampaikan argument kita ke pengadaan
nggeh..istilahnya minimal lah, paling tidak ada..jadi ketika terjadi sesuatu itu
kita juga..oohh..kita juga sudah difasilitasi..seperti itu..”

“Ya cuman kalau sudah punya itu jangan terus tidak digunakan, karena sok
kadang kita sudah tau pasien itu beresiko, apalagi datang sudah ada
kemerahan seperti itu, ya sudah..tapi kita tidak mau menggunakan kasur
dekub nya..nah itu..yang jadi salah kan nanti disitu..kita sudah tau ada
fasilitasnya tidak kita gunakan..”

“Nah itu..cara kita ngomong ajalah ke pengadaan..sama istilahnya kalau


memang belum punya, istilahnya kita masih dalam satu RS itu kan gak perlu
ini punyaku, punyamu…tinggal istilahnya komunikasi kita lah antar
bangsal..gimana enaknya..tinggal lobinya aja.”

”Dan kita juga kayak misalnya ada pasien dari UGD gitu, terus ngebel, ini
ada pasien dengan fraktur trochanter mau masuk itu kita siapin aja kasur
dekubitus sudah ada disitu, karena kalau dia sudah tidur di kasur itu gak
mungkin mau kita mika – miki (miring kanan – miring kiri) itu sulit sekali,
gak bisa..makanya kalau ada pasien masuk ddari UGD kan kita perlu tanya
detailnya itu agar kita bisa menyiapkan..lain kalau dari ICU, kayaknya semua
sudah pakek kasur dekubitus semua..kalau bangsal kan gak bisa kan seperti
itu..”

33
2. Apakah ada kebijakan dari RS yang mengatur tentang upaya pencegahan luka

dekubitus di tempat Anda bekerja? Jika tidak, bagaimana harapan Anda?

“Itu kan sebenarnya di indikator mutu itu ada pelaporannya ya tiap bulan..”

“Dan apabila prosentase (kejadian dekubitus) yang terjadi di suatu bangsal


itu besar, pasti kita akan dapat teguran dari keperawatan, dari kepala bidang
keperawatan sendiri biasanya istilahnya sudah telpon..kadang begini, kita
kadang sok keliru memasukkan, kayak pasien dengan resiko jatuh dengan
pasien jatuh. Itu kan atas bawah tulisannya, kadang yang resiko jatuh itu
dimasukkan ke jatuh..terus dari kepala bidang keperawatan telpon, tempatmu
ada yang jatuh po mbak??..gitu juga dengan dekubitus juga seperti itu..”

Peneliti : “Berarti kebijakannya seperti dalam sistem pelaporan tadi ya


Bu..kalau seperti SOP atau Protap khusus begitu Bu??“

Responden : “Itu terus terang ya mas ya..mungkin nek masalah koyo SOP,
aku mungkin kalau kayak kepala ruang – kepala ruang yang sudah lama
mungkin paham bener tentang SOP nya ya, tentang Protapnya, terus terang
nek saya itu baru mempelajari satu – persatu..jadi aku kalau selo itu baru
buka – buka..opo toh IK ne (Instruksi Kerja nya)..ngeten..soalnya yang
biasanya yang kerja yang paling paham itu malah dari document control
nya..DC nya kan pak M (inisial nama)..”

Peneliti : “Berdasarkan hasil FGD kemarin dengan karu – Karu, katanya


saat memasukkan data kejadian dekubitusnya online itu Bu??”

Responden : “Heemm..pake indikator mutu langsung di kommputer..jadi


setiap shift kalau ada kasus memasukin (datanya ke komputer), mm..nanti kan
ada skor Bradennya, terus nanti pasien yang masuk yang ada (dekubitusnya)
itu ada berapa, terus nanti kejadian dekubitusnya ada berapa,,itu ada semua
itu..”

Peneliti : “Ohh..nanti bisa saya lihat ya Bu ya??”

Responden : “Ohh..monggoo..heeh.ada kok online-nya..”

34
3. Bagaimana dukungan pimpinan Anda terhadap upaya pencegahan luka

dekubitus di tempat Anda bekerja? Misalnya untuk pengadaan barang,

kemarin saat FGD di Al.Insan itu sudah hampir 3 tahun mengajukan

pengadaan kasur anti dekubitus, tapi belum turun juga sampai sekarang…

bagaimana menurut Ibu?

“Gini mas, sebenarnya untuk yang begitu kita harus bisa memahami satu
sama lain ya..yang namanya saya perawat, tugas saya merawat..dokter
taunya mendiagnosa kan..demikian juga dengan pengadaan, dia taunya
mengadakan barang dan menghitung..istilahnya kalau aku beli ini itu
keuangan RS cukup atau tidak. Tapi untuk urgensi dan tidaknya, itu kan
pengadaan tidak akan tahu kalau keperawatan (bidang keperawatan) tidak
ngomong kan..ketika kita minta barang A namanya ya..ketika kita tidak
ngomong ini tu urgent sekali loh mbak, karena dengan barang ini kita bisa
melakukan ini, nanti resikonya seperti ini, keuntungan yang kita dapat seperti
ini, pengadaan gak bakal tahu..kan seperti itu, jadi yo nek saya cepat atau
lambatnya suatu pengadaan barang ya atau istilahnya dari atasan, dari RS
itu bagaimana dukungannya untuk hal seperti ini itu nek saya relatif,
tergantung kita lihat dari segi apanya..”

