Anda di halaman 1dari 32

1

LAPORAN KASUS
PERSALINAN PRETERM

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya


KSM Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSD dr. Soebandi

Oleh:
Nafiys Hilmy
142011101057

Pembimbing:
dr. Yonas Hadisubroto, Sp.OG

KSM/LAB OBSGYN RSD DR. SOEBANDI JEMBER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
2018
2

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................. ii
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................... 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian .................................... ................................. 2
2.2 Etiologi ........................................................................... 2
2.3 Patofisiologi ................................................................... 3
2.4 Klasifikasi ..................................... ................................. 5
2.5 Faktor Risiko .................................................................. 5
2.6 Diagnosis ........................................................................ 10
2.7 Permasalahan Persalinan Preterm ............................... 12
2.8 Tatalaksana .................................................................... 13
BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan .................................................................... 17
BAB IV. LAPORAN KASUS
4.1 Identitas Pasien ............................................................. 18
4.2 Anamnesis ..................................................................... 18
4.3 Pemeriksaan Fisik dan Umum .................................... 19
4.4 Diagnosis ....................................................................... . 21
4.5 Penatalaksanaan ........................................................... 21
4.6 Lembar Follow Up ....................................................... . 22
DAFTAR PUSTAKA ..................... ............................................... 29

ii
1

BAB 1
PENDAHULUAN

Pada tahun 2012 sekitar 44% bayi meninggal pada 28 hari pertama kehidupan
(masa neonatal). Penyebab terbesar (37%) ialah persalinan preterm. Persalinan
preterm menjadi penyebab kematian kedua tersering pada usia kurang dari lima
tahun setelah pneumonia (WHO, 2015). Di Amerika Serikat sebanyak 13.000
kematian neonatal atau sekitar 45% disebabkan karena persalinan preterm. Di
Afrika sebanyak 265.000 kematian neonatal atau sekitar 23% disebabkan karena
persalinan preterm. Pada tahun 2000-2003 di Asia, angka kematian neonatal yang
disebabkan persalinan preterm sebesar 413.000 atau 30% dari kematian neonatal
(WHO, 2005).
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan kurang
dari 37 minggu. Menurut data WHO tahun 2015 bahwa di dunia setiap tahunnya
diperkirakan 15 juta bayi lahir dari persalinan preterm. Pada tahun 2005 angka
kejadian persalinan preterm di rumah sakit Indonesia sebayak 3.142 kasus dan pada
tahun 2006 yaitu sebanyak 3.063 kasus (Kemenkes RI, 2014). Hal ini menunjukkan
terjadinya penurunan kejadian persalinan preterm namun pada tahun 2010 angka
kejadian persalinan preterm di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup
signifikan yaitu berkisar 675.700 kasus. Angka ini menyebabkan Indonesia
menempati peringkat kelima negara dengan persalinan preterm terbesar (WHO,
2016).
Persalinan preterm dapat disebabkan adanya masalah kesehatan pada ibu hamil
dan janin itu sendiri. Penyebab pasti terjadinya persalinan preterm masih belum
jelas. Menurut Cunningham et al. (2014) terdapat faktor risiko yang dapat
menyebabkan terjadinya persalinan preterm yaitu faktor idiopatik, anomali saluran
reproduksi, hipertensi ibu, solusio plasenta, plasenta previa, ketuban pecah dini, dan
kehamilan gemelli. Preterm memiliki banyak komplikasi khususnya bagi neonatus
antara lain berupa Respiratory Distress, Intra Ventricular Haemorhagge dan
Necrotizing Eneterocolitis.
2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Persalinan Preterm


Persalinan preterm menurut WHO adalah persalinan yang terjadi antara usia
kehamilan 20 minggu sampai kurang dari 37 minggu, dihitung dari hari pertama
haid terakhir pada siklus 28 hari dihitung dari hari pertama haid terakhir (Himpunan
Kedokteran Fetomaternal POGI, 2011).

2.2 Etiologi Persalinan Preterm


Menurut Cunningham et al. (2014), terdapat empat penyebab utama
persalinan preterm di Amerika Serikat, yaitu:
1. Persalinan atas indikasi ibu atau janin
2. Persalinan kurang bulan spontan idiopatik dengan selaput ketuban utuh
3. Ketuban pecah dini preterm (PPROM) idiopatik
4. Kehamilan gemelli dan multifetus yang lebih banyak.
Indikasi umum untuk dilakukan persalinan preterm adalah preeklamsia,
distress janin, kecil masa kehamilan, dan solusio plasenta. Sedangkan indikasi yang
kurang umum adalah hipertensi kronik, plasenta previa, perdarahan tanpa sebab
yang jelas, diabetes, penyakit ginjal, isoimunisasi Rh, dan malformasi kongenital
(Cunningham et al., 2014).
Menurut Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI (2011), keadaan yang
sering menyebabkan persalinan preterm elekttif adalah keadaan ibu dan janin.
Keadaan ibu diantaranya: preeklamsi berat, eklamsi, perdarahan antepartum
(plasenta previa dan solusio plasenta), korioamnionitis, dan penyakit jantung yang
berat atau penyakit paru/ginjal yang berat. Sedangkan keadaan janin diantaranya :
gawat janin (anemia, hipoksia, asidosis, gangguan jantung janin), infeksi
intrauterine, pertumbuhan janin terhambat, isoimunisasi rhesus, dan tali pusat kusut
(cord entanglement) pada kembar monokorionik.
3

