BLOK 14
Oleh:
Tutorial E
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
INFEKSI VIRUS DAN JAMUR
INFEKSI VIRUS
INFEKSI JAMUR
FARMAKOLOGI
2
1. HIV / AIDS TANPA KOMPLIKASI
Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu infeksi oleh salah satu dari
2 jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit,
menyebabkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dan penyakit lainnya
sebagai akibat dari gangguan kekebalan tubuh.
Pada awal tahun 1980, para peneliti menemukan peningkatan mendadak dari 2 jenis
penyakit di kalangan kaum homoseksual di Amerika. Kedua penyakit itu adalah
sarkoma Kaposi (sejenis kanker yang jarang terjadi) dan pneumonia pneumokista
(sejenis pneumonia yang hanya terjadi pada penderita gangguan sistem kekebalan).
Kegagalan sistem kekebalan tubuh yang mengakibatkan timbulnya 2 jenis penyakit
yang jarang ditemui ini sekarang dikenal dengan AIDS.
Kegagalan sistem kekebalan juga ditemukan pada para pengguna obat-obatan terlarang
yang disuntikkan, penderita hemofilia, penerima transfusi darah dan pria biseksual.
Beberapa waktu kemudian sindroma ini juga mulai terjadi pada heteroseksual yang
bukan pengguna obat-obatan, bukan penderita hemofilia dan tidak menerima transfusi
darah. AIDS sudah menjadi epidemi di Amerika Serikat dengan lebih dari 500.000
orang terjangkit dan 300.000 meninggal sampai bulan Oktober 1995. WHO
memperkirakan 30-40 juta penduduk dunia akan terinfeksi HIV pada tahun 2000.
Etiologi
Terdapat 2 jenis virus penyebab AIDS, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 paling banyak
ditemukan di daerah barat, Eropa, Asia dan Afrika Tengah, Selatan dan Timur. HIV-2
terutama ditemukan di Afrika Barat.
Patogenesis
Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih
yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang
terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel
serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian
menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya. Virus menempel pada limfosit
yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian
luar. Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T
penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya
pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang
kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing.
3
1. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada
beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-
50%. Selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain
karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha
melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi.
2. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar yang
stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularan
penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar
limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang
beresiko tinggi menderita AIDS.
3. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis.
Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap
infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang
menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang berlebihan.
Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang dialami penderita,
tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik
pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus
menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam mengenali
organisme dan sasaran baru yang harus diserang.
Penularan
Penularan HIV terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh yang mengandung sel
terinfeksi atau partikel virus. Yang dimaksud dengan cairan tubuh disini adalah darah,
semen, cairan vagina, cairan serebrospinal dan air susu ibu. Dalam konsentrasi yang
lebih kecil, virus juga terdapat di dalam air mata, air kemih dan air ludah.
Hubungan seksual dengan penderita, dimana selaput lendir mulut, vagina atau
rektum berhubungan langsung dengan cairan tubuh yang terkontaminasi
Suntikan atau infus darah yang terkontaminasi, seperti yang terjadi pada transfusi
darah, pemakaian jarum bersama-sama atau tidak sengaja tergores oleh jarum yang
terkontaminasi virus HIV
Pemindahan virus dari ibu yang terinfeksi kepada anaknya sebelum atau selama
proses kelahiran atau melalui ASI.
Kemungkinan terinfeksi oleh HIV meningkat jika kulit atau selaput lendir robek atau
rusak, seperti yang bisa terjadi pada hubungan seksual yang kasar, baik melalui vagina
maupun melalui anus.
4
Penelitian menunjukkan kemungkinan penularan HIV sangat tinggi pada pasangan
seksual yang menderita herpes, sifilis atau penyakit menular seksual lainnya, yang
mengakibatkan kerusakan pada permukaan kulit. Penularan juga bisa terjadi pada oral
seks (hubungan seksual melalui mulut), walaupun lebih jarang. Virus pada penderita
wanita yang sedang hamil bisa ditularkan kepada janinnya pada awal kehamilan
(melalui plasenta) atau pada saat persalinan (melalui jalan lahir). Anak-anak yang
sedang disusui oleh ibu yang terinfeksi HIV bisa tertular melalui ASI. Beberapa anak
tertular oleh virus ini melalui penganiayaan seksual.
HIV tidak ditularkan melalui kontak biasa atau kontak dekat yang tidak bersifat seksual
di tempat bekerja, sekolah ataupun di rumah. Belum pernah dilaporkan kasus penularan
HIV melalui batuk atau bersin penderita maupun melalui gigitan nyamuk. Penularan
dari seorang dokter atau dokter gigi yang terinfeksi terhadap pasennya juga sangat
jarang terjadi.
Gejala
Selama beberapa tahun, gejala lainnya tidak muncul. Tetapi sejumlah besar virus segera
akan ditemukan di dalam darah dan cairan tubuh lainnya, sehingga penderita bisa
menularkan penyakitnya. Dalam waktu beberapa bulan setelah terinfeksi, penderita bisa
mengalami gejala-gejala yang ringAn secara berulang yang belum benar-benar
menunjukkan suatu AIDS. Penderita bisa menunjukkan gejala-gejala infeksi HIV dalam
waktu beberapa tahun sebelum terjadinya infeksi atau tumor yang khas untuk AIDS.
