Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH FARMAKOLOGI

TENTANG PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN


OBAT
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya


menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan.Tanpa
pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikan dengan baik. Makalah ini disusun agar pembaca dapat
memperluas ilmu tentang pendidikan “FARMAKOLOGI” yang kami
sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Namun dengan
penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “PERAN PERAWAT TENTANG
PEMBERIAN OBAT,VAKSIN DAN VITAMIN ” untuk
mempertahankan dan mengisi serta kebersamaan sudah mulai
terlupakan dizaman sekarang ini. Walaupun makalah ini mungkin
kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi
pembaca.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan dan
pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca dan penyusun juga atas
saran dan kritikannya.

Jakarta 27 Maret 2022


BAB I
PENDAULUAN

A. Latar Belakang

Perawat bertanggung jawab dalam pemberian obat - obatan yang aman.


Perawat harus mengetahui semua komponen dari perintah pemberian obat dan
mempertanyakan perintah tersebut jika tidak lengkap atau tidak jelas atau
dosis yang diberikan di luar batas yang direkomendasikan.
Secara hukum perawat bertanggung jawab jika mereka memberikan obat
yang diresepkan dan dosisnya tidak benar atau obat tersebut merupakan
kontraindikasi bagi status kesehatan klien. Sekali obat telah
diberikan, perawat bertanggung jawab pada efek obat yang diduga bakal
terjadi.
Buku-buku referensi obat seperti, Daftar Obat Indonesia (DOI),
Physicians’ Desk Reference (PDR), dan sumber daya manusia, seperti ahli
farmasi, harus dimanfaatkan perawat jika merasa tidak jelas mengenai reaksi
terapeutik yang diharapkan, kontraindikasi, dosis, efek samping yang
mungkin terjadi, atau reaksi yang merugikan dari pengobatan.
Sebelum sesuatu obat diberikan atau dikonsumsi seseorang, obat telah
melalui berbagai proses antara lain proses penyediaan, pengolahan,
pengijinan, perdagangan, pengorderan, pemblian dan pemakaian. Pada aspek
pemberian obat, perawat harus yakin tentang order pengobatan yang dibuat
oleh dokter sehingga tidak terjadi tumpang tindih kewenangan
dan pelaksanannya.

B. Tujuan

1. Agar seorang perawat mengetahui peran apa saja yang harus dimiliki
dalam pemberian.
2. Supaya perawat dapat menghargai hak-hak pasien dalam pemberian obat.
3. Agar seorang perawat tidak salah lagi dalam pemberian obat.
4. Agar perawat memahami apa saja yang perlu di perhatikan dalam
pemberian obat.
5. Untuk memenuhi tugas dari dosen
BAB II

PEMBAHASAN

A. Peran Perawat dalam Pemberian obat

Perawat harus terampil dan tepat saat memberikan obat, tidak sekedar
memberikan pil untuk diminum (oral) atau injeksi obat melalui pembuluh
darah (parenteral), namun juga mengobservasi respon klien terhadap
pemberian obat tersebut. Pengetahuan tentang manfaat dan efek samping obat
sangat penting dimiliki oleh perawat. Perawat memiliki peran yang utama
dalam meningkatkan dan mempertahankan kesehatan klien dengan
mendorong klien untuk lebih proaktif jika membutuhkan pengobatan.
Perawat berusaha membantu klien dalam membangun pengertian yang benar
dan jelas tentang pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat yang
dipesankan dan turut serta bertanggungjawab dalam pengambilan keputusa
tentang pengobatan bersama dengan tenaga kesehatan lain. Perawat dalam
memberikan obat juga harus memperhatikan resep obat yang diberikan harus
tepat.

a. Prinsip Pemberian Obat

1. Pasien yang Benar Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus


diperiksa (papan identitas di tempat tidur, gelang identitas) atau
ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak
sanggup berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai,
misalnya pasien mengangguk. Jika pasien tidak sanggup
mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau kesadaran, harus dicari
cara identifikasi yang lain seperti menanyakan langsung kepada
keluarganya. Bayi harus selalu diidentifikasi dari gelang identitasnya.
2. Obat yang Benar Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap
obat dengan nama dagang yang kita asing (baru kita dengar namanya)
harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk
menanyakan nama generiknya atau kandungan obat. Sebelum memberi
obat kepada pasien, label pada botol atau kemasannya harus
diperiksa tiga kali. Pertama saat membaca permintaan obat dan botolnya
diambil dari rak obat, kedua label botol dibandingkan dengan obat yang
diminta, ketiga saat dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak
terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan ke bagian
farmasi. Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya
lagi. Saat memberi obat perawat harus ingat untuk apa obat itu diberikan.
Ini membantu mengingat nama obat dan kerjanya.
3. Dosis yang Benar Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa
dosisnya. Jika ragu, perawat harus berkonsultasi dengan dokter yang
menulis resep atau apoteker sebelum dilanjutkan ke pasien. Jika pasien
meragukan dosisnya perawat harus memeriksanya lagi. Ada beberapa
obat baik ampul maupun tablet memiliki dosis yang berbeda tiap ampul
atau tabletnya.
4. Cara/Rute Pemberian yang Benar Obat dapat diberikan melalui sejumlah
rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik
ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang
diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang
diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, sublingual, parenteral, topikal,
rektal, inhalasi.