2.3 Patofisiologi Persalinan Preterm


Menurut Beckmann et al. (2010) terdapat empat mekanisme utama yang
dapat menyebabkan terjadinya persalinan preterm, yaitu:
1. Aktivasi aksis Hypothalamus-Pituitary-Adrenal pada ibu dan janin
karena stress maternal dan janin
2. Decidua-chorioamniotis atau inflamasi sistemik karena infeksi
3. Perdarahan desidua
4. Distensi uterus patologik
Mekanisme pertama ditandai dengan stres dan anxietas. Stres fisik dan
psikologi menyebakan aktivasi aksis hormon adrenal pada plasenta yang
menyebabkan terjadinya persalinan preterm. Trimes terakhir ditandai dengan
meningkatnya kadar serum plasenta yang berasal dari hormon Corticotropin
Releasing Hormone (CRH). Hormon ini bekerja dengan Adrenocorticotropic
Hormone (ACTH) untuk meningkatkan produksi hormon steroid adrenal pada ibu
dan janin, termasuk inisiasi sintesis kortisol janin. Meningkatnya kadar kortisol ibu
dan janin meningkatkan sekresi CRH pada plasenta, sehingga mengakibatkan
umpan balik positif produksi CRH terus-menerus. Meningkatnya kadar CRH lebih
merangsang sintesis dehydroepiandrosteron sulfate (DHEA-S) pada janin, yang
akan meningkatkan kadar estrogen ibu, terutama estriol. Meningkatnya kadar
kortisol dan estrogen akan mengganggu ketegangan miometrium dan mempercepat
pematangan serviks (Cunningham et al., 2014).
Mekanisme kedua adalah decidua-chorioamniotis atau inflamasi sistemik.
Decidua-chorioamniotis yaitu infeksi bakteri yang menyebar ke uterus dan cairan
amnion. Keadaan ini merupakan penyebab potensial terjadinya persalinan preterm.
Infeksi intraamnion akan menyebabkan pelepasan mediator inflamasi seperti pro-
inflamatory sitokin (IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α). Sitokin akan merangsang
pelepasan CRH, yang akan merangsang aksis Hypothalamus-Pituitary-Adrenal
(HPA) janin dan menghasilkan kortisol dan DHEAS. Hormon-hormon ini
bertanggung jawab untuk sintesis uterotonin (prostaglandin dan endotelin) yang
akan menimbulkan kontraksi. Sitokin juga berperan dalam meningkatkan pelepasan
4

matrix metaloprotease (MMP) yang mengakibatkan perubahan pada serviks dan


pecahnya kulit ketuban (Herawati, 2013).
Mekanisme ketiga yaitu mekanisme yang berhubungan dengan perdarahan
desidua dengan ditemukannya peningkatan hemosistein yang akan mengakibatkan
kontraksi miometrium. Perdarahan pada plasenta dan desidua menyebabkan
aktivasi dari faktor pembekuan Xa (protombinase). Protombinase akan mengubah
protrombin menjadi trombin dan pada beberapa penelitian trombin mampu
menstimulasi kontraksi miometrium (Snegovskikh et al., 2006).
Mekanisme keempat adalah peregangan berlebihan dari uterus yang bisa
disebabkan oleh kehamilan gemelli, polyhydramnion atau distensi berlebih yang
disebabkan oleh kelainan uterus atau proses operasi pada serviks. Mekanisme ini
dipengaruhi oleh IL-8, prostaglandin, dan COX-2 (Novak et al.,2008). Mekanisme
terjadinya persalinan preterm dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan 2.2 berikut.

Gambar 2.1 Patofisiologi persalinan preterm (Sumber: Beckmann et al., 2010)


5

Gambar 2.2 Patofisiologi persalinan preterm (Sumber: Lockwood (2001) dalam


Hipunan Kedokteran Fetomaternal POGI, 2011)

2.4 Klasifikasi Persalinan Preterm


Menurut kejadiannya, persalinan preterm digolongkan menjadi:
1. Idiopatik/spontan
Sekitar 50% penyebab persalinan preterm tidak diketahui.
Sedangkan 12,5% persalinan preterm spontan didahului oleh PPROM
yang sebagian besar disebabkan factor infeksi.
2. Iatrogenik/elektif
(Moutquin, 2003)
Menurut usia kehamilannya, persalinan preterm digolongkan menjadi:
1. Preterm (usia kehamilan 32-36 minggu)
3. Very preterm (usia kehamilan 28- 32 minggu)
4. Extremely preterm (usia kehamilan 20-27 minggu).

2.5 Faktor Risiko Persalinan Preterm


2.5.1 Usia Ibu
Risiko terjadinya persalinan preterm meningkat pada ibu usia lebih dari atau
sama dengan 35 tahun. Pada usia ibu lebih dari/sama dengan 35 tahun telah terjadi
6

penurunan fungsi organ reproduksi. Penurunan fungsi organ reproduksi akan


mempengaruhi kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya. Ibu dan janin yang
dikandungnya akan memiliki banyak hal yang dapat mempersulit dan memperbesar
risiko kehamilan (Cunningham et al., 2014).