“Kecuali kalau kita sudah berusaha menjelaskan, kita memang perlu barang
ini, karena barang ini akan mendukung kinerja kita di bidang ini, keuntungan
yang akan diberikan dengan adanya barang ini untuk RS itu ini..ini..ini..kita
bisa menjelaskan ke pengadaan ya ketika pengadaan belum bisa memberikan
yang kita minta, kan kita bisa nanya mas, penyebabnya apa..apa
penyebabnya karena barangnya (harganya) terlalu mahal, karena yang pinter
itung – itungan kan bukan perawat, perawat kan gak bisa ngitung kalau kita
beli kasur dekubitus itu untungnya berapa, perawat juga gak dong
(paham)..istilahnya cost penyewaannya sehari berapa itu yang ngitung kan
dari keuangan, nanti kan istilahnya kita duduk bareng kan, ketika kita sudah
urgent sekali dibutuhkan, kita duduk bareng sama mereka, kita ngomong,
istilahnya kalau memang keberatannya di biaya nanti ya dari perawat juga
bisa membuka matanya bahwa ohh aku minta yang seperti ini dengan BOR
ku, jumlah pasienku seperti ini, dengan pendapatan bangsal seperti ini itu
bisa nutup gak toh..nah seperti itu lohh..nanti kira – kira alat itu tu bisa

35
dipakek itu tu dalam per bulannya bisa dipake sampek berapa kali toh..dalam
berapa tahun sih uang yang dikeluarkan itu bisa kembali dengan
penyewaan..nah, itu kan kita harus sama – sama membuka diri semua kan..”

4. Kebijakan apa saja yang pernah Anda lakukan untuk mendukung staff Anda

dalam upaya pencegahan luka dekubitus di bangsal – bangsal rawat inap?

“Sebenernya kalau untuk masalah patient safety ya ini..?? itu sebenernya


program itu kan sudah ada ya..”

“Dengan adanya indikator mutu di RS itu merupakan cover bahwa kita


dalam bekerja itu ada sesuatu yang harus kita perhatikan selain dari merawat
pasien..ohh..jangan sampai lah pasien kita jatuh, jangan sampai lah pasien
kita kena plebhitis, jangan sampek lah pasien kita kena dekubitus..itu
sebenernya sudah ada range nya..”

“Sering juga pasien stroke, kadang mereka sulit sekali untuk


mobilisasinya..kita sering kadang konfirmasi ke dokternya juga. Dok, kalau
ini sudah kita coba untuk mobilisasi, sudah kita coba untuk motivasi mirang –
miring, cuma pasiennya itu susah sekali, kita rujuk aja ke fisioterapi aja
gimana..ADL nya..gak usah sampai latihan yang macem – macem lah,cuma
ADL nya aj lah..sampek dia bisa duduk, bisa jalan..karena kita juga punya
fisio..”

“Ketika mobilisasi (melatih pasien untuk mobilisasi) itu dilakukan oleh


seorang perawat, RS tidak dapat fee apa – apa itu, hehehe..tapi kalau
dilakukan oleh fisio, latihan ADL itu udah dapet fee itu RS..kalau pake
fisioterapi kan mungkin waktunya pure ya fisioterapi memang murni untuk
melatih pasien ya..”

“Lain dengan perawat, kalau perawat mungkin karena pekerjaannya juga


banyak yang lain, jadi kita mungkin nggeh Bu ngeten miring, mengkih nganu
nggeh pak, nek kaleh dimirang miringke meleh nggih..kan jadi istilahnya
kann pasien jadi nganu..kok lain kalau fisio yang ngelatih..kok rutin, besok
lagi latihan..dan selama ini banyak kok dokter yang istilahnya merespon..oh
ya udah kalau memang dia (pasien) belum mau mobilisasi itu boleh kok sama
fisioterapi..seperti itu..”

“Terus terang, kalau untuk pasien yang takut mobilisasi bener memang akan
ketakutan..tapi kalau untuk pasien – pasien stroke mesti kalau sudah
mobilisasi, biasanya dokter syaraf tetep ke fisioterapi..jadi kalau pasien

36
stroke memang kita untuk mobilisasi pertama untuk mirang – miring biasa
ajalah istilahnya gak sampai yang latihan yang istilahnya..hmm..nanti kan
dari fisioterapi..”

“Kalau aku, kebijaksanaan khusus, wong itu udah ada kebijaksanaan dari RS
kok..jadi ya gak perlu istilahnya kita harus seperti ini..”

“Staff saya juga sudah pinter – pinter semua..hehehehe..semua yang disini


(staff) sudah pinter – pinter semua, sudah tahu..saya kan mengenal mereka
ya, saya mengenal PP – PP (perawat primer) saya ya..jangankan Cuma
urusan kayak gitu, urusan yang lain aja bahasanya
tetetetettteetett….hehehehe..kalau sampek ketahuan pasiennya kena
dekubitus, pasti PA nya diseneni karo PP ne..hehehehe..”

“Intinya, nek kayak gitu itu sudah ada aturannya, kita tahu bakunya
insyalloh mereka juga sudah pada paham..”

Peneliti : “Terus terkait staff nya disini, PP nya ada berapa Bu??”

Responden : “PP 2, ko shift nya 4, masing – masing 2 tiap tim…PA nya mesti
tak itung, ra apal aku.hehe…(setelah dihitung)..emmm..9 mas..yang tim 1 ada
9 PA, yang tim 2 itu formasinya sekarang ada 12, tapi yang 2 baru cuti
melahirkan, yang 1 itu karena sekolah kan jumlah jam kerjanya dikurangi,
jadi intine sebenernya juga 9.. jadi total ada 28, termasuk yang 3 orang
tadi..”

Peneliti : “Terus masing – masing shift itu ada berapa Bu (jumlah


perawatnya)??”

Responden : “Masing – masing shift itu ada 3..kita kan punya pekarya 2,
pekaryanya jaganya pagi sama sore..”

Peneliti : “Kalau PP nya berarti pagi dan sore juga??”