a. Oral, adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak
dipakai, karena ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat
juga diabsorpsi melalui rongga mulut (sublingual atau bukal)
seperti tablet ISDN
b. Parenteral, kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti
disamping, enteron berarti usus, jadi parenteral berarti diluar usus,
atau tidak melalui saluran cerna, yaitu melalui vena (perset /
perinfus).
c. Topikal, yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa.
Misalnya salep, losion, krim, spray, tetes mata.
d. Rektal, obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau
supositoria yang akan mencair pada suhu badan. Pemberian rektal
dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti konstipasi
(dulkolax supp), hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar /
kejang (stesolid supp). Pemberian obat perektal memiliki efek yang
lebih cepat dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral,
namun sayangnya tidak semua obat disediakan dalam bentuk
supositoria
e. Inhalasi, yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran
nafas memiliki epitel untuk absorpsi yang sangat luas, dengan
demikian berguna untuk pemberian obat secara lokal pada
salurannya, misalnya salbotamol (ventolin), combivent, berotek
untuk asma, atau dalam keadaan darurat misalnya terapi oksigen.
5. Waktu yang Benar Ini sangat penting, khususnya bagi obat yang
efektivitasnya tergantung untuk mencapai atau mempertahankan
kadar darah yang memadai. Jika obat harus diminum sebelum
makan, untuk memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu
jam sebelum makan. Ingat dalam pemberian antibiotik yang tidak
boleh diberikan bersama susu karena susu dapat mengikat sebagian
besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada obat yang harus
diminum setelah makan, untuk menghindari iritasi yang berlebihan
pada lambung misalnya asam mefenamat.
6. Dokumentasi yang Benar Setelah obat itu diberikan, harus
didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu
diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu
tidak dapat diminum, harus dicatat.

b. Cara Penyimpanan Obat

1. Suhu
Suhu adalah faktor terpenting, karena pada umumnya obat itu bersifat
termolabil (rusak atau berubah karena panas), untuk itu perhatikan cara
penyimpanan masing-masing obat yang berbeda-beda. Misalnya insulin,
supositoria disimpan di tempat sejuk < 15°C (tapi tidak boleh beku), vaksin
tifoid antara 2 – 10°C, vaksin cacar air harus < 5°C.
2. Posisi
Pada tempat yang terang, letak setinggi mata, bukan tempat umum dan
terkunci.
3. Kedaluwarsa,
Dapat dihindari dengan cara rotasi stok, dimana obat baru diletakkan
dibelakang, yang lama diambil duluan. Perhatikan perubahan warna (dari
bening menjadi keruh) pada tablet menjadi basah / bentuknya rusak.

c. Hak Klien yang Berhubungan dengan Pemberian Obat

1. Hak klien untuk mengetahui alasan pemberian obat. Hak ini adalah
prinsip dari pemberian persetujuan setelah mendapatkan informasi
(informed consent) yang berdasarkan pengetahuan individu yang
diperlukan untuk membuat keputusan.
2. Hak klien untuk menolak pengobatan. Klien dapat menolak untuk
menerima suatu pengobatan. Adalah tanggung jawab perawat untuk
menentukan, jika memungkinkan, alasan penolakan dan mengambil
langkah-langkah yang perlu untuk mengusahakan agar klien mau
menerima pengobatan. Jika tetap menolak, perawat wajib
mendokumentasikan pada catatan perawatan dan melapor kepada
dokter yang menginstruksikan.

d. Kesalahan dalam Pemberian Obat

Kesalahan pemberian obat, selain memberi obat yang salah, mencakup


faktor lain yang mengubah terapi obat yang direncanakan, misalnya lupa
memberi obat, memberi obat dua sekaligus sebagai kompensasi, memberi
obat yang benar pada waktu yang salah, atau memberi obat yang benar pada
rute yang salah. Jika terjadi kesalahan pemberian obat, perawat yang
bersangkutan harus segera menghubungi dokternya atau kepala perawat atau
perawat yang senior segera setelah kesalahan itu diketahuinya.
e. Pendidikan Kesehatan

Secara moral perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan


kesehatan pada pasien dan keluarga. Pendidikan kesehatan yang perlu
diberikan mencakup informasi tentang penyakit kemajuan pasien, obat, cara
merawat pasien. Pendidikan kesehatan yang berkaitan dengan peberian obat
yaitu informasi tentang obat efek samping cara minum obat waktu dan dosis.

f. Peran dalam Mendukung Keefektifitasan Obat

Dengan memiliki pengetahuan yang memadai tentang daya kerja dan efek
terapeutik obat, perawat harus mampu melakukan observasi untuk
mengevaluasi efek obat dan harus melakukan upaya untuk meningkatkan
keefektifitasan obat. Pemberian obat tidak boleh dipandang sebagai
pengganti perawatan, karena upaya kesehatan tidak dapat terlaksana dengan
pemberian obat saja. Pemberian obat harus dikaitkan dengan
tindakan perawatan. Ada berbagai pendekatan yang dapat dipakai dalam
mengevaluasi keefektifitasan obat yang diberikan kepada pasien. Namun,
laporan langsung yang disampaikan oleh pasien dapat digunakan pada
berbagai keadaan. Sehingga, perawat penting untuk bertanya langsung
kepada pasien tentang keefektifitasan obat yang diberikan.

g. Peran dalam Mengobservasi Efek Samping dan Alergi Obat

Perawat mempunyai peran yang penting dalam mengobservasi pasien


terhadap kemungkinan terjadinya efek samping obat.untuk melakukan hal ini,
perawat harus mengetahui obat yang diberikan pada pasien serta
kemungkinan efek samping yang dapat terjadi.
Beberapa efek samping obat khususnya yang menimbulkan keracunan
memerlukan tindakan segera misalnya dengan memberikan obat-obatan
emergensi, menghentikan obat yang diberikan dan secepatnya memberitahu
dokter. Perawat harus memberitahu pasien yang memakai/ minum obat di
rumah mengenai tanda-tanda atau gejala efek samping obat yang harus
dilaporkan pada dokter atau perawat. Setiap pasien mempunyai ketahanan
yang berbeda terhadap obat. Beberapa pasien dapat mengalami alergi
terhadap obat-obat tertentu. Perawat mempunyai peran penting untuk
mencegah terjadinya alergi pada pasien akibat pemberian obat. Data tentang
alergi harus diperoleh sewaktu perawat melakukan pengumpulan data riwayat
kesehatan.
h. Trend Issue Pengobatan

Pemanfaatan potensi keanekaragaman hayati tanaman untuk pengobatan


herbal secara alami berdasarkan praktik empiris di Indonesia semakin
meningkat. Pengobatan dengan bahan alami digunakan berdasarkan praktis
empiris seperti pencegahan penyakit, meningkatkan kesehatan, penyembuhan
penyakit dan sebagai kosmetik. Brotowali, Kumis Kucing, Buah Merah, dan
Temulawak merupakan sedikit dari beragam jenis tumbuhan asli Indonesia
yang diketahui dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti diare,
darah tinggi, diabetes, hiperkolesterorl, hepatitis, asam urat, asma, batu ginjal,
reumatik, batu empedu, keputihan, hingga obesitas. Pemanfaatan tanaman asli
Indonesia sebagai bahan pengobatan modern merupakan usaha yang terus
harus dilanjutkan untuk menjadikan Indonesia tuan rumah dari pengobatan
herbal, Pemanfaatan bahan alami yang dapat digunakan sebagai bahan untuk
obat pun sudah diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) tentang pengawasan pemasukan bahan baku obat tradisional.