2.5.2 Penyakit Dalam Kehamilan


a. Preeklampsia/Eklampsia
Preeklampsia adalah hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90 mmHg) yang timbul
setelah usia 20 minggu kehamilan dan disertai dengan proteinuria, sedangkan
eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang dan atau koma
(Prawirohardjo, 2014). Preeklampsia meningkatkan risiko terjadinya solusio
plasenta, persalinan preterm, Intrauterine Growth Retardation (IUGR), dan
hipoksia akut. Preeklampsia menyumbang sekitar 15% dari semua kelahiran
preterm. Preeklampsia/eklamspia didasari oleh beberapa teori, namun teori yang
saat ini paling banyak digunakan adalah teori iskemia plasenta, radikal bebas dan
disfungsi endotel.
Berdasarkan teori ini terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis” sehingga
menyebabkan plasenta mengalami iskemia dan terjadi disfungsi endotel
(Prawirohardjo, 2014). Spasme pembuluh darah arteriola yang menuju organ
penting dalam tubuh dapat menyebabkan mengecilnya aliran darah yang menuju
retroplasenta sehingga mengakibatkan gangguan pertukaran CO2, O2 dan nutrisi
pada janin. Hal ini menyebabkan terjadinya vasospasme dan hipovolemia sehingga
janin menjadi hipoksia dan malnutrisi. Hipoksia menyebabkan plasenta
mentransfer kortisol dengan kadar yang tinggi ke dalam sirkulasi janin. Konsentrasi
kortisol yang tinggi akan mensintesis prostaglandin yaitu protasiklin (PGE-2) yang
menyebabkan timbulnya kontraksi, perubahan pada serviks dan pecahnya kulit
ketuban, sehingga bayi sering terlahir preterm (Snegovskikh et al., 2006).
b. Anemia
Anemia adalah suatu kelainan darah yang terjadi ketika tubuh menghasilkan
terlalu sedikit sel darah merah (SDM), penghancuran SDM berlebihan, atau
7

kehilangan banyak SDM. Anemia selama kehamilan didefinisikan sebagai suatu


keadaan kadar hemoglobin < 10 g/dL (Cunningham et al., 2014).
Pada ibu hamil, total jumlah plasma dan jumlah SDM meningkat dari
kebutuhan awal, namun peningkatan volume plasma lebih besar dibandingkan
peningkatan massa SDM. Hal ini menyebabkan penurunan konsentrasi
hemoglobin, sehingga mempengaruhi kadar O2 yang masuk ke dalam jaringan.
Kurangnya pasokan O2 ke jaringan dapat menyebabkan hipoksia jaringan yang
kemudian akan menyebabkan diproduksinya kortisol dan prostaglandin yang akan
mencetuskan terjadinya persalinan preterm pada ibu dengan anemia (U.S.
Departement Of Health and Human Services, 2011). Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Levy et al. pada tahun 2005, kadar hemoglobin yang dapat
menyebabkan terjadinya persalinan preterm adalah < 8 g/dL.

2.5.3 Riwayat Persalinan Preterm


Wanita yang mengalamin persalinan preterm memiliki risiko untuk
mengalami persalinan preterm kembali pada kehamilan selanjutnya. Menurut data
Health Technology Assessment Indonesia tahun 2010 bahwa insiden terjadinya
persalinan pretermselanjutnya setelah 1x persalinan pretermmeningkat hingga
14,3%. Insiden terjadinya persalinan preterm selanjutnya setelah 2x persalinan
preterm meningkat hingga 28%.

2.5.4 Ketuban Pecah Dini


Ketuban pecah dini adalah pecahnya kulit ketuban sebelum persalinan dan
sebelum usia kehamilan <37 minggu. Ketuban pecah dini terjadi pada 1% -3% dari
seluruh kehamilan dan bertanggung jawab untuk sepertiga dari semua persalinan
preterm (Coltart et al., 2011). Ketuban pecah selama persalinan secara umum
disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang, keseimbangan antara
sintesis dan degradasi matriksekstraseluler, perubahan struktur dan jumlah sel, dan
katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah.Degradasi kolagen
dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang dihambat oleh inhibitor
jaringan spesifik dan inhibitor protease.
8

Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antar MMP dan Tissue Inhibitor


of Metalloproteinase (TIMP-1) mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks
ekstraseluler dan membran janin. Pecahnya selaput ketuban yang berfungsi
melindungi atau menjadi pembatas dunia luar dan ruangan dalam rahim pecah dan
mengeluarkan air ketuban menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan
ruangan dalam rahim yang memudahkan terjadinya infeksi asenden. Semakin lama
periode laten maka semakin besar kemungkinan infeksi dalam rahim, persalinan
pretermdan selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan
bayi atau janin dalam rahim (Prawirohardjo, 2014).

2.5.5 Perdarahan Antepartum


Perdarahan antepartum adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 24
minggu hingga sebelum kelahiran bayi. Perdarahan antepartum menyebabkan
seperlima bayi lahir dengan persalinan preterm dan juga menyebabkan bayi yang
dilahirkan mengalami cerebral palsy. Penyebab paling sering dari perdarahan
antepartum adalah plasenta previa dan solusio plasenta.
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim
demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri
internum.Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan
plasenta maternal dari tempat implantasinya sebelum waktunya. Perdarahan tidak
dapat berhenti dikarenakan uterus yang sedang mengandung tidak mampu
berkontraksi untuk menjepit pembuluh arteri spiralis yang terputus (Prawirohardjo,
2014).Perdarahan yang terjadi pada plasenta dan desidua menyebabkan aktivasi
dari faktor pembekuan Xa (protombinase). Protombinase akan mengubah
protrombin menjadi trombin dan pada beberapa penelitian trombin mampu
menstimulasi kontraksi miometrium dan menginduksi persalinan preterm
(Snegovskikh et al., 2006). Gambar 2.2 merupakan mekanisme perdarahan
anteparum yang dapat menyebabkan terjadinya persalinan preterm.
9

Gambar 2.2 Patofisiologi terjadinya persalinan preterm pada perdarahan plasenta


(Sumber: Snegovskikh et al., 2006)

