Anda di halaman 1dari 93

RESUME SKENARIO 2

BLOK 14

Oleh:

Tutorial E

Ayu Dilia Novita S 122010101009


Ardi Perkasa 122010101011
Muhammad Nur Arifin 122010101023
Ongky Dyah Anggraini 122010101025
Dimes Atika Permanasari 122010101045
Laily Rahmawati 122010101054
Intan Palupi 122010101056
Dzurrotul Athiyat 122010101057
Gilang Vigorous Akbar Eka C. 122010101058
Habibbur Rochman Salim 122010101082
Siti Sarah Hajar 122010101085
Yessie Elin Santoso 122010101094
Putri Erlinda Kusumaningarum 122010101098

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JEMBER

2014
INFEKSI VIRUS DAN JAMUR

INFEKSI VIRUS

1. HIV / AIDS TANPA KOMPLIKASI


2. HIV / AIDS DENGAN KOMPLIKASI
3. CMV
4. RABIES
5. HEPATITIS B
6. INFEKSI HSV TYPE 2
7. DHF
8. DENGUE SHOCK SYNDROME
9. MEASLESS
10. MUMPS
11. RUBELA
12. VARISELA
13. FLU SINGAPURA
14. MILIARIS RUBRA
15. ROSEOLA INFANTUM

INFEKSI JAMUR

16. TINEA KAPITIS


17. TINEA BARBE
18. TINEA FASIALIS
19. TINEA KORPORIS
20. TINEA MANUS
21. TINEA UNGUIUM
22. TINEA KRURIS
23. TINEA PEDIS
24. PITYRIASIS VESICOLOR
25. KANDIDOSIS MUKOKUTAN

FARMAKOLOGI

26. ANTI VIRAL


27. ANTI FUNGAL

2
1. HIV / AIDS TANPA KOMPLIKASI

Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu infeksi oleh salah satu dari
2 jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit,
menyebabkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dan penyakit lainnya
sebagai akibat dari gangguan kekebalan tubuh.

Pada awal tahun 1980, para peneliti menemukan peningkatan mendadak dari 2 jenis
penyakit di kalangan kaum homoseksual di Amerika. Kedua penyakit itu adalah
sarkoma Kaposi (sejenis kanker yang jarang terjadi) dan pneumonia pneumokista
(sejenis pneumonia yang hanya terjadi pada penderita gangguan sistem kekebalan).
Kegagalan sistem kekebalan tubuh yang mengakibatkan timbulnya 2 jenis penyakit
yang jarang ditemui ini sekarang dikenal dengan AIDS.

Kegagalan sistem kekebalan juga ditemukan pada para pengguna obat-obatan terlarang
yang disuntikkan, penderita hemofilia, penerima transfusi darah dan pria biseksual.
Beberapa waktu kemudian sindroma ini juga mulai terjadi pada heteroseksual yang
bukan pengguna obat-obatan, bukan penderita hemofilia dan tidak menerima transfusi
darah. AIDS sudah menjadi epidemi di Amerika Serikat dengan lebih dari 500.000
orang terjangkit dan 300.000 meninggal sampai bulan Oktober 1995. WHO
memperkirakan 30-40 juta penduduk dunia akan terinfeksi HIV pada tahun 2000.

Etiologi

Terdapat 2 jenis virus penyebab AIDS, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 paling banyak
ditemukan di daerah barat, Eropa, Asia dan Afrika Tengah, Selatan dan Timur. HIV-2
terutama ditemukan di Afrika Barat.

Patogenesis

Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih
yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang
terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel
serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian
menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya. Virus menempel pada limfosit
yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian
luar. Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T
penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya
pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang
kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing.

Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan


sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker. Seseorang yang
terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui 3 tahap selama
beberapa bulan atau tahun:

3
1. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada
beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-
50%. Selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain
karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha
melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi.

2. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar yang
stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularan
penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar
limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang
beresiko tinggi menderita AIDS.

3. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis.
Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap
infeksi.

Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang
menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang berlebihan.
Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang dialami penderita,
tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik
pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus
menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam mengenali
organisme dan sasaran baru yang harus diserang.

Penularan

Penularan HIV terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh yang mengandung sel
terinfeksi atau partikel virus. Yang dimaksud dengan cairan tubuh disini adalah darah,
semen, cairan vagina, cairan serebrospinal dan air susu ibu. Dalam konsentrasi yang
lebih kecil, virus juga terdapat di dalam air mata, air kemih dan air ludah.

HIV ditularkan melalui cara-cara berikut:

 Hubungan seksual dengan penderita, dimana selaput lendir mulut, vagina atau
rektum berhubungan langsung dengan cairan tubuh yang terkontaminasi
 Suntikan atau infus darah yang terkontaminasi, seperti yang terjadi pada transfusi
darah, pemakaian jarum bersama-sama atau tidak sengaja tergores oleh jarum yang
terkontaminasi virus HIV
 Pemindahan virus dari ibu yang terinfeksi kepada anaknya sebelum atau selama
proses kelahiran atau melalui ASI.

Kemungkinan terinfeksi oleh HIV meningkat jika kulit atau selaput lendir robek atau
rusak, seperti yang bisa terjadi pada hubungan seksual yang kasar, baik melalui vagina
maupun melalui anus.

4
Penelitian menunjukkan kemungkinan penularan HIV sangat tinggi pada pasangan
seksual yang menderita herpes, sifilis atau penyakit menular seksual lainnya, yang
mengakibatkan kerusakan pada permukaan kulit. Penularan juga bisa terjadi pada oral
seks (hubungan seksual melalui mulut), walaupun lebih jarang. Virus pada penderita
wanita yang sedang hamil bisa ditularkan kepada janinnya pada awal kehamilan
(melalui plasenta) atau pada saat persalinan (melalui jalan lahir). Anak-anak yang
sedang disusui oleh ibu yang terinfeksi HIV bisa tertular melalui ASI. Beberapa anak
tertular oleh virus ini melalui penganiayaan seksual.

HIV tidak ditularkan melalui kontak biasa atau kontak dekat yang tidak bersifat seksual
di tempat bekerja, sekolah ataupun di rumah. Belum pernah dilaporkan kasus penularan
HIV melalui batuk atau bersin penderita maupun melalui gigitan nyamuk. Penularan
dari seorang dokter atau dokter gigi yang terinfeksi terhadap pasennya juga sangat
jarang terjadi.

Gejala

Beberapa penderita menampakkan gejala yang menyerupai mononukleosis infeksiosa


dalam waktu beberapa minggu setelah terinfeksi. Gejalanya berupa demam, ruam-ruam,
pembengkakan kelenjar getah bening dan rasa tidak enak badan yang berlangsung
selama 3-14 hari. Sebagian besar gejala akan menghilang, meskipun kelenjar getah
bening tetap membesar.

Selama beberapa tahun, gejala lainnya tidak muncul. Tetapi sejumlah besar virus segera
akan ditemukan di dalam darah dan cairan tubuh lainnya, sehingga penderita bisa
menularkan penyakitnya. Dalam waktu beberapa bulan setelah terinfeksi, penderita bisa
mengalami gejala-gejala yang ringAn secara berulang yang belum benar-benar
menunjukkan suatu AIDS. Penderita bisa menunjukkan gejala-gejala infeksi HIV dalam
waktu beberapa tahun sebelum terjadinya infeksi atau tumor yang khas untuk AIDS.

Gejalanya berupa:

 pembengkakan kelenjar getah bening


 lelah
 penurunan berat badan
 diare berulang
 demam yang hilang-timbul
 anemia
 perasaan tidak enak badan
 thrush (infeksi jamur di mulut).

Secara definisi, AIDS dimulai dengan rendahnya jumlah limfosit CD4+ (kurang dari
200 sel/mL darah) atau terjadinya infeksi oportunistik (infeksi oleh organisme yang

5
pada orang dengan sistem kekebalan yang baik tidak menimbulkan penyakit). Juga bisa
terjadi kanker, seperti sarkoma Kaposi dan limfoma non-Hodgkin.

Gejala-gejala dari AIDS berasal dari infeksi HIVnya sendiri serta infeksi oportunistik
dan kanker. Tetapi hanya sedikit penderita AIDS yang meninggal karena efek langsung
dari infeksi HIV. Biasanya kematian terjadi karena efek kumulatif dari berbagai infeksi
oportunistik atau tumor. Organisme dan penyakit yang dalam keadaan normal hanya
menimbulkan pengaruh yang kecil terhadap orang yang sehat, pada penderita AIDS bisa
dengan segera menyebabkan kematian, terutama jika jumlah limfosit CD4+ mencapai
50 sel/mL darah.

Beberapa infeksi oportunistik dan kanker merupakan ciri khas dari munculnya AIDS:

1. Thrush

Pertumbuhan berlebihan jamur Candida di dalam mulut, vagina atau kerongkongan,


biasanya merupakan infeksi yang pertama muncul.

Infeksi jamur vagina berulang yang sulit diobati seringkali merupakan gejala dini
HIV pada wanita. Tapi infeksi seperti ini juga bisa terjadi pada wanita sehat akibat
berbagai faktor seperti pil KB, antibiotik dan perubahan hormonal.

2. Pneumonia pneumokistik.

Pneumonia karena jamur Pneumocystis carinii merupakan infeksi oportunistik yang


sering berulang pada penderita AIDS.

Infeksi ini seringkali merupakan infeksi oportunistik serius yang pertama kali
muncul dan sebelum ditemukan cara pengobatan dan pencegahannya, merupakan
penyebab tersering dari kematian pada penderita infeksi HIV

3. Toksoplasmosis.

Infeksi kronis oleh Toxoplasma sering terjadi sejak masa kanak-kanak, tapi gejala
hanya timbul pada sekelompok kecil penderita AIDS.

Jika terjadi pengaktivan kembali, maka Toxoplasma bisa menyebabkan infeksi hebat,
terutama di otak.

4. Tuberkulosis.

Tuberkulosis pada penderita infeksi HIV, lebih sering terjadi dan bersifat lebih
mematikan.

Mikobakterium jenis lain yaitu Mycobacterium avium, merupakan penyebab dari


timbulnya demam, penurunan berat badan dan diare pada penderita tuberkulosa
stadium lanjut.

6
Tuberkulosis bisa diobati dan dicegah dengan obat-obat anti tuberkulosa yang biasa
digunakan.

5. Infeksi saluran pencernaan.

Infeksi saluran pencernaan oleh parasit Cryptosporidium sering ditemukan pada


penderita AIDS. Parasit ini mungkin didapat dari makanan atau air yang tercemar.
Gejalanya berupa diare hebat, nyeri perut dan penurunan berat badan.

6. Leukoensefalopati multifokal progresif.

Leukoensefalopati multifokal progresif merupakan suatu infeksi virus di otak yang


bisa mempengaruhi fungsi neurologis penderita. Gejala awal biasanya berupa
hilangnya kekuatan lengan atau tungkai dan hilangnya koordinasi atau
keseimbangan.

Dalam beberapa hari atau minggu, penderita tidak mampu berjalan dan berdiri dan
biasanya beberapa bulan kemudian penderita akan meninggal.

7. Infeksi oleh sitomegalovirus.

Infeksi ulangan cenderung terjadi pada stadium lanjut dan seringkali menyerang
retina mata, menyebabkan kebutaan.

Pengobatan dengan obat anti-virus bisa mengendalikan sitomegalovirus.

8. Sarkoma Kaposi.

Sarkoma Kaposi adalah suatu tumor yang tidak nyeri, berwarna merah sampai ungu,
berupa bercak-bercak yang menonjol di kulit. Tumor ini terutama sering ditemukan
pada pria homoseksual.

9. Kanker.

Bisa juga terjadi kanker kelenjar getah bening (limfoma) yang mula-mula muncul di
otak atau organ-organ dalam.

Wanita penderita AIDS cenderung terkena kanker serviks. Pria homoseksual juga
mudah terkena kanker rektum.

Diagnosis

Pemeriksaan yang relatif sederhana dan akurat adalah pemeriksaan darah yang disebut
tes ELISA. Dengan pemeriksaan ini dapat dideteksi adanya antibodi terhadap HIV, hasil
tes secara rutin diperkuat dengan tes yang lebih akurat.

Ada suatu periode (beberapa minggu atau lebih setelah terinfeksi HI) dimana antibodi
belum positif. Pada periode ini dilakukan pemeriksaan yang sangat sensitif untuk

7
mendeteksi virus, yaitu antigen P24. Antigen P24 belakangan ini digunakan untuk
menyaringan darah yang disumbangkan untuk keperluan transfusi.

Jika hasil tes ELISA menunjukkan adanya infeksi HIV, maka pada contoh darah yang
sama dilakukan tes ELISA ulangan untuk memastikannya.

Jika hasil tes ELISA yang kedua juga positif, maka langkah berikutnya adalah
memperkuat diagnosis dengan tes darah yang lebih akurat dan lebih mahal, yaitu tes
apusan Western. Tes ini juga bisam enentukan adanya antibodi terhadap HIV, tetapi
lebih spesifik daripada ELISA. Jika hasil tes Western juga positif, maka dapat
dipastikan orang tersebut terinfeksi HIV.

Pengobatan

Pada saat ini sudah banyak obat yang bisa digunakan untuk menangani infeksi HIV:

 Nucleoside reverse transcriptase inhibitor

- AZT (zidovudin)
- ddI (didanosin)
- ddC (zalsitabin)
- d4T (stavudin)
- 3TC (lamivudin)
- Abakavir

 Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor

- Nevirapin
- Delavirdin
- Efavirenz

 Protease inhibitor

- Saquinavir
- Ritonavir
- Indinavir
- Nelfinavir.

Semua obat-obatan tersebut ditujukan untuk mencegah reproduksi virus sehingga


memperlambat progresivitas penyakit. HIV akan segera membentuk resistensi terhadap
obat-obatan tersebut bila digunakan secara tunggal. Pengobatan paling efektif adalah
kombinasi antara 2 obat atau lebih, Kombinasi obat bisa memperlambat timbulnya
AIDS pada penderita HIV positif dan memperpanjang harapan hidup.

8
Dokter kadang sulit menentukan kapan dimulainya pemberian obat-obatan ini. Tapi
penderita dengan kadar virus yang tinggi dalam darah harus segera diobati walaupun
kadar CD4+nya masih tinggi dan penderita tidak menunjukkan gejala apapun.

AZT, ddI, d4T dan ddC menyebabkan efek samping seperti nyeri abdomen, mual dan
sakit kepala (terutama AZT). Penggunaan AZT terus menerus bisa merusak sumsum
tulang dan menyebabkan anemia. ddI, ddC dan d4T bisa merusak saraf-saraf perifer. ddI
bisa merusak pankreas. Dalam kelompok nucleoside, 3TC tampaknya mempunyai efek
samping yang paling ringan.

Ketiga protease inhibitor menyebabkan efek samping mual dan muntah, diare dan
gangguan perut. Indinavir menyebabkan kenaikan ringan kadar enzim hati, bersifat
reversibel dan tidak menimbulkan gejala, juga menyebabkan nyeri punggung hebat
(kolik renalis) yang serupa dengan nyeri yang ditimbulkan batu ginjal. Ritonavir dengan
pengaruhnya pada hati menyebabkan naik atau turunnya kadar obat lain dalam darah.

Kelompok protease inhibitor banyak menyebabkan perubahan metabolisme tubuh


seperti peningkatan kadar gula darah dan kadar lemak, serta perubahan distribusi lemak
tubuh (protease paunch). Penderita AIDS diberi obat-obatan untuk mencegah infeksi
ooportunistik. Penderita dengan kadar limfosit CD4+ kurang dari 200 sel/mL darah
mendapatkan kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol untuk mencegah pneumonia
pneumokistik dan infeksi toksoplasma ke otak.

Penderita dengan limfosit CD4+ kurang dari 100 sel/mL darah mendapatkan azitromisin
seminggu sekali atau Mycobacterium avium. Penderita yang bisa sembuh dari
meningitis kriptokokal atau terinfeksi candida mendapatkan flukonazol jangka panjang.
Penderita dengan infeksi herpes simpleks berulang mungkin memerlukan pengobatan
asiklovir jangka panjang.

Prognosis

Pemaparan terhadap HIV tidak selalu mengakibatkan penularan, beberapa orang yang
terpapar HIV selama bertahun-tahun bisa tidak terinfeksi. Di sisi lain seseorang yang
terinfeksi bisa tidak menampakkan gejala selama lebih dari 10 tahun. Tanpa
pengobatan, infeksi HIV mempunyai resiko 1-2 % untuk menjdi AIDS pada beberapa
tahun pertama. Resiko ini meningkat 5% pada setiap tahun berikutnya. Resiko terkena
AIDS dalam 10-11 tahun setelah terinfeksi HIV mencapai 50%.

Sebelum diketemukan obat-obat terbaru, pada akhirnya semua kasus akan menjadi
AIDS. Pengobatan AIDS telah berhasil menurunkan angka infeksi oportunistik dan
meningkatkan angka harapan hidup penderita. Kombinasi beberapa jenis obat berhasil
menurunkan jumlah virus dalam darah sampai tidak dapat terdeteksi. Tapi belum ada
penderita yang terbukti sembuh.

9
Teknik penghitungan jumlah virus HIV (plasma RNA) dalam darah seperti polymerase
chain reaction (PCR) dan branched deoxyribonucleid acid (bDNA) test membantu
dokter untuk memonitor efek pengobatan dan membantu penilaian prognosis penderita.
Kadar virus ini akan bervariasi mulai kurang dari beberapa ratus sampai lebih dari
sejuta virus RNA/mL plasma. Pada awal penemuan virus HIV, penderita segera
mengalami penurunan kualitas hidupnya setelah dirawat di rumah sakit. Hampir semua
penderita akan meninggal dalam 2 tahun setelah terjangkit AIDS. Dengan
perkembangan obat-obat anti virus terbaru dan metode-metode pengobatan dan
pencegahan infeksi oportunistik yang terus diperbarui, penderita bisa mempertahankan
kemampuan fisik dan mentalnya sampai bertahun-tahun setelah terkena AIDS. Sehingga
pada saat ini bisa dikatakan bahwa AIDS sudah bisa ditangani walaupun belum bisa
disembuhkan.

Pencegahan

Program pencegahan penyebaran HIV dipusatkan terutama pada pendidikan masyarakat


mengenai cara penularan HIV, dengan tujuan merubah kebiasaan orang-orang yang
beresiko tinggi untuk tertular.

Cara-cara pencegahan ini adalah:

 Untuk orang sehat

- Abstinens (tidak melakukan hubungan seksual)


- Seks aman (terlindung)

 Untuk penderita HIV positif

- Abstinens
- Seks aman
- Tidak mendonorkan darah atau organ
- Mencegah kehamilan
- Memberitahu mitra seksualnya sebelum dan sesudah diketahui terinfeksi

 Untuk penyalahguna obat-obatan

- Menghentikan penggunaan suntikan bekas atau bersama-sama


- Mengikuti program rehabilitasi

 Untuk profesional kesehatan

- Menggunakan sarung tangan lateks pada setiap kontak dengan cairan tubuh
- Menggunakan jarum sekali pakai

Bermacam-macam vaksin sudah dicoba untuk mencegah dan memperlambat


progresivitas penyakit, tapi sejauh ini belum ada yang berhasil. Rumah sakit biasanya

10
tidak mengisolasi penderita HIV kecuali penderita mengidap penyakit menular seperti
tuberkulosa. Permukaan-permukaan yang terkontaminasi HIV dengan mudah bisa
dibersihkan dan disucihamakan karena virus ini rusak oleh panas dan cairan desinfektan
yang biasa digunakan seperti hidrogen peroksida dan alkohol.

11
2. HIV / AIDS DENGAN KOMPLIKASI

Pasien penderita infeksi HIV/AIDS mempunyai daya tahan tubuh yang sangat
rendah. Hal ini karena virus HIV yang ada di tubuhnya menyerang sistem kekebalan
tubuhnya. Akibatnya, selemah apa pun penyakit yang menyerang tubuhnya, sistem
kekebalan tubuhnya bahkan tidak bisa menangkal. Apalagi terhadap serangan
bakteri TBC yang sangat kuat. Penderita penyakit infeksi HIV/AIDS sudah pasti akan
menyerah. Dengan begitu, dia pasti akan menjadi penderita penyakit TBC aktif yang
parah. Dan tak heran, penyakit ini akhirnya membawa mereka pada kematian.

Pengujian ada tidaknya penyakit dalam tubuh pasien HIV/AIDS dilakukan


dengan tes tuberculin dan juga tes darah sedini mungkin. Sebagaimana tadi dijelaskan,
hal ini karena mereka merupakan kalangan yang berisiko tinggi terkena infeksi bakteri
penyebab penyakit TBC. Tak hanya untuk mencari peyakit TBC aktif, TBC laten pun
harus selalu dipantau. Sehingga pengecekan penyakit TBC dilakukan setiap tahun.

Pencegahan TBC pada penderita HIV/AIDS dilakuan dengan program multidrug


resisten TBC (MDR TBC). Obat yang diberikan setidaknya ada dua jenis, yaitu
isoniasid dan juga rifampin. MDR TBC merupakan sebuah program pengobatan yang
sangat sulit. Program ini juga sangat fatal (mematikan). Akan tetapi demi kesembuhan
penyakit TBC pada penderita HIV/AIDS, setiap negara harus melakukannya.

12
3. CMV

Definisi

Infeksi Sitomegalovirus adalah infeksi virus, yang bisa menyebabkan kerusakan otak
dan kematian.

Epidemiologi

Sekitar 60-90% orang dewasa mengalami infeksi sitomegalovirus, Infeksi serius


biasanya terjadi pada penderita gangguan sistem kekebalan. Sitomegalovirus yang
terjadi pada bayi jika virus dari ibu yang terinfeksi menular kepada janin yang
dikandungnya melalui plasenta.

Klasifikasi sitomegalovirus

Famili : herpes viridae

Subfamily : Betaherpesvirinae

Genus : Sitomegalovirus

Patofisiologi

CMV adalah virus litik yang menyebabkan efek sitopatik in vitro dan in vivo. Ciri
patologis infeksi CMV adalah sel diperbesar dengan badan inklusi virus. Sel yang
menunjukkan cytomegaly juga terlihat pada infeksi yang disebabkan oleh
Betaherpesvirinae lainnya. Gambaran mikroskopis diberikan kepada sel-sel ini adalah
yang paling sering “mata burung hantu” temuan histologis tersebut dapat menjadi
minimal atau tidak ada di organ yang terinfeksi. Ketika t terinfeksi, DNA CMV dapat
dideteksi dengan polymerase chain reaction (PCR) dalam semua garis keturunan sel
yang berbeda dan sistem organ dalam tubuh. Setelah infeksi awal, CMV menginfeksi
sel epitel dari kelenjar saliva, mengakibatkan infeksi persisten dan pelepasan virus.
Infeksi pada sistem genitourinari menyebabkan viruria secara klinis tidak penting.