B. Obat kardiovaskuler dan saluran pernafasan

1. Obat kardiovaskuler

a. Glikosida Jantung

Glikosida jantung meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium dan


menurunkan konduktivitas di atrioventricular (AV) node. Digoksin adalah
glikosida jantung yang paling banyak digunakan.Glikosida jantung
bermanfaat untuk pengobatan takikardi supraventrikel, terutama untuk
mengontrol respon ventrikular pada fibrilasi atrium yang menetap. Digoksin
memiliki peran yang terbatas dalam mengatasi gagal jantung kronik pada
anak. Pada tata laksana fibrilasi atrium, dosis penunjang glikosida jantung
biasanya ditentukan berdasarkan kecepatan ventrikel pada saat istirahat yang
seharusnya tidak boleh turun di bawah 60 denyut per menit kecuali dalam
keadaan khusus, misalnya pada pemberian bersama beta-bloker.

Digoksin dapat diberikan secara intravena, munculnya respons tetap


memerlukan waktu beberapa jam, gejala takikardi yang menetap bukan
merupakan suatu indikasi untuk pemberian dosis melebihi yang dianjurkan.
Tidak dianjurkan pemberian secara intra-muskular. Pada pasien dengan gagal
jantung ringan, dosis muatan (loading dose) tidak diperlukan, dan kadar
digoksin dalam plasma yang diharapkan dapat dicapai dalam waktu sekitar
satu minggu dengan dosis sebesar 125 – 250 mcg dua kali sehari, yang
kemudian dapat diturunkan.
Efek yang tidak diinginkan bergantung pada kadar glikosida jantung
dalam plasma dan bergantung juga pada sensitivitas dari sistem konduksi atau
miokardium, yang sering meningkat pada penyakit jantung. Kadang-kadang
sulit untuk membedakan antara efek toksik obat atau perburukan kondisi
klinis karena gejalanya mirip. Selain itu, kadar plasma saja tidak dapat
menandakan adanya toksisitas namun hampir dapat dipastikan terjadi
peningkatan risiko toksisitas jika kadar digoksin dalam plasma mencapai 1,5-
3 mcg/L. Glikosida jantung harus digunakan dengan sangat hati-hati pada
lansia karena meningkatnya risiko terjadi toksisitas digitalis pada kelompok
pasien tersebut.

1. DIGOKSIN

Indikasi:

Gagal jantung, aritmia supraventrikular (terutama fibrilasi atrium)

Peringatan:

Infark jantung baru; sindrom penyakit sinus; penyakit tiroid; kurangi dosis
pada usia lanjut (lihat lampiran 3); hindari hipokalemia dan pemberian
intravena yang sangat cepat (nausea dan risiko aritmia); gangguan fungsi
ginjal; kehamilan (lihat lampiran 2).

Interaksi:

Digoksin dapat diadsorpsi bila diberikan bersama kolestiramin, kolestipol,


kaolin/pektin atau karbo-adsorbens. Karena itu pemberian digoksin harus
berjarak paling sedikit 2 jam sebelum atau sesudah pemberian obat-obat di
atas. Pemberian bersama kinidin menaikkan kadar digoksin plasma sampai
sekitar 70-100%. Hal tersebut diperkirakan karena kinidin mengurangi klirens
ginjal dan volume distribusi digoksin (terjadi perpindahan digoksin dari otot
skelet). Dengan demikian dosis digoksin harus dikurangi sampai 50% dan
dilakukan pemantauan kadar digoksin plasma. Verapamil, suatu antagonis
kalsium menunjukkan interaksi yang sama dengan kinidin.

Obat antiaritmia yang lain seperti prokainamid, disopiramid, dan meksiletin


tidak menunjukkan interaksi seperti kinidin, lihat lampiran 1 (Glikosida
jantung).

Kontraindikasi:

Blok jantung komplit yang intermiten; blok AV derajat II; aritmia


supraventrikular karena sindrom Wolf-Parkinson-White; takikardi atau
fibrilasi ventrikular; kardiomiopati obstruktif hipertrofik.
Efek Samping:

Biasanya karena dosis yang berlebihan, termasuk anoreksia, mual muntah,


diare, nyeri abdomen, gangguan penglihatan, sakit kepala, rasa capai,
mengantuk, bingung, pusing; depresi; delirium, halusinasi; aritmia, blok
jantung; rash yang jarang; iskemi usus; ginekomastia pada pemakaian jangka
panjang; trombositopenia.

Dosis:

oral, untuk digitalisasi cepat: 1-1,5 mg/24 jam dalam dosis terbagi; bila tidak
diperlukan cepat: 250 - 500 mcg sehari (dosis lebih tinggi harus dibagi).

Dosis penunjang, 62,5–500 mcg sehari tergantung pada fungsi ginjal, dan
pada fibrilasi atrial, pada respon denyut jantung. Dosis penunjang biasanya
berkisar 125–250 mcg/hari (pada usia lanjut 125 mcg/hari).

Pada keadaan gawat darurat/akut, dosis muatan diberikan secara infus


intravena, 250–500 mcg dalam 15–20 menit, diikuti dengan sisanya dalam
dosis terbagi tiap 4-8 jam (tergantung dari respon jantung) sampai total dosis
muatan 0,5–1 mg tercapai. Bila memungkinkan dilakukan monitoring kadar
plasma digoksin, sampel darah diambil paling sedikit 6 jam setelah suatu
dosis diberikan.