2.5.6 Kehamilan Gemelli


Kehamilan gemelli adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih yang
dikandung. Kehamilan gemelli dianggap mempunyai risiko tinggi karena dapat
menyebabkan komplikasi lebih tinggi untuk mengalami hiperemesis gravidarum,
hipertensi dalam kehamilan, kehamilan dengan polihidroamnion, persalinan
preterm, pertumbuhan janin terhambat (Manuaba et al., 2007). Kehamilan gemelli
merupakan 30% penyebab terjadinya persalinan preterm di Indonesia pada tahun
2010 (Health Technology Assessment Indonesia, 2010).Fisiologi dari kehamilan
gemelli yaitu dua ovum yang dibuahi pada saat hampir besamaan atau berasal dari
satu ovum yang mengalami pemecahan disaat dini. Persalinan preterm pada
kehamilan gemelli dapat terjadi dikarenakan terjadinya overdistensi, maka retraksi
akibat ketegangan otot uterus makin dini sehingga dimulailah proses Braxton
Hicks, kontraksi makin sering dan menjadi HIS persalinan (Manuabaet al., 2007).
10

2.5.7 Polihidroamnion
Polihidroamnion adalah keadaan dimana jumlah air ketuban lebih dari
2000mL. Produksi air ketuban berlebih menyababkan terjadinya peregangan yang
berebih sehingga merangsang persalinan sebelum usia kehamilan 28 minggu. Hal
tersebut dapat menyebabkan kelahiran preterm dan dapat meningkatkan kejadian
bayi dengan berat badan lahir rendah (Cunningham et al., 2014).

2.6 Diagnosis Persalinan Preterm


Diferensiasi awal antara persalinan asli dan palsu cukup sulit dilakukan
sebelum dibuktikan dengan pendataran dan dilatasi serviks. Aktivitas uterus sendiri
dapat keliru karena adanya kontraksi Braxton Hicks (kontraksi uterus yang tidak
teratur, tidak ritmik dan kadang nyeri) sehingga dapat membingungkan dalam
diagnosis persalinan preterm (Cunningham et al., 2014).
Menurut Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI (2011), diagnosis
persalinan preterm dapat dilakukan dengan:
1. Anamnesis: penentuan usia kehamilan, faktor risiko (riwayat obstetri,
perdarahan, infeksi)
2. Gejala dari persalinan preterm
a. Nyeri perut bawah dan/atau kram dan/atau pelvic pressure
b. Nyeri pinggang belakang
3. Tanda persalinan preterm
a. Kontraksi uterus: intensitas, frekuensi, durasi
His yang regular dengan interval tiap 8-10 menit yang disertai
perubahan serviks. Prediksi persalinan preterm yang hanya
berdasarkan kontraksi uterus sulit karena:
- Hanya 15% kontraksi tampak pada gambaran kardiotokografi
(CTG)
- Pada kehamilan biasa terjadi kontraksi Braxton Hicks
b. Kriteria Creasy dan Heron:
Kontraksi uterus 4 kali dalam 20 menit atau 8 kali dalam satu jam,
dan disertai dengan salah satu keadaan dibawah ini:
11

- Pecahnya kantung amnion


- Pembukaan serviks > 2 sentimeter
- Pendataran serviks > 50%
c. Peningkatan duh vagina
d. Perubahan seviks
Digital, dengan memeriksa panjang dan pembukaan serviks,
pemeriksaan ini sangat subjektif
e. USG abdominal, transvaginal, transperineal
Funneling
Funneling adalah dilatasi ostium servikalis, merupakan proses
pendataran dengan lebar ≥5 mm. Gambaran perkembangan
morfologi funnelling dapat digambarkan sebagai proses TYVU.

Gambaran serviks normal:


- Nulipara : 24 minggu : 40 ± 8 mm
- Nulipara : 28 minggu : 33 ± 8 mm
- Multipara : 24 minggu : 36 ± 8 mm
- Multipara : 28 minggu : 35 ± 9 mm
- Panjang serviks ≤ 25 mm pada 16-24 minggu mempunyai risiko
6 kali lebih besar untuk persalinan preterm
- Panjang funnel lebih dari 50% mempunyai prognosis buruk,
70% terjadi persalinan
- Normal funnelling adalah gambaran T
12

- Panjang serviks >40 mm, risiko persalinan preterm 0,2%, bila


panjang serviks 5 mm persalinan preterm mencapai 78%
f. Perdarahan
Memberikan nilai sensitivitas yang relatif rendah namun nilai
prediksi positifnya tinggi.
g. Pemeriksaan fibronectin fetus
Fibronectin fetus merupakan salah satu penanda terbaik, kadar
dalam sekret servikovagina ≥50 ng/mL pada gestasi ≥22 minggu
meningkatkan resiko terjadinya persalinan preterm spontan.

2.7 Permasalahan Persalinan Preterm


Persalinan preterm memiliki dampak yang cukup serius bagi bayi. Adapun
secara garis besar, kedua dampak tersebut dibagi menjadi dampak jangka pendek
dan dampak jangka panjang.
Organ atau
Masalah Jangka Pendek Masalah Jangka Panjang
Sistem
Paru-paru Sindrom distress pernapasan Displasia bronkopulmoner,
kebocoran udara, dysplasia penyakit jalan napas reaktif,
bronkopulmoner, apneu asma
prematuritas
Gastrointestinal Hiperbilirubinemia, gangguan Gagal tumbuh, sindrom
atau nutrisional makan, necrotizing short-bowel, kolestatis
enterocolitis, gangguan
pertumbuhan
Imunologi Infeksi nosocomial, Infeksi respiratory syncytial
imunodefisiensi, infeksi virus, bronkiolitis
perinatal
Sistem Saraf Perdarahan intraventricular, Cerebral palsy, hidrosefalus
Pusat leukomalasia periventrikuler, atrofi serebral, hambatan
hidrosefalus
13

neurodevelopmental,
gangguan pendengaran
Oftalmologi Retinopati prematuritas Kebutaan, ablasio retina
myopia, strabismus
Kardiovaskular Hipotensi, ductus arteriosus Hipertensi pulmonal,
paten, hipertensi pulmonal hipertensi saat dewasa
Renal Ketidakseimbangan air dan Hipertensi saat dewasa
elektrolit, gangguan asam-basa
Hematologi Anemia iatrogenic,
memerlukan tranfusi berulang,
anemia prematuritas
Endokrinologi Hipoglikemia, kadar tiroksin Kelemahan regulasi
rendah sementara, defisiensi glukosa, peningkatan
kortisol resistensi insulin
(Cunningham et al., 2014)