Cara penularan

Penularan terjadi melalui kontak langsung selaput lendir dengan jaringan. CMV (
sitomegalovirus ) di ekskresikan melalui urin, ludah, ASI, sekret serviks dan semen
pada infeksi primer maupun pada infeksi reaktivasi. Janin bisa tertular in utero dari ibu
baik berupa infeksi primer maupun berupa infeksi reaktivasi; infeksi janin dengan
manifestasi klinis yang berat pada waktu lahir sering terjadi sebagai akibat infeksi
primer dari ibu,. Virus dapat ditularkan kepada bayi melalui ASI, melalui transfusi
darah penularan mungkin terjadi melalui lekosit. Penularan melalui hubungan seks,
juga pada penderita dikalangan homoseksual yang berhubungan seks dengan banyak
pasangan.

13
Gejala

Jika seseorang menerima darah yang terinfeksi sitomegalovirus, gejala-gejalanya bisa


dimulai dalam waktu 2-4 minggu kemudian. Gejalanya berupa demam selama 2-3
minggu dan kadang-kadang peradangan hati (hepatitis), mungkin disertai sakit kuning.
Jumlah Limfosit bisa meningkat. Kadang-kadang timbul ruam-ruam. Pada penderita
AIDS, sitomegalovirus sering mengenai retina mata dan menyebabkan kebutaan. Infeksi
pada otak (ensefalitis) atau borok pada usus atau kerongkongan juga bisa terjadi.

Bayi yang menderita sitomegalovirus hanya menunjukkan gejala-gejalanya 10%, yaitu


:
berat badan lahir rendah, mikrosefalus (kepala kecil), kejang, ruam kulit (peteki/bintik-
bintik kecil berwarna keunguan), jaundice (sakit kuning), ubun-ubun menonjol,
pembesaran hati dan limpa (hepatosplenomegali), peradangan retina, kalsifikasi
intrakranial (pengendapan mineral di dalam otak). Bayi yang terinfeksi setelah lahir bisa
menderita pneumonia, pembesaran dan peradangan hati serta pembesaran limpa. Infeksi
sitomegalovirus sebelum lahir, bisa menyebabkan keguguran, lahir mati atau kematian
pada bayi baru lahir.

Diagnosis

Kebanyakan pasien dengan infeksi CMV menunjukkan beberapa temuan klinis pada
pemeriksaan fisik.

 Infeksi Utama CMV dapat menjadi penyebab dari demam yang tidak diketahui.
 Gejala, ketika jelas, mengembangkan 9-60 hari setelah infeksi primer
 Faringitis mungkin ada.
 Pemeriksaan paru-paru dapat mengungkapkan halus crackles.
 Kelenjar getah bening dan limpa dapat diperbesar, sehingga CMV harus termasuk
dalam diagnosis diferensial infeksi yang menghasilkan limfadenopati.
 CMV mononukleosis kurang terkait dengan faringitis dan adenopati serviks
dibandingkan EBV infeksi mononukleosis. Sebuah penelitian terbaru pada anak
kecil mempertanyakan ketepatan dari mutiara klinis. Studi ini menemukan bahwa
adenopati serviks adalah lebih umum pada pasien terinfeksi EBV dibandingkan
pada pasien yang terinfeksi dengan CMV (83% versus 75%). Meskipun secara
statistik signifikan, mengandalkan tanda ini untuk diferensiasi antara CMV dan
EBV mononukleosis sulit.

14
4. RABIES

Definisi

Rabies pada manusia merupakan penyakit radang susunan saraf pusat yang fatal. Rabies
ditularkan pada manusia melalui gigitan hewan yang mendertia rabies. Rabies
merupakan penyakit zoonosis yang terpenting di Indonesia.

Etiologi

Virus rabies termasuk famili rhabdovirus yang mempunyai diameter 80-180 nm. Virus
ini dapat tahan pada suhu 40°C selama beberapa minggu, apabila keadaan beku atau
dalam keadaan tidak adanya karbondioksida.

Gejala klinis

Masa inkubasi rabies pada beberapa kasus berlangsung sangat panjang sehingga
penyakit ini digolongkan ke dalam penyakit slow virus. Masa inkubasi 20 sampai 90
hari setelah digigit. Perbedaan masa inkubasi ini disebabkan oleh luas persarafan yang
berbeda-beda pada setiap bagian tubuh.

Gejala awal rabies menyerupai infeksi virus sistemik lain, meliputi demam, sakit kepala,
malaise, dan gangguan saluran napas atas serta traktus gastrointestinal.Gejala neurologis
awal dapat berupa perubahan ringan kepribadian dan kognisi, dan parestesi atau nyeri di
dekat daerah gigitan. Gejala prodormal umumnya berlangsung empat sampai sepuluh
hari. Gejala dari fase neurologis ini dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu
mengamuk/furios (atau ensefalitik) dan paralitik (atau dumb), kedua bentuk ini dapat
terjadi baik pada manusia maupun pada hewan.

Pada rabies dengan bentuk mengamuk titik berat gejala terlihat pada rasa ingin
memberontak, hiperaktif, kelakuan liar, dan kemungkinan kaku kuduk. Nyeri menelan
dan suara serak terjadi karena spasme laring. Gejala yang patognomonik ialah
hidrofobia.

Pasien dengan rabies paralitik, tidak mengalami hidrofobia, aerofobia, hiperaktivitas,


dan kejang. Gejala awal bentuk iniberupa ascending paralysis, menyerupai
polineuropati inflamasi akut (Sindrom Guillain-Barre), atau kuadriparesis simetris.
Gejala meningeal (sakit kepala, kekakuan leher) dapat menonjol walapun kesadarannya
normal.

Pemeriksaan neurologik pada rabies tidaklah seragam. Meningismus merupakan


kelainan yang sering muncul. Gejala yang sering timbul biasanya adalah gejala saraf
kranial, terutama kelumpuhan otot palatum dan pita suara. Suara menjadi serak. Refleks
bervariasi dari hiperaktif sampai tidak ada dan dapat pula timbul gejala involunter.

15
Cairan serebrospinal tampak abnormal pada sebagian kecil penderita. Bila cairan
serebrospinal abnormal menunjukkan pleositosis ringan, terutama mononuklear.

Fase neurologik akut berlangsung 2-10 hari, dengan kemungkinan terjadi perburukan
status mental ke dalam koma. Penderita biasa bertahan pada fase ini selama 2 minggu,
terutama pada rabies silent.

Diagnosis

Apabila penderita punya riwayat digigit binatang, kesemutan pada daerah yang digigit
serta hidrofobia maka diagnosis klinis rabies tidak sukar untuk dibuat. Rabies paralitik
dapat salah didiagnosis dengan sindrom Guillane-Barre, poliomielitis atau
ensefalomielitis pasca vaksinasi rabies. Pemeriksaan neurologik yang seksama dan
analisis cairan serebrospinal akan membantu menyingkirkan diagnosis ini. Spasme
tetanus dapat membingungkan, tetapi trismus bukan gejala dari rabies, selain itu
hidrofobia bukan merupakan gejala tetanus. Botolimus dapat pula menyebabkan
paralisis, tetapi adanya perubahan hilangnya sensori akan menyingkirkan rabies. Hasil
analisis gas darah yang normal tanpa perubahan tingkah laku mendukung diagnosis
pseudorabies.

Virus dapat ditemukan dengan uji antibodi flouresens pada sediaan apus sel epitel
kornea atau sayatan kulit pada batas rambut. Hasil uji yang positif disebabkan oleh
karena adanya virus yang bermigrasi ke bawah dari otak ke susunan saraf, disebabkan
kornea dan folikel rambut kaya akan persarafan. Diagnostik serologik juga mungkin
dilakukan apabila penderita hidup setelah masa akut. Pada pasien yang tidak diberikan
pengobatan pencegahan setelah digigit, akan tampak kenaikan yang cepat titer virus
neutralizing antibody yang akan muncul 6 sampai 10 hari sesudah awitan gejala. Rabies
dapat pula didiagnosis pada penderita yang kebal terhadap rabies dan ditandai dengan
adanya kenaikan titer setelah awitan timbul dan diperkuat dengan kadar titer yang
nilainya >1: 5000, suatu nilai yang biasanya tidak dapat dicapai dengan tindakan
imunisasi. Kadar yang tinggi pada susunan saraf pusat karakteristik menunjukkan
perjalanan akhir ensefalitis rabies.

Virus rabies dapat diisolasi pada hari keempat dan kedua puluh empat setelah awitan
penyakit. Virus dapat diisolasi pada beberapa kasus dari cairan serebrospinal, jaringan
otak dan sedimen urin pada 2 minggu pertama penyakit. Diagnosis post mortem dapat
ditegakkan dengan adanya inklusi sitoplasma pada jaringan otak, tetapi penemuan ini
kurang dari 80% kasus.

Tatalaksana

Tindakan yang paling penting adalah pembersihan luka dari ludah yang mengandung
virus rabies. Luka harus dibersihkan dengan sabun dan air sedini mungkin selama 5
sampai 10 menit, kemudian dikeringkan supaya bibit penyakitnya mati. Luka yang
sudah bersih dan kering diberi merkurokrom, alkohol 40-70%, atau betadin. Kemudian

16
penderita dirujuk/dikirim ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit terdekat untuk
memperoleh pengobatan lanjutan.

Apabila pembersihan ini menimbulkan rasa nyeri, dapat diberikan anastesia lokal
prokain terlebih dahulu. Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit kecuali jahitan
situasi. Bila memang dianggap perlu sekali jahit, maka harus diberi serum anti rabies
(SAR) yang disuntikkan secara infiltrasi sekitar luka sebanyak mungkin dosis 40
IU/kgBB untuk serum heterolog, atau 20 IU/kgBB untuk serum homolog, sisanya
disuntikkan secara intramuskular.

17
5. HEPATITIS B

Definisi

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B, suatu
anggota famili hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau
menahun yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.

Infeksi virus hepatitis B suatu infeksi sistemik yang menimbulkan peradangan dan
nekrosis sel hati yang mengakibatkan terjadinya serangkaian kelainan klinik,
biokimiawi, imunoserologik, dan morfologik.

Sejarah Hepatitis B

Hepatitis B pertama kali dikenal dengan istilah Penyakit kuning dan sudah dikenal
sejak ribuan tahun yang lalu yaitu sejak abad 5 SM di Babilonia. Kemudian Hipocrates
seorang tabib Yunani Kuno (460-375 SM), yang menemukan bahwa penyakit kuning
ini menular sehingga ia menamakan penyakit tersebut sebagai icterus infectiosa.Sifat
menular dari penyakit ini telah diketahui pada abad 8 M, ketika Paus Zacharias
menganjurkan suatu tindakan untuk mencegah penularan lebih lanjut yaitu dengan
melakukan isolasi terhadap penderita.

Penyakit kuning yaitu hepatitis virus yang dikenal sebagai Water Viral Hepatitis
tercatat sebagai wabah untuk pertama kali pada tahun 1895 di Inggris, kemudian
timbul di Skandinavia pada tahun 1916 dan tahun 1944, lalu di New Delhi tahun 1955.

Pada tahun 1963 jenis hepatitis ini dikenal dengan Hepatitis Serum yaitu hepatitis yang
penularannya melalui darah dengan masa tunas 2 -6 bulan. Pada tahun 1965 virus
hepatitis B (VHB) ditemukan pertama kali oleh Dr. Baruch S. Blumberg dan asistennya
Dr. Barbara Werner. Mereka mendeteksi adanya suatu antigen dalam darah seorang
warga Suku Aborigin Australia penderita hemoph ilia. Antige n ini kemudian
dinamakan australian antigen. Sekarang lebih dikenal nama antigen permukaan VHB
(HBsAg) karena terdapat dipermukaan VHB. Atas jasanya tersebut beliau mendapat
hadiah nobel untuk bidang kedokteran pada tahun 1976.

Etiologi

Virus Hepatitis B (VHB) , jenis DNA  Hepadna virus , yang memiliki selubung , dn
tidak tahan oleh cairan empedu.

Adapun beberapa hal yang menjadi pola penularan antara lain penularan dari ibu ke
bayi saat melahirkan, hubungan seksual, transfusi darah, jarum suntik, maupun
penggunaan alat kebersihan diri (sikat gigi, handuk) secara bersama-sama.

Tanda jika ibu hamil HbsAg (+), dan HbeAg (+)  resiko bayi tertular tingi.

18
Jika ibu hamil HbsAg ( +) dan HBeAg nya ( -)  daya resiko tertularnya rendah.

Manifestasi Klinis (Gejala)

 Gejala hepatitis B akut: demam, sakit perut, mual, muntah dan kuning (terutama
pada area mata yang putih/sklera), hepatomegali.
 Gejala hepatitis B kronik: cenderung tidak tampak tanda-tanda seperti pada hepatitis
B akut, sehingga penularan kepada orang lain menjadi lebih beresiko.

Diagnosis

 Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala dan pemeriksaan fisik.


 Diagnosis pasti hepatatitis B dapat diketahui melalui pemeriksaan: HBsAg (antigen
permukaan virus hepatatitis B)  yang rutin diperiksa .
 HbeAg  yang tidak rutin diperiksa.

Penatalaksanaan

Penderita yang diduga Hepatitis B, untuk kepastian diagnosa yang ditegakkan maka
akan dilakukan periksaan darah (HbsAg positif). Setelah diagnosa ditegakkan sebagai
Hepatitis B, maka pengobatan untuk hepatitis B yaitu pengobatan oral dan injeksi.

a. Obat Oral

 Pemberian obat Lamivudine dari kelompok nukleosida analog, yang dikenal


dengan nama 3TC. Obat ini digunakan bagi dewasa maupun anak-anak,
Pemakaian obat ini cenderung meningkatkan enzyme hati (ALT) untuk itu
penderita akan mendapat monitor bersinambungan dari dokter.
 Pemberian obat Adefovir dipivoxil (Hepsera). Pemberian secara oral akan lebih
efektif, tetapi pemberian dengan dosis yang tinggi akan berpengaruh buruk
terhadap fungsi ginjal.
 Pemberian obat Baraclude (Entecavir). Obat ini diberikan pada penderita
Hepatitis B kronik, efek samping dari pemakaian obat ini adalah sakit kepala,
pusing, letih, mual dan terjadi peningkatan enzyme hati. Tingkat keoptimalan
dan kestabilan pemberian obat ini belum dikatakan stabil.

b. Injeksi/Suntikan

Pemberian suntikan Microsphere yang mengandung partikel radioaktif pemancar


sinar ß yang akan menghancurkan sel kanker hati tanpa merusak jaringan sehat di
sekitarnya. Injeksi Alfa Interferon (dengan nama cabang INTRON A, INFERGEN,
ROFERON) diberikan secara subcutan dengan skala pemberian 3 kali dalam
seminggu selama 12-16 minggu atau lebih. Efek samping pemberian obat ini adalah
depresi, terutama pada penderita yang memilki riwayat depresi sebelumnya. Efek

19
lainnya adalah terasa sakit pada otot-otot, cepat letih dan sedikit menimbulkan
demam yang hal ini dapat dihilangkan dengan pemberian paracetamol.

Pencegahan

 Tidak berganti-ganti pasangan sex


 Penggunaan jarum suntik hanya untuk sekali pakai
 Vaksin Hepatitis B, terutama pada orang-orang yang beresiko tinggi terkena virus
ini, seperti mereka yang berprilaku sex kurang baik (ganti-ganti
pasangan/homosexual), pekerja kesehatan (perawat dan dokter) dan mereka yang
berada didaerah rentan banyak kasus Hepatitis B.

Prognosis

Hepatitis B akut umumnya sembuh, hanya 10% menjadi Hepatitis B kronik (menahun)
dan dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.

20
6. INFEKSI HSV TYPE 2

Definisi

Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus
herpes hominis) tipe 1 atau tipe 2 yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok
di atas kulit eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat
berlangsung baik primer maupun rekurens.

Virus herpes simpleks tipe 1 sebagian besar terkait dengan penyakit orofacial,
sedangkan virus herpes simpleks tipe 2 biasanya terkait dengan infeksi perigenital.
Tetapi, keduanya dapat menginfeksi daerah oral dan genital.

Epidemiologi

Virus Herpes simpleks memiliki distribusi di seluruh dunia dan menghasilkan infeksi
primer, laten dan berulang. HSV-2 merupakan penyebab infeksi herpes genital yang
paling banyak (70-90%), meskipun studi terbaru menunjukkan peningkatan kejadian
dapat disebabkan oleh HSV-1 (10-30%). Antibodi untuk HSV-2 jarang ditemukan
sebelum masa remaja karena asosiasi HSV-2 terkait dengan aktivitas seksual.

HSV dapat menginfeksi janin dan menyebabkan kelainan. Seorang ibu yang terinfeksi
HSV dapat menularkan virus itu padanya baru lahir selama persalinan vagina, terutama
jika ibu memiliki infeksi aktif pada saat pengiriman. Namun, 60 - 80% dari infeksi HSV
didapat oleh bayi yang baru lahir terjadi pada wanita yang tidak memiliki gejala infeksi
HSV atau riwayat infeksi HSV genital.

Seropositif HSV-1 biasanya dikaitkan dengan infeksi orolabial dan virus herpes
simpleks tipe-2 seropositif biasanya dikaitkan dengan infeksi kelamin.

Usia dan jenis kelamin merupakan faktor risiko penting yang terkait dengan
didapatkannya infeksi genital HSV-2. Bahkan, prevalensi infeksi HSV sangat rendah di
masa kanak-kanak dan remaja awal tetapi meningkat dengan usia, mencapai maksimum
sekitar 40 tahun.

Etiologi

Kelompok virus herpes sebagian besar terdiri dari virus DNA. Melakukan replikasi
secara intranuklear dan menghasilkan inklusi intranuklear khas yang terdeteksi dalam
preparat pewarnaan. HSV-1 dan HSV-2 adalah virus double-stranded DNA yang
termasuk dalam Alphaherpesvirinae, subfamily dari Herpes viridae. Kedua virus,
bertransmisi melalui sel epitel mukosa, serta melalui gangguan kulit, bermigrasi ke
jaringan saraf, di mana mereka tetap dalam keadaan laten. HSV-1 lebih dominan pada
lesi orofacial dan biasanya ditemukan di ganglia trigeminal, sedangkan HSV-2 lebih
dominan pada lesi genital dan paling sering ditemukan di ganglia lumbosakral. Namun

21
virus ini dapat menginfeksi kedua daerah orofacial dan saluran genital melalui infeksi
silang HSV-1 dan HSV-2 melalui kontak oral-genital.

Transmisi dapat terjadi tidak hanya saat gejala manifestasi HSV aktif, tetapi juga dari
pengeluaran virus dari kulit dalam keadaan asimptomatis. Puncak beban DNA virus
telah dilaporkan terjadi setelah 48 jam, dengan tidak ada virus terdeteksi di luar 96 jam
setelah permulaan gejala. Secara umum, gejala muncul 3-6 hari setelah kontak dengan
virus, namun mungkin tidak muncul sampai untuk satu bulan atau lebih setelah infeksi.

Manusia adalah reservoir alami dan tidak ada vektor yang terlibat dalam transmisi. HSV
ditularkan melalui kontak pribadi yang erat dan infeksi terjadi melalui inokulasi virus ke
permukaan mukosa yang rentan (misalnya, oropharynx, serviks, konjungtiva) atau
melalui luka kecil di kulit. Virus ini mudah dilemahkan pada suhu kamar dan
pengeringan.

Patogenesis

Infeksi virus Herpes simpleks ditularkan oleh dua spesies virus, yaitu virus Herpes
simpleks-I (HSV-1) dan virus Herpes simpleks II (HSV-2). Virus ini merupakan
kelompok virus DNA rantai ganda. Infeksi terjadi melalui kontak kulit secara langsung
dengan orang yang terinfeksi virus tersebut. Transmisi tidak hanya terjadi pada saat
gejala manifestasi HSV muncul, akan tetapi dapat juga berasal dari virus shedding
dari kulit dalam keadaan asimptomatis.

Pada infeksi primer, kedua virus Herpeks simpleks , HSV 1 dan HSV-2 bertahan di
ganglia saraf sensoris . Virus kemudian akan mengalami masa laten, dimana pada masa
ini virus Herpes simpleks inib tidak menghasilkan protein virus, oleh karena itu virus
tidak dapat terdeteksi oleh mekanisme pertahanan tubuh host. Setelah masa laten, virus
bereplikasi disepanjang serabut saraf perifer dan dapat menyebabkan infeksi berulang
pada kulit atau mukosa.

Virus Herpes simpleks ini dapat ditularkan melalui sekret kelenjar dan secret genital
dari individu yang asimptomatik, terutama di bulan-bulan setelah episode pertama
penyakit, meskipun jumlah dari lesi aktif 100-1000 kali lebih besar.

Herpes simplex virus sangat menular dan disebarkan langsung oleh kontak dengan
individu yang terinfeksi virus tersebut. Virus Herpes simpleks ini dapat menembus
epidermis atau mukosa dan bereplikasi di dalam sel epitel.

Virus Herpes simpleks 1 (HSV-1) biasanya menyerang daerah wajah (non genitalia) dan
virus Herpes simpleks 2 (HSV-2) biasanya menyerang alat kelamin. perubahan
patologis sel epidermis merupakan hasil invasi virus herpes dalam vesikel
intraepidermal dan multinukleat sel raksasa. Sel yang terinfeksi mungkin menunjukkan
inklusi intranuklear.

22
Manifestasi klinik

Infeksi primer pada HSV yaitu mereka yang tanpa adanya kekebalan baik terhadap
HSV-1 atau HSV-2 dan sering subklinis. Namun bila lesi klinis berkembang, biasanya
lebih parah, dan lebih sering dengan tanda dan gejala sistemik,dan mereka memiliki
tingkat komplikasi yang lebih tinggi dari infeksi rekuren. Infeksi genital primer lebih
sering bergejala dibandingkan dengan oral.