Gejalanya berupa:
Secara definisi, AIDS dimulai dengan rendahnya jumlah limfosit CD4+ (kurang dari
200 sel/mL darah) atau terjadinya infeksi oportunistik (infeksi oleh organisme yang
5
pada orang dengan sistem kekebalan yang baik tidak menimbulkan penyakit). Juga bisa
terjadi kanker, seperti sarkoma Kaposi dan limfoma non-Hodgkin.
Gejala-gejala dari AIDS berasal dari infeksi HIVnya sendiri serta infeksi oportunistik
dan kanker. Tetapi hanya sedikit penderita AIDS yang meninggal karena efek langsung
dari infeksi HIV. Biasanya kematian terjadi karena efek kumulatif dari berbagai infeksi
oportunistik atau tumor. Organisme dan penyakit yang dalam keadaan normal hanya
menimbulkan pengaruh yang kecil terhadap orang yang sehat, pada penderita AIDS bisa
dengan segera menyebabkan kematian, terutama jika jumlah limfosit CD4+ mencapai
50 sel/mL darah.
Beberapa infeksi oportunistik dan kanker merupakan ciri khas dari munculnya AIDS:
1. Thrush
Infeksi jamur vagina berulang yang sulit diobati seringkali merupakan gejala dini
HIV pada wanita. Tapi infeksi seperti ini juga bisa terjadi pada wanita sehat akibat
berbagai faktor seperti pil KB, antibiotik dan perubahan hormonal.
2. Pneumonia pneumokistik.
Infeksi ini seringkali merupakan infeksi oportunistik serius yang pertama kali
muncul dan sebelum ditemukan cara pengobatan dan pencegahannya, merupakan
penyebab tersering dari kematian pada penderita infeksi HIV
3. Toksoplasmosis.
Infeksi kronis oleh Toxoplasma sering terjadi sejak masa kanak-kanak, tapi gejala
hanya timbul pada sekelompok kecil penderita AIDS.
Jika terjadi pengaktivan kembali, maka Toxoplasma bisa menyebabkan infeksi hebat,
terutama di otak.
4. Tuberkulosis.
Tuberkulosis pada penderita infeksi HIV, lebih sering terjadi dan bersifat lebih
mematikan.
6
Tuberkulosis bisa diobati dan dicegah dengan obat-obat anti tuberkulosa yang biasa
digunakan.
Dalam beberapa hari atau minggu, penderita tidak mampu berjalan dan berdiri dan
biasanya beberapa bulan kemudian penderita akan meninggal.
Infeksi ulangan cenderung terjadi pada stadium lanjut dan seringkali menyerang
retina mata, menyebabkan kebutaan.
8. Sarkoma Kaposi.
Sarkoma Kaposi adalah suatu tumor yang tidak nyeri, berwarna merah sampai ungu,
berupa bercak-bercak yang menonjol di kulit. Tumor ini terutama sering ditemukan
pada pria homoseksual.
9. Kanker.
Bisa juga terjadi kanker kelenjar getah bening (limfoma) yang mula-mula muncul di
otak atau organ-organ dalam.
Wanita penderita AIDS cenderung terkena kanker serviks. Pria homoseksual juga
mudah terkena kanker rektum.
Diagnosis
Pemeriksaan yang relatif sederhana dan akurat adalah pemeriksaan darah yang disebut
tes ELISA. Dengan pemeriksaan ini dapat dideteksi adanya antibodi terhadap HIV, hasil
tes secara rutin diperkuat dengan tes yang lebih akurat.
Ada suatu periode (beberapa minggu atau lebih setelah terinfeksi HI) dimana antibodi
belum positif. Pada periode ini dilakukan pemeriksaan yang sangat sensitif untuk
7
mendeteksi virus, yaitu antigen P24. Antigen P24 belakangan ini digunakan untuk
menyaringan darah yang disumbangkan untuk keperluan transfusi.
Jika hasil tes ELISA menunjukkan adanya infeksi HIV, maka pada contoh darah yang
sama dilakukan tes ELISA ulangan untuk memastikannya.
Jika hasil tes ELISA yang kedua juga positif, maka langkah berikutnya adalah
memperkuat diagnosis dengan tes darah yang lebih akurat dan lebih mahal, yaitu tes
apusan Western. Tes ini juga bisam enentukan adanya antibodi terhadap HIV, tetapi
lebih spesifik daripada ELISA. Jika hasil tes Western juga positif, maka dapat
dipastikan orang tersebut terinfeksi HIV.
Pengobatan
Pada saat ini sudah banyak obat yang bisa digunakan untuk menangani infeksi HIV:
- AZT (zidovudin)
- ddI (didanosin)
- ddC (zalsitabin)
- d4T (stavudin)
- 3TC (lamivudin)
- Abakavir
- Nevirapin
- Delavirdin
- Efavirenz
Protease inhibitor
- Saquinavir
- Ritonavir
- Indinavir
- Nelfinavir.
8
Dokter kadang sulit menentukan kapan dimulainya pemberian obat-obatan ini. Tapi
penderita dengan kadar virus yang tinggi dalam darah harus segera diobati walaupun
kadar CD4+nya masih tinggi dan penderita tidak menunjukkan gejala apapun.