Responden : “Gak..kalau PP nya kita utamakan pagi terus mas..kan kemarin


itu kita baginya itu pure murni bangsal nggih..kita kan punya kelas III itu 22
kamar, terus VIP nya kan kita punya 5 kamar..jadi ada 27 kamar..27 kaamr itu
kemarin itu untuk tim 1 itu mengampu kamar kelas III, itu 13 kamar..terus
yang tim 2 nya 14 kamar, sudah sama VIP ya..Cuma waktu bulan Januari kita
kan tukeran tim PP nya, jadi yang di VIP terus biar gak bosen gitu..ndelalah
yang megang VIP merasa kerepotan yang kemarin megang kelas III yang 13
kamar itu..ketika disuruh megang kelas VIP, ndelalah banyak pasien yang

37
complain begitu..ada pasien yang belum dimandikan, dsb..karena memang
background nya lain Mas, dulu kan yang masuk VIP ini kan memang
istilahnya perawat – perawat yang memang sudah modelnya kan untuk ADL
pasien kan kita harus melakukan sendiri..saya kan dulu PP nya yang di
Al.Kautsar..jadi saya dulu sampek membuang urine pun itu harus perawat.”
“Tidak boleh keluarga..karena saru kalau di VIP itu, saya bilang begitu..dan
untuk memandikan itu tidak boleh pasien ngebel untuk dimandikan, ketika
jatah memandikan, kita harus muter nanya ke pasien siapa yang mau
dimandikan..karena saya pengen yang di VIP itu mendapatkan sesuatu yang
dia harapkan..”

Peneliti : “Berarti gak ada masalah ya Bu ya dengan beban kerja perawat ya


Bu ya???”

Responden : “Umpamanya kayak beban kerja itu kan orang itu lain nggih
mas, nek saya ndelalah di kelas III itu full terus ya..pasiennya juga kompleks
sekali, apalagi kita ngurusin Jamkesmas, Jamsostek, Jamkesda, gimana kita
ngomong harus super hati – hati ke keluarga pasien, karena nanti kalau tidak
mereka akan merasa gimana gitu..”

“Sebenernya kita sudah berusaha hati – hati sekali tapi mereka masih
sensitif, sampai kita itu sampai tidak pernah bilang JAM, tapi kita bilangnya
merah..kalau di depan pasien, pasiennya merah ya..kayak gitu..karena kita
memang tidak mau menyinggung mereka..”

“Terus urusan relasi biasanya menyita perawat, itu susahnya karena belum
ada job desc nya sendiri – sendiri..jadi kayak gini..”

“Umpamanya kayak pasien Jamsostek, harusnya formulir itu yang ngisi


dokter ya, nah itu masih harus perawat yang mengisi..karena dokternya tidak
mau mengisi,.”

“Nah, nanti kalau tidak disetujui sama Jamsosteknya, yang dikejar itu
perawatnya..padahal perawat hanya menulis yang ada di anamnesa dokter,
anamnesa nya apa, ya kita tulis disitu..intinya kan kita hanya menolong,
membantu karena mereka tidak sempat nulis maka kita membantu, tapi bukan
kita itu pembantu..”

“Jadi repotnya, kalau ditanya beban kerja itu..kalau beban kerja perawat itu
sudah sesuai dengan job desc nya, itu insyalloh sebenarnya tidak akan ada
beban kerja yang berlebihan…”

“Karena standarnya 1 : 1 itu sudah ada..dan kita dengan 28 pasien itu sudah

38
bisa kita terapkan seperti itu..cuma karena job kita itu belum bisa dipilah –
pilah seperti itu, jadi perawat itu masih repot ngurusi urusan lainnya..itulah
kasiannya perawat itu..kerjaannya banyak, kipas angin kotor aja perawat
yang ngurusin..”

“Aku kepengennya itu ya sudahlah, kita fokus apa pekerjaannya, nanti kalau
kita sudah bisa fokus ke pekerjaannya Insyalloh..karena memang sebenarnya
pekerjaan kita memang itu, merawat pasien…banyak pekerjaan yang lain –
lain yang sudah nunggu lah, itulah…kayak laborat gitu, kalau bukan jam
sampling, mereka juga gak mau muter...dia cuma mau muter kalau jam
sampling..umpammanya kita butuh AGD, AGD itu apa bisa nunggu sampek
jam sampling..sela’ mati pasien itu..harusnya perawat juga yang ngambil
AGD..”

5. Bagaimana menurut Anda dengan sarana / prasarana RS terkait upaya

pencegahan luka dekubitus di tempat Anda bekerja? Bagaimana harapan

Anda?

“Kalau untuk kasur dekubitus karena memang perbandingannya belum sesuai


ya..”

“Mungkin kan kayak gitu ka nada standarnya ya, kalau kita punya pasien
segini itu standarnya kita harus punya kasur dekubitus berapa, jadi
sebenarnya kalau disini ka nada 2 kasur (anti dekubitus), satu untuk VIP, satu
untuk kelas III, tapi pasien geriatri juga banyak..jadi, kita kan modelnya
fasilitasnya terbatas, ya kita pakek untuk yang benar – benar urgent dan
membutuhkan”.

“Padahal, sebenarnya namanya pencegahan itu tidak harus kita lihat yang
urgent tapi yang istilahnya sudah kayaknya kita lihat memang ada resiko
untuk dekubitus itu ya harus kita pakekan (pakaikan)..seperti itu..gak terus
dia sudah ada kemerahan, baru kita pakaikan kan gak..tapi karena
barangnya juga sedikit ya gitu..tapi insyalloh lama – lama nanti umpamanya
punya (keuangan RS mencukupi), bisa kayak (seperti) ICU pula, paling gak
satu – satu..semua punya..sudah terpasang semua..jadi nanti kalau mau
dipakek tinggal kita tancepkan, kalau tidak dipakek kan bisa kayak perlak itu
kan..”