2.8 Tatalaksana Persalinan Preterm


Manajemen persalinan kurang bulan mencakup:
1. Tirah baring (bedrest)
2. Hidrasi dan sedasi
3. Pemberian tokolitik
4. Pemberian steroid
5. Pemberian antibiotic
6. Emergency cerclage
7. Perencanaan persalinan
(Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI, 2011)
2.8.1 Tirah baring (bedrest)
Kepentingan istirahat revah disesuaikan dengan kebutuhan ibu, namun secara
statistik tidak terbukti dapat mengurangi kejadian kurang bulan.
14

2.8.2 Hidrasi dan sedasi


Hidrasi oral maupun intravena sering dilakukan untuk mencegah persalinan
preterm, karena sering terjadi hipovolemik pada ibu dengan kontaksi prematur,
walaupun mekanisme biologisnya belum jelas. Preparat morfin dapat digunakan
untuk mendapatkan efek sedasi.

2.8.3 Pemberian tokolitik


Tokolitik akan menghambat kontraksi myometrium dan dapat menunda
persalinan.
a. Nifedipin
Nifedipin adalah antagonis kalsium diberikan per oral. Dosis inisial 20 mg,
dilanjutkan 10-20 mg, 3-4 kali perhari, disesuaikan dengan aktivitas uterus sampai
48 jam. Dosis maksimal 60 mg/hari. Komplikasi yang dapat terjadi adalah sakit
kepala dan hipotensi.
b. COX 2 inhibitor
Dosis awal indomethacin adalah 100 mg, dilanjutkan 50 mg per oral setiap 6
jam untuk 8 kali pemberian. Jika pemberian lebih dari dua hari, dapat menimbulkan
oligohidramnion akibat penurunan renal blood flow janin. Indomethacin
direkomendasikan pada kehamilan ≥ 32 minggu karena dapat mempercepat
penutupan ductus arteiosus.
c. Magnesium Sulfat
Magnesium sulfat dipakai sebagai tokolitik yang diberikan secara parenteral.
Dosis awal 4-6 gr IV diberikan dalam 20 menit, diikuti 1-4 gram per jam tergantung
produksi urin dan kontraksi usus. Bila terjadi efek toksisk, berikan kalsium
glukonas 1 gram secara IV perlahan.
d. Atosiban
Atosiban adalah suatu analog oksitosin yang bekerja pada reseptor oksitosin
dan vasopressin. Dosis awal 6,75 mg bolus dalam satu menit, diikuti 18 mg/jam
selama 3 jam per infus, kemudian 6 mg/jam selama 45 jam. Dosis maksimal 330
mg.
15

e. Beta 2 simpatomimetik
Saat ini sudah banyak ditinggalkan. Preparat yang biasa dipakai adalah
ritodrine, terbutaline, salbutamol, isoxsuprine, fenoterol dan hexoprenaline. Nadi
ibu, tekanan darah dan denyut jantung janin harus dimonitor selama pengobatan.
Kontraindikasi pemberian adalah penyakit jantung pada ibu, hipertensi atau
hipotensi, hipertiroidi, diabetes dan perdarahan antepartum. Efek samping yang
dapat terjadi pada ibu adalah palpitasi, rasa panas pada muka (flushing), mual, sakit
kepala, nyeri dada, hipotensi, aritmia kordis, edema paru, hiperglikema dan
hipokalemia. Efek samping pada janin antara lain fetal takikardia, hipoglikemia,
hipokalemia, ileus dan hipotensi,
f. Progesteron
Progesteron dapat mencegah persalinan preterm. Injeksi l-alpha-
hydroxyprogesterone corporate menurunkan persalinan preterm berulang. Dosis
250 mg (1 mL) IM tiap minggu sampai 37 minggu kehamilan atau sampai
persalinan. Pemberian dimulai 16-21 minggu kehamilan.

2.8.4 Pemberian steroid


Pemakaian kortikosteroid dapat menurunkan kejadian RDS, kematian
neonatal dan perdarahan intraventricular. Dianjurkan pada kehamilan 24-36
minggu, namun dipertimbangkan sampai 36 minggu. Kontraindikasi adalah infeksi
yang berat (tuberculosis dan korioamnionitis).
Betametason merupakan obat terpilih, diberikan secara injekasi intramskuler
dengan dosis 12 mg dan diulangi 24 jam kemudian. Efek optimal dapat dicapai
dalam 1-7 hari pemberian, setelah 7 hari efeknya masih meningkat. Apabila tidak
terdapat betametason, dapat diberikan dexametason dengan dosis 2x5 mg IM per
hari selama 2 hari. Menurut Hariadi (2014), specimen bhametasone 12-16 mg/hari
selama 2 hari, sedangkan dexamethasone diberikan 6 mg setiap 6 jam secara
intramuskular. Pemakaian berulang tidak dianjurkan karena dapat meningkatkan
efek hipertensi pada ibu dan gangguan perkembangan syaraf pada janin.
16

2.8.5 Pemberian antibiotik


Pemberian antibiotika pada persalinan tanpa infeksi tidak dianjurkan karena
tidak dapat meningkatkan luaran persalinan. Pada ibu dengan ancaman persalinan
preterm dan terdeteksi adanya vaginosis bakterial, pemberian klindamisin (2x300
mg sehari selama 7 hari) atau metronidazole (2x500 mg sehari selama 7 hari), atau
eritromisin (2x500 mg sehari selama 7 hari) akan bermanfaat bila diberikan pada
usia kehamlan <32 minggu.