AZT, ddI, d4T dan ddC menyebabkan efek samping seperti nyeri abdomen, mual dan
sakit kepala (terutama AZT). Penggunaan AZT terus menerus bisa merusak sumsum
tulang dan menyebabkan anemia. ddI, ddC dan d4T bisa merusak saraf-saraf perifer. ddI
bisa merusak pankreas. Dalam kelompok nucleoside, 3TC tampaknya mempunyai efek
samping yang paling ringan.
Ketiga protease inhibitor menyebabkan efek samping mual dan muntah, diare dan
gangguan perut. Indinavir menyebabkan kenaikan ringan kadar enzim hati, bersifat
reversibel dan tidak menimbulkan gejala, juga menyebabkan nyeri punggung hebat
(kolik renalis) yang serupa dengan nyeri yang ditimbulkan batu ginjal. Ritonavir dengan
pengaruhnya pada hati menyebabkan naik atau turunnya kadar obat lain dalam darah.
Penderita dengan limfosit CD4+ kurang dari 100 sel/mL darah mendapatkan azitromisin
seminggu sekali atau Mycobacterium avium. Penderita yang bisa sembuh dari
meningitis kriptokokal atau terinfeksi candida mendapatkan flukonazol jangka panjang.
Penderita dengan infeksi herpes simpleks berulang mungkin memerlukan pengobatan
asiklovir jangka panjang.
Prognosis
Pemaparan terhadap HIV tidak selalu mengakibatkan penularan, beberapa orang yang
terpapar HIV selama bertahun-tahun bisa tidak terinfeksi. Di sisi lain seseorang yang
terinfeksi bisa tidak menampakkan gejala selama lebih dari 10 tahun. Tanpa
pengobatan, infeksi HIV mempunyai resiko 1-2 % untuk menjdi AIDS pada beberapa
tahun pertama. Resiko ini meningkat 5% pada setiap tahun berikutnya. Resiko terkena
AIDS dalam 10-11 tahun setelah terinfeksi HIV mencapai 50%.
Sebelum diketemukan obat-obat terbaru, pada akhirnya semua kasus akan menjadi
AIDS. Pengobatan AIDS telah berhasil menurunkan angka infeksi oportunistik dan
meningkatkan angka harapan hidup penderita. Kombinasi beberapa jenis obat berhasil
menurunkan jumlah virus dalam darah sampai tidak dapat terdeteksi. Tapi belum ada
penderita yang terbukti sembuh.
9
Teknik penghitungan jumlah virus HIV (plasma RNA) dalam darah seperti polymerase
chain reaction (PCR) dan branched deoxyribonucleid acid (bDNA) test membantu
dokter untuk memonitor efek pengobatan dan membantu penilaian prognosis penderita.
Kadar virus ini akan bervariasi mulai kurang dari beberapa ratus sampai lebih dari
sejuta virus RNA/mL plasma. Pada awal penemuan virus HIV, penderita segera
mengalami penurunan kualitas hidupnya setelah dirawat di rumah sakit. Hampir semua
penderita akan meninggal dalam 2 tahun setelah terjangkit AIDS. Dengan
perkembangan obat-obat anti virus terbaru dan metode-metode pengobatan dan
pencegahan infeksi oportunistik yang terus diperbarui, penderita bisa mempertahankan
kemampuan fisik dan mentalnya sampai bertahun-tahun setelah terkena AIDS. Sehingga
pada saat ini bisa dikatakan bahwa AIDS sudah bisa ditangani walaupun belum bisa
disembuhkan.
Pencegahan
- Abstinens
- Seks aman
- Tidak mendonorkan darah atau organ
- Mencegah kehamilan
- Memberitahu mitra seksualnya sebelum dan sesudah diketahui terinfeksi
- Menggunakan sarung tangan lateks pada setiap kontak dengan cairan tubuh
- Menggunakan jarum sekali pakai
10
tidak mengisolasi penderita HIV kecuali penderita mengidap penyakit menular seperti
tuberkulosa. Permukaan-permukaan yang terkontaminasi HIV dengan mudah bisa
dibersihkan dan disucihamakan karena virus ini rusak oleh panas dan cairan desinfektan
yang biasa digunakan seperti hidrogen peroksida dan alkohol.
11
2. HIV / AIDS DENGAN KOMPLIKASI
Pasien penderita infeksi HIV/AIDS mempunyai daya tahan tubuh yang sangat
rendah. Hal ini karena virus HIV yang ada di tubuhnya menyerang sistem kekebalan
tubuhnya. Akibatnya, selemah apa pun penyakit yang menyerang tubuhnya, sistem
kekebalan tubuhnya bahkan tidak bisa menangkal. Apalagi terhadap serangan
bakteri TBC yang sangat kuat. Penderita penyakit infeksi HIV/AIDS sudah pasti akan
menyerah. Dengan begitu, dia pasti akan menjadi penderita penyakit TBC aktif yang
parah. Dan tak heran, penyakit ini akhirnya membawa mereka pada kematian.
12
3. CMV
Definisi
Infeksi Sitomegalovirus adalah infeksi virus, yang bisa menyebabkan kerusakan otak
dan kematian.