39
Peneliti : “Kalau kayak baby oil kayak mana Bu?”

Responden : “Kalau untuk baby oil, kalau disini gini eee..biasanya kalau kita
sudah ada luka dekubitusnya kan kita malah kalau perawatannya itu kayak
medikasi luka, pakek NaCl biasa itu..kalau baby oil belum ada mas..”

6. Menurut Anda, apakah staff Anda mempunyai waktu yang cukup dalam upaya

pencegahan luka dekubitus pada pasien yang beresiko? Jika tidak, mengapa?

“Biasanya kan kalau seperti itu kan sudah masuk ke tindakan ya..PA aja ada
itu latihan mobilisasi itu..harusnya juga dari PP nya juga kalau sudah ada
kerusakan mobilitas fisik atau kalau dia (PP) menemukan diagnosa
intoleransi aktivitas itu kan harusnya untuk mobilisasi sudah mulai
beraktifitas kalau sama dokternya sudah bisa latihan mobilisasi. Kan
harusnya seorang PP sudah memulai planning nya kan..atau ketika belum
boleh beraktifitas, mungkin kita pasang dulu kasur dekubitusnya dulu..karena
memang pasien haruus bed rest total ya misalnya,..gak boleh kita mika – miki
kan ya..kalau sudah boleh mobilisasi secara bertahap pun, seorang PP harus
sudaah memplanning kan itu ya..”

“Kalau sudah diplanningkan, saya mikirnya sudah tidak sambil lalu ya Mas
ya..namanya sudah direncanakan..”

“Jadi kalau dari RS itu pengennya itu bukan jadi overload beban kerja
perawat, RS mulai sekarang harus bisa merencanakan itu, job desc nya apa
toh perawat itu..”

“Ketika nanti sudah jelas job desc nya, maka overload itu tidak akan
terjadi..”

“Umpama, minta tanda tangan persetujuan operasi..itu kan seharusnya


dokter itu datang, menjelaskan ke keluarga pasien, ini nanti njenengan mau
dioperasi, yang mau diambil ininya, nanti istilahnya kira – kira perawatan
disini itu sampek berapa hari, terus nanti setelah ini resikonya ini bisa
terulang lagi atau tidak kasusnya..itu kan harusnya dijelaskan sebelum
operasi itu dilakukan, tapi kadang banyak dokter yang tidak mau
menyampaikan yang seperti itu. Dokter cuma ngomong ini harus dioperasi,
kalau gak mau ya sudah tinggal pergi. Belum persetujuan operasinya belum,
nanti kalau setuju direncanakan ya, jam 8 malem suruh puasa mulai
sekarang,.””

40
“Kalau sudah begitu perawat toh yang kerepotan. Menjelaskan satu –
persatu, padahal itu bukan pekerjaan perawat. Menjelaskan itu perlu waktu
banyak loh mas..hanya untuk tanda tangan persetujuan operasi.”

“Padahal kalau dokter yang melakukan ini, perawat bisa melakukan


pekerjaan yang lainnya (yang sesuai dengan job desc seharusnya sebagai
seorang perawat).”

“Jadi sebenarnya istilah overload itu tidak akan terjadi kalau semua sudah
berada pada tanggungjawabnya sendiri – sendiri. Wong tugas perawat itu
sudah didesain sedemikian rupa kok dengan istilahnya 1 : 1 itu sudah bagus.”

“Karena itu loh, bukan gaweanne, kon gawene..(bukan pekerjaannya tapi


diperintahkan untuk mengerjakan).”

7. Apakah Anda melakukan evaluasi terhadap kebijakan terkait pencegahan luka

dekubitus di bangsal yang Anda pimpin? Evaluasi apa saja yang Anda

lakukan? Bagaimana hasilnya?

“Nek kayak evaluasinya gini, kita kan punya istilahnya satu wadah ya kayak
umpamanya meeting morning. Atau pas rapat bulanan, itu kan hanya sebulan
sekali ya..”

Peneliti : Meeting morning setiap hari Bu?”

Responden : “Meeting morning sebenernya setiap hari harus dilakukan mas,


tiap pagi itu harus kita lakukan meeting morning, baik itu ada himbauan atau
tidak kan intinya dari meeting morning itu”

“Selain untuk memberitahukan sesuatu hal yang baru ya ke temen – temen


semua, juga istilahnya untuk menyemangati mereka dalam bekerja nggih biar
tetap semangat selalu seperti itu,.sebenarnya banyak yang bisa kita
komunikasikan disitu, di meeting morningnya..”

“Biasanya utnuk kerusakan alat atau apapun kita komunikasikan di meeting


morning nggih..ASKEP itu juga kan bisa kita sampaikan juga istilahnya
seandainya kok ternyata kemarin di tempat kita ada dekubitus ya seperti
itu..kan istilahnya bisa kita pada saat meeting morning bisa kita bicarakan
lagi ke beliau – beliaunya nggih..supaya untuk ke depannya mungkin lebih

41
berhati – hati lagi, lebih teliti lagi, lebih cermat lagi nggih…insyalloh nek
saya seperti itu...”

“Gak ada yang namanya orang itu sempurna ndak pernah salah sekalipun
dalam bekerja itu pun juga ndak ada..nek saya kalau mau mengingatkan
mereka dari awal sudah saya awalin seperti itu, saya bilang bahwa bukan
berarti saya marah sama njenengan, saya bilang seperti ini bukan berarti
njenengan itu punya kekeliruan yang fatal itu ndak..setiap orang itu kalau
mau baik biasanya ada kelirunya dulu, biasanya lebih mengena, biasanya
kalau orang gak pernah keliru itu nanti akan sombong. Karena nanti dia akan
merasa wah dari dulu aku benar terus yang seperti itu”.