Pada infeksi primer, gejala biasanya terjadi dalam waktu 3 sampai 7 hari setelah
terpapar dengan masa inkubasi selama 2 sampai 20 hari. Gejala prodromal seperti
limfadenopati, malaise, anoreksia dan demam, serta nyeri setempat, pembengkakan dan
rasa terbakar sering terjadi sebelum timbulnya lesi mukokutan. Awalnya nyeri, kadang-
kadang terpusat, vesikel pada dasar eritematous kemudian muncul, diikuti dengan
adanya pustul dan ulserasi. Beberapa vesikel berkelompok dan tersebar. Terbentuk
krusta dan gejala resolusi muncul dalam waktu 2 sampai 6 minggu. Gejala prodromal
serupa dapat mendahului lesi rekuren, tetapi yang terakhir sering mengalami penurunan
dalam jumlah, tingkat keparahan dan durasi dibandingkan dengan infeksi primer.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan sitologik untuk perubahan sel dari infeksi herpes virus tidak sensitive dan
tidak spesifik baik menggunakan pemeriksaan Tzank (lesi genital) dan apusan serviks
Papanicolaou dan tidak dapat diandalkan untuk diagnosis konklusif infeksi herpes
simpleks.

Jenis yang lebih tua dari pengujian virologi, tes Pap Tzanck, mengorek dari lesi herpes
kemudian menggunakan pewarnaan Wright dan Giemsa. Pada pemeriksaan ditemukan
sel raksasa khusus dengan banyak nukleus atau partikel khusus yang membawa virus
(inklusi) mengindikasikan infeksi herpes. Tes ini cepat tapi akurat 50-70% dari waktu.
Hal ini tidak dapat membedakan antara jenis virus atau antara herpes simpleks dan
herpes zoster.

Tes kultur virus dilakukan dengan mengambil sampel cairan, dari luka sedini
mungkin, idealnya dalam 3 hari pertama manifestasi. Virus, jika ada, akan bereproduksi
dalam sampel cairan namun mungkin berlangsung selama 1 - 10 hari untuk
melakukannya. Jika infeksi parah, pengujian teknologi dapat mempersingkat periode ini
sampai 24 jam, tapi mempercepat jangka waktu selama tes ini mungkin membuat hasil
yang kurang akurat. Kultur virus sangat akurat jika lesi masih dalam tahap blister jelas,
tetapi tidak bekerja dengan baik untuk luka ulserasi tua, lesi berulang, atau latency. Pada
tahap ini virus mungkin tidak cukup aktif.

Tes PCR yang jauh lebih akurat daripada kultur virus, dan CDC merekomendasikan tes
ini untuk mendeteksi herpes dalam cairan serebrospinal ketika mendiagnosa herpes
ensefalitis .PCR dapat membuat banyak salinan DNA virus sehingga bahkan sejumlah
kecil DNA dalam sampel dapat dideteksi.14

23
Tes serologi dapat mengidentifikasi antibodi yang spesifik untuk virus dan jenis,
Herpes Simplex Virus 1 (HSV-1) atau Virus Herpes Simpleks 2 (HSV-2). Ketika herpes
virus menginfeksi seseorang, sistem kekebalan tubuh tersebut menghasilkan antibodi
spesifik untuk melawan infeksi. Adanya antibodi terhadap herpes juga menunjukkan
bahwa seseorang adalah pembawa virus dan mungkin mengirimkan kepada orang lain.

Pemeriksaan serologi yang paling akurat bila diberikan 12-16 minggu setelah terpapar
virus. Fitur tes meliputi:

 ELISA (immunosorbent assay enzim-link) atau Immunoblot. Tes sangat akurat dalam
mendeteksi kedua jenis virus herpes simpleks.

 Biokit HSV-2 (juga dipasarkan sebagai SureVue HSV-2). Tes ini mendeteksi HSV-2
saja. Keunggulan utamanya adalah bahwa hanya membutuhkan tusukan jari dan hasil
yang disediakan dalam waktu kurang dari 10 menit. Hal ini juga lebih murah.

 Western Blot Test adalah standar emas untuk peneliti dengan tingkat akurasi sebesar
99%. Tes ini mahal, memakan waktu lama, dan tidak tersedia secara luas
sebagaimana tes lainnya.

Diagnosis

Dalam kebanyakan kasus, diagnosis didasarkan pada karakteristik tampilan klinis lesi.
Diagnosis klinis dapat dibuat secara akurat ketika beberapa karakteristik lesi vesikuler
pada dasar eritema dan bersifat rekuren. Namun, ulserasi herpes dapat menyerupai
ulserasi kulit dengan etiologi lainnya. Infeksi mukosa HSV juga dapat hadir sebagai
uretritis atau faringitis tanpa lesi kulit. Tanda-tanda dan simptom yang berhubungan
dengan HSV-II dapat sangat berbeda-beda. Ketersediaan pelayanan kesehatan dapat
mendiagnosa herpes genital dengan inspeksi visual jika perjangkitannya khas, dan
dengan mengambil sampel dari luka kemudian mengetesnya di laboratorium. Tes darah
untuk mendeteksi infeksi HSV-I atau HSV-II, meskipun hasil-hasilnya tidak selalu
jelas. Kultur dikerjakan dengan kerokan untuk memperoleh material yang akan
dipelajari dari luka yang dicurigai sebagai herpes

Diagnosis banding

Herpes simpleks di daerah sekitar mulut dan hidung harus dibedakan dengan impetigo
vesikobulosa. Pada daerah genital harus dibedakan dengan ulkus durum, ulkus mole,
maupun ulkus yang mendahului penyakit limfogranuloma venereum.

Penatalaksanaan

Edukasi
Pasien dengan herpes genital harus dinasehati untuk menghindari hubungan seksual
selama gejala muncul dan selama 1 sampai 2 hari setelahnya dan menggunakan kondom

24
antara perjangkitan gejala. Terapi antiviral supressidapat menjadi pilihan untuk individu
yang peduli transmisi pada pasangannya.

Agen Antiviral

Pengobatan dapat mengurangi simptom, mengurangi nyeri dan ketidak nyamanan secara
cepat yang berhubungan dengan perjangkitan, serta dapat mempercepat waktu
penyembuhan. Tiga agen oral yang akhir-akhir ini diresepkan, yaitu Acyclovir,
Famciclovir, dan Valacyclovir. Ketiga obat ini mencegah multiplikasi virus dan
memperpendek lama erupsi. Pengobatan peroral, dan pada kasus berat secara intravena
adalah lebih efektif. Pengobatan hanya untuk menurunkan durasi perjangkitan.

Komplikasi

Komplikasi jarang tetapi dapat serius. diantaranya:

 Infeksi bakteri sekunder, Ini biasanya karena Staph. Staphylococcus.


 Disseminated herpes simpleks, merupakan infeksi virus herpes yang menyebar
berupa yg terjadi pada bayi baru lahir atau imunosupresif pasien.
 Herpes simpleks kronis, biasa terjadi pada penderita HIV
 Herpes ensefalitis. Herpes ensefalitis Ini adalah komplikasi serius herpes
simpleks, tidak selalu disertai dengan lesi kulit.
 Karsinoma leher rahim. Ini lebih umum pada wanita dengan bukti serologi
infeksi herpes simpleks tipe 2, yang merupakan faktor predisposisi.

25
7. DENGUE HEMORAGIC FEVER (DHF)

Definisi

Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, nyeri sendi, dan disertai dengan
leukopeni, limfadenopati, trombositopeni. Selain itu, pada DBD yang khas adalah
terjadinya perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.

Etiologi

DBD disebabkan oleh visrus dengue, genus flavivirus, family flaviridae. Ada 4
serotype yaitu DEN 1,2 3, dan 4. Semuanya bisa menyebabkan DBD. Serotype
terbanyak di Indonesia adalah DEN 3. Virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk
Aedes aegypti dan Aedes albopictus.

Patogenesis

Teori pathogenesis DHF yaitu hipotesis infeksi sekunder (theory secondary


heterologous infection) dan hypothesis immune enhancement. Pasien yang mengalami
infeksi untuk kedua kalinya dengan serotype virus yang heterolog punya resiko yang
lebih besar untuk menderita DBD.

Antibodi heterolog yang telah ada akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi, ini
akan membentuk kompleks antigen-antibodi  berikatan pada makrofag  karena
antibodinya heterolog, maka virus yang baru tadi tidak akan dinetralisasi oleh tubuh
sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam makrofag  selanjutnya terjadi
hipotesis antibody dependen enhancement ( proses yang akan meningkatkan infeksi dan
replikasi virus dengue dalam sel MN)  sebagai tanggapan dari reaksi tersebut terjadi
sekresi mediator vasoaktif yaitu C3a, C5a (peptide yang berfungsi untuk pelepasan
histamine)  pelepasan histamine ini menyebabakan permeabilitas kapiler meningkat
 hal inilah yang menyebabkan terjadinya perembesan plasma dari ruang intravaskuler
ke ruang ekstravaskuler  Perembesan plasma ditandai dengan hematokrit yang
meningkat, Na yang menurun dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa  akan
terjadi hipovolemi  terjadi syok.

Selain mengaktivasi system komplemen, kompleks antigen-antibodi juga menyebabkan


agregasi trombosit dan mengaktivasi system koagulasi. Agregasi trombosit terjadi
sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membrane trombosit dan
mengakibatkan pengeluaran ADP sehingga trombosit melekat satu sama lain 
trombosit dihancurkan oleh RES sehingga terjadi trombositopenia  Agregasi
trombosit juga akan menyebabkan pengeluaran platelet factor III  terjadilah DIC
(Diseminata Intravascular Coagulopathy)  DIC ditandai dengan peningkatan

26
fibrinogen degradation product sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan  inilah
yang menyebabkan perdarahan massif  perdarahan ini akan memperberat syok

Manifestasi Klinis

 Demam tinggi mendadak 2-7 hari


 Ciri-ciri demam pada DBD adalah siklus demamnya seperti pelana kuda
 Hari 1-3 (Fase demam tinggi) : demam mendadak tinggi, disertai sakit kepala hebat,
sakit di belakang mata, badan ngilu dan nyeri, mual muntah, dan adanya petekie
(bintik merah pada kulit
 Hari 4-5 (Fase Kritis) : Fase demam turun drastis dan sering mengecoh seolah sudah
sembuh, tapi justru inilah fase kritis yang memungkinkan terjadinya dengue shock
syndrome
 Hari 6-7 ( Fase penyembuhan ) : demam kembali tinggi sebagai bagian dari reaksi
penyembuhan.
 Perdarahan mukosa saluran cerna
 Hepatomegali
 Perembesan plasma : efusi pleura, efusi perikard
 Trombositopenia
 Hemokonsentrasi
 Pada perjalanan penyakit bisa berkembang jadi syok.

Pemeriksaan Penunjang/ Laboratorium

 Leukosit : Bisa normal, atau menurun


 Trombosit : terdapat trombositopenia pada hari ke 3- 8
 Hematokrit : Kebocoran plasma dibuktikan dengan adanya peningkatan hematokrit
> 20% dari hematokrit awal, biasanya pada hari ke 3 demam
 Imunoserologi : dilakukan pemeriksaan IgG dan IgM. Ig M terdeteksi mulai hari ke
3-5, dan meningkat pada minggu ke 3. IgG terdeteksi pada hari ke 14 pada infeksi
primer, dan pada infeksi sekunder terdeteksi pada hari ke 2.

Penatalaksanaan

27
28
8. DENGUE SHOCK SYNDROME

Definisi

Jenis demam berdarah dengue dengan renjatan/ syok. Ditandai dengan kegagalan
peredaran darah, kulit teraba lembab dan dingin, sianosis disekitar mulut, nadi menjadi
cepat dan lembut. Pasien tampak lesu, gelisah, dan secara cepat masuk dalam fase syok,
seringkali mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok.

Diagnosis

Klinik

 Demam 2-7 hr, ↑ terus menerus & mendadak


 Manifestasi perdarahan (petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis, melena dll), tes tourniquet +)
 Hepatomegali
 Shock/renjatan: nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg) atau
nadi tak teraba, kulit dingin dan gelisah

Laboratorium

 Trombositopenia <100.000/mm3
 Hemokonsentrasi: Hct ↑ >20% dibandingkan fase konvalesen

DD/DBD GRADE TANDA DAN GEJALA LABORATORIUM


Demam Dengue Demam disertai 2 keadaan berikut : Trombositopenia
Nyeri kepala ( < 150.000 sel/mm3 )
Mialgia - Peningkatan
Rash Hematokrit
Atralgia ( 5 – 10 % )
Manifestasi perdarahan tanpa adanya
plasma leakage
DBD I Demam disertai manifestasi perdarahan Trombositopenia
(torniquet +) ada plasma leakage ( < 100.000 sel/mm3 )
Hematokrit Meningkat
. 20%
DBD II Grade I ditambah perdarahan spontan Trombositopenia
( < 100.000 sel/mm3 )
Hematokrit Meningkat

29
DBD (DSS) III Grade I atau II ditambah adanya Trombositopenia
kegagalan sirkulasi : ( < 100.000 sel/mm3 )
- pulsasi nadi yang lemah, Hematokrit Meningkat
- hipotensi,
- perbedaan sistole dan diastole yang
sempit
DBD (DSS) IV Grade III ditambah dengan syok berat Trombositopenia
serta nadi dan tekanan darah yang tidak ( < 100.000 sel/mm3 )
terukur Hematokrit Meningkat

Tata Laksana

30
9. MEASLESS

Pengertian

Penyakit Campak dikenal juga dengan istilah morbili dalam bahasa latin dan measles
Dalam bahasa Inggris. Campak, pada masa lalu dianggap sebagai suatu hal yang harus
dialami oleh setiap anak, mereka beranggapan, bahwa penyakit Campak dapat sembuh
sendiri bila ruam sudah keluar, sehingga anak yang sakit Campak tidak perlu diobati.
Ada anggapan bahwa semakin banyak ruam keluar semakin baik. Bahkan ada upaya
dari masyarakat untuk mempercepat keluarnya ruam, dan ada pula kepercayaan bahwa
penyakit Campak akan berbahaya bila ruam tidak keluar pada kulit sebab ruam akan
muncul dirongga tubuh lain seperti dalam tenggorokan, paru-paru, perut atau usus. Hal
ini diyakini akan menyebabkan sesak napas atau diare yang dapat menyebabkan
kematian. 12,13

Penyakit Campak adalah yang sangat potensial untuk menimbulkan wabah, penyakit ini
dapat dicegah dengan pemberian imunisasi Campak. Tanpa imunisasi, 90% dari mereka
yang mencapai usia 20 tahun pernah menderita Campak. Dengan cakupan Campak yang
mencapai lebih dari 90% dan merata sampai ke tingkat desa diharapkan jumlah kasus
Campak akan menurun oleh karena terbentuknya kekebalan kelompok (herd immunity).

Penyebab Penyakit Campak

Penyakit Campak disebabkan oleh virus Campak yang termasuk golongan


paramyxovirus. Virus ini berbentuk bulat dengan tepi yang kasar dan begaris tengah
140 mm, dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein, didalamnya
terdapat nukleokapsid yang bulat lonjong terdiri dari bagian protein yang mengelilingi
asam nukleat (RNA), merupakan sruktur heliks nukleoprotein yang berada dari
myxovirus. Selubung luar sering menunjukkan tonjolan pendek, sa tu protein yang
berada di selubung luar muncul sebagai hemaglutinin. 13

Cara Penularan Penyakit Campak

Virus Campak ditularkan dari orang ke orang, manusia merupakan satu-satunya


reservoir penyakit Campak . Virus Campak berada disekret nasoparing dan di dalam
darah minimal selama masa tunas dan dalam waktu yang singkat setelah timbulnya
ruam. Penularan terjadi melalui udara, kontak langsung dengan sekresi hidung atau
tenggorokan dan jarang terjadi oleh kontak dengan benda-benda yang terkontaminasi
dengan sekresi hidung dan tenggorokan.

Penularan dapat terjadi antara 1 – 2 hari sebelumnya timbulnya gejala klinis sampai 4
hari setelah timbul ruam. Penularan virus Campak sangat efektif sehingga dengan virus
yang sedikit sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang.

Masa Inkubasi Penyakit Campak

31
Masa inkubasi berkisar antara 8 – 13 hari atau rata-rata 10 hari

Gejala Klinis

Penyakit campak dibagi dalam tiga stadium 20

Stadium Kataral atau Prodromal

Biasanya berlangsung 4-5 hari, ditandai dengan panas, lesu, batuk-batuk dan mata
merah. Pada akhir stadium, kadang-kadang timbul bercak Koplik`s (Koplik spot) pada
mukosa pipi/daerah mulut, tetapi gejala khas ini tidak selalu dijumpai. Bercak Koplik
ini berupa bercak putih kelabu, besarnya seujung jarum pentul yang dikelilingi daerah
kemerahan. Koplik spot ini menentukan suatu diagnose pasti terhadap penyakit campak.

Stadium Erupsi

Batuk pilek bertambah, suhu badan meningkat oleh karena panas tinggi, kadan-kadang
anak kejang-kejang, disusul timbulnya rash (bercak merah yang spesifik), timbul
setelah 3 – 7 hari demam. Rash timbul secara khusus yaitu mulai timbul di daerah
belakang telinga, tengkuk, kemudian pipi, menjalar keseluruh muka, dan akhirnya ke
badan. Timbul rasa gatal dan muka bengkak.

Stadium Konvalensi atau penyembuhan

Erupsi (bercak-bercak) berkurang, meninggalkan bekas kecoklatan yang disebut


hiperpigmentation, tetapi lama-lama akan hilang sendiri. panas badan menurun sampai
normal bila tidak terjadi komplikasi.

Komplikasi Penyakit Campak

Adapun komplikasi yang terjadi disebabkan oleh adanya penurunan daya tahan tubuh
secara umum sehingga mudah terjadi infeksi tumpangan.

Bronchopneumonia

Bronchopneumonia dapat terjadi apabila virus Campak menyerang epitel saluran


pernafasan sehingga terjadi peradangan disebut radang paru-paru atau Pneumonia.
Bronchopneumonia dapat disebabkan virus Campak sendiri atau oleh Pneumococcus,
Streptococcus, dan Staphylococcus yang menyerang epitel pada saluran pernafasan
maka Bronchopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda, anak
dengan kurang kalori protein.

Otitis Media Akut

Otitis media akut dapat disebabkan invasi virus Campak ke dalam telinga tengah.
Gendang telinga biasanya hyperemia pada fase prodormal dan stadium erupsi. Jika

32
terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus terjadi
otitis media purulenta.

Ensefalitis

Ensefalitis adalah komplikasi neurologic yang paling jarang terjadi, biasanya terjadi
pada hari ke 4 – 7 setelah terjadinya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam 1.000
kasus Campak, dengan CFR berkisar antara 30 – 40%. Terjadinya Ensefalitis dapat
melalui mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung virus Campak ke
dalam otak.

Pencegahan Campak

a. Pencegahan Primordial

Pencegahan primordial dilakukan dalam mencegah munculnya faktor


predisposisi/resiko terhadap penyakit Campak. Sasaran dari pencegahan primordial
adalah anak-anak yang masih sehat dan belum memiliki resiko yang tinggi agar tidak
memiliki faktor resiko yang tinggi untuk penyakit Campak. Edukasi kepada orang tua
anak sangat penting peranannya dalam upaya pencegahan primordial. Tindakan yang
perlu dilakukan seperti penyuluhan mengenai pendidikan kesehatan, konselling nutrisi
dan penataan rumah yang baik.

b. Pencegahan Primer

Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk kelompok beresiko,
yakni anak yang belum terkena Campak, tetapi berpotensi untuk terkena penyakit
Campak. Pada pencegahan primer ini harus mengenal faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap terjadinya Campak dan upaya untuk mengeliminasi faktor-faktor tersebut.

Penyuluhan

Edukasi Campak adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan mengenai


Campak. Disamping kepada penderita Campak, edukasi juga diberikan kepada anggota
keluarganya, kelompok masyarakat beresiko tinggi dan pihak-pihak perencana
kebijakan kesehatan. Berbagai materi yang perlu diberikan kepada pasien Campak
adalah definisi penyakit Campak, faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya
Campak dan upaya-upaya menekan Campak, pengelolaan Campak secara umum,
pencegahan dan pengenalan komplikasi Campak.

Imunisasi

Di Indonesia sampai saat ini pencegahan penyakit campak dilakukan dengan vaksinasi
Campak secara rutin yaitu diberikan pada bayi berumur 9 – 15 bulan. Vaksin yang
digunakan adalah Schwarz vaccine yaitu vaksin hidup yang dioleh menjadi lemah.

33
Vaksin ini diberikan secara subkutan sebanyak 0,5 ml. vaksin campak tidak boleh
diberikan pada wanita hamil, anak dengan TBC yang tidak diobati, penderita leukemia.

Vaksin Campak dapat diberikan sebagai vaksin monovalen atau polivalen yaitu vaksin
measles-mumps-rubella (MMR). vaksin monovalen diberikan pada bayi usia 9 bulan,
sedangkan vaksin polivalen diberikan pada anak usia 15 bulan.

Penting diperhatikan penyimpanan dan transportasi vaksin harus pada temperature


antara 2ºC - 8ºC atau ± 4ºC, vaksin tersebut harus dihindarkan dari sinar matahari.
Mudah rusak oleh zat pengawet atau bahan kimia dan setelah dibuka hanya tahan 4 jam.

c.Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat timbulnya


komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang ditujukan untuk
pendeteksian dini Campak serta penanganan segera dan efektif. Tujuan utama kegiatan-
kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk mengidentifikasi orang-orang tanpa gejala
yang telah sakit atau penderita yang beresiko tinggi untuk mengembangkan atau
memperparah penyakit.

Memberikan pengobatan penyakit sejak awal sedapat mungkin dilakukan untuk


mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Edukasi dan pengelolaan Campak
memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien berobat

Enteritis

Enteritis terdapat pada beberapa anak yang menderita Campak, penderita mengalami
muntah mencret pada fase prodormal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel
mukosa usus.

Diagnosa Penyakit Campak

Diagnosa dapat ditegakkan dengan anamnese, gejala klinis dan pemeriksaan


laboratorium.

Kasus Campak Klinis

Kasus Campak klinis adalah kasus dengan gejala bercak kemerahan di tubuh berbentuk
macula popular selama tiga hari atau lebih disertai panas badan 38ºC atau lebih (terasa
panas) dan disertai salah satu gejala bentuk pilek atau mata merah (WHO).