Epidemiologi
Klasifikasi sitomegalovirus
Subfamily : Betaherpesvirinae
Genus : Sitomegalovirus
Patofisiologi
CMV adalah virus litik yang menyebabkan efek sitopatik in vitro dan in vivo. Ciri
patologis infeksi CMV adalah sel diperbesar dengan badan inklusi virus. Sel yang
menunjukkan cytomegaly juga terlihat pada infeksi yang disebabkan oleh
Betaherpesvirinae lainnya. Gambaran mikroskopis diberikan kepada sel-sel ini adalah
yang paling sering “mata burung hantu” temuan histologis tersebut dapat menjadi
minimal atau tidak ada di organ yang terinfeksi. Ketika t terinfeksi, DNA CMV dapat
dideteksi dengan polymerase chain reaction (PCR) dalam semua garis keturunan sel
yang berbeda dan sistem organ dalam tubuh. Setelah infeksi awal, CMV menginfeksi
sel epitel dari kelenjar saliva, mengakibatkan infeksi persisten dan pelepasan virus.
Infeksi pada sistem genitourinari menyebabkan viruria secara klinis tidak penting.
Cara penularan
Penularan terjadi melalui kontak langsung selaput lendir dengan jaringan. CMV (
sitomegalovirus ) di ekskresikan melalui urin, ludah, ASI, sekret serviks dan semen
pada infeksi primer maupun pada infeksi reaktivasi. Janin bisa tertular in utero dari ibu
baik berupa infeksi primer maupun berupa infeksi reaktivasi; infeksi janin dengan
manifestasi klinis yang berat pada waktu lahir sering terjadi sebagai akibat infeksi
primer dari ibu,. Virus dapat ditularkan kepada bayi melalui ASI, melalui transfusi
darah penularan mungkin terjadi melalui lekosit. Penularan melalui hubungan seks,
juga pada penderita dikalangan homoseksual yang berhubungan seks dengan banyak
pasangan.
13
Gejala
Diagnosis
Kebanyakan pasien dengan infeksi CMV menunjukkan beberapa temuan klinis pada
pemeriksaan fisik.
Infeksi Utama CMV dapat menjadi penyebab dari demam yang tidak diketahui.
Gejala, ketika jelas, mengembangkan 9-60 hari setelah infeksi primer
Faringitis mungkin ada.
Pemeriksaan paru-paru dapat mengungkapkan halus crackles.
Kelenjar getah bening dan limpa dapat diperbesar, sehingga CMV harus termasuk
dalam diagnosis diferensial infeksi yang menghasilkan limfadenopati.
CMV mononukleosis kurang terkait dengan faringitis dan adenopati serviks
dibandingkan EBV infeksi mononukleosis. Sebuah penelitian terbaru pada anak
kecil mempertanyakan ketepatan dari mutiara klinis. Studi ini menemukan bahwa
adenopati serviks adalah lebih umum pada pasien terinfeksi EBV dibandingkan
pada pasien yang terinfeksi dengan CMV (83% versus 75%). Meskipun secara
statistik signifikan, mengandalkan tanda ini untuk diferensiasi antara CMV dan
EBV mononukleosis sulit.
14
4. RABIES
Definisi
Rabies pada manusia merupakan penyakit radang susunan saraf pusat yang fatal. Rabies
ditularkan pada manusia melalui gigitan hewan yang mendertia rabies. Rabies
merupakan penyakit zoonosis yang terpenting di Indonesia.
Etiologi
Virus rabies termasuk famili rhabdovirus yang mempunyai diameter 80-180 nm. Virus
ini dapat tahan pada suhu 40°C selama beberapa minggu, apabila keadaan beku atau
dalam keadaan tidak adanya karbondioksida.
Gejala klinis
Masa inkubasi rabies pada beberapa kasus berlangsung sangat panjang sehingga
penyakit ini digolongkan ke dalam penyakit slow virus. Masa inkubasi 20 sampai 90
hari setelah digigit. Perbedaan masa inkubasi ini disebabkan oleh luas persarafan yang
berbeda-beda pada setiap bagian tubuh.
Gejala awal rabies menyerupai infeksi virus sistemik lain, meliputi demam, sakit kepala,
malaise, dan gangguan saluran napas atas serta traktus gastrointestinal.Gejala neurologis
awal dapat berupa perubahan ringan kepribadian dan kognisi, dan parestesi atau nyeri di
dekat daerah gigitan. Gejala prodormal umumnya berlangsung empat sampai sepuluh
hari. Gejala dari fase neurologis ini dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu
mengamuk/furios (atau ensefalitik) dan paralitik (atau dumb), kedua bentuk ini dapat
terjadi baik pada manusia maupun pada hewan.
Pada rabies dengan bentuk mengamuk titik berat gejala terlihat pada rasa ingin
memberontak, hiperaktif, kelakuan liar, dan kemungkinan kaku kuduk. Nyeri menelan
dan suara serak terjadi karena spasme laring. Gejala yang patognomonik ialah
hidrofobia.
15
Cairan serebrospinal tampak abnormal pada sebagian kecil penderita. Bila cairan
serebrospinal abnormal menunjukkan pleositosis ringan, terutama mononuklear.
Fase neurologik akut berlangsung 2-10 hari, dengan kemungkinan terjadi perburukan
status mental ke dalam koma. Penderita biasa bertahan pada fase ini selama 2 minggu,
terutama pada rabies silent.