“Kemarin juga ada masukan, pemimpin itu ndak adalah yang namanya ndak
dibenci sama anak buahnya, cuma saya bilang gini, saya tidak mau menjadi
pemimpin yang seperti itu..hehehe..seandainya jadi pemimpin itu harus
dibenci sama anak buahnya, mending saya gak mau jadi pemimpin..karena
orang hidup dibenci orang lain itu ndak enak ya..”

“Makanya kalau ada sesuatu hal itu saya penngennya duduk bareng, kita
bicarakan..jadwal tidak sesuai dengan keinginan mereka ayo duduk bareng –
bareng kita bicarakan..apa yang njengan inginkan, nanti saya juga akan
mengasih tahu alasan saya kenapa saya melakukan seperti ini. Ketika nanti
istilahnya sudah tahu, semuanya keinginan saya keinginnan dia kan insyalloh
ada jalan keluarnya ya..”

“Dan saya selalu bilang yang namanya adil itu bukan berarti saya harus
menuruti kemauan njenengan semua, saya harus tahu alasannya dan siapa
dulu yang harus saya prioritaskan..terus saya juga selalu bilang ke teman –
teman semua, yang namanya keluarga, satu bangsal itu adalah satu keluarga
ya. Yang namanya keluarga itu harus siap berani berkorban untuk saudara
yang lainnya”.

“Karena, setiap kita menuntut keinginan kita itu pasti ada orang lain yang
mengorbankan diri untuk memenuhi keinginan kita…ya sama..jadi kita juga
harus mau mengorbankan diri untuk memenuhi keinginan mereka”.

“Salah itu hal yang lumrah, jangan dianggap salah itu sesuatu yang luar
biasa, tapi jangan terus beranggapan karena lumrah kita harus salah terus”.

“Saya kepengennya dengan bilang seperti itu, seseorang yang melakukan


kesalahan tidak akan merasa beban sekali, karena ketika ada anak buah saya
ada yang salah, dari tim A misalnya ada kesalahan seperti ini, aku yakin
secara moral, tanggungjawab yang akan merasa salah sekali bukan cuma

42
dia, PP nya juga akan merasa salah, karena dia (PP) berarti tidak bisa
mengcover anak buahnya, dan yang akan lebih merasa bersalah lagi saya
sebagai kepala ruang..saya akan merasa bersalah, jadi ketika anak buah saya
salah, saya marah sama mereka, itu sebenarnya saya itu marah sama diri
saya sendiri..hehee..kenapa saya tidak bisa seperti itu..(memimpin dengan
baik)”.

“ Jadi , kalau saat meeting morning, kalau ada masalah itu saya bicarakan
seenak mungkin lah, senyantai mungkin..”

“Kalau kita punya sampai punya pasien dekub (dekubitus) ya itu memang
sangat memalukan, sesuatau yang memalukan..bagaimana tidak memalukan
kita sudah punya indikator mutu, sudah punya bla..blaa…blaanya kalau
masuk dengan ini kita harus seperti ini, seperti ini…”

“Tapi yang namanya orang itu kan sok kadang juga ada kurang teliti
ya..apalagi kalau kita satu shift itu 3 orang untuk misalnya merawat 16
pasien, apabila full ya berarti 3 orang itu harus memeriksa dengan seksama
lebih kurang 5 pasien ya..”

“Kalau meriksa pasien dengan kondisi tenang gak masalah ya mas, tapi
kalau ada yang pengawasan itu mungkin akan istilahnya tidak bisa dilakukan
ya..”

“Jadi misalnya gini, kalau perawat itu kan kerjanya shift ya, kita semua satu
tim, tidak ada yang namanya itu salahnya yang shift pagi..itu salahnya yang
shift siang,…itu salahnya yang shift malam..tidak. ketika shift pagi itu salah,
ketika shift pagi itu tidak bisa melihat ada..kok sudah ada tanda – tanda
dekub (dekubitus) kok tidak diperhatikan, tidak dilaporkan, itu bukan hanya
kesalahan yang pagi..kenapa yang sore kok juga tidak lihat..jaangan hanya
menyalahkan yang pagi, karena ketika sore itu dia bisa melihat kesalahan
akkan lebih bisa diperpendek lagi. Ketika yang sore tidak melihat, kenapa
yang malem juga tidak melihat lagi. Ketika malem bisa melihat, berarti itu
walaupun panjang ya sore sama malam, tapi paling tidak bisa di cut sampek
ke malam”

“Nah, modelnya seperti itu karena kita ini adalah tim”.

8. Apakah Anda pernah melakukan supervisi terkait upaya pencegahan luka

dekubitus yang dilakukan staff Anda / perawat pelaksana? Jika ya, kapan saja

43
dilakukan? Bagaimana hasilnya? Bagaimana tindak lanjut Anda terhadap hasil

yang diperoleh?

“Saya mencoba kalau saat operan itu saya ikut, walaupun saya bukan
termasuk dalam tim..saya biasanya ikut operan apalagi kalau saya juga
melihat tim nya juga misalnya kok kalau pagi cuma PP dan pojokan (PA) 2 ya
saya ikut ndengerin operannya”

“Dan kalau pas ada planning – planning apa kalau pas selo, saya suka nanya
ke PP nya..piye, iki wes mau diikeke urung (baagaimana, pasien ini sudah
dilakukan tindakan belum)..terus ketika ada bel pun, walau istilahnya saya
tidak punya hak untuk jalan ke pasien yak arena saya bukan tim mereka tapi
saya akan berusaha wes saya kesana (menemui pasien)..”

“Kalau menurut MPKP, jadi kepala ruang itu sudah gak pusing lagi dengan
pasien..tapi aku perawat, dulu aku belajarnya bukan jadi manajer yang
istilahnya hanya memanage satu ruangan itu gak..”