2.8.6 Emergency cerclage


Di negara maju telah dilakukan emergency cerclage pada ibu hamil dengan
pembukaan dan pendataran serviks yang nyata tanpa kontraksi. Secara teknik hal
ini sulit dilakukan dan berisiko untuk terjadi pecah ketuban
.
2.8.7 Perencanaan persalinan
Persalinan preterm harus dipertimbangkan kasus perkasus dengan
mengikutsertakan pendapat orangtuanya. Untuk kehamilan <32 minggu sebaiknya
ibu dirujuk ke tempat yang mempunyai fasilitas neonatal intensive care unit
(NICU).
Kehamilan <24 minggu dilahirkan pervaginam. Kehamilan 24-37 minggu
diperlakukan sesuai dengan risiko obstetrik lainnya dan disamakan dengan aturan
persalinan aterm. Tidak dianjurkan forceps atau episiotomy elektif.
17

BAB 3. KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan kurang
dari 37 minggu. Ada berbagai macam faktor risiko dan etiologis dari persalinan
preterm. Persalinan preterm sendiri memiliki banyak komplikasi, baik bagi janin
maupun bagi ibu. untuk itu, penanganan bagi persalinan preterm perlu dilakukan
dengan tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.
18

BAB 4. LAPORAN KASUS

4.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. AD
No. RM : 226831
Jenis Kelamin : Perempuan
Tgl lahir/ Umur : 7-12-1986/32 tahun
Status Nikah : Menikah
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Madura/Indonesia
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
Alamat : Karangdayat, Sumberbaru
MRS : 29 Agustus 2018, pukul 13.15 WIB

4.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Kenceng-kenceng
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merasa hamil 8 bulan, mengeluhkan kenceng-kenceng sejak
pukul 05.00 (29/08/2018) yang disertai dengan keluar cairan sedikit-sedikit
dari jalan lahir. Pasien kemudian dibawa ke PKM pukul 10.30 (29/08/2018)
dan dirujuk ke RSD dr. Soebandi melalui PONEK karena persalinan kurnag
bulan.
Riwayat Penyakit Dahulu dan Operasi
Pasien menyangkal memiliki penyakit saluran reproduksi (infeksi/
keganasan), keputihan, hipertensi, DM, Asma, penyakit jantung ataupun
kejang. Pasien mengaku tidak pernah dirawat inap di rumah sakit dan tidak
pernah dioperasi.
19

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit yang
sehubungan dengan keluhan yang dialami pasien.
Riwayat Alergi
Alergi obat/makanan disangkal
Riwayat Sosial
Pasien adalah seorang Ibu Rumah Tangga. Pola makan pasien sehari-
hari baik dan teratur. Pasien mengaku tidak memiliki kecenderungan
mengonsumsi jenis makanan tertentu. Pasien tidak memiliki kebiasaan
minum alkohol dan merokok. Hubungan pasien dengan keluarga serta
lingkungan sekitar baik (riwayat sosial ekonomi: sedang)
Riwayat menarche : 12 tahun
Riwayat menstruasi : teratur, selama 7 hari dalam 28 hari, nyeri +
Riwayat marital : 2 kali
1. Usia 19 tahun, selama 11 tahun
2. Usia 30 tahun, selama 2 tahun
Riwayat Obstetri :
1. Perempuan/13 tahun/1900 gram/spontan/bidan/hidup
2. Abortus
3. Abortus
4. Hamil ini
Riwayat Kontrasepsi : Pil KB
Riwayat ANC : Rutin di posyandu, sejak usia kehamilan 12 minggu
HPHT : 10-1-2018
HPL : 17-10-2018

4.3 Pemeriksaan Fisik


4.3.1 Status Generalis
Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Komposmentis
Kepala/Leher : Anemis (-) Ikterik (-) Sianosis (-) Dispneu (-)
20

TD : 120/70 mmHg HR : 84 x/menit


RR : 18 x/menit Tax : 36,7 °C
Thorax/Jantung : S1 S2 tunggal reguler,
Ekstrasistol (-) Gallop (-) Murmur (-)
Paru : Simetris, Vesikuler +/+ Rhonki -/- Wheezing -/-
Ekstremitas : akral hangat +/+ odem -/-
TB : 155 cm
BB : 70 kg
4.3.2 Status Obstetri
Abdomen
Inspeksi : Cembung, Bekas operasi (-)
Auskultasi : DJJ : 137 x/menit
Perkusi : Redup
Palpasi : TFU 28 cm
L1 : Teraba bokong
L2 : Teraba punggung kanan
L3 : Presentasi kepala
L4 : Belum masuk PAP
His: (+) 2x10’x10”
Genitalia
Inspeksi : Bloody slime (-)
VT : pembukaan 2 cm, eff 50%, ketuban (+), presentasi kepala,
Hodge I, Denominator sde, UPD dbn

4.4 Pemeriksaan Penunjang


Hematologi lengkap (29-08-2018)
Hb : 12,8 g/dl (12,0 – 16,0 g/dl)
Leukosit : 12,0 x 109/L (4,5 - 11 x 109/L)
Trombosit : 207 x 109/L (150 – 450 x 109/L)
Hct : 38,6 % (36,0-46,0 %)
21

4.5 Diagnosis
G4P0101Ab200 gr 34-36 minggu janin T/H + Partus Prematurus Iminens
TBJ : 2.325 gram

4.6 Penatalaksanaan
Planning :
a. Diagnosis : DL, UL, USG, NST
b. Terapi :
 Perawatan konservatif
 IVFD RL 20 tpm
 Induksi maturasi paru dengan Inj. Dexametasone 2x16 mg IM
selang 24 jam
 Isoxsurpine hydrochloride 20 mg 3x1 tab
 Asam mefenamat 500 mg 3x1 tab
 Ketoprofen 100 mg 2 suppository
c. Monitoring : Obs. TTV, His, DJJ
22