Diagnosis
Apabila penderita punya riwayat digigit binatang, kesemutan pada daerah yang digigit
serta hidrofobia maka diagnosis klinis rabies tidak sukar untuk dibuat. Rabies paralitik
dapat salah didiagnosis dengan sindrom Guillane-Barre, poliomielitis atau
ensefalomielitis pasca vaksinasi rabies. Pemeriksaan neurologik yang seksama dan
analisis cairan serebrospinal akan membantu menyingkirkan diagnosis ini. Spasme
tetanus dapat membingungkan, tetapi trismus bukan gejala dari rabies, selain itu
hidrofobia bukan merupakan gejala tetanus. Botolimus dapat pula menyebabkan
paralisis, tetapi adanya perubahan hilangnya sensori akan menyingkirkan rabies. Hasil
analisis gas darah yang normal tanpa perubahan tingkah laku mendukung diagnosis
pseudorabies.
Virus dapat ditemukan dengan uji antibodi flouresens pada sediaan apus sel epitel
kornea atau sayatan kulit pada batas rambut. Hasil uji yang positif disebabkan oleh
karena adanya virus yang bermigrasi ke bawah dari otak ke susunan saraf, disebabkan
kornea dan folikel rambut kaya akan persarafan. Diagnostik serologik juga mungkin
dilakukan apabila penderita hidup setelah masa akut. Pada pasien yang tidak diberikan
pengobatan pencegahan setelah digigit, akan tampak kenaikan yang cepat titer virus
neutralizing antibody yang akan muncul 6 sampai 10 hari sesudah awitan gejala. Rabies
dapat pula didiagnosis pada penderita yang kebal terhadap rabies dan ditandai dengan
adanya kenaikan titer setelah awitan timbul dan diperkuat dengan kadar titer yang
nilainya >1: 5000, suatu nilai yang biasanya tidak dapat dicapai dengan tindakan
imunisasi. Kadar yang tinggi pada susunan saraf pusat karakteristik menunjukkan
perjalanan akhir ensefalitis rabies.
Virus rabies dapat diisolasi pada hari keempat dan kedua puluh empat setelah awitan
penyakit. Virus dapat diisolasi pada beberapa kasus dari cairan serebrospinal, jaringan
otak dan sedimen urin pada 2 minggu pertama penyakit. Diagnosis post mortem dapat
ditegakkan dengan adanya inklusi sitoplasma pada jaringan otak, tetapi penemuan ini
kurang dari 80% kasus.
Tatalaksana
Tindakan yang paling penting adalah pembersihan luka dari ludah yang mengandung
virus rabies. Luka harus dibersihkan dengan sabun dan air sedini mungkin selama 5
sampai 10 menit, kemudian dikeringkan supaya bibit penyakitnya mati. Luka yang
sudah bersih dan kering diberi merkurokrom, alkohol 40-70%, atau betadin. Kemudian
16
penderita dirujuk/dikirim ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit terdekat untuk
memperoleh pengobatan lanjutan.
Apabila pembersihan ini menimbulkan rasa nyeri, dapat diberikan anastesia lokal
prokain terlebih dahulu. Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit kecuali jahitan
situasi. Bila memang dianggap perlu sekali jahit, maka harus diberi serum anti rabies
(SAR) yang disuntikkan secara infiltrasi sekitar luka sebanyak mungkin dosis 40
IU/kgBB untuk serum heterolog, atau 20 IU/kgBB untuk serum homolog, sisanya
disuntikkan secara intramuskular.
17
5. HEPATITIS B
Definisi
Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B, suatu
anggota famili hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau
menahun yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.
Infeksi virus hepatitis B suatu infeksi sistemik yang menimbulkan peradangan dan
nekrosis sel hati yang mengakibatkan terjadinya serangkaian kelainan klinik,
biokimiawi, imunoserologik, dan morfologik.
Sejarah Hepatitis B
Hepatitis B pertama kali dikenal dengan istilah Penyakit kuning dan sudah dikenal
sejak ribuan tahun yang lalu yaitu sejak abad 5 SM di Babilonia. Kemudian Hipocrates
seorang tabib Yunani Kuno (460-375 SM), yang menemukan bahwa penyakit kuning
ini menular sehingga ia menamakan penyakit tersebut sebagai icterus infectiosa.Sifat
menular dari penyakit ini telah diketahui pada abad 8 M, ketika Paus Zacharias
menganjurkan suatu tindakan untuk mencegah penularan lebih lanjut yaitu dengan
melakukan isolasi terhadap penderita.
Penyakit kuning yaitu hepatitis virus yang dikenal sebagai Water Viral Hepatitis
tercatat sebagai wabah untuk pertama kali pada tahun 1895 di Inggris, kemudian
timbul di Skandinavia pada tahun 1916 dan tahun 1944, lalu di New Delhi tahun 1955.
Pada tahun 1963 jenis hepatitis ini dikenal dengan Hepatitis Serum yaitu hepatitis yang
penularannya melalui darah dengan masa tunas 2 -6 bulan. Pada tahun 1965 virus
hepatitis B (VHB) ditemukan pertama kali oleh Dr. Baruch S. Blumberg dan asistennya
Dr. Barbara Werner. Mereka mendeteksi adanya suatu antigen dalam darah seorang
warga Suku Aborigin Australia penderita hemoph ilia. Antige n ini kemudian
dinamakan australian antigen. Sekarang lebih dikenal nama antigen permukaan VHB
(HBsAg) karena terdapat dipermukaan VHB. Atas jasanya tersebut beliau mendapat
hadiah nobel untuk bidang kedokteran pada tahun 1976.
Etiologi
Virus Hepatitis B (VHB) , jenis DNA Hepadna virus , yang memiliki selubung , dn
tidak tahan oleh cairan empedu.