“Kebahagiaan seorang perawat itu ketika aku di pasien, pasien tak (saya)
rawat, dia (pasien) puas, itu kebahagiaan yang aku dapet. Saya modelnya
orangnya seperti itu, jadi saya itu seneng kalau sampek pasien itu bisa
mengenal saya, bisa hapal nama saya, istilahnya dia bisa cerita selain
keluhan yang dia rasakan, dia percaya sama saya, itu yang merupakan suatu
nilai tersendiri buat saya. Saya bisa pulang dengan senyum kalau saya dapet
pasien kayak gitu..hehehe..”

“Jadi saya begitu, nek supervisi langsung harus itu. Nanti kita gak tau mas
(keadaan pasien)..terus nanti ilmuku ilang..aku kan juga pengen masang
infuse lagi, aku mbiyen sekolae ngono kuwi e..hehehhee..”

9. Apa saja kendala yang dihadapi dalam pencegahan luka dekubitus sebagai

salah satu bentuk upaya penyelenggaraan patient safety di RS tempat Anda

bekerja? Upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut?

“Satu (pertama), kadang keluarga pasien itu ada yang merasa lebih pinter
dari perawatnya..jadi ketika dia kita kasih tau, tidak ada respon sama sekali.
Kalau udah seperti itu memang kita agak kesulitan, kita minta bantuan dari

44
dokternya..dok, tolong kalau nanti visite, bilangin sama keluarganya (pasien),
boleh kok latihan mirang – miring itu..kadang kendalanya itu..”

“Terus kedua, mungkin karena pekerjaan kita istilahnya masih campur aduk
sama yang lainnya, kalau pas kondisi crowded, maksudnya kalau pas kondisi
pasien ndelalah ada yang jelek..”

“Planningnya banyak sekali karena kita kan juga belum semua pemeriksaan
kita bisa lakukan di RS sini ya..kalau kita endoscopy itu kan kita harus ke
Sardjito (RSUP Dr. Sardjito)..terus kalau ke sana itu ngenterke dari pagi
sampek siang, kalau yang jaga 3, 1 sudah nganter ke sana, berarti cuma 2 tok
ni yang jaga di bangsal, wes kalang kabut ni mas..nah, kalau seperti itu untuk
hal – hal seperti itu jadi terlupakan nggih (pencegahan dekubitusnya)..”

“Paling juga kalau bisa pas verbed (mengganti sprei) itu..kalau pagi ka nada
verbed toh, insyalloh bisa..tapi kan tetep harus mirang – miring kan, minimal
harus bisa itu kan..ya seperti itu kendalanya..”

“Terus selanjutnya, kalau untuk pemasanngan kasur dekubitus itu,kadang


informasinya dari depan (UGD) itu kadang tidak valid. Jadi, sudah sampek
bangsal, mas lha kok ngene, iki opo..(misal ada dekubitusnya)..lha baru
ngomong..kayak gitu..waduh,,sok kadang wah ngko diogrek – ogrek meneh..
(wah, nanti harus di bolak – balik lagi pasiennya berarti)..akhirnya nanti
kalau seperti itu kita tunggu post – op nya (post operasi)..jadi ya paling ya
seperti itu..”

Peneliti : “Terus kalau terkaait dengan yang satu berangkat terus yang lain
harus jaga bangsal tadi bagaimana upaya ibu selanjutnya??”

Responden : “Kalau misalnya ada pemeriksaan di luar gitu ya..kecuali untuk


kasus yang tidak bisa kita planning ya..karena kondisi gawat atau memang
istilahnya kondisinya stabil tapi karena disini tidak bisa dilakukan harus
dirujuk ke sana, itu kita tidak bisa..”

“Tapi kalau untuk tindakan – tindakan yang bisa kita planning kan, itu
misalnya kayak endoscopy ke Sardjito itu biasanya kita daftar dulu nggih,
kalau gitu kita akan bilang oh ya besok jam segini, biasanya disini ka nada
jadwal on call nggih, nanti kalau pas ndelalah kok ada yang harus berangkat
seharian itu, kalau misalnya pas hari Rabu itu kan biasanya ada rapat rutin
mingguan bisa dari pagi sampai siang nggih, itu nanti kita carikan on call –
an”.

“Tapi kalau seandainya tidak, mungkin pas saya posisinya ada disini free, ya

45
udah saya masuk ada ke tim. Paling enak kan seperti itu, ngirit biaya, gak
pusing nyari yang mau disuruh, makanya saya mengusahakan untuk jadwal
itu saya posisinya saya free tidak masuk tim kan untuk jaga – jaga kalau ada
hal – hal seperti itu, ketika rebut (crowded) atau ada kerepotan dimana saya
bisa masuk tanpa istilahnya gak usah on call lagi., kan seperti itu”.

LAMPIRAN 5:

Hasil wawancara mendalam (indepth interview) dengan responden Kepala Bidang

Keperawatan mengenai perilaku perawat dalam mencegah luka dekubitus sebagai

upaya penyelenggaraan patient safety di RS PKU Muhammadiyah Bantul

Responden : Kepala Bidang Keperawatan RS PKU Muhammadiyah Bantul

Tempat : Ruang kerja Kepala Bidang Keperawatan RS PKU Muh Bantul

Hari /Tanggal : Selasa, 24 April 2012

Waktu : Pukul 08.20 - 09.10 WIB

1. Bagaimana menurut Anda tentang upaya pencegahan luka dekubitus di RS

tempat Anda bekerja?

“Kita udah melakukan ya..pertama, yang terutama adalah kita dengan, yang
jelas dekubitus itu kita jadikan sebagai indikator mutu RS..”

“Nah untuk mencapai indikator mutu itu ada upaya – upayanya kemudian,
salah satunya kita ada melengkapi kayak kasur dekubitus ya..ya, pengadaan
barang di beberapa unit yang memang bersifat urgensi, atau sering
dikhawatirkan terjadi dekubitus…kayak di ICU yang paling sering, jadi kita
lengkapi dengan kasur dekubitusnya..di beberapa unit memang sudah ada,
tapi tidak sebanyak di ICU..”