2. DIGITOKSIN

Indikasi:

gagal jantung, aritmia supraventrikular, terutama fibrilasi atrium

Peringatan:

lihat pada digoksin

Interaksi:

lihat pada digoksin

Kontraindikasi:

lihat pada digoksin

Efek Samping:

lihat pada digoksin


Dosis:

Penunjang, 100 mcg sehari atau 2 hari sekali; bila perlu dapat dinaikkan
sampai 200 mcg sehari

Keterangan:

Alkaloid lain dari digitalis yang mempunyai khasiat sama dengan digoksin,
bedanya digitoksin lebih larut dalam lemak dibanding dengan digoksin.
Bioavailabilitas oral digitoksin mendekati 100%, waktu paruhnya 4-7 hari,
dan volume distribusinya 0,6 liter/kg. Indikasi, efek samping, dan
interaksinya tidak jauh berbeda dengan digoksin.

b. Penghambat Fosfodiesterase

Obat-obat dalam golongan ini (milrinon dan enoksimon) merupakan


penghambat enzim fosfodiesterase yang selektif bekerja pada jantung.
Manfaat yang terlihat setelah pemberian adalah kondisi hemodinamik yang
stabil, namun tidak terbukti memberikan manfaat terhadap kemampuan
bertahan hidup. Obat ini memiliki kerja inotropik positif dan vasodilatasi dan
bermanfaat bagi bayi atau anak-anak dengan curah jantung rendah terutama
setelah operasi jantung. Penghambat fosfodiesterase harus dibatasi hanya
untuk penggunaan jangka pendek karena pemberian jangka panjang
menyebabkan peningkatan mortalitas pada orang dewasa dengan gagal
jantung kongestif.

1. MILRINON
Indikasi:

gagal jantung akut, setelah bedah jantung; pengobatan jangka pendek gagal
jantung berat yang tidak responsif terhadap pengobatan konvensional (tidak
segera setelah infark miokard).

Peringatan:

gagal jantung karena kardiomiopati hipertrofik, katup jantung stenotik atau


obstruktif atau keadaan obstruksi lainnya; perlu pemantauan tekanan darah,
frekuensi jantung, EKG, tekanan vena sentral, status cairan dan elekrolit ,
jumlah trombosit, fungsi hati dan ginjal; koreksi hipokalemia; kurangi dosis
pada gangguan fungsi ginjal; hindari terjadinya ekstravasasi; kehamilan dan
menyusui.
Efek Samping:

denyut ektopik, takikardi ventrikular atau aritmia supraventrikular (lebih


mudah pada pasien aritmia); hipotensi; nyeri dada; sakit kepala; insomnia,
mual dan muntah; diare; kadang-kadang menggigil, oliguria, demam, retensi
urin, nyeri di lengan dan tungkai, nyeri dada, tremor, bronkhospasme,
anafilaksis dan rash.

Dosis:

injeksi intravena lambat (selama 10 menit), diencerkan terlebih dahulu, 50


mcg/kg bb diikuti dengan infus intravena 0,37-0,75 mcg/kg bb/menit
biasanya sampai 12 jam setelah bedah jantung atau selama 48-72 jam pada
gagal jantung kongestif, dosis maksimal sehari 1,13 mg/kg bb.

2. AMRINON

Keterangan:

Tidak dibahas di sini karena selektivitasnya lebih rendah, dan efek


sampingnya lebih banyak dibanding milrinon, juga potensinya 1/10 kali
milrinon dan menyebabkan trombositopenia pada 10% pasien (pada milrinon
jarang terjadi)

C. OBAT SALURAN PERNAFASAN

a. Obat – Obat Asma, Bronchitis dan Emfisema Paru

1. Asma (asthma bronchiale) atau bengek adalah suatu penyakit alergi kronis
yang berciri serangan sesak napas akut secara berkala yang disertai batuk dan
hipersekresi dahak, dimana pasien tidak menunjukkan suatu gejala. Pada
serangan yang hebat, penyaluran udara ke darah sedemikian lemah sehingga
penderita membiru kulitnya (cyanosis). Sebaliknya pengeluaran nafas
dipersulit dengan meningkatnya kadar CO2 dalam darah.Serangan asma
biasa berlangsung selama beberapa menit hingga beberapa jam dan dapat
diatasi dengan pemberian obat secara inhalasi atau oral, tetapi dalam keadaan
gawat perlu diberi suntikan Adrenalin, Teofilin dan atau hormon
kortikosteroida. Umumnya jenis asma yang bersifat alergi sudah dimulai dari
masa kanak – kanak dan didahului oleh gejala alergi lain, khusunya ekzema.
Faktor keturunan memegang pernana penting pada terjadinya sama. Pasien
asma memiliki kepekaan terhadap infeksi saluran napas, akibatnya dalah
peradangan bronchi yang dapat menimbulkan serangan asma.
2. Bronchitis kronis berciri batuk menahun dan banyak mengeluarkan sputum
(dahak), tanpa sesak napas ringan. Disebabkan oleh infeksi virus pada saluran
pernapasan, terutama oleh Haemophilus influenza atau Streptococcus
pneumoniae. Pengobatan biasanya dengan antibiotik selama minimal 10 hari,
agar infeksi tidak kambuh. Obat pilihannya adalah Amoksisilin, Eritrosin,
Sefradin dan Sefaklor yang berdaya bakterisid terhadap antara lain bakteri –
bakteri di atas.