Adapun beberapa hal yang menjadi pola penularan antara lain penularan dari ibu ke
bayi saat melahirkan, hubungan seksual, transfusi darah, jarum suntik, maupun
penggunaan alat kebersihan diri (sikat gigi, handuk) secara bersama-sama.
Tanda jika ibu hamil HbsAg (+), dan HbeAg (+) resiko bayi tertular tingi.
18
Jika ibu hamil HbsAg ( +) dan HBeAg nya ( -) daya resiko tertularnya rendah.
Gejala hepatitis B akut: demam, sakit perut, mual, muntah dan kuning (terutama
pada area mata yang putih/sklera), hepatomegali.
Gejala hepatitis B kronik: cenderung tidak tampak tanda-tanda seperti pada hepatitis
B akut, sehingga penularan kepada orang lain menjadi lebih beresiko.
Diagnosis
Penatalaksanaan
Penderita yang diduga Hepatitis B, untuk kepastian diagnosa yang ditegakkan maka
akan dilakukan periksaan darah (HbsAg positif). Setelah diagnosa ditegakkan sebagai
Hepatitis B, maka pengobatan untuk hepatitis B yaitu pengobatan oral dan injeksi.
a. Obat Oral
b. Injeksi/Suntikan
19
lainnya adalah terasa sakit pada otot-otot, cepat letih dan sedikit menimbulkan
demam yang hal ini dapat dihilangkan dengan pemberian paracetamol.
Pencegahan
Prognosis
Hepatitis B akut umumnya sembuh, hanya 10% menjadi Hepatitis B kronik (menahun)
dan dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.
20
6. INFEKSI HSV TYPE 2
Definisi
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus
herpes hominis) tipe 1 atau tipe 2 yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok
di atas kulit eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat
berlangsung baik primer maupun rekurens.
Virus herpes simpleks tipe 1 sebagian besar terkait dengan penyakit orofacial,
sedangkan virus herpes simpleks tipe 2 biasanya terkait dengan infeksi perigenital.
Tetapi, keduanya dapat menginfeksi daerah oral dan genital.
Epidemiologi
Virus Herpes simpleks memiliki distribusi di seluruh dunia dan menghasilkan infeksi
primer, laten dan berulang. HSV-2 merupakan penyebab infeksi herpes genital yang
paling banyak (70-90%), meskipun studi terbaru menunjukkan peningkatan kejadian
dapat disebabkan oleh HSV-1 (10-30%). Antibodi untuk HSV-2 jarang ditemukan
sebelum masa remaja karena asosiasi HSV-2 terkait dengan aktivitas seksual.
HSV dapat menginfeksi janin dan menyebabkan kelainan. Seorang ibu yang terinfeksi
HSV dapat menularkan virus itu padanya baru lahir selama persalinan vagina, terutama
jika ibu memiliki infeksi aktif pada saat pengiriman. Namun, 60 - 80% dari infeksi HSV
didapat oleh bayi yang baru lahir terjadi pada wanita yang tidak memiliki gejala infeksi
HSV atau riwayat infeksi HSV genital.
Seropositif HSV-1 biasanya dikaitkan dengan infeksi orolabial dan virus herpes
simpleks tipe-2 seropositif biasanya dikaitkan dengan infeksi kelamin.
Usia dan jenis kelamin merupakan faktor risiko penting yang terkait dengan
didapatkannya infeksi genital HSV-2. Bahkan, prevalensi infeksi HSV sangat rendah di
masa kanak-kanak dan remaja awal tetapi meningkat dengan usia, mencapai maksimum
sekitar 40 tahun.
Etiologi
Kelompok virus herpes sebagian besar terdiri dari virus DNA. Melakukan replikasi
secara intranuklear dan menghasilkan inklusi intranuklear khas yang terdeteksi dalam
preparat pewarnaan. HSV-1 dan HSV-2 adalah virus double-stranded DNA yang
termasuk dalam Alphaherpesvirinae, subfamily dari Herpes viridae. Kedua virus,
bertransmisi melalui sel epitel mukosa, serta melalui gangguan kulit, bermigrasi ke
jaringan saraf, di mana mereka tetap dalam keadaan laten. HSV-1 lebih dominan pada
lesi orofacial dan biasanya ditemukan di ganglia trigeminal, sedangkan HSV-2 lebih
dominan pada lesi genital dan paling sering ditemukan di ganglia lumbosakral. Namun
21
virus ini dapat menginfeksi kedua daerah orofacial dan saluran genital melalui infeksi
silang HSV-1 dan HSV-2 melalui kontak oral-genital.
Transmisi dapat terjadi tidak hanya saat gejala manifestasi HSV aktif, tetapi juga dari
pengeluaran virus dari kulit dalam keadaan asimptomatis. Puncak beban DNA virus
telah dilaporkan terjadi setelah 48 jam, dengan tidak ada virus terdeteksi di luar 96 jam
setelah permulaan gejala. Secara umum, gejala muncul 3-6 hari setelah kontak dengan
virus, namun mungkin tidak muncul sampai untuk satu bulan atau lebih setelah infeksi.
Manusia adalah reservoir alami dan tidak ada vektor yang terlibat dalam transmisi. HSV
ditularkan melalui kontak pribadi yang erat dan infeksi terjadi melalui inokulasi virus ke
permukaan mukosa yang rentan (misalnya, oropharynx, serviks, konjungtiva) atau
melalui luka kecil di kulit. Virus ini mudah dilemahkan pada suhu kamar dan
pengeringan.