“Yang kedua, juga terkait dengan ..emm..jadi upaya – upaya untuk


meminimalkan dekubitus dengan alih posisi ya..jadi, memang di sana nanti
insyalloh akan lebih di..emm..jadi untuk pasien dekubitus itu harus dimirang
– miringkan, berapa jam sekali..”

46
“Nah, itu termasuk ke dalam indikator mutu ya..nanti kita disana nanti ada
grade nya..kalau nanti mulai ada tanda – tanda untuk dekubitus, nanti masuk
dalam sistem pelaporan..”

“Kemudian nanti ada perawatan, kemudian dengan pelatihan bagaimana kita


merawat pasien dengan dekubitus itu..atau potensi dengan dekubitus,
misalnya kayak pasien – pasien stroke, koma, kemudian yang tidak bisa
mobil, mobilitasnya terbatas itu nanti upaya – upaya pencegahannya kita
lakukan”.

2. Apakah ada kebijakan dari RS yang mengatur tentang upaya pencegahan luka

dekubitus di tempat Anda bekerja? Jika tidak, bagaimana harapan Anda?

“Jadi untuk indiaktor mutunya jelas, jadi sudah dijadikan indikator mutu,
jadi indikator mutu harus tercapai ya..jadi angka kejadian dekubitus itu
sudah dijadikan sebagai indikator mutu RS, khususnya terkait keperawatan”.

“Jangan sampai itu terjadi, target harus terpenuhi. Kalau kemudian itu
menjadi indikator mutu, maka itu harus dipatuhi oleh semua.. “

“Kemudian dari SOP nya.., jadi sudah ada SAK, kayak dalam asuhan
keperawatan ya..kayak tadi misalnya pada pasien (beresiko) tadi agar tidak
terjadi dekubitus..nah itu, sebelum terjadi dekubitus pasien – pasien kayak
stroke itu..dan nanti kita kolaborasikan ya dengan bagian fisioterapi..”

“Termasuk juga nanti di program ya, program kayak pelatihan – pelatihan


untuk perawatan luka..nah itu juga nanti masuk perawatan dekubitusnya”.

3. Bagaimana dukungan pimpinan Anda terhadap upaya pencegahan luka

dekubitus di tempat Anda bekerja?

“Sebenarnya yang jelas, untuk program tadi (pencegahan dekubitus)..jadi


kita lakukan program – program, tujuan program – program itu otomatis
disetujui ya..”

“Karena untuk upaya itu tadi (pencegahan dekubitus) dengan disetujuinya


program itu, itu adanlah bentuk dukungan dari mereka (pimpinan / direksi

47
RS)”

“Karena kalau itu tidak disetujui, tentu nanti program – programnya ga akan
jalan..otomatis kan nanti kalau ada pelatihan – pelatihan kan nanti ada
sosialisasinya..kemudian pelatihan – pelatihan juga sudah dilakukan, jadi
semua itu adalah bentuk dukungan riil nya..pimpinan juga menyetujui,
mendukung upaya – upaya itu tadi”.
4. Kebijakan apa saja yang pernah Anda lakukan untuk mendukung staff Anda

dalam upaya pencegahan luka dekubitus di bangsal – bangsal rawat inap?

“Ya, masuk dalam indikator mutu itu..jadi itu merupakan suatu perhatian
yang khusus..jadi kalau dekubitus ini memang beda dengan yang lain
ya..dekubitus ini dijadikan indikator mutu yang bisa kita ukur”

“Kalau dulu tinggi angka dekubitusnya, kemudian menurun…menurun..


menurun…dan sekarang Alhamdulillah dengan indikator mutu ini tidak
pernah melampaui ya, dan jarang sekali ditemukan pasien – pasien yang
dekubitus. Di ICU kemarin juga untuk pasien tetanus yang koma dan sempet
(sempat) dirawat samapi 30 hari ya itu juga tidak terjadi dekubitus..”

5. Bagaimana menurut Anda dengan sarana / prasarana RS terkait upaya

pencegahan luka dekubitus di tempat Anda bekerja? Bagaimana harapan

Anda?

“Kalau soal itu, memang salah satunya ya..perlu peningkatan ya untuk itu..”

“Kemudian dari yang lain,,kan tidak cuma itu saja (sarana / prasarana)
untuk pencegahan dekubitus, itu sebenarnya sudah sip ya..Cuma tinggal
bagaimana pelaksana – pelaksana di bangsal menemukan sedini mungkin ya
untuk awal terjadinya dekubitus..”

“Jadi, paling tidak untuk..ya kita maklum ya di bangsal yang penuh seperti
itu, kadang ada yang terlewatkan..jadi bisa saja terjadi..jadi memang dari
pelaksana sendiri jadi memang perlu ditingkatkan lagi ya…”

Peneliti : “Emm..sebelumnya saya minta maaf ini Pak, jadi berdasarkan hasil
FGD kemarin, ternyata ada beberapa bangsal yang belum punya kasur
dekubitus ini Pak, sudah mengajukan tapi sampai beberapa tahun namun
belum turun juga (terealisasi)..itu kira – kira bagaimana menurut Bapak??”

48
Responden: “Eemm..itu memang seperti yang saya katakan tadi, memang ada
keterbatasan kasur dekubitus ya..dari segi biaya juga ya..bisa sampai 2
jutaan ya (harga kasur anti dekubitus)..”