Kasus Campak Konfirmasi

Kasus Campak konfirmasi adalah kasus Campak klinis disertai salah satu kriteria yaitu :

34
a. Pemeriksaaan laboratorium serologis (IgM positif atau kenaikan titer antiantibodi 4
kali) dan atau isolasi virus Campak positif.

b. Kasus Campak yg mempunyai kontak langsung dengan kasus konfirmasi, dalam


periode waktu 1 – 2 minggu.

Pengobatan penyakit campak

Penderita Campak tanpa komplikasi dapat berobat jalan. Tidak ada obat yang secara
langsung dapat bekerja pada virus Campak. Anak memerlukan istirahat di tempat tidur,
kompres dengan air hangat bila demam tinggi. Anak harus diberi cukup cairan dan
kalori, sedangkan pasien perlu diperhatikan dengan memperbaiki kebutuhan cairan, diet
disesuaikan dengan kebutuhan penderita dan berikan vitamin A 100.000 IU per oral satu
kali. Apabila terdapat malnutrisi pemberian vitamin A ditambah dengan 1500 IU tiap
hari. Dan bila terdapat komplikasi, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi
komplikasi yang timbul seperti :

Otitis media akut, sering kali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, maka perlu
mendapat antibiotik kotrimoksazol-sulfametokzasol.

Ensefalitis, perlu direduksi jumlah pemberian cairan ¾ kebutuhan untuk mengurangi


oedema otak, di samping peomberian kortikosteroid, perlu dilakukan koreksi elektrolit
dan ganguan gas darah.

Bronchopneumonia, diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis,


sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral. Antibiotik
diberikan sampai tiga hari demam reda.

Enteritis, pada keadaan berat anak mudah dehidrasi. Pemberian cairan intravena dapat
dipertimbangkan apabila terdapat enteritis dengan dehidrasi.

d. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat komplikasi.
Kegiatan yang dilakukan antara lain mencegah perubahan dari komplikasi menjadi
kecatatan tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini mungkin bagi penderita yang
mengalami kecacatan.

Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien pasien dengan dokter
mapupun antara dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya. Penyuluhan juga
sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan penyakit
Campak. Dalam penyuluhan ini yang perlu disuluhkan mengenai :

 d.1. Maksud, tujuan, dan cara pengobatan komplikasi kronik

 d.2. Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan

35
 d.3. Kesabaran dan ketakwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan keadaan
hidup dengan komplikasi kronik.

Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait juga sangat
diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin ilmu.

36
10. MUMPS

Penyakit Gondongan (Mumps atau Parotitis) adalah suatu penyakit menular dimana
seseorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah
(kelenjar ludah parotis) diantara telinga dan rahang sehingga menyebabkan
pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah.

Penyakit gondongan tersebar diseluruh dunia dan dapat timbul secara endemik atau
epidemik. Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak yang berumur 2-12 tahun.
Pada orang dewasa infeksi ini biasanya menyerang testis (buah zakar), sistem saraf
pusat, pankreas, prostat, payudara dan organ lainnya.

Adapun mereka yang beresiko besar untuk menderita atau tertular penyakit ini adalah
mereka yang menggunakan atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk menekan
hormon tiroid dan mereka yang kekurangan zat iodium dalam tubuh.

Penularan

Penyakit Gondong (Mumps atau Parotitis) penyebaran virus dapat ditularkan melalui
kontak langsung, percikan ludah, bahan muntah, mungkin dengan urin. Virus dapat
ditemukan dalam urin dari hari pertama sampai hari keempat belas setelah terjadi
pembesaran kelenjar.
Penyakit gondongan sangat jarang ditemukan pada anak yang berumur kurang dari 2
tahun, hal tersebut karena umumnya mereka masih memiliki atau dilindungi oleh anti
bodi yang baik. Seseorang yang pernah menderita penyakit gondongan, maka dia akan
memiliki kekebalan seumur hidupnya.

Tanda dan gejala

Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus paramyxovirus mengalami keluhan,
bahkan sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (sub clinical).
Namun demikian mereka sama dengan penderita lainnya yang mengalami keluhan,
yaitu dapat menjadi sumber penularan penyakit tersebut.

Masa tunas (masa inkubasi) penyakit Gondong sekitar 12-24 hari dengan rata-rata 17-18
hari. Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah terinfeksi dan berkembangnya masa
tunas dapat digambarkan sdebagai berikut :

1. Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala: demam (suhu
badan 38.5 – 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan,
nyeri rahang bagian belakang saat mengunyah dan adakalanya disertai kaku rahang
(sulit membuka mulut).

2. Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis) yang diawali


dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua kelenjar mengalami
pembengkakan.

37
3. Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian berangsur mengempis.

4. Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar di bawah rahang (submandibula) dan


kelenjar di bawah lidah (sublingual). Pada pria akil balik adalanya terjadi
pembengkakan buah zakar (testis) karena penyebaran melalui aliran darah.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan bila jelas ada gejala infeksi parotitis epidemika pada pemeirksaan
fisis, termasuk keterangan adanya kontak dengan penderita penyakit gondong (Mumps
atau Parotitis) 2-3 minggu sebelumnya. Selain itu adalah dengan tindakan pemeriksaan
hasil laboratorium air kencing (urin) dan darah.

Pemeriksaan laboratorium

Disamping leukopenia dengan limfositosis relatif, didapatkan pula kenaikan kadar


amylase dengan serum yang mencapai puncaknya setelah satu minggu dan kemudian
menjadi normal kembali dalam dua minggu.

Jika penderita tidak menampakkan pembengkakan kelenjar dibawah telinga, namun


tanda dan gejala lainnya mengarah ke penyakit gondongan sehingga meragukan
diagnosa. Dokter akan memberikan order untuk dilakukannya pemeriksaan lebih lanjut
seperti serum darah. Sekurang-kurang ada 3 uji serum (serologic) untuk membuktikan
spesifik mumps antibodies: Complement fixation antibodies (CF), Hemagglutination
inhibitor antibodies (HI), Virus neutralizing antibodies (NT).

Komplikasi

Hampir semua anak yang menderita gondongan akan pulih total tanpa penyulit, tetapi
kadang gejalanya kembali memburuk setelah sekitar dua minggu. Keadaan seperti ini
dapat menimbulkan komplikasi, dimana virus dapat menyerang organ selain kelenjar
liur. Hal tersebut mungkin terjadi terutama jika infeksi terjadi setelah masa pubertas.

Dibawah ini komplikasi yang dapat terjadi akibat penanganan atau pengobatan yang
kurang dini :

1. Orkitis ; peradangan pada salah satu atau kedua testis. Setelah sembuh, testis yang
terkena mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis yang permanen
sehingga terjadi kemandulan.

2. Ovoritis : peradangan pada salah satu atau kedua indung telus. Timbul nyeri perut
yang ringan dan jarang menyebabkan kemandulan.

3. Ensefalitis atau meningitis : peradangan otak atau selaput otak. Gejalanya berupa
sakit kepala, kaku kuduk, mengantuk, koma atau kejang. 5-10% penderita
mengalami meningitis dan kebanyakan akan sembuh total. 1 diantara 400-6.000

38
penderita yang mengalami enserfalitis cenderung mengalami kerusakan otak atau
saraf yang permanen, seperti ketulian atau kelumpuhan otot wajah.

4. Pankreatitis : peradangan pankreas, bisa terjadi pada akhir minggu pertama.


Penderita merasakan mual dan muntah disertai nyeri perut. Gejala ini akan
menghilang dalam waktu 1 minggu dan penderita akan sembuh total.

5. Peradangan ginjal bisa menyebabkan penderita mengeluarkan air kemih yang kental
dalam jumlah yang banyak

6. Peradangan sendi bisa menyebabkan nyeri pada satu atau beberapa sendi.

Pengobatan

Pengobatan ditujukan untuk mengurangi keluhan (simptomatis) dan istirahat selama


penderita panas dan kelenjar (parotis) membengkak. Dapat digunakan obat pereda panas
dan nyeri (antipiretik dan analgesik) misalnya Parasetamol dan sejenisnya, Aspirin tidak
boleh diberikan kepada anak-anak karena memiliki resiko terjadinya sindroma Reye.

Pada penderita yang mengalami pembengkakan testis, sebaiknya penderita menjalani


istirahat tirah baring ditempat tidur. Rasa Nyeri dapat dikurangi dengan melakukan
kompres es pada area testis yang membengkak tersebut. Sedangkan penderita yang
mengalami serangan virus pada organ pankreas (pankreatitis), dimana menimbulkan
gejala mual dan muntah sebaiknya diberikan cairan melalui infus.

Pemberian kortikosteroid selama 2-4 hari dan 20 ml convalescent gammaglobulin


diperkirakan dapat mencegah terjadinya orkitis. Terhadap virus itu sendiri tidak dapat
dipengaruhi oleh anti mikroba, sehingga pengobatan hanya berorientasi untuk
menghilangkan gejala sampai penderita kembali baik dengan sendirinya.

Penyakit gondongan sebenarnya tergolong dalam “Self Limiting Disease” (penyakit


yang sembuh sendiri tanpa diobati). Penderita penyakit gondongan sebaiknya
menghindarkan makanan atau minuman yang sifatnya asam supaya nyeri tidak
bertambah parah, diberikan diet makanan cair dan lunak.

Jika pada jaman dahulu penderita gondongan diberikan blau (warna biru untuk mencuci
pakaian), sebenarnya itu secara klinis tidak ada hubungannya. Kemungkinan besar
hanya agar anak yang terkena penyakit Gondongan ini malu jika main keluar dengan
wajah belepotan blau, sehingga harapannya anak tersebut istirahat dirumah yang cukup
untuk membantu proses kesembuhan.

Pencegahan

Pemberian vaksinasi gondongan merupakan bagian dari imunisasi rutin pada masa
kanak-kanak, yaitu Imunisasi MMR (Mumps, Morbili, Rubela) yang diberikan melalui
injeksi pada usia 15 bulan.

39
Imunisasi MMR dapat juga diberikan kepada remaja dan orang dewasa yang belum
menderita Gondong. Pemberian imunisasi ini tidak menimbulkan efek panas atau gejala
lainnya. Cukup mengkonsumsi makanan yang mengandung kadar Iodium, dapat
mengurangi resiko terkena serangan penyakit gondongan.

40
11. RUBELA

Rubella atau campak jerman adalah penyakit karena virus yang gejala utamanya bercak
merah di badan. Rubella disebabkan virus Rubella, yang sangat mudah menular.
Rubella umumnya tidak bahaya buat anak dan orang dewasa yang tidak hamil. Pada
orang hamil, rubella menyebabkan cacat pada janin seperti tuli, katarak, jantung bocor,
gangguan mental pertumbuhan dan cacat organ lain.

ilustrasi gejala sakit campak jerman atau rubella

Efek cacat pada janin, terutama bila ibu hamil terinfeksi di 20 minggu awal kehamilan.
Rubella termasuk golongan penyakit TORCH (TOxo, Rubella, Cmv, Herpes genital)
yang sering membuat janin cacat. Rubella menular melalui cairan yang keluar saat
batuk, bersin, bicara, makan & minum bareng. Cairan tubuh yang terinfeksi rubella bila
masuk ke tubuh melalui hidung, mata, mulut akan menularkan rubella.

Rubella bisa menular 10 hari sebelum bercak merahnya keluar hingga 7 hari setelah
bercakmerahnya keluar. Ada juga orang yang terkena rubella namun, bercak merah
tidak keluar ini juga bahaya penularannya tinggi. Gejala utama rubella; demam sumer,
bercak merah, kelenjar limfa membesar. Gejala Rubella lainnya; pusing, pilek, mata
merah, nyeri sendi, badan pegal dan lemas.

Bercak merah rubella awalnya di perbatasan rambut di kepala, kemudian menyebar ke


bawah hingga seluruh tubuh. Bercak merah seperti titik merah yang terpisah dan tidak
saling menyatu. Bila ada gejala Rubella saat tidak hamil segera periksa ke dokter
umum, minum banyak air dan banyak istirahat. Sebaiknya istirahat dirumah agar tidak
menularkan rubella pada teman yang hamil.

Bila ada gejala rubella saat hamil segera ke dr.sp.OG (dr.kandungan) untuk mendapat
pengobatan. Dengan pengobatan dini pada rubella, komplikasi cacat janin bisa ditekan,
walau janin bisa tetap kena. Bila sudah pernah kena rubella, cewek yang mau hamil
tidak perlu imunisasi rubella (MMR). Tapi bila belum pernah kena rubella, sangat
dianjurkan imunisasi rubella (MMR) sebelum hamil.

41
Bila terlanjur hamil, tapi belum kena Rubella dan belum imunisasi usahakan hindari
ludah atau saliva dari bayi atau anak-anak lain serta ajin-rajinlah cuci tangan, terutama
bila mau makan. Gangguan otak, pertumbuhan & mental akibat rubella saat hamil, tidak
bisa disembuhkan.

42
12. VARISELA

Etiologi penyakit varicella adalah Varicella-zoster virus (VZV) subfamili


Alphaherpesvirinae. Virus ini berdiameter 200 nm, envelope berlapis-lapis dikelilingi
kapsid ikosahedral dengan diameter 90 nm.

Penyakit ini memiliki tipe penularan air-borne route, yaitu melalui droplet dan cairan di
lesi kulit. Infeksi primer adalah saat virus mencapai mukosa saluran pernapasan dan
bermultiplikasi di jaringan limfe regional. Empat sampai enam hari pasca-infeksi primer
dinamakan viremia primer, yaitu infeksi dan multiplikasi virus telah mencapai hepar
dan limpa. Sepuluh sampai dua belas hari pasca-infeksi primer dinamakan viremia
sekunder, yaitu virus telah mencapai kulit. Sekitar empat belas hari pasca-infeksi primer
akan timbul ruam.

Lesi pada kulit dimulai dari makula, papula, vesikel, pustula, sampai krusta, kemudian
lesi menghilang. Akan tetapi, beberapa lesi dapat menghilang walaupun baru sampai
tahap makula atau papula. Atap vesikel adalah stratum korneum dan dasar vesikelnya
adalah prickle cell layer. Cairan vesikel berasal dari kapiler dermis. Ruang vesikel
merupakan hasil dari degenerasi sel epidermis.

Masa inkubasi, yaitu masa yang dimulai dari masuknya virus sampai mulai timbul
gejala awal berlangsung sekitar sepuluh sampai dua belas hari. Masa prodromal adalah
masa timbulnya gejala-gejala, seperti demam, sakit kepala, malaise, dan tidak ada nafsu
makan. Masa prodromal berlangsung satu sampai dua hari sebelum masa eksantema
muncul. Masa eksantema adalah masa timbulnya ruam. Ruam muncul pertama kali di
kulit kepala atau badan. Lesi muncul secara cepat menyeluruh, meliputi badan, kulit
kepala, muka, dan ekstremitas. Distibusinya bersifat sentrifugal. Konsentrasi terbanyak
adalah di daerah badan, muka, dan ekstremitas proksimal.

Varicella dapat sembuh tanpa diobati. Untuk meringankan gejala demam, dapat diberika
acetaminophen. Untuk mengurangi rasa gatal, dapat diberikan difenhidramin dan lotion
kalamin. Kebersihan pasien harus tetap terjaga, yaitu mandi setiap hari dan jaga kuku
tangan tetap pendek dan bersih untuk menghindari infeksi sekunder.

43
13. FLU SINGAPURA

Definisi

Penyakit yang dikenal sebagai Hand, Foot, and Mouth Disease (HFMD) atau disebut
Penyakit Tangan, Kaki, dan Mulut (PTKM). Penyakit ini sudah ada di tahun 1957 di
Toronto, Kanada. Sejak itu terdapat banyak kejadian di seluruh dunia. Dinamakan Flu
Singapore karena saat itu terjadi ledakan kasus dan kematian akibat penyakit ini di
Singapura.

Etiologi

Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus RNA yang masuk dalam famili
Picornaviridae, Genus Enterovirus. Biasanya disebabkan oleh coxsackievirus A16.
Sedangkan yang sering memerlukan perawatan karena keadaannya lebih berat atau ada
komplikasi sampai meninggal adalah Enterovirus 71.

Transmisi

Melalui jalur fekal-oral (pencernaan) dan saluran pernapasan, yaitu dari droplet (butiran
ludah), pilek, air liur, tinja, cairan vesikel (kelainan kulit berupa gelembung kecil berisi
cairan) atau ekskreta. Penularan kontak tidak langsung melalui barang, handuk, baju,
peralatan makanan, dan mainan yang terkontaminasi oleh sekresi itu. Masa Inkubasi 2 -
5 hari.

Penularan dari orang ke orang terjadi setelah pasien penyakit ini beranjak sembuh.
HFMD tidak ditransmisikan dari binatang ke manusia.

Manifestasi Klinik

Mula-mula demam tidak tinggi 2-3 hari, diikuti faringitis, anoreksia, dan gejala seperti
flu, pada umumnya yang tak mematikan. Timbul vesikel yang kemudian pecah, ada 3-
10 ulkus di mulut seperti sariawan (lidah, gusi, pipi sebelah dalam) terasa nyeri
sehingga sukar untuk menelan. Bersamaan dengan itu timbul rash/ruam atau vesikel
(lepuh kemerahan), papulovesikel yang tidak gatal ditelapak tangan dan kaki. Kadang-
kadang rash/ruam (makulopapel) pada bokong dan umumnya akan membaik sendiri
dalam 7-10 hari.

Diagnosis

 Sampel (Spesimen) dapat diambil dari tinja, usap rektal, cairan serebrospinal dan
usap/swab ulcus di mulut/tenggorokan, vesikel di kulit spesimen atau biopsi otak.
 Isolasi virus dengan cara biakan sel dengan suckling mouse inoculation.
 Setelah dilakukan Tissue Culture, kemudian dapat diidentifikasi strainnya dengan
antisera tertentu.

44
Tata Laksana

HFMD merupakan self limiting disease. Pengobatan spesifik tidak ada, sehingga hanya
diberikan secara simptomatik saja berdasarkan keadaan klinis yang ada.

• Istirahat yang cukup, karena penurunan sistem imun

• Dapat diberikan:

 Immunoglobulin IV (IGIV), pada pasien imunokompromis atau neonatus

 Extracorporeal membrane oxygenation.

• Pengobatan simptomatik:

 Antiseptik di daerah mulut

 Analgesik misal parasetamol

 Cairan cukup untuk dehidrasi yang disebabkan sulit minum dan karena demam dan
pengobatan suportif

Pencegahan

 Pencegahan penyakit adalah dengan menghilangkan kekumuhan dan kepadatan


lingkungan; kebersihan (Higiene dan Sanitasi) lingkungan maupun perorangan.
 Memberikan penyuluhan tentang cara-cara penularan dan pencegahan HFMD untuk
memotong rantai penularan.

45
14. MILIARIS RUBRA

Miliaria rubra (liken tropikus, prickle heat) adalah suatu dermatitis yang timbul akibat
tersumbatnya saluran kelenjar keringat dengan gejala klinik adanya vesikel-vesikel
terutama pada badan, setelah banyak berkeringat dan umumnya tidak memberikan
keluhan. Lebih dikenal dengan sebutan biang keringat, keringat buntet.

Miliaria sendiri terbagi kedalam 3 type, Miliaria kristalina yang sumbatannya berada
dalam stratum korneum. Miliaria profunda, sumbatan ada dalam dermo epidermis dan
Miliaria rubra dimana sumbatan terletak didalam epidermis.

Milaria rubra sering timbul pada bayi dan anak-anak, ini menggambarkan bahwa
bertambahnya struktur saluran keringat sesuai dengan bertambahnya umur dan sering
timbul pada orang yang tidak biasa pada daerah tropik.

Epidemiologi

Miliaria rubra banyak terjadi didaerah panas kelembaban yang tinggi,tapi dapat juga
terjadi didaerah lain, dimana sekitar 30 % orang yang tinggal di daerah tersebut bisa
mengalami Miliaria.
Miliaria dapat terjadi pada semua ras, meskipun ada pendapat bahwa orang Asia yang
memproduksi keringat lebih sedikit dari orang kulit putih lebih sedikit menderita
Miliaria rubra. Sebetulnya semua bayi dapat mengalami Miliaria pada kondisi yang ada.
Anak-anak lebih banyak mengalami Miliaria dibanding orang dewasa dan tidak ada
perbedaan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan.

Etiologi

 Kelenjar keringat yang belum berkembang sempurna .


Bayi baru lahir belum memiliki kelenjar keringat yang berkembang sempurna
sehingga mudah pecah bila berkeringat dan menyebabkan miliria
 Perubahan iklim
 Aktivitas berlebih
 Obat
Bethanecol, obat yang menyebabkan timbulnya keringat dan Isotretionis obat yang
menyebabkan folikular diferensiasi dapat menyebabkan Miliaria.
 Bakteri
Staphylococcus diyakini berhubungan dengan timbulnya Miliaria.

Pathogenesis

Belum diketahui pasti, tapi ada dua pendapat

a. Miliaria terjadi karena ada sumbatan keratin pada saluran keringat, Pada permulaan
musim hujan, udara mulai lembab, udara lembab ini mempengaruhi keratin di

46
sekeliling lubang kereingat yang mula-mula kering menjadi lembab dan
membengkak, sehingga lubang keringat tertutup. Bahan kimia juga dapat
menyebabkan menjadi basah dan menutupi lubang keringat, sumbatan terjadi di
dalam epidermis dan saluran keringat yang pecah ada didalam epidermis, vesikula
terjadi didalam epidermis, ditandai dengan eritem dan rasa gatal. Tanda ini adalah
akibat dari vasodilatasi dan rangsangan reseptor gatal oleh enzim yang keluar dari
sel epidermis karena keringat yang masuk ke dalam epidermis.
b. Miliaria terjadi karena kadar garam pada kulit menyebabkan spongiosis dan hal ini
terjadi pada muara kelenjar keringat.

Flora normal pada kulit seperti staphylococcus epidermidis dan staphylococcus aureus
diduga mempunyai peranan pada patogenesis dari Miliaria, pasien Miliaria memiliki
jumlah bakteri tiga kali lebih banyak dari pada jumlah bakteri per unit area pada kulit
normal yang sehat.

Gejala klinis

ditandai dengan rasa gatal dan eritem dan kadang rasa panas seperti terbakar, lesi terjadi
karena beberapa hari terpapar pada lingkungan yang panas tapi lesi baru muncul setelah
beberapa bulan terpapar atau dapat muncul setelah beberapa hari pasien berpindah dari
lingkungan yang panas tersebut. Lesi berupa papula dengan puncak dan pusatnya
berupa vesikula yang dikekelingi oleh lingkaran merah atau eritema yang tidak berbatas
tegas yang terjadi karena respon inflamasi.