Patogenesis
Infeksi virus Herpes simpleks ditularkan oleh dua spesies virus, yaitu virus Herpes
simpleks-I (HSV-1) dan virus Herpes simpleks II (HSV-2). Virus ini merupakan
kelompok virus DNA rantai ganda. Infeksi terjadi melalui kontak kulit secara langsung
dengan orang yang terinfeksi virus tersebut. Transmisi tidak hanya terjadi pada saat
gejala manifestasi HSV muncul, akan tetapi dapat juga berasal dari virus shedding
dari kulit dalam keadaan asimptomatis.
Pada infeksi primer, kedua virus Herpeks simpleks , HSV 1 dan HSV-2 bertahan di
ganglia saraf sensoris . Virus kemudian akan mengalami masa laten, dimana pada masa
ini virus Herpes simpleks inib tidak menghasilkan protein virus, oleh karena itu virus
tidak dapat terdeteksi oleh mekanisme pertahanan tubuh host. Setelah masa laten, virus
bereplikasi disepanjang serabut saraf perifer dan dapat menyebabkan infeksi berulang
pada kulit atau mukosa.
Virus Herpes simpleks ini dapat ditularkan melalui sekret kelenjar dan secret genital
dari individu yang asimptomatik, terutama di bulan-bulan setelah episode pertama
penyakit, meskipun jumlah dari lesi aktif 100-1000 kali lebih besar.
Herpes simplex virus sangat menular dan disebarkan langsung oleh kontak dengan
individu yang terinfeksi virus tersebut. Virus Herpes simpleks ini dapat menembus
epidermis atau mukosa dan bereplikasi di dalam sel epitel.
Virus Herpes simpleks 1 (HSV-1) biasanya menyerang daerah wajah (non genitalia) dan
virus Herpes simpleks 2 (HSV-2) biasanya menyerang alat kelamin. perubahan
patologis sel epidermis merupakan hasil invasi virus herpes dalam vesikel
intraepidermal dan multinukleat sel raksasa. Sel yang terinfeksi mungkin menunjukkan
inklusi intranuklear.
22
Manifestasi klinik
Infeksi primer pada HSV yaitu mereka yang tanpa adanya kekebalan baik terhadap
HSV-1 atau HSV-2 dan sering subklinis. Namun bila lesi klinis berkembang, biasanya
lebih parah, dan lebih sering dengan tanda dan gejala sistemik,dan mereka memiliki
tingkat komplikasi yang lebih tinggi dari infeksi rekuren. Infeksi genital primer lebih
sering bergejala dibandingkan dengan oral.
Pada infeksi primer, gejala biasanya terjadi dalam waktu 3 sampai 7 hari setelah
terpapar dengan masa inkubasi selama 2 sampai 20 hari. Gejala prodromal seperti
limfadenopati, malaise, anoreksia dan demam, serta nyeri setempat, pembengkakan dan
rasa terbakar sering terjadi sebelum timbulnya lesi mukokutan. Awalnya nyeri, kadang-
kadang terpusat, vesikel pada dasar eritematous kemudian muncul, diikuti dengan
adanya pustul dan ulserasi. Beberapa vesikel berkelompok dan tersebar. Terbentuk
krusta dan gejala resolusi muncul dalam waktu 2 sampai 6 minggu. Gejala prodromal
serupa dapat mendahului lesi rekuren, tetapi yang terakhir sering mengalami penurunan
dalam jumlah, tingkat keparahan dan durasi dibandingkan dengan infeksi primer.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan sitologik untuk perubahan sel dari infeksi herpes virus tidak sensitive dan
tidak spesifik baik menggunakan pemeriksaan Tzank (lesi genital) dan apusan serviks
Papanicolaou dan tidak dapat diandalkan untuk diagnosis konklusif infeksi herpes
simpleks.
Jenis yang lebih tua dari pengujian virologi, tes Pap Tzanck, mengorek dari lesi herpes
kemudian menggunakan pewarnaan Wright dan Giemsa. Pada pemeriksaan ditemukan
sel raksasa khusus dengan banyak nukleus atau partikel khusus yang membawa virus
(inklusi) mengindikasikan infeksi herpes. Tes ini cepat tapi akurat 50-70% dari waktu.
Hal ini tidak dapat membedakan antara jenis virus atau antara herpes simpleks dan
herpes zoster.
Tes kultur virus dilakukan dengan mengambil sampel cairan, dari luka sedini
mungkin, idealnya dalam 3 hari pertama manifestasi. Virus, jika ada, akan bereproduksi
dalam sampel cairan namun mungkin berlangsung selama 1 - 10 hari untuk
melakukannya. Jika infeksi parah, pengujian teknologi dapat mempersingkat periode ini
sampai 24 jam, tapi mempercepat jangka waktu selama tes ini mungkin membuat hasil
yang kurang akurat. Kultur virus sangat akurat jika lesi masih dalam tahap blister jelas,
tetapi tidak bekerja dengan baik untuk luka ulserasi tua, lesi berulang, atau latency. Pada
tahap ini virus mungkin tidak cukup aktif.