“Sebenarnya, dari teman kita ada juga yang tidak saklek seperti itu..misalnya
kasur untuk ICU tidak harus untuk ICU..kemudian unit satu terus tidak bisa
dipakai unit lain itu tidak..jadi, ketika unit satunya kasurnya gak dipakai, bisa
dipinjamkan untuk unit – unit yang lain,, memang untuk efektifitas dan
efisiensi juga agak terganggu..karena memang untuk pasien – pasien yang
bener – bener membutuhkan itu, istilahnya kalau dengan hitungan itu masih
bisa dihitung..(jumlah pasien yang membutuhkan kasur tidak terlalu
banyak)..”

“Ya di unit – unit tertentu saja, tidak semuanya..karena kasur itu hanya salah
satu upaya saja ya, tidak mutlak kalau ada kasur dekubitus tidak terjadi atau
kalau pasien yang potensi dekubitus nanti bisa dengan kasur dan upaya –
upaya lainnya..dengan miring kanan – kiri, dengan perawatan, dengan
ambulasinya, itu sebenarnya bisa mencegah dekubitusnya..”

6. Menurut Anda, apakah staff Anda mempunyai waktu yang cukup dalam upaya

pencegahan luka dekubitus pada pasien yang beresiko? Jika tidak, mengapa?

“Ya, ini memang kalau untuk masalah waktu ya kalau kita cermati untuk
beberapa unit masih keterbatasan..masih campur dengan administrasi
(pekerjaan admin) karena memang gak ada (petugas khusus), jadi otomatis
disambi..”

“Terus untuk karyawan tidak tetap itu jumlahnya hampir 1/3 sendiri..jadi
yang pengalaman juga belum, masih minim..”

“Jadi, kalau waktunya untuk perawat yang terlatih mungkin bisa


(teratasi)..tapi untuk keadaan yang seperti ini (perawat kurang terlatih) yang
kadang memang masih kurang..”

49
7. Apakah Anda melakukan evaluasi terhadap kebijakan terkait pencegahan luka

dekubitus yang diberlakukan di RS tempat Anda bekerja? Evaluasi apa saja

yang Anda lakukan? Bagaimana hasilnya?

“Disini memang setiap 3 bulan sekali ya itu kita evaluasi..dan setiap bulan
kita evaluasi ada gak pasien yang terkena dekubitus pada indikator mutu..”

“Kadang ada yang ngisi ada pasien dekubitus, tapi ternyata setelah kita cross
check bener (ke bangsal), ternyata dekubitus itu dapetnya dari rumah..ini
selalu kita pantau..jadi selalu kita tindak lanjuti, kita pantau bener –
bener..kalau memang bener kejadian, kalau untuk kejadian kayaknya minim
banget untuk dekubitus itu..nanti bisa kita check di indikator mutu..”

Peneliti : “Itu tadi tentang evaluasi..evaluasinya itu dalam bentuk rapat kerja
rutin atau monitoring langsung ke bangsal atau seperti apa Pak?”

Responden : “Bisa dua – dua nya..yang jelas kalau ada langsung kita
sampaikan..ketika nanti kita liat semuanya, kita evaluasi..kita liat beberapa
pasienn yang potensi kemudian kita liat dalam laporan kejadian yang masuk,
datanya kita rekap kemudian kita tinjau langsung..kadang seminggu sekali
pun kita liat, dan kita sampaikan di dalam rapat itu..”

8. Apakah Anda pernah melakukan supervisi terkait upaya pencegahan luka

dekubitus yang dilakukan bawahan Anda? Jika ya, kapan saja dilakukan?

Bagaimana hasilnya? Bagaimana tindak lanjut Anda terhadap hasil yang

diperoleh?

“Untuk supervisinya memang kita ada tim supervisi sendiri ya..”

“Untuk tadi, memantau – memantau tadi..itu yang bulan kemarin, tapi ini
mulai macet karena sesuatu hal ya..kita mau mengaktifkan model supervisi
yang jadi nanti memang dari atasan langsung ke bawahan ya..dari kabid ke

50
kepala ruang, terus Karu ke PP dan PP ke PA nya..jadi nanti kita akan
mengolah disitu,..”

”Tapi tidak menutup kemungkinan juga dari Kabid langsung ke pasiennnya


pun bisa saja..”

9. Apa saja kendala yang dihadapi dalam pencegahan luka dekubitus sebagai

salah satu bentuk upaya penyelenggaraan patient safety di RS tempat Anda

bekerja? Upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut?

“Salah satunya tadi terkait dengan anggaran pengadaan itu ya..”

“Kemudian yang kedua juga terkait dengan apa namanya..jadi..bagaimana


temen – temen di ruangan itu bisa untuk menunjukkan tadi, pelaksanaan tadi
lanngsung kalau ada pasien begini, potensi dekubitus harus segera lakukan
pencegahan..seperti itu..itu yang masih kurang juga..”

“Kemudian terkait juga dengan tadi.hmmm..dengan ketenagaan kita yang


relatif baru ya..masih minimal pengalaman, tapi untuk upaya peningkatan
(kinerja dan kompetensi) sudah kita fasilitasi ya..tapi kadang masih nanti
masih agak sulit ya…”

“Yang jelas tadi, terkait waktu tadi ya, terus minim ketenagaannya, minim
pengalamannya,..”

“Dan mungkin satu lagi juga model – model linen kita masih banyak sekali
linen – linen yang belum standar ya..linennya sudah tua – tua..yang berkerut,
tentunya juga banyak jahitan juga..nah itu kan masuk faktor resiko juga
(pencetus terjadinya dekubitus)..untuk linen ini pun, kita repotnya di
pengadaan, karena kita sudah lakuakn pengadaan barang untuk akhir tahun
kemarin, ini baru terealisasi kayaknya baru satu bulan ini..ini yang memang
kadang agak sulit kan..”

Peneliti : “Boleh saya lihat indikator mutu di komputer itu seperti apa Pak?”

Responden : “Oh..silakan..”

51
52

Anda mungkin juga menyukai