4.7 Lembar Follow Up


Waktu SOAP
29/08/2018 S/
19.00 Kenceng-kenceng lebih jarang dari sebelumnya
O/
TD : 120/70 mmHg HR : 70 x/menit
RR : 20 x/menit Tax : 36,2 °C
His : (+) jarang
DJJ : 144 x/menit
VT : pembukaan 2 cm, eff 50%, ketuban (+), presentasi kepala,
Hodge I, Denominator sde, UPD dbn
A/
G4P0101Ab200 gr 34-36 minggu janin T/H + Partus Prematurus
Iminens
P/
Terapi dilanjutkan
Monitoring : Obs. TTV, His, DJJ
30/08/2018 S/
07.00 Kenceng-kenceng jarang
O/
TD : 110/70 mmHg HR : 88 x/menit
RR : 20 x/menit Tax : 36,5 °C
His : (-)
DJJ : 135 x/menit
VT : pembukaan 2 cm, eff 50%, ketuban (+), presentasi kepala,
Hodge I, Denominator sde, UPD dbn
A/
G4P0101Ab200 gr 34-36 minggu janin T/H + Partus Prematurus
Iminens
P/
23

Pindah ruangan dengan terapi dilanjutkan


Nifedipin 30 mg ekstra
Monitoring : Obs. TTV, His, DJJ
30/08/2018 S/
22.00 Merembes cairan ketuban terus-menerus
O/
TD : 120/80 mmHg HR : 80 x/menit
RR : 20 x/menit Tax : 36,8 °C
His : (+) 2x10’x10”
DJJ : 148 x/menit
VT : pembukaan 3 cm, eff 50%, ketuban (-) jernih, presentasi
kepala, Hodge I, Denominator sde, UPD dbn
A/
G4P0101Ab200 gr 34-36 minggu janin T/H + Partus Prematurus
P/
Pindah kamar bersalin
Terapi tokolitik dihentikan
Monitoring : Obs. TTV, His, DJJ
31/08/2018 S/
04.00 Kenceng-kenceng
O/
TD : 100/70 mmHg HR : 80 x/menit
RR : 20 x/menit Tax : 36,8 °C
His : (+) 3x10’x30”
DJJ : 138 x/menit
VT : pembukaan 6 cm, eff 75%, ketuban (-) jernih, presentasi
kepala, Hodge I, Denominator UUK arah jam 7, UPD dbn
A/
G4P0101Ab200 gr 34-36 minggu janin T/H + Kala 1 fase aktif +
Partus Prematurus
24

P/
Monitoring : Obs. TTV, His, DJJ
31/08/2018 S/
08.00 Kenceng-kenceng
O/
TD : 110/70 mmHg HR : 86 x/menit
RR : 20 x/menit Tax : 36,8 °C
His : (+) 3x10’x30”
DJJ : 136 x/menit
VT : pembukaan 6 cm, eff 75%, ketuban (-) jernih, presentasi
kepala, Hodge I, Denominator UUK arah jam 7, UPD dbn
A/
G4P0101Ab200 gr 34-36 minggu janin T/H + Kala 1 fase aktif +
Partus Prematurus
P/
Evaluasi 4 jam lagi
Monitoring : Obs. TTV, His, DJJ
31/08/2018 S/
12.00 Kenceng-kenceng
O/
TD : 130/90 mmHg HR : 90 x/menit
RR : 18 x/menit Tax : 36,5 °C
His : (+) 2x10’x30”
DJJ : 131 x/menit
VT : pembukaan 7 cm, eff 75%, ketuban (-) jernih, presentasi
kepala, Hodge I, Denominator UUK arah jam 9, UPD dbn
A/
G4P0101Ab200 gr 34-36 minggu janin T/H + Kala 1 fase aktif
memanjang + Partus Prematurus
P/
25

Pro ekspektatif pervaginam


Monitoring : Obs. TTV, His, DJJ
31/08/2018 S/
16.00 Kenceng-kenceng
O/
TD : 120/90 mmHg HR : 80 x/menit
RR : 18 x/menit Tax : 36,4 °C
His : (+) jarang
DJJ : 130 x/menit
VT : pembukaan 7 cm, eff 75%, ketuban (-) jernih, presentasi
kepala, Hodge I, Denominator UUK arah jam 9, UPD dbn
A/
G4P0101Ab200 gr 34-36 minggu janin T/H + Kala 1 fase aktif
memanjang + Partus Prematurus
P/
Monitoring : Obs. TTV, His, DJJ
31/08/2018 S/
20.00 Kenceng-kenceng
O/
TD : 110/80 mmHg HR : 86 x/menit
RR : 18 x/menit Tax : 36,2 °C
His : (+) 2x10’x20”
DJJ : 133 x/menit
VT : pembukaan 7 cm, eff 75%, ketuban (-) jernih, presentasi
kepala, Hodge I, Denominator UUK arah jam 9, UPD dbn
A/
G4P0101Ab200 gr 34-36 minggu janin T/H + Kala 1 fase aktif
memanjang + Partus Prematurus
P/
Monitoring : Obs. TTV, His, DJJ
26