Pada bayi lesi terdapat pada leher, lipat paha dan ketiak sedangkan pada anak-anak atau
orang dewasa lesi terdapat pada badan dan tempat-tempat yang terkena gesekan pakaian
yaitu bagian tubuh dibawah pakaian atau bagian tubuh yang mudah berkeringat setelah
beraktivitas atau kepanasan seperti leher, kulit kepala bagian atas atau badan dan tidak
mengenai wajah atau bagian volar kulit.

Rasa gatal dan kadang rasa panas seperti terbakar, biasanya bersamaaan dengan
rangsang yang menimbulkan keringat, penderita cepat merasa lelah dan mengalami
intoleransi terhadap panas dan dapat terjadi penurunan jumlah keringat atau tidak
berkeringat sama sekali pada daerah panas ataupun beraktivitas. Miliaria rubra yang
luas dan berat dapat menyebabkan hiperpireksia dan lelah karena panas serta pingsan.

Diagnosis

 Anamnesis
Pada anamnesis biasanya penderita mengeluh gatal dan rasa panas yang membakar,
keluhan biasanya bersifat subjektif
 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan lesi berupa papula dengan puncak dan
pusatnya berupa vesikel yang dikelilingi oleh eritem.

47
 Pemeriksaan histopatologis
Pada pemeriksaan histopatologi tampak infiltrat limfosit verivaskuler dan
vasodilatasi di permukaan dermis.

Diagnosis banding

 Prurigo
 Gigitan serangga
 Folikulitiis

Terapi

1. Pakaian tipis yang dapat menghisap keringat.


2. Tempat yang dingin dan sejuk.
3. Dapat diberikan bedak salisil 2%, mentol 2% dapat pula diberikan losio faberi.
4. Untuk memberikan efek antipruritus dapat ditambakan mentholum atau camphora
pada lusio faberi.

48
15. ROSEOLA INFANTUM

Penyakit yang ini sering diderita pada bayi dari usia 6 bulan sampai 3 tahun. Penyakit
ini sempat membuat para ibu khawatir dan cemas berlebihan, karena pada awalnya (fase
prodromal) anak ini mengalami panas tinggi 39,4-40,6° Celsius. Bahkan, 5-15%
diantara mereka mengalami kejang disebabkan demam.

Roseola infantum merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus herpes tipe
6 dan 7. Virus ini disebarkan melalui percikan ludah penderita. Masa inkubasi (masa
dari mulai terinfeksi sampai timbulnya gejala) adalah sekitar 5-15 hari. Biasanya
penyakit ini berlangsung selama 1 minggu.

Bisa terjadi pembengkakan kelenjar getah bening di belakang kepala, leher sebelah
samping dan di belakang telinga. Limpa juga agak membesar. Pada hari keempat,
demam biasanya mulai turun.

Sekitar 30% anak memiliki ruam (kemerahan di kulit), yang mendatar maupun
menonjol, terutama di dada dan perut dan kadang menyebar ke wajah, lengan dan
tungkai. Ruam ini tidak menimbulkan rasa gatal dan berlangsung selama beberapa jam
sampai 2 hari.

Disinilah yang harus diperhatikan, pada roseola infantum ruam ini muncul setelah
demam reda. Sedangkan pada campak, ruam ini muncul saat penderita masih demam.

Karena penyakit ini disebabkan oleh virus, maka pengobatan dengan antibiotik tidak
diperlukan. Terapi pada kasus ini hanyalah untuk menurunkan demamnya. Pemberian
asetaminofen atau parasetamol atau ibuprofen relatif aman untuk menurunkan demam.
Sedangkan, pemberian aspirin pada anak-anak sangat tidak dianjurkan karena bisa
menyebabkan sindroma Reye. Sebaiknya anak dikompres dengan menggunakan handuk
atau lap yang telah dibasahi dengan air hangat (suam-suam kuku). Jangan menggunakan
es batu, air dingin, alkohol maupun kipas angin.

Usahakan agar anak minum banyak air putih atau potongan-potongan es batu, larutan
elektrolit atau kaldu. Selama demam, sebaiknya anak menjalani tirah baring.

Bila anak mengalami kejang demam, segera hubungi rumah sakit atau dokter terdekat
untuk penanganan kejang. Intinya, jangan panik dan tetap tenang. Jika penyakit ini
terjadi pada pasien dengan sistem kekebalan rendah, maka dokter sering memberikan
obat antiviral supaya tidak bertambah parah.

49
16. TINEA KAPITIS

Tinea termasuk salah satu penyakit dermatofitosis atau penyakit yang disebabkan oleh
golongan jamur dermatofita. Ada 3 jenis jamur yang termasuk golongan ini yaitu
mikrosporon, trikofiton, dan epidermofiton. Golongan jamur ini bisa mencerna keratin
kulit karena punya daya tarik kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini
dapat menyerang lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum korneum sampai dengan
stratum basalis, rambut dan kuku.

Tinea capitis merupakan infeksi oleh jamur yang menyerang rambut dan kulit kepala.
Ada 4 bentuk tinea capitis

1. Gray patch ring worm

Jenis ini biasanya karena spesies mikrosporan. Dimulai dengan papul merah kecil yang
melebar ke sekitarnya dan membentuk bercak warna merah pucat dan bersisik. Warna
rambut jadi abu-abu dan tidak emngkilat lagi, mudah patah dan terlepas dari akarnya
sehingga menimbulkan alopecia setempat.

2. Black dot ringworm

Terutama disebabkan oleh Trichophyton tonsurans, T. violaceum dan T.


mentagrophytes. Infeksi jamur terjadi di dalam rambut (endotrik) atau diluar rambut
(eksotrik) yang menyebabkan rambut putus tepat di permukaan kulit kepala.

Ujung rambut tampak seperti titik titik hitam diatas permukaan kulit yang berwarna
kelabu sehingga tampak sebagai gambaran black dot

50
3. Kerion

Terutama disebabkan oleh Trichophyton tonsurans, T. violaceum dan


Microsporon canis. Bentuk ini adalah yang paling serius karena disertai dengan
radangyang hebat dan bersifat local sehingga pada kulit kepala tampak bisul-bisul kecil
yang berkelompok dan kadang ditutupi sisik-sisik tebal. Rambut di daerah ini putus-
putus dan mudah dicabut. Bila kerion sembuh, akan meninggalkan suatu daerah yang
botak permanen karena terjadi sikatriks.

4. Tinea Favosa

Kelainan di kepala yang dimulai dengan bintik-bintik kecil di bawah kulit yang
berwarna merahkekuningan dan berkembang menjadi krusta yang berbentuk cawan
serta memberi bau busuk seperti bau tikus (mousy odor). Rambut diatas cawan itu
putus-putus dan mudah lepas, serta tidak mengkilat lagi.

51
52
17. TINEA BARBE

Definisi

Merupakan infeksi dermatofit di daerah janggut, kumis, dan jarang di alis. Banyak
ditemukan pada laki-laki petani yang sering berkontak dengan binatang ternak
(khususnya kuda dan sapi) sebagai reservoir etiologi infeksi ini.

Etiologi

Trycophyton verucossum dan Trycophyton mentagrophytes.

Pemeriksaan fisik

Ditemukan plak eritema dengan pustula di daerah rambut wajah, bisa ditemukan scar di
daerah tersebut, pasien tidak mengeluhkan nyeri, dan rambut wajah mudah lepas.

Terapi

Sistemik antifungal selama 1-2 bulan.

53
18. TINEA FASIALIS

Definisi

 Penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur superfisial golongan dermatofita,


menyerang daerah kulit tak berambut pada wajah

 Nama lainnya adalah Tinea Corporis, Tinea Glabrosa, Kurap

Epidemiologi

Tersebar di seluruh dunia, terutama daerah tropis dan kelembaban udara tinggi.
Menyerang semua umur. Insiden laki-laki = perempuan

Etiologi

 Trichophyton Rubrum → Antrophofilik


 Trichophyton Mentagrophytes → Zoofilik
 Microsporum Canis → Zoofilik

Gejala klinis

 Subjektif : Gatal terutama ketika berkeringat


 Objektif : tampak lesi bulat atau lonjong dengan batas tegas terdiri atas eritema,
skuama, kadang dengan vesikel atau papul di tepi. Daerah tengah terdapat central
healing.

Diagnosis

 Melalui anamnesis dan gejala klinis yang khas.


 Laboratorium:
o Pemeriksaan KOH : ditemukan hifa double countour, bersepta dan dikotomi
dan ditemukan Artrokonidia.
o Kultur dengan media Sabourauds Dextrose Agar (SDA) + khloramfenkol +
sikloheksamid

Diagnosa banding

54
 Dermatitis seboroik
 Psoriasis
 Dermatitis Numularis
 Ptiriasis Rosea

Penatalaksanaan

 Lesi basah dan lesi dengan infeksi sekunder


o Kompres sol sodium chlorida 0,9% 3-5 hari
o Antibiotik oral 5-7 hari
 Obat topikal
o Salep Whitfield sehari 2 kali
o (AAV I : as. salisilikum 3% + as.bensoikum 6% )
o Salep 2-4 / 3-10 sehari 2 kali
o (as. salisilikum 2-3% + sulfur presipitatum 4-10% )
o Miconazole sehari 2 kali
 Obat oral
o Indikasi : sering kambuh atau tidak sembuh dengan obat topikal
o Contoh: Griseofulvin, Gol. Azol, Terbinafin

Prognosa

Prognosis baik jika pengobatan dilakukan dengan adekuat dan kebersihan diri dan
daerah yang terkena dijaga.

55
19. TINEA KORPORIS

Definisi

Tinea corporis adalah infeksi dermatofita superfisial yang ditandai oleh baik lesi
inflamasi maupun noninflamasi pada glabrous skin (kulit tubuh yang tidak berambut)
seperti: bagian muka, leher, badan, lengan, tungkai dan gluteal. Sinonim untuk penyakit
ini adalah tinea sirsinata, tinea glabrosa, Scherende Fiechte, kurap, herpes sircine
trichophytique.

Epidemiologi

Tinea corporis adalah infeksi umum yang sering terlihat pada daerah dengan iklim yang
panas dan lembab. Seperti infeksi jamur yang lain, kondisi yang hangat dan lembab
membantu penyebaran infeksi ini. Oleh karena itu, daerah tropis dan subtropis memiliki
insien yang tinggi terhadap tinea corporis. Tinea corporis dapat terjadi pada semua usia.
Bisa didapatkan pada orang yang bekerja yang berhubungan dengan hewan-hewan.
Maserasi dan oklusi kulit lipat paha menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban
kulit yang akan memudahkan infeksi. Penularan juga dapat terjadi melalui kontak
langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak langsung melalui benda yang
mengandung jamur, misalnya handuk, lantai kamar mandi, tempat tidur hotel dan lain-
lain.

Etiologi

Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur


ini mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita termasuk kelas Fungi imperfecti,
yang terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton.
Walaupun semua dermatofita bisa menyebabkan tinea corporis, penyebab yang paling
umum adalah T. rubrum, T. mentagrophytes, T. canis dan T. tonsurans.

Patofisiologi

Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah utama: perlekatan ke keratinosit, penetrasi


melalui dan diantara sel, dan perkembangan respon host.

 Perlekatan. Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat
pada jaringan keratin diantaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan
flora normal dan sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Asam lemak yang
diproduksi oleh glandula sebasea juga bersifat fungistatik
 Penetrasi. Setelah terjadi perlekatan, spora harus berkembang dan menembus
stratum korneum pada kecepatan yang lebih cepat daripada proses desquamasi.
Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase, lipase dan enzim mucinolitik, yang
juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu
penetrasi jamur kejaringan. Fungal mannan didalam dinding sel dermatofita juga

56
bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit. Pertahanan baru muncul ketika
begitu jamur mencapai lapisan terdalam dari epidermis.
 Perkembangan respons host. Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien
dan organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type
Hipersensitivity (DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam melawan
dermatofita. Pada pasien yang belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya,
infeksi primer menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin tes hasilnya
negative.infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh
peningkatan pergantian keratinosit. Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita
diproses oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan dalam limfosit T di
nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan bermigrasi ketempat yang
terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi,
dan barier epidermal menjadi permeable terhadap transferin dan sel-sel yang
bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh.

Gejala Klinis

Penderita merasa gatal, dan kelainan berbatas tegas, terdiri atas macam-macam
efloresensi kulit (polimorfi). Bagian tepi lesi lebih aktif (lebih jelas tanda-tanda
peradangan) daripada bagian tengah. wujud lesi yang beraneka ragam ini dapat berupa
sedikit hiperpigmentasi dan skuamasi, menahun.

Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas,
terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul ditepi. Daerah
tengahnya biasanya lebih tenang, sementara yang di tepi lebih aktif (tanda peradangan
lebih jelas) yang sering disebut dengan sentral healing.

Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Kelainan kulit juga dapat
terlihat secara polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Lesi dapat
meluas dan memberi gambaran yang tidak khas terutama pada pasien
imunodefisiensi.Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang mendadak biasanya
tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama
dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea corporis et cruris atau
sebaliknya tinea cruris et corporis.

Diagnosis

Diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan ruam yang diderita pasien.
Dari gambaran klinis didapatkan lesi di leher, lengan, tungkai, dada, perut atau
punggung. Infeksi dapat terjadi setelah kontak dengan orang yang terinfeksi atau hewan
atau objek yang baru terinfeksi. Pasien mungkin mengalami gatal-gatal, nyeri atau
pasien dapat merasa sensasi terbakar.

Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan dengan lampu Woods, yang mengeluarkan


sinar ultraviolet dengan gelombang 3650 Ao, yang jika didekatkan pada lesi akan

57
timbul warna kehijauan. Pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH 10-20% bila
positif memperlihatkan elemen jamur berupa hifa panjang dan artrospora. Sediaan basah
dibuat dengan meletakkan bahan diatas bahan alas (objek glass), kemudian ditambah 1-
2 tetes larutan KOH. Konsentrasi larutan KOH untuk sediaan rambut adalah 10% dan
untuk kulit dan kuku 20%. Setelah sediaan dicampur dengan larutan KOH, ditunggu 15-
20 menit hal ini diperlukan untuk melarutkan jaringan. Untuk mempercepat proses
pelarutan dapat dilakukan pemnasan sediaan basah diatas api kecil. Pada saat mulai
keluar uap dari sediaan tersebut, pemanasan dihentikan. Bila terjadi penguapan, maka
akan terbentuk kristal KOH, sehingga tujuan yang diinginkan tidak tercapai. Untuk
melihat elemen jamur lebih nyata dapat ditambahkan zat warna pada sediaan KOH,
misalnya tinta Parker superchroom blue black.

Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung


sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap paling baik pada waktu
ini adalah medium agar dekstrosa Sabouraud. Biakan memberikan hasil lebih cukup
lengkap, akan tetapi lebih sulit dikerjakan, lebih mahal biayanya, hasil diperoleh dalam
waktu lebih lama dan sensitivitasnya kurang (± 60%) bila dibandingkan dengan cara
pemeriksaan sediaan langsung.

Diagnosa Banding

Diagnosis tinea korporis tidak sulit ditegakkan pada umumnya, namun ada beberapa
penyakit kulit yang dapat membuat rancu diagnosis tersebut, misalnya dermatitis
seboroika, psoriasis, dan pitiriasis rosea.

Kelainan kulit pada dermatitis seboroika selain dapat menyerupai tinea korporis,
biasanya dapat terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya di kulit kepala (scalp),
lipatan-lipatan kulit, misalnya belakang telinga, daerah nasolabial, dan sebagainya..
Kulit kepala berambut juga sering terkena penyakit ini. Gambaran klinis yang khas dari
dermatitis seboroika adalah skuamanya yang berminyak dan kekuningan.

Psoriasis pada stadium penyembuhan menunjukkan gambaran eritema pada bagian


pinggir sehingga menyerupai tinea. Perbedaannya ialah pada psoriasis terdapat tanda-
tanda khas yakni skuama kasar, transparan serta berlapis-lapis, fenomena tetes lilin, dan
fenomena auspitz. Psoriasis dapat dikenal dari kelainan kulit pada tempat predileksi,
yaitu daerah ekstensor, misalnya lutut, siku, dan punggung.

Pitiriasis rosea, yang distribusi kelainan kulitnya simetris dan terbatas pada tubuh dan
bagian proksimal anggota badan, sukar dibedakan dengan tinea korporis tanpa herald
patch yang dapat membedakan penyakit ini dengan tinea korporis. Perbedaannya pada
pitiriasis rosea gatalnya tidak begitu berat seperti pada tinea korporis, skuamanya halus
sedangkan pada tinea korporis kasar. Pemeriksaan laboratoriumlah yang dapat
memastikan diagnosisnya.

58
Penatalaksanaan

Terapi yang dapat diberikan pada pasien bervariasi tergantung derajat lesi yang ada.
Prinsip pengobatan pada tinea kruris lebih kurang sama dengan prinsip pengobatan tinea
korporis

a. Terapi topikal

Terapi ini direkomendasikan untuk infeksi lokal karena dermatofit biasanya hidup pada
jaringan. Pada masa kini selain obat-obat topical konvensional, misalnya asam salisil 2-
4%, asam benzoate 6-12%, sulphur 4-6%, vioform 3%, asam undesilenat 2-5% dan zat
warna (hijau brilian dalam cat Castellani) dikenal banyak obat topical baru. Obat-obat
baru ini diantaranya tolnaftat 2%; tolsiklat, haloprogin, berbagai macam preparat
imidazol dan alilamin tersedia dalam berbagai formulasi. Dan semua obat-obat baru ini
memberikan keberhasilan terapi (70-100%). Terapi topikal digunakan 1-2 kali sehari
selama 2 minggu tergantung agen yang digunakan. Topikal azol dan allilamin
menunjukkan angka perbaikan perbaikan klinik yang tinggi.Berikut obat yang sering
digunakan :

 Topical azol terdiri atas: Econazol 1 %, Ketoconazol 2 %, Clotrimazol 1%,


Miconazol 2% dll. Derivat imidazol bekerja dengan cara menghambat enzim 14-
alfa-dimetilase pada pembentukan ergosterol membran sel jamur.
 Allilamin bekerja menghambat allosterik dan enzim jamur skualen 2,3 epoksidase
sehingga skualen menumpuk pada proses pembentukan ergosterol membran sel
jamur, yaitu naftifine 1%, butenafin 1%. Terbinafin 1% (fungisidal bersifat anti
inflamasi ) yang mampu bertahan hingga 7 hari sesudah pemakaian selama 7 hari
berturut-turut.
 Sikloklopirosolamin 2% (cat kuku, krim dan losio) bekerja menghambat masuknya
bahan esensial selular dan pada konsentrasi tinggi merubah permeabilitas sel jamur
merupakan agen topikal yang bersifat fungisidal dan fungistatik, antiinflamasi dan
anti bakteri serta berspektrum luas.

b. Terapi sistemik

Pedoman yang dikeluarkan oleh American Academy of Dermatology menyatakan bahwa


obat anti jamur (OAJ) sistemik dapat digunakan pada kasus hiperkeratosis terutama
pada telapak tangan dan kaki, lesi yang luas, infeksi kronis, pasien
immunocompromised, atau pasien tidak responsif maupun intoleran terhadap OAJ
topikal.

 Griseofulvin. Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak 10-25


mg/kgBB sehari. Lama pemberian griseofulvin pada tinea korporis adalah 3-4

59
minggu, diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan topikal tidak ada
perbaikan.
 Ketokonazol. Merupakan OAJ sistemik pertama yang berspektrum luas, fungistatik,
termasuk golongan imidazol. Dosisnya 200 mg per hari selama 10 hari - 2 minggu
pada pagi hari setelah makan.
 Flukonazol. Mempunyai mekanisme kerja sama dengan golongan imidazol, namun
absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan atau kadar asam lambung.
 Itrakonazol. Merupakan OAJ golongan triazol, sangat lipofilik, spektrum luas,
bersifat fungistatik dan efektif untuk dermatofita, ragi, jamur dismorfik maupun
jamur dematiacea. Absorbsi maksimum dicapai bila obat diminum bersama dengan
makanan.
 Amfoterisin B. Merupakan anti jamur golongan polyen yang diproduksi oleh
Streptomyces nodosus. Bersifat fungistatik, pada konsentrasi rendah akan
menghambat pertumbuhan jamur, protozoa dan alga. Digunakan sebagai obat
pilihan pada pasien dengan infeksi jamur yang membahayakan jiwa dan tidak
sembuh dengan preparat azol.

60
20. TINEA MANUS

Definisi

Merupakan infeksi jamur dermatofita pada kulit yangtermasuk kelompok penyakit


dermatofitosis. Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat
tanduk, misalnya stratum corneum pada epidermis,rambut, dan kuku.

Etiologi

Dermatofitosis ini disebabkan oleh 3 jenis jamur, yaitu :Epidermophyton, Trichophyton


dan Microsporum. Penyakit ini termasuk dalammikosis yang paling sering dijumpai di
dunia.

Tinea manus pertama kali dijelaskan oleh Fox pada tahun 1870 danPellizaari tahun
1888. Bersama dengan tinea pedis, tinea manus adalah salah satutipe dermatifitosis
kronis yang biasa dan sering diderita pada usia dewasa. Hal inimungkin berkaitan
dengan kurangnya glandula sebasea dan lipid fungistatiknya.

Dermatofitosis dinamakan berdasarkan lokasinya, yaitu : tinea capitis biladijumpai pada


kepala dan rambut, tinea manus pada tangan, tinea pedis pada kaki,tinea corporis pada
badan, tinea kruris pada lipat paha, tinea ungium pada kukudan tinea barbae pada daerah
jenggot.

Manifestasi Klinis

Pada umumnya gambaran dermatofitosisterdiri atas berbagai macam ruam kulit


(polimorf) berupa papula, papul vesikel,sering eritroskuama, berbatas tegas dengan
bagian pinggir lebih aktif dan bagiantengah lebih tenang serta disertai rasa gatal. Akibat
garukan bisa timbul perubahanlain seperti infeksi sekunder.