3. Emfisema paru (pengembangan) berciri sesak napas terus menerus yang


menghebat pada waktu mengeluarkan tenaga dan seringkali dengan perasaan
letih dan tidak bergairah. Penyebabnya adalah bronchitis kronis dengan batuk
menahun, serta asma.

b. Pengobatan

1. Terapi serangan akut


Pada keadaan ini pemberian obat bronchospasmolitik untuk
melepaskan kejang bronchi. Sebagai obat piligan ialah Salbutamol atau
Terbutalin, sebaiknya secara inhalasi (efek 3 – 5 menit). Kemudian
dibantu dengan Aminophillin dalam bentuk suppositoria. Obat lain ialah
Efedrin dan Isoprenalin, dapat diberikan sebagai tablet, hanya saja efeknya
baru kelihatan setelah kurang lebih 1 jam. Inhalasi dapat diulang setelah
15 menit sebelum memberikan efek. Bila yang kedua ini juga belum
memberikan efek, perlu diberikan suntikan i.v. Aminophillin atau
Salbutamol, Hidrokortison atau Prednison. Sebagai tindakan akhir dengan
Adrenalin i.v.
2. Status asmathicus
Pada keadaan ini efek bronchodilator hanya ringan dan lambat.
Ini disebabkan oleh blokade reseptor beta karena adanya infeksi dalam
saluran napas. Pengobatan dengan suntikan i.v. Salbutamol atau
Aminophillin dan Hidrokortison dosis tinggi (200 – 400 mg/jam sampai
maksimum 4 gram sehari).
3. Terapi pencegahan
Dilakukan dengan pemberian bronchodilator misalnya
Salbutamol, Ipratropium atau teofillin, bila karena alergi perlu
ditambahkan Ketotifen.
4. Penggolongan Obat – Obat Asma
a. Antialergika
Adalah zat yang bekerja menstabilkan mastcell, hingga tidak
pecah dan melepaskan histamin. Obat ini sangat berguna untuk mencegah
serangan asma dan rhinitis alergis (hay fever).
b. Bronchodilator
Mekanisme kerja obat ini adalah merangsang sistem adrenergik
sehingga memberikan efek bronkodilatasi.
Termasuk kedalamnya adalah :
1. Adrenergika
Khususnya β-2 simpatomimetika (β-2-mimetik), zat ini bekerja selektif
terhadap reseptor β-2 (bronchospasmolyse) dan tidak bekerja terhadap
reseptor β-1 (stimulasi jantung). Kelompok β-2-mimetik seperti Salbutamol,
Fenoterol, Terbutalin, Rimiterol, Prokaterol dan Tretoquinol. Sefangkan
yang bekerja terhadap reseptor β-2 dan β-1 adalah Efedrin, Isoprenalin,
Adrenalin, dll.

2. Antikolinergika (Oksifenonium, Tiazinamium dan Ipratropium.)


Dalam otot polos terdapat keseimbangan antara sistem adrenergik dan
kolinergik. Bila reseptor β-2 sistem adrenergik terhambat, maka sistem
kolinergik menjadi dominan, segingga terjadi penciutan bronchi.
Antikolinergik bekerja memblokir reseptor saraf kolinergik pada otot polos
bronchi sehingga aktivitas saraf adrenergik menjadi dominan, dengan efek
bronchodilatasi. Efek samping : tachycardia, pengentalan dahak, mulut
kering, obstipasi, sukar kencing, gangguan akomodasi. Efek samping dapat
diperkecil dengan pemberian inhalasi.

3. Derivat xantin (Teofilin, Aminofilin dan Kolinteofinilat)


Mempunyai daya bronchodilatasi berdasarkan penghambatan enzim
fosfodiesterase. Selain itu, Teofilin juga mencegah pengingkatan
hiperaktivitas, sehingga dapat bekerja sebagai profilaksis. Kombinasi
dengan Efedrin praktis tidak memperbesar bronchodilatasi, sedangkan efek
tachycardia diperkuat. Oleh karena itu, kombinasi tersebut dianjurkan.

4. Antihistaminika (Ketotifen, Oksatomida, Tiazinamium dan Deptropin)


Obat ini memblokir reseptor histamin sehingga mencegah
bronchokonstriksi. Banyak antihistamin memiliki daya antikolinergika dan
sedatif.

5. Kortikosteroida (Hidrokortison, Prednison, Deksametason, Betametason)


Daya bronchodilatasinya berdasarkan mempertinggi kepekaan reseptor β-
2, melawan efek mediator seperti gatal dan radang. Penggunaan terutama
pada serangan asma akibat infeksi virus atau bakteri. Penggunaan jangka
lama hendaknya dihindari, berhubung efeksampingnya, yaitu osteoporosis,
borok lambung, hipertensi dan diabetes. Efek samping dapat dikurangi
dengan pemberian inhalasi.
5. Obat – obat tersendiri

a. Teofilin

Indikasi : Asma bronkial, bronchitis asmatic knonis, emfisema

Mekanisme kerja : Spasmolitik otot polos khusuanya pada otot bronchi, stimulasi
jantung, stimulasi SSP dan pernafasan serta diuretik. Berdasarkan efek stimulasi
jantung, obat juga dugunakan pada sesak napas karena kelainan jantung (asthma
cardial).

Kontra indikasi : Penderita tukak lambung yang aktif dan yang mempunyai
riwayat penyakit kejang.

Efek samping : Penggunaan pada dosis tinggi dapat menyebabkan mual,


muntah, nyeri epigastrik, diare, sakit kepala, insomnia, kejang otot, palpitasi,
tachycardia, hipotensi, aritmia, dll.

Interaksi obat : Sinergisme toksis dengan Efedrin, kadar dalam serum


meningkat dengan adanya Simetidin, Alupurinol. Kadar dalam serum menurun
dengan adanya Fenitoin, kontasepsi oral dan Rifampisin

Sediaan : Tablet, elixir, rectal, injeksi

b. Aminofilin

Indikasi : Pengobatan dan profilaksis spasme bronchus yang berhubungan


dengan asma, emfisema dan bronchitis kronik.

Efek samping : Iritasi gastro intestinal, tachycardia, palpitasi dan hipotensi

Interaksi obat : Kadar dalam plasma meningkat dengan adanya Simetidin,


Alupurinol dan Eritromisin.

Sediaan : Injeksi, tablet

c. Kortikosteroida (Hidrokortison, Prednison, Deksametason, Triamnisolon)

Indikasi : Obat ini hanya diberikan pada asma yang parah dan tidak dapat
dikendalikan dengan obat – obat asma lainnya. Pada status asmathicus diberikan per
i.v. dalam dosis tinggi.