1/09/2018 S/
00.00 Kenceng-kenceng
O/
TD : 100/80 mmHg HR : 80 x/menit
RR : 18 x/menit Tax : 36,4 °C
His : (+) 2x10’x20”
DJJ : 148 x/menit
VT : pembukaan 7 cm, eff 75%, ketuban (-) jernih, presentasi
kepala, Hodge I, Denominator UUK arah jam 9, UPD dbn
A/
G4P0101Ab200 gr 34-36 minggu janin T/H + Kala 1 fase aktif
memanjang + Partus Prematurus
P/
Monitoring : Obs. TTV, His, DJJ
1/09/2018 S/
04.00 Kenceng-kenceng
O/
TD : 90/60 mmHg HR : 84 x/menit
RR : 20 x/menit Tax : 36,5 °C
His : (+) 2x10’x30”
DJJ : 136 x/menit
VT : pembukaan 7 cm, eff 75%, ketuban (-) jernih, presentasi
kepala, Hodge I, Denominator UUK arah jam 9, UPD dbn
A/
G4P0101Ab200 gr 34-36 minggu janin T/H + Kala 1 fase aktif
memanjang + Partus Prematurus
P/
Drip oxytocin 5 IU
Monitoring : Obs. TTV, His, DJJ
1/09/2018 S/
27

08.00 Kenceng-kenceng semakin sering


O/
TD : 120/90 mmHg HR : 80 x/menit
RR : 18 x/menit Tax : 36,4 °C
His : (+) 3x10’x30”
DJJ : 126 x/menit
VT : pembukaan 9 cm, eff 75%, ketuban (-) jernih, presentasi
kepala, Hodge II, Denominator UUK arah jam 10, UPD
dbn
A/
G4P0101Ab200 gr 34-36 minggu janin T/H + Kala 1 fase aktif
memanjang + Partus Prematurus
P/
Monitoring : Obs. TTV, His, DJJ
1/09/2018 S/
09.45 Pasien ingin mengeran
O/
TD : 130/90 mmHg HR : 88 x/menit
RR : 20 x/menit Tax : 36,5 °C
His : (+) 4x10’x40”
DJJ : 130 x/menit
VT : pembukaan 10 cm, eff 100%, ketuban (-) jernih, presentasi
kepala, Hodge II, Denominator UUK arah jam 10, UPD
dbn
A/
G4P0101Ab200 gr 34-36 minggu janin T/H + Kala II + Partus
Prematurus
P/
Pimpin persalinan
Monitoring : Obs. TTV, His, DJJ
28

1/09/2018 Telah lahir spontan belakang kepala bayi perempuan dengan


10.00 BB 2.200 gr, PB 46 cm, AS 7-8, dan ketuban jernih. Plasenta lahir
lengkap, UC baik, dan perineum utuh.
1/09/2018 S/
11.00 Tidak ada keluhan
O/
TD : 120/80 mmHg HR : 80 x/menit
RR : 18 x/menit Tax : 36,5 °C
Abd : palpasi teraba TFU 2 jari dibawah pusat, UC baik
Gen : fluxus (+)
A/
P0202Ab200 post partum spontan B H+0
P/
Observasi Kala IV
29

DAFTAR PUSTAKA

Beckhann, C. R. B., F. W. Ling, B. M. Barzansky, W. N. P. Herbert, D. W. Laube,


dan R. P. Smith. 2010. Obstetrics and Gynecology 6th Edition. USA: The
American College of Obstetrics and Gynecologist.

Coltart, C.E.M., M. Festin. 2011. Antibiotics for Preterm Rupture of Membranes.


http://apps.who.int/rhl/pregnancy_childbirth/complications/prom/cd00105
8_coltartc_com/en/index.html. [Diakses 7 Agustus 2018].

Cunningham, F. G., K. J. Leveno, L. S. Bloom, C. Y. Spong, J. S. Dashe, B. L


Hoffman, B. M. Casey, dan J. S. Sheffield. 2014. William Obstetric 24th
Edition. McGraw Hill Education. ISBN 978-0-07-179894-5.

Hariadi, R. 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal Ed. Perdana. Surabaya:


Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia.

Herawati, S. 2013. Kadar Progesteron Estriol Saliva pada Ancaman Persalinan


Prematur. Disertasi. Semarang: Universitas Diponegoro.

Health Technology Assessment Indonesia. 2010. Prediksi Persalinan Preterm.


http://buk.depkes.go.id/index.php?option=com. [Diakses 7 Agustus 2018].

Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI. 2011. Panduan Pengelolaaan


Persalinan Preterm Nasional. Bandung: Himpunan Kedokteran
Fetomaternal POGI.

Kementerian Kesehatan Indonesia. 2014. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta:


Depkes RI.

Levy, A., M. Katz, M. Mazor, dan E. Sheiner. 2005. Maternal Anemia During
Pregnancy Is An Independent Risk Factor For Low Birthweight and Preterm
Delevery.European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive
Biology. 182-186.

Manuaba, I.B.G., M. Chandranita, dan M. Fajar. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri.


Jakarta: EGC.

Novak, Z., V. Vodusek, L. Steblovnik, dan G. Kavsek. 2008. Extermly Preterm


Delivery: Prediction and Prevention. TMJ. 59(2).

Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.


30

Snegovskikh, V., J.S. Park, dan E. Norwitz. 2006. Endocrinology of Parturition


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3659907/. [Diakses 7
Agustus 2018].

U.S. Departement of Health and Human Services. 2011. Your Guide To Anemia.
USA: The National Heart, Lung, and Blood Institute.

World Health Organization. 2015. WHO Recommendations On Interventions To


Improve Preterm Birth Outcomes. WHO Library Catologuing in
Publication Data. ISBN 978 92 4 150898 8.

World Health Organization. 2005. Worldwide Prevalence Of Anaemia 1993-


2005http://whqlibdoc.who.int/publications/2008/9789241596657_eng.pd
f. [Diakses 20 Desember 2017].

World Health Organization. 2016. Preterm Birth


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs363/en/. [Diakses 20
Desember 2017].

Anda mungkin juga menyukai