Tinea manus sering menyerang orang yang bekerja di tempat basah sepertitukang cuci,
pekerja di sawah, atau orang-orang yang setiap hari harus memakaisepatu yang
tertutup seperti anggota militer. Keluhan subjektif bervariasi mulaidari tanpa keluhan
sampai dengan rasa gatal yang hebat dan rasa nyeri bila adainfeksi sekunder.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dari dermatofitosis dapat dilakukan baik secara umummaupun secara


khusus. Adapun secara umum dengan memberikan nasehat kepadapasien untuk mengurangi
kelembapan tubuh pasien dengan menghindaripemakain sepatu yang terlalu tertutup dan kaos kaki
yang lembap. Sedangkansecara khusus dapat diberikan pengobatan topikal seperti
penggunaan salepturunan imidazol dan sistemiknya dengan memberikan obat anti
histamine untuk mengurangi gejala gatal yang timbul akibat penyakit ini.

61
21. TINEA UNGUIUM

Tinea unguium atau yang juga dikenal sebagai dermatophytic onychomycosis atau
ringworm of the nail adalah penyakit yang disebabkan jamur dermatofita. Penyakit ini
memiliki tiga bentukan klinis, yaitu:

 Bentuk Subungual Distalis


Mulai dari distal dan distolateral kuku menjalar ke proksimal.
Di bawah kuku terbentuk sisa kuku yang rapuh sampai rusak, bahkan hanya tampak
seperti zat kapur.
Penyebabnya adalah Tricophyta rubrum atau Tricophyta mentagrophytes var.
interdigitale.
Leukonikia Trikofita atau Leukonikia Mikotika atau Superfisial Putih
Leukonikia atau keputihan yang dapat dikerok dan terletak di permukaan kuku.
Penyebabnya adalah Tricophyta mentagrophytes.
 Bentuk Subungual Proksimalis
Kuku di bagian distal masih utuh, sedangkan di bagian proksimal rusak.
Penyebabnya adalah Tricophyta rubrum.

Terapi penyakit ini dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu:

 Topikal, dioleskan pada kuku, yaitu:


- Bifonazol-urea sediaan bentuk salap.
- Amorolfin 5% sediaan bentuk cat kuku.
- Sikropiroksolamin sediaan bentuk cat kuku.
 Sistemik, secara per oral, yaitu:
- Flukonazol 100 mg/hari.
- Itrakonazol 200 mg/hari.
- Terbinafin 250 mg/hari.

62
22. TINEA KRURIS

Tinea cruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus.
Dapat bersifat akut atau menahun. Kelainan kulit yang tampak pada sela paha
merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada tepi lebih banyak daripada daerah
tengahnya. Efloresensi terdiri dari macam-macam bentuk primer dan sekunder
(polimorf). Erosi dan keluarnya cairan akibat garukan.

Diagnosis

Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri dari


pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan mikolohi untuk
mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis, yang dapat berupa kerokan kulit, rambut
dan kuku.

Sediaan basah dibuat dengan meletakkan bahan di atas gelas alas, kemudian ditambah
1-2 tetes larutan KOH. Konsentrasi larutan KOH untuk sediaan rambut adalah 10%, dan
untuk kulit dan kuku 20%. Setelah sediaan dicampur dengan larutan KOH, ditunggu 15-
20 menit, hal ini diperlukan untuk melarutkan jaringan. Kemudian dilakukan
pemeriksaan melalui mikroskop. Untuk melihat elemen jamur lebih nyata dapat
ditambahkan zat warna pada sediaan KOH.

Pada sediaan kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai dua daris sejajar, terbagi
oleh sekat dan bercabang. Dapat juga terlihat spora berderet (artospora) pada kelainan
kulit lama dan atau sudah diobati. Pada sediaan rambut yang dilihat adalah spora kecil
(mikrospora). Spora dapat tersusun di luar rambut atau di dalam rambut. Kadang-
kadang juga terlihat hifa pada sediaan rambut.

Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung


sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap paling baik pada waktu
ini adalah medium agar dekstrosa Sabouraud.

Pengobatan

Pada tinea kapitis yang disebabkan oleh Microsporum audouini misalnya, dilakukan
pengobatan topikal dan disertai penyinaran dengan sinar X untuk merontokkan rambut
di bagian yang sakit. Pada masa sekarang, dermatofitosis pada umumnya dapat diatasi
dengan pemberan griseofulvin yang bersifat fungistatik. Lama pengobatan tergantung
pada lokasi penyakit, penyebab penyakit dan keadaan imunitas penderita. Setelah
sembuh klinis dilanjutkan 2 minggu agar tidak residif.

Pada pengobatan kerion stadium dini diberikan kortikosteroid sistemik sebagai anti-
inflamasi, yakni prednison 3x5 mg atau prednisolon 3x4 mg sehari selama 2 minggu.

63
Obat tersebut diberikan bersama-sama dengan griseofulvin. Griseofulvin diteruskan
selama 2 minggu setelah sembuh klinis.

Obat peroral yang juga efektif untuk dermatofitosis yaitu ketokonazol yang bersifat
fungistatik. Pada kasus-kasus yang resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan obat
tersebut sebanyak 200 mg per hari selama 10 hari sampai 2 minggu pada pagi hari
setelah makan. Ketokonazol merupakan kontraindikasi untuk penderita kelainan hepar.
Sebagai pengganti ketokonazol yang mempunyai sifat hepatotoksik, dapat diberikan
suatu obat tiazol yaitu itrakonazol.

Pada masa kini selain obat-obat topikal konvensional, misalnya asam salisil 2-4%, asam
benzoat 6-12%, sulfur 4-6%, vioform 3%, dikenal banyak obat topikal baru. Obat-obat
baru ini diantaranya tolnafat 2%, tolsiklat, derivat-derivat imidazol, siklopiroksamin dan
naftifine masing-masing 1%..

64
23. TINEA PEDIS

Tinea pedis atau sering disebut athelete foot adalah dermatofitosis pada kaki, terutama
pada sela-sela jari dan telapak kaki. Tinea pedis adalah dermatofitosis yang biasa
terjadi. Penggunaan istilah athlete foot digunakan untuk menunjukan bentuk jari kaki
yang seperti terbelah. Prevalensi dari tinea pedis sekitar 10%, terutama disebabkan oleh
penggunaan alas kaki modern, meskipun perjalanan keliling dunia juga merupakan
faktor. Kejadiaan tinea pedis lebih tinggi diantara komuniti yang menggunakan tempat-
tempat umum seperti kamar mandi, shower atau kolam renang. . Kejadian infeksi ini
sering terjadi pada iklim hangat lembab dimana dapat meningkatkan pertumbuhan
jamur, tetapi jarang ditemukan di daerah yang tidak menggunakan alas kaki.

Etiologi

Tinea pedis disebabkan oleh Trichophyton rubrum(umumnya), Trichophyton


mentagrophytes, Epidermophyton floccosum. Namun, penyebab utama dari setiap
pasien rumit dengan adanya jamur saprofit, ragi dan /bakteri. Telah di observasi bahwa
9% dari kasus tinea pedis diakibatkan oleh agen infeksi selain dermatofit. karakteristik
dari T.rubrum menghasilkan jenis yang relatif tidak ada peradangan dari dermatofitosis
dengan eritema kusam dan sisik keperakan yang melibatkan seluruh telapak kaki dan
sisi kaki menampilkan moccasin. Erosi juga terbatas pada infeksi jamur pada jari kaki
atau bawah jari kaki, kadang-kadang bersisik dan meluas sampai pada badan, gluteus,
dan extremiti. Individu dengan imun yang rendah mudah terkena infeksi, HIV/AIDS,
transplantasi organ, kemoterapi, steroid dan nutrisi parenteral diakui dapat menurunkan
resistansi pasien terhadap infeksi dermatofitosis. Kondisi seperti umur, obesitas,
diabetes melitus juga mempunyai dampak negatife terhadap kesehatan pasien secara
keseluruhan dan dapat menurunkan imunitas dan meningkatkan terjadinya tinea pedis.
Diabetes melitus itu sendiri dikategorikan sebagai penyebab infeksi, pasien dengan
penyakit ini 50% akan terkena infeksi jamur. Secara histologi, hiperkeratotis tinea pedis
memiliki karakteristi berupa akantosis, hiperkeratosis, dan infiltrasi perivaskular yag
dangkal, kronik dan dapat menyebar pada dermis. Bentuk vesicle-bula menampilkan
spongiosis, parakeratosis, dan subkornea atau spongiosis intraepitel vesiculasi dengan
kedua tipe, foci dari neutrofil biasanya dapat dilihat pada daerah stratum kornea. PAS
atau pewarnaan silver methenamine menampilkan organisme jamur

Gejala klinis

Ada 4 jenis tinea pedis interdigitalis, moccasin, tipe akut ulserasi dan tipe vesiculbulosa
semua dengan karakteristik kulit masing-masing.

 Interdigitalis
a. Diantara jari 4 dan 5 terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis.
b. Dapat meluas ke bawah jari(subdigital) dan ke sela jari yang lain.

65
c. Sering terlihat maserasi. Aspek klinis berupa kulit putih dan rapuh. Dapat
disertai infeksi sekunder oleh bakteri sehingga terjadi selulitis, limfangitis,
limfadenitis, dan dapat pula terjadi erisipelas.

Gambar 2. Tinea pedis interdigitalis. Maserasi dan terdapat opaque putih dan beberapa erosi

Gambar 3. Tinea pedis pada bagian bawah jari kaki.

 Moccasin foot[1, 6]
a. Pada seluruh kaki, dari telapak kaki, tepi sampai punggung kaki, terlihat kulit
menebal dan bersisik halus dan seperti bedak
b. Eritema biasanya ringan dan terlihat pada bagian tepi lesi
c. Tepi lesi dapat dilihat papul dan kadang-kadang vesikel

66
Gambar 4. Tinea pedis. Terdapat distribusi tipe moccasin. Bentuk arciform dari sisik yang
merupakan karakteristik

 Vesiculo bulosa
a. Diakibatkan karena T.mentagrophytes
b. Diameter vesikel lebih besar dari 3mm
c. Jarang pada anak-anak, tapi etiology yang sering terjadi pada anak-anak adalah
T.rubrum
d. Vesikel pustul atau bula pada kulit tipis ditelapak kaki dan area periplantar

Gambar 5. Tinea pedis tipe bulosa. Vesicle pecah, bula, eritema, dan erosi pada bagian
belakang dari ibu jari kaki.

67
 Tipe akut ulserasi
a. Mempengaruhi telapak kaki dan terkait dengan maserasi, penggundulan kulit
b. Ko infeksi bakterial ganas biasanya dari garam negative kombinasi dengan
T.mentagrophytes menghasilkan vesikel pustule dan ulcer bernanah yang besar
pada permukaan plantar

Diagnosis

Diagnosis dari tinea pedis biasanya dilakukan secara klinikal dan berdasarkan examinasi
dari daerah yang terinfeksi. Diagnosis yang digunakan biasanya dengan cara kulit
dikerok untuk preparat KOH, biopsi skin, atau kulture dari daerah yang terinfeksi. [6]

1. KOH
Hasil preparat KOH biasanya positive di beberapa kasus dengan maserasi pada kulit.
Pada pemeriksaan mikroskop KOH dapat ditemukan hifa septate atau bercabang,
arthrospore, atau dalam beberapa kasus, sel budding menyediakan bukti infeksi jamur.
[5]

2. Kultur
kultur dari tinea pedis yang dicurigai dilakukan SDA(sabouraud’s dextrose agar), pH
asam dari 5,6 untuk media ini menghambat banyak spesies bakteri dan dapat dibuat
lebih selektif dengan penambahan suplemen kloramfenikol. Ini dapat selesai 2-4
minggu. Dermatophyte test medium(DTM) digunakan untuk isolasi selektif dan
mengenali jamur dermatofitosis adalah pilihan lain diagnostik, yang bergantung pada
indikasi perubahan warna dari oranye ke merah untuk menandakan kehadiran
dermatofit. [5]
3. Tes PAS
PAS menunjukkan dinding polisakarida-sarat dari organisme jamur yang terkait dengan
kondisi ini dan merupakan salah satu teknik yang paling banyak digunakan untuk
mendeteksi karbohidrat protein terikat (glikoprotein). Tes ini dilakukan dengan
mengekspos jaringan dari berbagai substrat untuk serangkaian reaksi oksidasi-reduksi,
sebagai hasil akhir, elemen positif seperti karbohidrat, bahan membran basement
menjadi permen apel merah(candy apple red). PAS kontras positif komponen ini tajam
terhadap latar belakang biru merah muda. Tidak seperti kulture pada SDA atau DTM,
hasil PAS dapat selesai sekitar 15 menit. PAS juga telah menjadi tes diagnostik yang
paling dapat diandalkan untuk tinea pedis, dengan keberhasilan 98,8% dengan biaya
paling efektif.[5]

Diagnosis banding

Diagnosis banding klinis dari erupsi cutaneus kaki seperti kontak dermatitis, psoriasis,
dihydrosis, eczema, dermatitis atopic, keratoderma, liken planus dan beberapa infeki

68
bacterial seperti C.minutissimum, streptococcal cellulitis dan lain-lain yang umumnya
susah dibedakan dengan tinea pedis.[3, 5]

Diagnosis banding dari tinea pedis dapat di bedakan menjadi


1. Interdigitalis
Diagnosis banding berupa psoriasis, “soft corns”, koinfeksi bakteri, kandidiasis,
erythrasma[2]
2. Tipe Moccasin
Diagnosis banding berupa psoriasis, keturunan atau yang diperoleh keratoderma pada
telapak tangan dan kaki, dyshidrosis[2]
3. Vesicul-bulosa
Diagnosis banding berupa Pustular psoriasis, palmoplantar pustolosis, pyoderma
bakteri

Penatalaksanaan
1. Topikal
Menggunakan topikal agen seperti bedak, krim atau spray. Krim dan spray lebih
berguna daripada bedak. Topikal antifungal seperti Clotrinazole, miconazole,
sulconazole, oxiconazole, ciclopirox, econazole, ketoconazole, naftifine, terbinafine,
flutnmazol, bifonazole, dan butenafine tetapi clotrhnazole, miconazole membutuhkan
waktu 4 minggu dibandingkan jika menggunakan terbinafine yang membutuhkan
waktu 1-2 minggu. Kalau terjadi maserasi diantara jari, pisahkan jari dengan busa
atau gunakan kapas pada malam hari. Aluminium kloride10% atau aluminium acetat
juga dapat berguna. Topikal yang berguna untuk organisme gram-negatif adalah
salep antibiotik seperti gentamicin untuk lesi interdigitalis. Keratolitik agen
mengandung salisil acid, resorcinol, lactic acid dan urea berguna di beberapa kasus
walaupun dapat mengakibatkan maserasi.[4,6]
2. Sistemik [4]
 Griseofulvin 500-1000 mglhari. Buat anak-anak 10- 20 mglkglhari.
 Terbinafine 250 mglhari untuk 1-2 minggu
 Itraconazole 200 mg/2 kali sehari untuk 1 minggu. Untuk kasus ringandi
berikan 100mg 2 kali sehari
 Fluconazole 150 mg/minggu untuk 4 minggu

Pencegahan

Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai pentingnya kebersihan pada kaki,


menjaga kaki tetap kering , membersikan kuku kaki, menggunakan sepatu yang pas dan
kaos kaki kering dan bersih, serta menggunakan sandal atau flip-flop pada tempat mandi
umum atau kolam renang dapat mencegah terjadinya tinea pedis. Diagnosis yang tepat
serta pengobatan terhadap pasien yang menderita diabetes mellitus, HIV,

69
24. PITYRIASIS VESICOLOR

Etiologi

Pityriasis versicolor atau tinea versicolor adalah kelainan kulit yang umum, jinak,
infeksi jamur superfisial yang biasanya ditandai dengan makula hipopigmentasi atau
hiperpigmentasi di dada dan punggung. Pada pasien dengan predisposisi tinea versicolor
bisa terkena penyakit ini berkali-kali. Infeksinya hanya di daerah stratum korneum.

Gejala

Ada 4 bentuk yang dapat muncul akibat dari tinea versicolor:

Tinea versicolor – bentuk 1

 Tampilan umum dari bentuk ini adalah multiple, sirkumskrip, bersisik, oval sampai
lingkaran makula yang tersebar di dada, terkadang juga sampai abdomen bagian
bawah, leher, dan ekstremitas proximal.
 Makula tidak menyatu, membentuk bercak dengan perubahan warna pigmen yang
tidak beraturan. Nama versicolor menyatakan warnanya yang bermacam-
macam. Makulanya bisa jadi lebih gelap atau lebih terang dari daerah disekitarnya.
 Kerokan tipis pada makula dengan pisau scapel akan didapat keratin akan didapat
keratin yang berlebihan jumlahnya terangkat.

Tinea versicolor – bentuk 2

 Bentuk lain dari tinea versicolor adalah dengan distribusi yang sama sekali berbeda,
pada daerah lipatan, wajah, dan ekstremitas. Bentuk tinea versicolor ini lebih sering
terlihat pada orang dengan immunocompromised.
 Bentuk ini sulit dibedakan dengan infeksi lain seperti candidiasis, seborrheic
dermatitis, psoriasis, erythrasma, dan infeksi dermatofita

Tinea versicolor – bentuk 3

 Bentuk ketiga ini melibatkan folikel rambut. Biasanya terdapat di punggung, dada,
atau kaki.
 Bentuk ini sulit dibedakan dengan infeksi bakteri folikulitis
 Bentuk ini lebih sering terlihat pada orang dengan diabetes, kelembapan tinggi,
terapi steroid atau antibiotika, dan terapi immunosuppresant

Tinea versicolor – bentuk 4

 Bentuk klinis ini adalah papul multiple, 2-3 mm, monomorfik, berwarna merah
sampai coklat. Pada lesi juga ada kemungkinan terdapat skuama putih.
 Lesi biasanya ditemukan di torso dan asimtomatik

70
 Secara histologis, ruam nya tidak hanya menunjukkan hifa dan spora pada stratum
korneum, tetapi juga ada ciri yang mirip dengan dermatitis pada bagian dermis
superfisialnya

Patofisiologi

Tinea versicolor disebabkan oleh adanya infeksi dari organisme dimorphic, lipoflik,
dengan genus Malassezia, formalnya dikenal dengan nama Pityrosporum. Delapan
spesies dikategorikan dalam klasifikasi ini, yang dimana Mlassezia globosa dan
Malassezia furfur adalah spesies yang utama ditemukan pada tinea versicolor.
Malassezia sangat sulit dikultur dalam laboratorium dan hanya dapat dikultur di media
yang kaya asam lemak C12-C14. Malassezia normalnya dapat ditemukan di semua kulit
binatang, termasuk manusia. Jamur ini dapat diisolasi pada bayi 18% dan pada orang
dewasa 90-100%.

Organisme ini dapat ditemukan disemua kulit yang sehat sampai dengan penyakit kulit.
Pada pasien dengan penyakit kulit, organisme ini ditemukan dengan dalam bentuk yeast
dan filamen. Faktor yang menyebabkan perubahan dari dulunya saprofita menjadi
parasitik, karena adanya genetis, temperatur hangat, lembap, immunosuppresion,
malnutrisi, dan penyakit cushing. Peptida manusia LL-37 berperan dalam
mempertahankan kulit dari infeksi jamur ini.

Meskipun malassezia termasuk dalam flora normal kulit tetapi bisa ada kemungkinan
menjadi patogen. Organisme ini juga dapat menjadi faktor pendukung penyakitkulit lain
seperti pityrosporum folliculitis, konfluens dan reticulate papilomatosis, seborrheic
dermatitis, dan beberapa bentuk dermatitis atopik.

Faktor

Faktor yang membuat orang cenderung terkena tinea versicolor adalah:

 Hamil
 Malnutrisi
 Luka bakar
 Terapi steroid
 Supressed imune system
 Kontrasepsi
 Suhu panas
 kelembapan

Diagnosis

Tinea versicolor mempunyai penampakan klinis yang khas sehingga diagnosis biasanya
dapat di tegakan tanpa melakukan pemeriksaan laboratorium

71
 Cahaya wood dapat digunakan untuk melihat warna tinea versicolor yang berwarna
tembaga-oranye. Namun dalam beberapa kasus lesi tampak lebih gelap dari pada
sekitarnya meskipun tidak berpendar
 Diagnosis dapat diperkuat dengan pemeriksaan kalium hidroksida (KOH), yang
ditemukan adalah spora dengan mycelium pendek seperti spageti dan bakso sebagai
tanda adanya tinea versicolor. Untuk visualisasi yang lebih baik dapat digunakan
pewarnaan blue stain, parker ink, methylene blue stain, atau swartz-medrik stain
pada preparat KOH. Pewarnaan kontras dengan 1% chicago sky blue 6B dan
8%KOH akan didapat sensitivitas dan spesivisitas terbaik.
 Beberapa media membutuhkan adanya kultur, meskipun kultur sulit untuk
didapatkan.

Tata laksana

Pasien harus diberi tahu bahwa tinea versicolor disebabkan oleh jamur yang normal ada
di kulit manusia dan tidak termasuk penyakit menular. Kulit yang terkena tidak akan
menimbulkan bekas atau perubahan pigmen yang permanen dan perubahan warna kulit
akan kembali keawal setelah 1-2 bulan setelah pengobatan.

Tinea versicolor dapat diobati dengan berbagai macam obat. Obat topikal yang efektif
adalah selenium sulfide, sodium sulfacetamide, ciclopiroxolamine, azole, dan
alollamine antifungal. Terapi oral juga efektif untuk mengobati tinea versicolor dan
biasanya dipilih pasien karena mudah dan tidak merepotkan. Obat oral tersebut adalah
ketoconazole, fluconazole, dan itraconazole. Obat oral tidak menyembuhkan tinea
versicolor dengan terlalu baik dan harus diulang beberapa kali dalam setahun. Karena
tinea versicolor jinak dan obat oral mempunyai efek samping, tentunya pilihan untuk
memakai obat oral harus dibuat setelah menjelaskan dan memahami efek sampingnya.

Penyembuhan tinea versicolor juga bisa digunakan asam 5-aminolevulinic pada terapi
photodynamic.

72
25. KANDIDOSIS MUKOKUTAN

Penyakit jamur, yang bersifat akut atau sub akut disebabkan oleh spesies Candida,
biasanya oleh spesies candida albicans dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku,
bronki atau paru, kadang-kadang dapat menyebabkan septikemia, endokarditis, atau
meningitis. Dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Jamur
penyebabnya terdapat pada orang sehat sebagai saprofit

Etiologi

Candida albicans yang dapat diisolasi dari kulit, mulut, selaput mukosa vagina, dan
feses orang normal. Sebagai penyebab endokarditis kandidosis ialah C.parapsilosis dan
penyebab kandidosis septikemia adalah C.tropicalis.