Efek samping : Pada penggunaan yang lama berakibat osteoporosis,


moonface, hipertricosis, impotensi dan menekan fungsi ginjal.

Pemakaian inhalasi efektivitasnya diperbesar dan penekanan terhadap anak ginjal


diperingan.
Interaksi obat : Efeknya memperkuat adrenergika dan Teofilin serta
mengurangi sekresi dahak.

Dosis : Pemberian dosis besar maksimum 2 – 3 minggu per oral 25 mg –


40 mg sesudah makan pagi, setiap hari dikurangi 5 mg.

Untuk pemeliharaan 5 mg – 10 mg Prednison setiap 48 jam, atau Betametason


½ mg setiap hari.

d. Beta adrenergik (efek terhadap β-1 dan β-2)

Indikasi : Serangan asma hebat (injeksi s.c.) Pemakaian per oral tidak
efektif, sebab terurai oleh asam lambung.

Efek samping : Shock jantung, gelisah, gemetar dan nyeri kepala

Interaksi obat : Kombinasi dengan Fenobarbital dimaksudkan untuk efek


sedatif supaya penderita tidak cemas / takut.

Sediaan : Injeksi

Kontra indikasi : Hipertiroidisme

Efek samping : Tremor, palpitasi, pusing

Sediaan : Tablet, inhalasi

Per oral efeknya cepat setelah 15 menit dengan lama kerja 6 jam

Mekanisme kerja : Dapat memblokir reseptor histamin dan menstabilisasi mastcell.

Kontra indikasi : tipe 1, hipertensi biasanya menandakan adanya nefropati akibat


diabetes. Penghambat ACE (atau antagonis reseptor angiotensin II) mempunyai
peranan khusus pada tatalaksana nefropati akibat diabetes; pada pasien diabetes tipe
2 penghambat ACE (atau antagonis reseptor angiotensin II) dapat menunda
perkembangan kondisi mikroalbuminuria menjadi nefropati. Penghambat ACE dapat
dipertimbangkan penggunaannya untuk anak-anak dengan diabetes dan
mikroalbuminemia atau penyakit ginjal proteinuria.
D. SALURAN PENCERNAAN

Untuk mengetahui permasalahan pencernaan dan memilih obat yang tepat kita
perlu mengenal juga sistem pencernaan kita. Adapun sistem pencernaan (mulai dari mulut
sampai anus) berfungsi sebagai berikut : menerima makanan memecah makanan menjadi
zat-zat gizi (suatu proses yang disebut pencernaan) menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran
darah membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna dari tubuh Saluran
pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan, kerongkongan, lambung, usus halus, usus
besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar
saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.

1. Jenis-Jenis Obat Pencernaan


Obat pencernaan jenis antasida dan antiulserasi Biasanya obat
pencernaan jenis antasida dan antiulserasi untuk mengobati ulkus/luka/tukak
yang terjadi pada pada saluran cerna seperti : Ulkus duodenalis/ulkus duodenum,
merupakan jenis ulkus peptikum yang paling banyak ditemukan, terjadi pada
duodenum (usus dua belas jari), yaitu beberapa sentimeter pertama dari usus
halus, tepat dibawah lambung. Ulkus gastrikum lebih jarang ditemukan, biasanya
terjadi di sepanjang lengkung atas lambung. Jika sebagian dari lambung telah
diangkat, bisa terjadi ulkus marginalis, pada daerah dimana lambung yang tersisa
telah disambungkan ke usus. Regurgitasi berulang dari asam lambung ke dalam
kerongkongan bagian bawah bisa menyebabkan peradangan (esofagitis) dan
ulkus esofagealis.
Ulkus Peptikum adalah luka berbentuk bulat atau oval yang terjadi
karena lapisan lambung atau usus dua belas jari (duodenum) telah termakan oleh
asam lambung dan getah pencernaan. Juga hiperasiditas (keasaman berlebih) dan
kondisi hipersekresi asam lambung oleh penyakit ( sindroma Zolinger Ellison,
mastositosis sistemik). Obat pencernaan jenis regular GIT , antifatulen dan anti
inflamasi Regular GIT (gastrointestinal) adalah obat pencernaan ditujukan untuk
menghentikan gangguan motilitas/pergerakan dari gastro intestinal.
Antiflatulen adalah obat mengatasi gas yang berlebihan pada sistem
pencernaan seperti pada meteorisme.Obat pencernaan jenis ini juga biasanya
digunakan untuk mengatasi mual atau muntah. Obat pencernaan jenis
antispasmodik Obat pencernaan jenis ini digunakan unutk mengatasi kejang pada
saluran cerna yang mungkin disebabkan diare, gastritis, tukak peptik dan
sebagainya. Obat diare (obat sakit perut) Obat pencernaan jenis ini diunakan
untuk diare non spesifik artinya diareyang tidak dikethaui penyebabnya. Obat
pencernaan jenis ini digunakan pada masalah sembelit atau sulit bang air besar
dengan cara melembekkan feses atau merangsang untk melakukan defikasi. Obat
pencernaan jenis digestan Obat pencernaan jenis ini biasanya berisi enzim-enzim
atau campurannya yang berguna untuk memperbaiki fungsi pencernaan. Obat
pencernaan jenis kolagogum, kolelitolitik dan hepati protektor Pada obat
pencernaan golongan ini tidak langsung berkaitan dengan saluran cerna tetapi
lebih kepada fungsi hati dan empedu yang bermasalah. Obat pencernaan untuk
hemoroid Obat pencernaan golongan ini untuk permasalahan pada anus yaitu
hemoroid/wasir atau luka
E. VITAMIN

Vitamin adalah senyawa kimia yang tidak dapat dibuat sendiri oleh tubuh, tetapi
sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Tubuh memerlukan
vitamin dengan jumlah sedikit, tetapi terus-menerus. Vitamin berfungsi untuk
pertumbuhan sel, mengatur, dan memperbaiki fungsi alat tubuh, serta mengatur
penggunaan makanan dan energi.

1. Fungsi Vitamin Secara Umum

Ada banyak jenis-jenis vitamin yang memiliki fungsi-fungsi tersendiri, untuk kali ini kita
akan memberikan fungsi vitamin secara umum. Fungsi vitamin secara umum antaralain
sebagai berikut:

a. Mengatur zat dalam tubuh


b. Berfungsi menguatkan gigi dan tulang
c. Mempercepat Pertumbuhan
d. Memperkuat daya tahan tubuh terhadap penyakit
e. Mempercepat proses dalam penyembuhan penyakit
f. Menjaga dan meningkatkan kebugaran tubuh
g. Memperlambat dalam proses penuaan
h. Membangun sistem kekebalan tubuh atau sistem imun
i. Menjaga tubuh tetap segar dan menghilangkan rasa capek
j. Vitamin juga diperkirakan berfungsi sebagai katalisator dalam reaksi biokimia
tubuh

2. Fungsi, Sumber dan Jenis-Jenis Vitamin

Beberapa macam vitamin yang telah diketahui fungsi dan sumber-sumber dari berbagai
macam atau jenis vitamin tersebut antaralain sebagai berikut...

a. Vitamin A (Retinol)

Vitamin A adalah vitamin yang berperan penting untuk menjaga dan merawat kecantikan
kulit agar tetap licin dan halus. Fungsi lain yang sangat penting adalah untuk
pertumbuhan tubuh dan menjaga kesehatan mata. Vitamin A banyak terdapat pada wortel,
sayuran hijau, ubi jalar, labu siam, avokad, dan semangka. Sumber vitamin A dari
makanan masih berupa provitamin A. Selanjutnya, di dalam organ hati, provitamin A
diubah menjadi vitamin A. Kekurangan vitamin A dapat mengakibatkan rabun senja dan
Xeroftalma Penyakit xeroftalmia menyebabkan mata mengering sehingga dapat
mengakitbatkan kebutaan.
b. Vitamin B1 (Tiamin)

Vitamin B1 merupakan salah satu vitamin yang penting bagi tubuh. Fungsi vitamin ialah
menambah nafsu makan serta mengatur fungsi alat-alat pencernaan dan fungsi saraf.
Sumber vitamin B1 yang terbaik ialah biji-bijian yang masih memiliki kulit ari,
kecambah, gandum, ragi, dan kacang-kacangan kering. Kekurangan vitamin B1 akan
menimbulkan gangguan pada saraf, mudah lelah, pencernaan kurang sempurna, serta
menyebabkan penyakit beri-beri.

c. Vitamin B2 (Riboflavin)

Vitamin B2 berperan penting pada pertumbuhan tubuh, menjaga kesehatan kulit, menjaga
kesehatan rambut, menjaga kesehatan rambut, menjaga kesehatan kuku, dan membantu
proses metabolisme karbohidrat sehingga memperoleh energi. Sumber vitamin B2 adalah
susu, kacang-kacangan, telur, dan ragi.

d. Vitamin B6 (Piridoksin)

Vitamin B6 berfungsi dalam pertumbuhan tubuh, menjaga kesehatan kulit dan rmabut,
mengurangi rasa mual dan meredakan mabuk perjalanan, mengurangi kejang lengan,
serta mencegah pelagra atau kulit kasar (meradang). Sumber vitamin B6 ialah biji-bijian
yang masih memiliki kulit ari, jagung, ikan, dan ragi. Kekurangan vitamin B6
mengakibatkan pelagra, susah tidur, mudah tersinggung, dan depresi.

e. Vitamin B12 (Sianokobalamin)

Vitamin B12 berperan dalam proses pembentukan sel-sel darah merah serta memperbaiki
daya konsentrasi. Sumber vitamin B12 meliputi hati, daging, dan telur. Kekurangan
vitamin B12 akan menyebabkan anemia, kelelahan, dan gangguan kulit.

f. Vitamin C (Asam Askorbat)

Vitamin C berperan dalam proses penyembuhan infeksi serta menanggulangi alergi dan
skorbut. Sumber vitamin C, antara lain jeruk, tomat, nanas dan sayuran segar.
Kekurangan vitamin C dapat mengakibatkan gusi berdarah, proses penyembuhan luka
terhambat, nyeri pada persendian, dan daya tahan terhadap infeksi yang rendah.
g. Vitamin D

Vitamin D sangat diperlukan dalam proses pembentukan tulang dan memperkuat rangka.
Sumber vitamin D, antara lain minyak ikan, kuning telur, susu, mentega, dan ikan laut.
Sumber vitamin D dari makanan masih berupa provitamin D. Sinar matahari akan
membantu mengubah provitamin D menjadi vitamin D dipermukaan kulit. Kekurangan
vitamin D menyebabkan pertumbuhan terhambat, kaki bengkok, gigi keropos, dan kejang
otot.

h. Vitamin E (Tokoferol)

Vitamin E berfungsi mencegah keguguran, kemandulan, dan perdarahan. Sumber vitamin


E berupa kecambah biji-bijian, minyak zaitun, dan minyak kelapa. Kekurangan vitamin E
menyebabkan gangguan pada otot dan kemandulan

i. Vitamin K (Filokuinon)

Vitamin K berperan pada proses pembekuan darah ketika terjadi luka. Vitamin K banyak
terdapat pada sayuran hijau, kedelai, dan tomat. Kekurangan vitamin K menyebabkan
darah sukar membeku.

Vitamin adalah senyawa kimia yang tidak dapat dibuat sendiri oleh tubuh, tetapi sangat
diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Tubuh memerlukan vitamin
dengan jumlah sedikit, tetapi terus-menerus. Vitamin berfungsi untuk pertumbuhan sel,
mengatur, dan memperbaiki fungsi alat tubuh, serta mengatur penggunaan makanan dan
energi.