Patogenesis

Infeksi kandida dapat terjadi, apabila ada faktor predisposisi endogen maupun eksogen.

Faktor Endogen :

 Perubahan fisiologik
o Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina
o Kegemukan, karena banyak keringat
o Debilitas
o Iatrogenik
o Endokrinopati, gangguan gula darah kulit
o Penyakit kronik : TB, SLE dengan keadaan umum yang buruk
o Umur : Orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi karena status
imunologiknya tidak sempurna
o Imunologik : Penyakit genetik
 Faktor Eksogen :
o Iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat
o Kebersihan kulit
o Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan
maserasi dan memudahkan masuknya jamur
o Kontak dengan penderita, misalnya pd thrush, balanopostitis

Gejala Klinis

Pada kandidiosis mukokutan terdapat lesi di bagian lipatan-lipatan kulit.

Diagnosis

Pemeriksaan langsung : Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan
KOH 10% atau dengan pewarnaan gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa semu
(pseudohifa). Pemeriksaan biakan : Ditanam dalam agar dekstrosa glukosa Saboraud,

73
dapat pula agar dibubuhi antibiotik (kloramfenikol) untuk mencegah pertumbuhan
bakteri. Perbenihan dismpan dalam suhu kamar atau 37o C, koloni tumbuh setelah 24-
48 jam berupa yeast like colony. Identifikasi kandida albicans dilakukan dengan
membiakkan tumbuhan tersebut pada commeal agar.

Pengobatan

 Menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi.


 Topikal :
o Larutan ungu genthion ½-1% untuk selaput lendir, 1-2% untuk kulit,
dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari.
o Nistatin : krim salep, emulsi
o Amfoterisin B
o Grup azol : mikonazol 2% berupa krim atau bedak, klotrimazol 1%
berupa bedak, larutan dan krim.
o Tiokonazol, bufonazol, isokonazol
o Siklopiroksolamin 1% larutan krim
o Antimikotik yang lain yang berspektrum luas
 Sistemik :
o tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi lokal dalam saluran cerna,
obat ini tidak diserap oleh usus.
o Amfoterisin B diberikan IV untuk kandidosis sistemik.
o Kandidiasis vaginalis dapt diberi kotrimazol 500mg pervaginam dosis
tunggal, sistemik dapat diberikan ketokonazol 2x200mg selama 5 hari
atau dengan itrakonazol 2x200mg dosis tunggal atau dengan flukonazol
150mg dosis tunggal.
o Itrakonazol : Bila dipakai untuk kandidosis vulvovaginitis dosis untuk
orang dewasa 2x100mg sehari, selama 3 hari.

Prognosis

Umumnya baik, bergantung pada berat ringannya faktor predisposisi.

74
26. ANTI VIRAL

ANTIVIRUS

Empat golongan antivirus yang akan dibahas dalam dua bagian besar pembahasan yaitu
mengenai antinonretrovirus dan antiretrovirus. Klasifikasi penggolongan obatantvirus
adalah :

1. Antinonretovirus
– Antivirus untuk herpers– Antivirus untuk influenza
– Antivirus untuk HBV dan HCV

2. Antiretrovirus
– Nukleuside reverse transcriptase inhhibiror (NRTI)
– Nukleuside reverse transcriptase inhhibiror (NtRTI)
– NNRTI (non neokleoside reverse transcriptase inhibitor)
– Protease inhibitor (PI)
– Viral entry inhibitor.

Golongan obat anti nonretrovirus

1. ANTIVIRUS UNTUK HERPES

Virus hervers dihubungkan dengan spectrum luas penyakit-penyakit, yaitu bisul dingin,
essence valitis, dan infeksi genital, yang terakhir merupakan bahaya untuk bayi baru
lahir selama persalinan. Obat-obat yang efektif terhadap virus ini bekerja selama fase
akut infeksi virus dan tidak memberikan efek pada fase laten. Kecuali foskarnet, obat-
obat tersebut adalah analokpurin atau pirimidin yang menghambat sintesis virus DNA.

A. Asiklovir

Asiklovir merupakan obat antivirus yang paling banyak digunakan karena efektif
terhadap virus hervers.

Mekanisme kerja : Asiklovir, suatu analog guanosin yang tidak mempunyai gugs
glukosa, mengalami monofosforilasi dalam sel oleh enzim yang di kode hervers virus,
timidin kinase. Karena itu, sel-sel yang di infeksi virus sangat rentan. Analok monofofat
diubah ke bentuk di-dan trifosfat oleh sel pejamu. Trifosfat asiklovir berpacu dengan
deoksiguanosin trifosfat (dGTP) sebagai suatu subsrat untuk DNA polymerase dan
masuk ke dalam DNA virus yang menyebabkan terminasi rantai DNA yang premature.
Ikatan yan irrevelsibel dari template primer yang mengandung aseklopir ke DNA
polymerase melumpuhkan enzim. Zat ini kurang efektif terhadap enzim penjamu.

75
Resistensi: Timidin kinase yang sudah berubah atau berkurang dan polymerase DNA
telah ditemukan dalam beberapa strain virus yang resisten. Resistensi terhadap asiklovir
disebabkan oleh mutasi pada gen timidin kinase virus atau pada gen DNA polymerase.

Mekanisme kerja analog purin dan pirimidin : asiklovir dimetabolisme oleh enzim
kinase virus menjadi senyawa intermediet. Senyawa intermediet asiklovir(dan obat obat
seperti idosuridin, sitarabin,vidaradin, dan zidovudin) dimetabolisme lebih lanjut oleh
enzim kinase sel hospes menjadi analog nukleotida, yang bekerja menghambat replikasi
virus.

Indikasi : infeksi HSV-1 dan HSV-2 baik local maupun sistemik (termasuk keratitis
herpetic, herpetic ensefalitis, herpes genitalia, herpes neonatal, dan herpes labialis.) dan
infeksi VZV(varisela dan herpes zoster). Karena kepekaan asiklovir terhadap VZV
kurang dibandingkan dengan HSV, dosis yang diperlukan untuk terapi kasus varisela
dan zoster lebih tinggi daripada terapi infeksi HSV.

Dosis : untuk herpes genital : 5Xsehari 200mg tablet, sedangkan untuk herpes zoster
ialah 4x400mg sehari.penggunaan topical untuk keratitis herpetic adalah dalam bentuk
krim ophthalmic 3% dank rim 5% untuk herpes labialis. Untuk herpes ensefalitis, HSV
berat lain nya dan infeksi VZV digunakan asiklovir intravena 30mg/kgBB perhari.

Farmakokinetik : pemberian obat bisa secara intravena, oral atau topical. Efektivitas
pemberian topical diragukan.obat tersebar keseluruh tubuh,termaksuk cairan
serebrospinal.asiklovir sebagian dimetabolisme menjadi produk yang tidak
aktif.Ekskresi kedalam urine terjadi melalui filtrasi glomerular dan sekresi tubular.

Efek samping : Efek samping tergantung pada cara pemberian. Misalnya, iritasi local
dapat terjadi dari pemberian topical; sakit kepala; diare; mual ;dan muntah merupakan
hasil pemberian oral , gangguan fungsi ginjal dapat timbul pada dosis tinggi atau pasien
dehidrasi yang menerima obat secara intravena.

B. Gansiklovir

Gansiklovir berbeda dari asiklovir dengan adanya penambahan gugus hidroksimetil


padaposisi 3’ rantai samping asikliknya.metabolisme dan mekanisme kerjanya sama
dengan asiklovir. Yang sedikit berbeda adalah pada gansiklovir terdapat karbon 3’
dengan gugus hidroksil, sehingga masih memunginkan adanya perpanjangan primer
dengan template jadi gansiklovir bukanlah DNA chain terminator yang absolute seperti
asklovir.

Mekanisme kerja : Gansiklovir diubah menjadi ansiklovir monofosfat oleh enzim


fospotranverase yang dihasilkan oleh sel yang terinveksi
sitomegalovirus.gansiklovirmonofospat merupakan sitrat fospotranverase yang lebih
baik dibandingkan dengan asiklovir. Aktu paruh eliminasi gangsiklovir ktrifospat

76
sedikitnya 12 jam, sedangkan asiklovir hanya 1-2 jam.perbedaan inilah yang
menjelaskan mengapa gansiklovi lebih superior dibandingkan dengan asiklovir untuk
terapi penyakit yang disebabkan oleh sitomegalovirus.

Resistensi : Sitomegalovirus dapat menjadi resisten terhadap gansiklovir oleh salah satu
dari dua mekanisme.penurunan fosporilasi gansiklovir karena mutasi pada
fospotranverase virus yang dikode oleh gen UL97 atau karena mutasi pada DNA
polymerase virus.varian virus yang sangat resisten pada gansiklovir disebabkan karena
mutasi pada keduanya( Gen UL97 dan DNA polymerase ) dan dapat terjadi resistensi
silang terhadap sidofovir atau foskarnet.

Indikasi : Infeksi CMV, terutama CMV retinitis pada pasien immunocompromised (


misalnya : AIDS ), baik untuk terapi atau pencegahan.

Sediaan dan Dosis : Untuk induksi diberikan IV 10 mg/kg per hari ( 2 X 5 mg/kg, setiap
12 jam) selama 14-21 hari,dilanjutkan dengan pemberian maintenance peroral 3000mg
per hari ( 3 X sehari 4 kapsul @ 250 mg ). Inplantsi intraocular ( intravitreal ) 4,5 mg
gnsiklovir sebagai terapi local CMV retinitis.

Efek samping : mielosupresi dapat terjadi pada terapi dengan gansiklovir. Neotropenia
terjadi pada 15-40 % pasien dan trombositopenia terjadi pada 5-20 %. Zidovudin dan
obat sitotoksik lain dapat meningkatkan resiko mielotoksisitas gansiklovir. Obat-obat
nefrotoksik dapat mengganggu ekskresi gansiklovir. Probenesit dan asiklovi dapat
mengurangi klirens renal gansiklovir. Rekombinan koloni stimulating factor ( G-CSF,
filgastrim, lenogastrim) dapat menolong dalam penanganan neutropenia yang
disebabkan oleh gansiklovir.

C. Famsiklovir

Suatu analog asiklik dari 2’ deoksiguanosin, merupakan prodruk yang dimetabolisme


menjadi siklovir aktif. Spectrum antivirus sama dengan gansiklovir tetapi wakyu ini
disetujui hanya untuk pengobatan herpes zoster akut. Obat efektif peroral.

Efek samping termasuk sakit kepala dan mual.penelitian pada hewan percobaan
menujukan peningkatan terjadinya adenokarsinoma mamae dan toksisitas testicular.

D. Foskarnet

Tidak seperti kebanyakan obat antivirus lainnya, foskarnet bukan analog purin atau
pirimidin, obat ini adalah fosfonoformat, suatu derivate pirofosfat. Meskipun aktivitas
antivirus in vitro cukup luas, disetujui hanya sebagai pengobatan retinitis sitomegalic
pada pasien penderita HIV dengan tanggap imun yang lemah terytama jika infeksi
tersebut resisiten terhadap gansiklovir. Foskarnet bekerja dengan menghamabat
polimerese DNA & RNA secara reversible, yang mengakhiri elongasi rantai.

77
Mutasi struktur polymerase menyebabkan resistensi virus. Foskarnet sukar diabsorpsi
peroral harus disuntikan intravena, dan perlu diberikan berulang untuk menghindari
relaps jika kadarnya turun. Tersebat merata di seluruh tubuh. Lebih dari 10% masuk
matriks tulang yang secara lambat dilepaskan. Obat asli dikeluarkan oleh glamerolus
dan sekresi tubular masuk urine.

Efek samping termasuk nefrotoksisitas,anemia,mual dan demam. Karena kelasi dengan


kation divalent, hipokalsemia,hipomagnesemia juga terjadi selain itu
hipokalemia,hipofospatemia,kejang, dan aretmia juga pernah dilaporkan.

E. Trifluridin

Trifluridin telah menggantikan obat terdahulu, idoksuridin, pada pengobatan topical


keratokonjungtivitis yang disebabkan virus herpes simpleks. Seperti idoksuridin, analog
pirimidin ini masuk dalam DNA virus dan menghentikan fungsinya.

2. ANTIVIRUS UNTUK INFLUENZA

Pengobatan untuk infekksi antivirus pada saluran pernapasan termasuk influenza tipe A
& B, virus sinsitial pernapasan (RSV).

A. Amantadin dan Rimantadin

Amantadin & rimantadin memiliki mekanisme kerja yang sama. Efikasi keduanya
terbatas hanya pada influenza A saja.

Mekanisme kerja : Amanatadin dan rimantadin merupakan antivirus yang bekerja pada
protein M2 virus, suatu kanal ion transmembran yang diaktivasi oleh pH. Kanal M2
merupakan pintu masuk ion ke virion selama proses uncoating. Hal ini menyebabkan
destabilisasi ikatan protein serta proses transport DNA virus ke nucleus. Selain itu, fluks
kanal ion M2 mengatur pH kompartemen intraseluler, terutama aparatus Golgi.

Resistensi : Influenza A yang resisten terhadap amantadin dan rimantidin belum


merupakan masalah klinik, meskipun beberapa isolate virus telah menunjukkan
tingginya angka terjadinya resistensi tersebut. Resistensi ini disebabkan perubahan satu
asam amino dari matriks protein M2, resistensi silang terjadi antara kedua obat.

Indikasi : Pencegahan dan terapi awal infeksi virus influenza A ( Amantadin juga
diindikasi untuk terapi penyakit Parkinson ).

Farmakokinetik : Kedua obat mudah diabsorbsi oral. Amantadin tersebar ke seluruh


tubuh dab mudah menembus ke SSP. Rimantadin tidak dapat melintasi sawar darah-
otak sejumlah yang sama. Amantadin tidak dimetabolisme secara luas. Dikeluarkan
melalui urine dan dapat menumpuk sampai batas toksik pada pasien gagal ginjal.

78
Rimantadin dimetabolisme seluruhnya oleh hati. Metabolit dan obat asli dikeluarkan
oleh ginjal.

Dosis : Amantadin dan rimantadin tersedia dalam bentuk tablet dan sirup untuk
penggunaan oral. Amantadin diberikan dalam dosis 200 mg per hari ( 2 x 100 mg kapsul
). Rimantadin diberikan dalam dosis 300 mg per hari ( 2 x sehari 150 mg tablet ). Dosis
amantadin harus diturunkan pada pasien dengan insufisiensi renal, namun rimantadin
hanya perlu diturunkan pada pasien dengan klirens kreatinin ≤ 10 ml/menit.

Efek samping : Efek samping SSP seperti kegelisahan, kesulitan berkonsentrasi,


insomnia, hilang nafsu makan. Rimantadin menyebabkan reaksi SSP lebih sedikit
karena tidak banyak melintasi sawar otak darah. Efek neurotoksik amantadin meningkat
jika diberikan bersamaan dengan antihistamin dan obat antikolinergik/psikotropik,
terutama pada usia lamjut.

B. Inhibitor Neuraminidase ( Oseltamivir, Zanamivir )

Merupakan obat amtivirus dengan mekanisme kerja yang sam terhadap virus influenza
A dan B. Keduanya merupakan inhibitor neuraminidase; yaitu analog asam N-
asetilneuraminat ( reseptor permukaan sel virus influenza ), dan disain struktur
keduanya didasarkan pada struktur neuraminidase virion.

Mekanisme kerja : Asam N-asetilneuraminat merupakan komponen mukoprotein pada


sekresi respirasi, virus berikatan pada mucus, namun yang menyebabkan penetrasi virus
ke permukaan sel adalah aktivitas enzim neuraminidase. Hambatan terhadap
neuraminidase mencegah terjadinya infeksi. Neuraminidase juga untuk penglepasan
virus yang optimaldari sel yang terinfeksi, yang meningkatkan penyebaran virus dan
intensitas infeksi. Hambatan neuraminidase menurunkan kemungkinan berkembangnya
influenza dan menurunkan tingkat keparahan, jika penyakitnya berkembang.

Resistensi : Disebabkan adanya hambatan ikatan pada obat dan pada hambatan aktivitas
enzim neuraminidase. Dapat juga disebabkan oleh penurunan afinitas ikatan reseptor
hemagglutinin sehingga aktivitas neuraminidase tidak memiliki efek pada penglepasan
virus pada sel yang terinfeksi.

Indikasi : Terapi dan pencegahan infeksi virus influenza A dan B.

Dosis : Zanamivir diberikan per inhalasi dengan dosis 20 mg per hari ( 2 x 5 mg, setiap
12 jam )selama 5 hari. Oseltamivir diberikan per oral dengan dosis 150 mg per hari ( 2 x
75 mg kapsul, setiap 12 jam ) selama 15 hari. Terapi dengan zanamivir /oseltamivir
dapat diberikan seawal mungkin, dalam waktu 48 jam, setelah onset gejala.

79
Efek samping : Terapi zanamivir : gejala saluran nafas dan gejala saluran cerna., dapat
menimbulkan batuk, bronkospasme dan penurunan fungsi paru reversibel pada beberapa
pasien. Terapi oseltamivir : mual, muntah, nyeri abdomen , sakit kepala.

C. Ribavirin

Ribavirin merupakan analog sintetik guanosin, efektif terhadap virus RNA dan DNA.

Mekanisme kerja : Ribavirin merupakan analog guanosin yang cincin purinnya tidak
lengkap. Setelah mengalami fosforilasi intrasel , ribavirin trifosfat mengganggu tahap
awal transkripsi virus, seperti proses capping dan elongasi mRNA serta menghambat
sintesis ribonukleoprotein.

Resistensi : Hingga saat ini belum ada catatan mengenai resistensi terhadap ribavirin,
namun pada percobaan diLaboratorium menggunakan sel, terdapat sel-sel yang tidak
dapat mengubah ribavirin menjadi bentuk aktifnya.

Spektrum aktivitas : Virus DNA dan RNA, khusunya orthomyxovirus ( influenza A dan
B ), para myxovirus ( cacar air, respiratory syncytialvirus (RSV) dan arenavirus ( Lassa,
Junin,dll ).

Indikasi : Terapi infeksi RSV pada bayi dengan resiko tinggi. Ribavirin digunakan
dalam kombinasi dengan interferon-α/ pegylated interferon – α untuk terapi infeksi
hepatitis C.

Farmakokinetik : Ribavirin rfektif diberikan per oral dan intravena. Terakhir digunakan
sebagai aerosol untuk kondisi infeksivirus pernapasan tertemtu, seperti pengobatan
infeksi RSV. Penelitian distribusi obat pada primate menunjukkan retensi dalam semua
jaringan otak. Obat dan metabolitnya dikeluarkan dalam urine.

Dosis : Per oral dalam dosis 800-1200 mg per hari untuk terapi infeksi HCV/ dalam
bentuk aerosol ( larutan 20 mg/ml ).

Efek samping : Pada penggunaan oral / suntikan ribavirin termasuk anemia tergantung
dosis pada penderita demam Lassa. Peningkatan bilirubin juga telah dilaporkan Aerosol
dapat lebih aman meskipun fungsi pernapasan pada bayi dapat memburuk cepat setelah
permulaan pengobatan aerosoldan karena itu monitoring sangat perlu. Karena terdapat
efek teratogenikpada hewan percobaan, ribavirin dikontraindikasikan pada kehamilan.

3. ANTIVIRUS UNTUK HBV DAN HCV

A. Lamivudin

Mekanisme kerja : Merupakan L-enantiomer analog deoksisitidin. Lamivudin


dimetabolisme di hepatositmenjadi bentuk triposfat yang aktif. Lamivudin bekerja

80
dengan cara menghentikan sintesis DNA, secara kompetitif menghambat polymerase
virus. Lamivudin tidak hanya aktif terhadao HBV wild-type saja, namun juga terhadap
varian precorel core promoter dan dapat mengatasi hiperresponsivitas sel T sitotoksik
pada pasien yang terinfeksi kronik.

Resistensi : disebabkan oleh mutasi pada DNA polymerase virus.

Indikasi : Infeksi HBV ( wild-type dan precore variants).

Farmakokinetik : Bioavailabilitas oral lamivudin adalah 80% C max tercapai dalam 0,5-
1,5 jam setelah pemberian dosis. Lamivudin didistribusikan secara luas dengan Vd
setara dengan volume cairan tubuh. Waktu paruh plasmanya sekitar 9 jam dan sekitar
70% dosis diekskresikan dalam bentuk utuh di urine. Sekitar 5% lamivudin
dimetabolisme menjadi bentuk tidak aktif. Dibutuhkan penurunan dosis untuk
insufisiensi ginjal sedang ( CLcr <50 ml /menit ). Trimetoprim menurunkan klirens
renal lamivudin.

Dosis : Per oral 100 mg per hari ( dewasa ), untuk anak-anak 1mg/kg yang bila perlu
ditingkatkan hingga 100mg/hari. Lama terapi yang dianjurkanadalah 1 tahun pada
pasien HBeAg (-) dan lebih dari 1 tahun pada pasien yang HBe(+).

Efek Samping : mual, muntah, sakit kepala, peningkatan kadar ALT dan AST dapat
terjadi pada 30-40% pasien.

B. Adefovir

Mekanisme kerja dan resistensi : adefovir merupakan analog nukleotida asiklik.


Adefovir telah memiliki satu gugus fosfat dan hanya membutuhkan satu langkah
fosforilasi saja sebelum obat menjadi aktif. Adefovir merupakan penghambat replikasi
HBV sangat kuat yang bekerja tidak hanya sebagai DNA chain terminator, namun juga
meningkatkan aktivitas sel NK dan menginduksi produksi interferon endogen.

Spektrum aktivitas : HBV, HIV, dan retrovirus lain. Adefovir juga aktif terhadap virus
herpes.

Indikasi : Adefovir terbukti efektif dalam terapi infeksi HBV yang resisten terhadap
lamivudin.

Farmakokinetik : Adefovir sulit diabsorbsi, namun bentuk dipivoxil prodrugnya


diabsorbsi secara cepat dan metabolisme oleh esterase di mukosa usus menjadi adefovir
dengan bioavailibilitas sebesar 50%. Ikatan protein plasma dapat diabaikan, Vd setara
dengan cairan tubuh total. Waktu paruh eliminasi setelah pemberian oral adefovir
dipivoxil sekitar 5-7 jam. Adefovir dieliminasi dalam keadaan tidak berubah oleh ginjal
melalui sekresi tubulus aktif.