F. VAKSIN

Vaksin atau Imunisasi adalah suatu proses untuk meningkatkan sistem kekebalan
tubuh dengan cara memasukkan vaksin, yakni virus atau bakteri yang sudah dilemahkan,
dibunuh, atau bagian-bagian dari bakteri (virus) tersebut telah dimodifikasi.
Vaksin dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan atau diminum (oral). Setelah vaksin
masuk ke dalam tubuh, sistem pertahanan tubuh akan bereaksi membentuk antibodi.
Reaksi ini sama seperti jika tubuh kemasukan virus atau bakteri yang sesungguhnya.
Antibodi selanjutnya akan membentuk imunitas terhadap jenis virus atau bakteri tersebut.

Imunisasi sangat penting untuk melindungi bayi dari penyakit-penyakit menular


yang bahkan bisa membahayakan jiwa. Di Indonesia, imunisasi bayi dan anak
dikelompokkan menjadi dua. Kelompok pertama berisi jenis imunisasi yang diwajibkan
oleh pemerintah melalui program pengembangan imunisasi (PPI). Kelompok imunisasi
yang diwajibkan ini dibiayai seluruhnya oleh pemerintah. Oleh karena itu vaksin-vaksin
tersebut bisa diperoleh masyarakat luas secara gratis di Puskesmas dan Posyandu.
Kelompok kedua adalah vaksin-vaksin yang dianjurkan oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI). Jenis vaksin dalam kelompok ini belum diwajibkan pemerintah.
Berikut jenis-jenis imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah dan bisa didapat secara
gratis di Puskesmas atau Posyandu:

Jenis Vaksin Keterangan

Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin) dapat diberikan sejak lahir.


Imunisasi ini betujuan untuk memberikan kekebalan tubuh terhadap
BCG penyakit tubercolocis (TBC). Apabila vaksin BCG akan diberikan
pada bayi di atas usia 3 bulan, ada baiknya dilakukan dulu uji
tuberkulin. BCG boleh diberikan apabila hasil tuberkulin negatif.

Vaksin Hepatitis B yang pertama harus diberikan dalam waktu 12


jam setelah bayi lahir, kemudian dilanjutkan pada umur 1 bulan dan
Hepatitis B
3 hingga 6 bulan. Jarak antara dua imunisasi Hepatitis B minimal 4
minggu. Imunisasi ini untuk mencegah penyakit Hepatitis B.

Imunisasi Polio diberikan untuk mencegah poliomielitis yang bisa


Polio
menyebabkan kelumpuhan.

Vaksin DPT adalah vaksin kombinasi untuk mencegah penyakit


difteri, pertusis (batuk rejan), dan tetanus. Ketiga penyakit ini sangat
mudah menyerang bayi dan anak. Imunisasi DPT diberikan pada bayi
DPT umur lebih dari 6 minggu. Vaksin DPT dapat diberikan secara
simultan (bersamaan) dengan vaksin Hepatits B. Ulangan DPT
diberikan pada usia 18 bulan dan 5 tahun. Usia 12 tahun mendapat
vaksin TT (tetanus) melalui program Bulan Imunisasi Anak Sekolah
(BIAS).

Vaksin Campak-1 diberikan pada usia 9 bulan, lalu Campak-2 pada


Campak
usia 6 tahun melalui program BIAS.
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Dalam pemberian obat kita selaku perawat harus teliti ada prinsif 6B yang bisa jadi
panduan untuk kita selaku perawat selain itu kita tidak boleh mengacuhkan hak pasien
karena sudah dijelaskan tadi diatas pasien pun memiliki hak haknya yang harus kita
penuhi, Penyakit obstruktif paru meliputi asma, mvisema dan penyakit paru obsruktif
paru kronis (PPOK), yang menyebabkan obstruksi jalan napas utama, dan sindrom gawat
napas (RDS) yang menyebabkan obstruksi di tingkat alveolus. Obat-obat yang digunakan
untuk mengobati asma dan PPOK adalah obat yang menghambat implamasi dan obat
yang mendilatasi bronkus. Untuk mengetahui permasalahan pencernaan dan memilih obat
yang tepat kita perlu mengenal juga sistem pencernaan kita. Adapun sistem pencernaan
(mulai dari mulut sampai anus) berfungsi sebagai berikut : menerima makanan memecah
makanan menjadi zat-zat gizi (suatu proses yang disebut pencernaan) menyerap zat-zat
gizi ke dalam aliran darah membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna dari
tubuh Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan, kerongkongan, lambung, usus
halus, usus besar, rektum dan anus’ Vitamin adalah senyawa kimia yang tidak dapat
dibuat sendiri oleh tubuh, tetapi sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan
tubuh. Tubuh memerlukan vitamin dengan jumlah sedikit, tetapi terus-menerus. Vitamin
berfungsi untuk pertumbuhan sel, mengatur, dan memperbaiki fungsi alat tubuh, serta
mengatur penggunaan makanan dan energi. Conto obat cardio diantaranya Glikosida
jantung meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium dan menurunkan konduktivitas di
atrioventricular (AV) node. Digoksin adalah glikosida jantung yang paling banyak
digunakan.Glikosida jantung bermanfaat untuk pengobatan takikardi supraventrikel,
terutama untuk mengontrol respon ventrikular pada fibrilasi atrium yang menetap.
Vaksin atau Imunisasi adalah suatu proses untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh
dengan cara memasukkan vaksin, yakni virus atau bakteri yang sudah dilemahkan,
dibunuh, atau bagian-bagian dari bakteri (virus) tersebut telah dimodifikasi.
Vaksin dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan atau diminum (oral). Setelah vaksin
masuk ke dalam tubuh, sistem pertahanan tubuh akan bereaksi membentuk antibodi.
Reaksi ini sama seperti jika tubuh kemasukan virus atau bakteri yang sesungguhnya.
Antibodi selanjutnya akan membentuk imunitas terhadap jenis virus atau bakteri tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

o Buku ajaran FARMAKOLOGI KEPERAWATAN


o http://pionas.pom.go.id/ioni/pedoman-umum
o http://vintamedia.com pengelolaan obat di rumah sakit
o https://id.wikipedia.org/wiki/Vaksin
o http://www.academia.edu/12333089/Pengenalan_Obat_Autakoid_Anti
_Parasit_Vitamin

Anda mungkin juga menyukai