81
Dosis : Per oral dosis tinggal 10 mg per hari.

Efek samping : Adefovir 10mg/hari dapat ditoleransi dengan baik. Setelah terapi selama
48 minggu terjadi peningkatan kreatinin serum ≥ 0,5 mg/dL di atas baseline pada 13%
pasien yang umumnya memiliki factor resiko disfungsi renal sejak awal terapi.

C. Entekavir

Mekanisme kerja dan resistensi : Entekavir merupakan analog deoksiguanosin yang


memiliki aktivitas anti-hepadnavirus yang kuat. Entekavir mengalami fosforilasi
menjadi bentuk trifosfat yang aktif, yang berperan sebagai kompetitorsubstrat natural
(deoksiguanosin trifosfat) serta menghambat HBV polymerase.

Spektrum aktivitas : Entekavir aktif terhadap CMV, HSV1 dan 2 serta HBV.

Indikasi : Infeksi HBV.

Farmakokinetik :Entekavir diabsorbi baik per oral. Cmax tercapai antara 0,5-1,5 jam
setelah pemberian, tergantung dosis. Entekavir dimetabolisme dalam jumlah kecil dan
bukan merupakan substrat system sitokrom P450. T½nya pada pasien dengan fungi
ginjal normal adalah 77-149 jam. Entekavir dieliminasi terutama lewat filtrasi
glomerulus dan sekresi tubulus. Tidak perlu dilakukan penyesuaian dosis pada pasien
dengan penyakit hati sedang hingga berat.

Dosis : Per oral 0,5 mg/hari dalam keadaan perut kosong, pada pasien yang gagal terapi
dengan lamivudin, pemberian entekavir ditingkatkan hingga 1 mg/hari.

Efek samping : Sakit kepala, infeksi saluran nafas atas, batuk, nasofaringitis, fatigue,
pusing, nyeri abdomen atas dan mual.

D. Interferon

Merupakan glikoprotein yang terjadi alamiah jika ada perangsangan dan menggangugu
kemampuan virus menginfeksi sel. Meskipun interferon menghambat pertumbuhan
berbagai virus in vitro, aktivitas in vivo pada virus mengecewakan. Pada waktu ini,
interferon disintesis dengan teknologi DNA rekombinan. Setidaknya terdapat 3 jenis
interferon; alfa, beta, gama. Satu dari 15 jenis α-interferon, α-2b telah disetujui untuk
pengobatan hepatitis B dan C. Dan terhadap kanker seperti leukemia sel berambutdan
sarcoma Kaposi.

Mekanisme kerja antivirus belum diketahui seluruhnya tetapi menyangkut induksi


enzim sel pejamu yang menghambat translasi RNA virus dan akhirnya menyebabkan
degadrasi mRNA dan tRNA virus. Interferon diberikan i.v dan masuk ke cairan sum-
sum tulang

82
Efek samping : demam, alergi, depresi sum-sum tulang, gangguan kardiovaskular
seperti gagal jantung kongestif dan reaksi hipersensitif akut, gagal hati infiltrasi paru
jarang.

GOLONGAN OBAT ANTIRETROVIRUS

1. NUCLEOSIDE REVERSE TRANSCRIPTASE INHIBITOR ( NRTI )

Reverse transkripstase (RT ) mengubah RNA virus menjadi DNA proviral sebelum
bergabung dengan kromosom hospes. Karena antivirus golongan ini bekerja pada tahap
awal replikasi HIV, obat obat golongan ini menghambat terjadinya infeksi akut sel yang
rentan, tapi hanya sedikit berefek pada sel yang telah terinfeksi HIV. Untuk dapat
bekerja, semua obat golongan NRTI harus mengalami fosforilasi oleh enzim sel hospes
di sitoplasma. Yang termasuk komplikasi oleh obat obat ini adalah asidosilaktat dan
hepatomegali berat dengan steatosis.

A. Zidovudin

Mekanisme kerja : target zidovudin adalah enzim reverse transcriptase (RT) HIV.
Zidovudin bekerja dengan cara menghambat enzim reverse transcriptase virus, setelah
gugus asidotimidin (AZT) pada zidovudin mengalami fosforilasi. Gugus AZT 5’- mono
fosfat akan bergabung pada ujung 3’ rantai DNA virus dan menghambat reaksi reverse
transcriptase.

Resistensi : Resistensi terhadap zidovudin disebabkan oleh mutasi pada enzim reverse
transcriptase. Terdapat laporan resisitensi silang dengan analog nukleosida lainnya.

Spektrum aktivitas : HIV(1&2)

Indikasi : infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya(seperti lamivudin dan
abakafir)

Farmakokinetik : obat mudah diabsorpsi setelah pemasukan oral dan jika diminum
bersama makanan, kadar puncak lebih lambat, tetapi jumlah total obat yang diabsorpsi
tidak terpengaruh. Penetrasi melewati sawar otak darah sangat baik dan obat
mempunyai waktu paruh 1jam. Sebagian besar AZT mengalami glukuronidasi dalam
hati dan kemudian dikeluarkan dalam urine.

Dosis : Zidovudin tersedia dalam bentuk kapsul 100 mg, tablet 300 mg dan sirup 5 mg
/5ml disi peroral 600 mg / hari

Efek samping : anemia, neotropenia, sakit kepala, mual.

B. Didanosin

83
Mekanisme kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan
pembentukan rantai DNA virus.

Resistensi : Resistensi terhadap didanosin disebabkan oleh mutasi pada reverse


transcriptase.

Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2)

Indikasi : Infeksi HIV, terutama infeksi HIV tingkat lanjut, dalam kombinasi anti HIV
lainnya.

Farmakokinetik : Karena sifat asamnya, didanosin diberikan sebagai tablet kunyah,


buffer atau dalam larutan buffer. Absorpsi cukup baik jika diminum dalam keadaan
puasa; makanan menyebabkan absorpsi kurang. Obat masuk system saraf pusat tetapi
kurang dari AZT. Sekitar 55% obat diekskresi dalam urin.

Dosis : tablet & kapsul salut enteric peroral 400 mg / hari dalam dosis tunngal atau
terbagi.

Efek samping : diare, pancreatitis, neuripati perifer.

C. Zalsitabin

Mekanisme kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan
pembentukan rantai DNA virus.

Resistensi : Resistensi terhadap zalsitabin disebakan oleh mutasi pada reverse


transcriptase. Dilaporkan ada resisitensi silang dengan lamivudin.

Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2)

Indikasi : Infeksi HIV, terutama pada pasien HIV dewasa tingkat lanjut yang tidak
responsive terhadap zidovudin dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya (bukan
zidanudin).

Farmakokinetik : Zalsitabin mudah diabsorpsi oral, tetapi makanan atau MALOX TC


akan menghambat absorpsi didistribusi obat ke seluruh tubuh tetapi penetrasi ke ssp
lebih rendah dari yang diperoleh dari AZT. Sebagai obat dimetabolisme menjadi
DITEOKSIURIDIN yang inaktif. Urin adalah jalan ekskresi utama meskipun eliminasi
pekal bersama metabolitnya.

Dosis : Diberikan peroral 2,25 mg / hari(1 tablet 0,75 mg tiap 8 jam)

Efek samping : Neuropati perifer, stomatitis, ruam dan pancreatitis.

D. Stavudin

84
Mekanisme kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan
pembentukkan rantai DNA virus.

Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT kodon 75 dan kodon 50.

Spektrum aktivitas : HIV tipe 1 dan 2

Indikasi : Infeksi HIV terutama HIV tingkat lanjut, dikombinasikan dengan antiHIV
lainnya.

Farmakokinetik : Stavudin adalah analog timidin dengan ikatan rangkap antara karbon
2’ dan 3’ dari gula.Stavudin harus diubah oleh kinase intraselular menjadi triposfat yang
menghambat transcriptase reverse dan menghentikan rantai DNA.

Dosis : Per oral 80 mg/hari (1 kapsul 40 mg, setiap 12 jam).

Efek samping : Neuropati periver, sakit kepala, mual, ruam.

E. Lamivudin

Mekanisme kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dan HBV RT dengan cara
menghentikan pembentukan rantai DNA virus.

Resistensi : Disebabkan pada RT kodon 184. Terdapat laporan adanya resistensi silang
dengan didanosin dan zalsitabin.

Spektrum aktivitas : HIV ( tipe 1 dan 2 ) dan HBV.

Indikasi : Infeksi HIV dan HBV, untuk infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV
lainnya (seperti zidovudin,abakavir).

Farmakokinetik : Ketersediaan hayati lamivudin per oral cukup baik dan bergantung
pada ekskresi ginjal.

Dosis : Per oral 300 mg/ hari ( 1 tablet 150 mg, 2x sehari atau 1 tablet 300 mg 1x sehari
). Untuk terapi HIV lamivudin, dapat dikombinasikan dengan zidovudin atau abakavir.

Efek samping : Sakit kepala dan mual.

F. Emtrisitabin

Mekanisme kerja : Merupakan derivate 5-fluorinatedlamivudin. Obat ini diubah


kebentuk triposfat oleh ensim selular. Mekanisme kerja selanjutnya sama dengan
lamivudin.

Resistensi : Resistensi silang antara lamivudin dan emtrisitabin.

85
Indikasi : Infeksi HIV dan HBV.

Dosis : Per oral 1x sehari 200 mg kapsul.

Efek samping : Nyeri abdomen, diare, sakit kepala, mual dan ruam .

G. Abakavir

Mekanisme kerja : bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan pembentukan


rantai DNA virus

Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT kodon 184,65,74 dan 115.

Spektrum aktivitas : HIV ( tipe 1 dan 2 ).

Indikasi : Infeksi HIV.

Dosis : Per oral 600mg / hari ( 2 tablet 300 mg ).

Efek samping : Mual ,muntah, diare,reaksi hipersensitif ( demam,malaise,ruam),


ganguan gastro intestinal.

2.NUCLEOTIDE REVERSE TRANSCRIPTASE INHIBITOR ( NtRTI )

Tenofovir disoproksil fumarat merupakan nukleutida reverse transcriptase inhibitor


pertama yang ada untuk terapi infeksi HIV-1. Obat ini digunakan dalam kombinasi
dengan obat anti retrovirus lainnya. Tidak seperti NRTI yang harus melalui tiga tahap
fosforilase intraselular untuk menjadi bentuk aktif, NtRTi hanya membutuhkan dua
tahap fosforilase saja. Diharapkan berkurangnya satu tahap fosforilase obat dapat
bekerja lebih cepat dan konversinya menjadi bentuk aktif lebih sempurna.

Tenofovir Disoproksil

Mekanisme kerja : Bekerja pada HIV RT ( dan HBV RT ) dengan cara menghentikan
pembentukan rantai DNA virus.

Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT kodon 65.

Spektrum aktivitas : HIV ( tipe 1 dan 2 ), serta berbagai retrovirus lainnya dan HBV.

Indikasi : Infeksi HIV dalam kombinasi dengan evafirens, tidak boleh dikombinasi
dengan lamifudin dan abakafir.

Dosis : Per oral sehari 300 mg tablet.

Efek samping : Mual, muntah, Flatulens, dan diare.

86
3. NON- NUCLEOSIDE REVERSE TRANSCRIPTASE INHIBITOR (NNRTI)

Merupakan kelas obat yang menghambat aktivitas enzim revers transcriptase dengan
cara berikatan ditempat yang dekat dengan tempat aktif enzim dan menginduksi
perubahan konformasi pada situs akif ini. Semuasenyawa NNRTI dimetabolisme oleh
sitokrom P450 sehingga cendrung untuk berinteraksi dengan obat lain.

A. Nevirapin

Mekanisme kerja : Bekerja pada situs alosterik tempat ikatan non subtract HIV-1 RT.

Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT.

Spektrum aktivitas : HIV ( tipe 1 ).

Indikasi : Infeksi HIV-1 dalam kombinasi dengan anti-HIV,lainnya terutama NRTI.

Dosis : Per oral 200mg /hari selama 14 hari pertama ( satu tablet 200mg per hari ),
kemudian 400mg / hari ( 2 x 200 mg tablet ).

Efek samping : Ruam, demam, fatigue, sakit kepala, somnolens dan peningkatan enzim
hati.

B. Delavirdin

Mekanisme kerja : Sama dengan devirapin.

Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT. Tidak ada resistensi silang dengan
nefirapin dan efavirens.

Spektrum aktivitas : HIV tipe 1.

Indikasi : Infeksi HIV-1, dikombinasi dengan anti HIV lainnya terutama NRTI.

Dosis : Per oral 1200mg / hari ( 2 tablet 200mg 3 x sehari ) dan tersedia dalam bentuk
tablet 100mg.

Efek samping : Ruam, penningkatan tes fungsi hati, menyebabkan neutropenia.

C.Efavirenz

Mekanisme kerja : Sama dengan neviravin

Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT kodon 100,179,181.

Spektrum aktivitas : HIV 1

87
Indikasi : Infeksi HIV- 1, dalam kombinasi dengan antiHIV lainnya terutama NRTI dan
NtRTI.

Dosis : Peroral 600mg/hari (1Xsehari tablet 600mg), sebaiknya sebelum tidur untuk
mengurangi efek samping SSP nya.

Efek samping : Sakit kepala, pusing, mimpi buruk, sulit berkonsentrasi dan ruam .

4.PROTEASE INHIBITOR ( PI )

Semua PI bekerja dengan cara berikatan secara reversible dengan situs aktif HIV –
protease.HIV-protease sangat penting untuk infektivitas virus dan penglepasan
poliprotein virus. Hal ini menyebabkan terhambatnya penglepasan polipeptida prekusor
virus oleh enzim protease sehingga dapat menghambat maturasi virus, maka sel akan
menghasilkan partikel virus yang imatur dan tidak virulen.

A. Sakuinavir

Mekanisme kerja : Sakuinavir bekerja pada tahap transisi merupakan HIV protease
peptidomimetic inhibitor.

Resistensi :Terhadap sakuinavir disebabkan oleh mutasi pada enzim protease terjadi
resistensi silang dengan PI lainnya.

Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2)

Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lain ( NRTI dan beberapa PI
seperti ritonavir).

Dosis : Per oral 3600mg / hari (6 kapsul 200mg soft kapsul 3 X sehari ) atau 1800mg /
hari (3 hard gel capsule 3 X sehari), diberikan bersama dengan makanan atau sampai
dengan 2 jam setelah makan lengkap.

Efek samping :Diare, mual, nyeri abdomen.

B. Ritonavir

Mekanisme kerja : Sama dengan sakuinavir.

Resistensi : Terhadap ritonavir disebabkan oleh mutasi awal pada protease kodon 82.

Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2 )

Indikasi :Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya (NRTI dan PI seperti
sakuinavir ).

88
Dosis : Per oral 1200mg / hari (6 kapsul 100mg, 2 X sehari bersama dengan makanan )

Efek samping : Mual, muntah , diare.

C. Indinavir

Mekanisme kerja :Sama dengan sakuinavir.

Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2 )

Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainya seperti NRTI.

Dosis : Peroral 2400mg / hari (2 kapsul 400mg setiap 8jam, dimakan dalam keadaan
perut kosong, ditambah dengan hidrasi(sedikitnya 1.5L air / hari). Obat ini tersedia
dalam kapsul 100,200, 333,dan 400mg.

Efek samping : Mual, hiperbilirubinemia, batu ginjal.

D. Nelfinavir

Mekanisme kerja : Sama dengan sakuinavir.

Resistensi : Terhadap nelfinavir disebabkan terutama oleh mutasi.

Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2 )

Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainya seperti NRTI.

Dosis : Per oral 2250 mg / hari (3 tablet 250mg 3 X sehari) atau 2500mg / hari (5 tablet
250mg 2 X sehari )bersama dengan makanan.

Efek samping : Diare, mual, muntah.

E. Amprenavir

Mekanisme kerja : Sama dengan sakuinavir.

Resistensi : Terhadap amprenavir terutama disebabkan oleh mutasi pada protease kodon
50.

Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2 )

Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya seperti NRTI.

Dosis : Per oral 2400mg/ hari (8kapsul 150 mg 2 X sehari, diberikan bersama atau tanpa
makanan, tapi tidak boleh bersama dengan makanan.

89
Efek samping : Mual, diare, ruam, parestesia per oral / oral.

F. Lopinavir

Mekanisme kerja : Sama dengan sakuanavir.

Resistensi : Mutasi yang menyebabkan resistensi terhdap lopinavir belum diketahui


hingga saat ini.

Spektrum aktivitas : HIV (tipe 1dan 2)

Indikasi : Infeksi HIV dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya seperti NRTI.

Dosis : Per oral 1000mg / hari(3kapsul 166.6mg 2 X sehari, setiap kapsul mengandung
133.3mg lopinavir + 33.3mg ritonavir), diberikan bersamaan dengan makanan.

Efek samping : Mual, muntah, peningkatan kadar koleterol dan trigliserida,peningkatan


y-GT.

G. Atazanavir

Mekanisme Kerja : Sama dengan sakuinavir.

Spectrum Aktivitas : HIV tipe 1 dan 2.

Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan HIV lainnya seperti NRTI.

Dosis : Per oral 400 mg per hari (sekali sehari 2 kapsul 200 mg), diberikan bersama
dengan makanan.

Efek samping : Hiperbilirubinemia, mual, perubahan EKG atau jarang.

5.VIRAL ENTRY INHIBITOR

Enfuvirtid merupakan obat pertama yang masuk ke dalam golongan VIRAL ENTRY
INHIBITOR. Obat ini bekarja dengan cara menghambat fusi virus ke sel. Selain
enfuvitid ; bisiklam saat ini sedang berada dalam study klinis. Obat ini bekerrja dengan
cara menghambat masukan HIV ke sel melalui reseptor CXCR4.

Enfurtid

Mekanisme kerja : Menghambat masuknya HIV-1 ke dalam sel dengan cara


menghanbat fusi virus ke membrane sel.

Resistensi : Perubahan genotif pada gp41 asam amino 36-45 menyebabkan resistensi
terhadap enfuvirtid, tidak ada resistensi silang dengan anti HIV golongan lain.

90
Indikasi :Terapi infeksi HIV-1 dalam kombinasi dengan antiHIV-lainnya.

Dosis : Enfurtid 90 mg (1ml) 2 kali ssehari diinjeksikan subkutan dengan lengan atas
bagian paha enterior atau abdomen.

Efek samping : Adanya reaksi local seperti nyeri, eritema, proritus, iritasi dan nodul
atau kista.

PENGGUNAAN OBAT ANTIVIRUS

Tujuan utama terapi antivirus pada pasien imonnukompeten adalah menurunkan tingkat
keparahan pennyakit dan komplikasinya, serta menurunkan kecepatan transmisi virus,
sedangkan paa pasien dengan infeksi virus kronik, tujuan terapinya adalah mencegah
kerusakan oleh virus orga visceral, terutama hati, paru, saluran cerna dan SSP.
Antivirus dapat di gunakn untuk prapilaksis, supresi (untuk menjaga agar replikasi virus
berada di bawah kecapatan yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada pasien
terinfeksi yang asimtomatik).

Beberapa Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penggunaan obat terapi antivirus :
1. Lamanya terapi
2. Peemberian terapi tunggal atau kombinasi
3. Interaksi obat
4. Kemungkinan terjadinya resistensi

HIV-AIDS

Terapi HIV-AIDS dilakukan dengan cara mengkombinasikan beberapa obat untuk


mengurangi viral loat atau (jumlah virus dalam darah). Agar menjadi sangat rendah atau
dibawah tingkat yang terdeteksi untuk jangka waktu yang lama.

Secara teoritis terapi kombinasi untuk HIV lebih baik dari pada mono terapi karena :

 Menghidari atau menunda resistensi obat atau meluasnya cakupan terhadap virus
dan memperlama efek
 Peningkatan efikasi karena adanya efek adiktif atau sinergis.
 Peningkatan target reserpoir jaringan atau sellular(contoh : limposit, makrofak)
virus.
 Gangguan pada lebih dari satu fase hidup virus
 Penurunan toxisitas karena dosis yang digunakan lebih rendah.

Walaupun obat retro-virus sudah mennjadi kunci penatalaksanaan HIV-AIDS , ada


beberapa keterbataasan, yaitu :

91
 Anti-retrovirus tidak mampu sepenuhnya memberantas virus.
 Jenis HIV yang resisten sering muncul, terutama jika keputusan pasien pada
terapi tidak hamper sempurna.
 Penularan HIV melalui perilaku yang beresiko dapat terus terjadi walaupun viral
load tidak terdeteksi.
 Efek samping jangka pendek akibat pengobatan sering terjadi mual ringan
termasuk anemia, neutropenia, mual, sakit kepala sampai yang berat missal
hepatitis akut.

92
27. ANTI FUNGAL

Obat-obatan antifungal dibagi menjadi 3 kelas besar, antara lain :

1. Polyenes
Farmakodinamik : mengikat pada ergosterol di membran sel fungi, sehingga
sitoplasma fungi merembes keluar dan sel fungi kolaps.
Farmakokinetik : diserap cepat di retikulum endothelial sel kemudian
didistribusikan ke seluruh tubuh. Mudah larut dalam lemak, sulit larut dalam air.
Contoh : Amphotericin B
Indikasi : Infeksi jamur spektrum luas
2. Azoles, allylamines, dan morpholines
Farmakodinamik : Menyaingi lanosterol yang akan masuk ke enzim di dalam
sitoplasma, sehingga lanosterol terhambat untuk menjadi ergosterol dengan hasil
ergosterol di membran sedikit lalu sel fungi kolaps. Azoles, allylamines, dan
morpholines bekerja di enzim yang berbeda sepanjang rantai perubahan lanosterol
menjadi ergosterol.
Farmakokinetik : diserap cepat di retikulum endothelial sel kemudian
didistribusikan ke seluruh tubuh. Mudah larut dalam lemak, sulit larut dalam air.
Contoh : Fluconazole, ketoconazole
Indikasi : candida, cryptococus, coccidioides, histoplasma, blastomyces
3. Echinocandins
Farmakodinamik : blokade β 1,3 glucan synthase di dinding sel fungi, sehingga
struktur dinding sel fungi tidak dapat dipertahankan dan sel fungi rusak.
Farmakokinetik : diserap cepat di retikulum endothelial sel kemudian
didistribusikan ke seluruh tubuh. Mudah larut dalam lemak, sulit larut dalam air.
Contoh : caspofungin, micafungin
Indikasi : candida, aspergillus

93

Anda mungkin juga menyukai