Tes PCR yang jauh lebih akurat daripada kultur virus, dan CDC merekomendasikan tes
ini untuk mendeteksi herpes dalam cairan serebrospinal ketika mendiagnosa herpes
ensefalitis .PCR dapat membuat banyak salinan DNA virus sehingga bahkan sejumlah
kecil DNA dalam sampel dapat dideteksi.14
23
Tes serologi dapat mengidentifikasi antibodi yang spesifik untuk virus dan jenis,
Herpes Simplex Virus 1 (HSV-1) atau Virus Herpes Simpleks 2 (HSV-2). Ketika herpes
virus menginfeksi seseorang, sistem kekebalan tubuh tersebut menghasilkan antibodi
spesifik untuk melawan infeksi. Adanya antibodi terhadap herpes juga menunjukkan
bahwa seseorang adalah pembawa virus dan mungkin mengirimkan kepada orang lain.
Pemeriksaan serologi yang paling akurat bila diberikan 12-16 minggu setelah terpapar
virus. Fitur tes meliputi:
ELISA (immunosorbent assay enzim-link) atau Immunoblot. Tes sangat akurat dalam
mendeteksi kedua jenis virus herpes simpleks.
Biokit HSV-2 (juga dipasarkan sebagai SureVue HSV-2). Tes ini mendeteksi HSV-2
saja. Keunggulan utamanya adalah bahwa hanya membutuhkan tusukan jari dan hasil
yang disediakan dalam waktu kurang dari 10 menit. Hal ini juga lebih murah.
Western Blot Test adalah standar emas untuk peneliti dengan tingkat akurasi sebesar
99%. Tes ini mahal, memakan waktu lama, dan tidak tersedia secara luas
sebagaimana tes lainnya.
Diagnosis
Dalam kebanyakan kasus, diagnosis didasarkan pada karakteristik tampilan klinis lesi.
Diagnosis klinis dapat dibuat secara akurat ketika beberapa karakteristik lesi vesikuler
pada dasar eritema dan bersifat rekuren. Namun, ulserasi herpes dapat menyerupai
ulserasi kulit dengan etiologi lainnya. Infeksi mukosa HSV juga dapat hadir sebagai
uretritis atau faringitis tanpa lesi kulit. Tanda-tanda dan simptom yang berhubungan
dengan HSV-II dapat sangat berbeda-beda. Ketersediaan pelayanan kesehatan dapat
mendiagnosa herpes genital dengan inspeksi visual jika perjangkitannya khas, dan
dengan mengambil sampel dari luka kemudian mengetesnya di laboratorium. Tes darah
untuk mendeteksi infeksi HSV-I atau HSV-II, meskipun hasil-hasilnya tidak selalu
jelas. Kultur dikerjakan dengan kerokan untuk memperoleh material yang akan
dipelajari dari luka yang dicurigai sebagai herpes
Diagnosis banding
Herpes simpleks di daerah sekitar mulut dan hidung harus dibedakan dengan impetigo
vesikobulosa. Pada daerah genital harus dibedakan dengan ulkus durum, ulkus mole,
maupun ulkus yang mendahului penyakit limfogranuloma venereum.
Penatalaksanaan
Edukasi
Pasien dengan herpes genital harus dinasehati untuk menghindari hubungan seksual
selama gejala muncul dan selama 1 sampai 2 hari setelahnya dan menggunakan kondom
24
antara perjangkitan gejala. Terapi antiviral supressidapat menjadi pilihan untuk individu
yang peduli transmisi pada pasangannya.
Agen Antiviral
Pengobatan dapat mengurangi simptom, mengurangi nyeri dan ketidak nyamanan secara
cepat yang berhubungan dengan perjangkitan, serta dapat mempercepat waktu
penyembuhan. Tiga agen oral yang akhir-akhir ini diresepkan, yaitu Acyclovir,
Famciclovir, dan Valacyclovir. Ketiga obat ini mencegah multiplikasi virus dan
memperpendek lama erupsi. Pengobatan peroral, dan pada kasus berat secara intravena
adalah lebih efektif. Pengobatan hanya untuk menurunkan durasi perjangkitan.
Komplikasi
25
7. DENGUE HEMORAGIC FEVER (DHF)
Definisi
Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, nyeri sendi, dan disertai dengan
leukopeni, limfadenopati, trombositopeni. Selain itu, pada DBD yang khas adalah
terjadinya perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Etiologi
DBD disebabkan oleh visrus dengue, genus flavivirus, family flaviridae. Ada 4
serotype yaitu DEN 1,2 3, dan 4. Semuanya bisa menyebabkan DBD. Serotype
terbanyak di Indonesia adalah DEN 3. Virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk
Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Patogenesis
Antibodi heterolog yang telah ada akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi, ini
akan membentuk kompleks antigen-antibodi berikatan pada makrofag karena
antibodinya heterolog, maka virus yang baru tadi tidak akan dinetralisasi oleh tubuh
sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam makrofag selanjutnya terjadi
hipotesis antibody dependen enhancement ( proses yang akan meningkatkan infeksi dan
replikasi virus dengue dalam sel MN) sebagai tanggapan dari reaksi tersebut terjadi
sekresi mediator vasoaktif yaitu C3a, C5a (peptide yang berfungsi untuk pelepasan
histamine) pelepasan histamine ini menyebabakan permeabilitas kapiler meningkat
hal inilah yang menyebabkan terjadinya perembesan plasma dari ruang intravaskuler
ke ruang ekstravaskuler Perembesan plasma ditandai dengan hematokrit yang
meningkat, Na yang menurun dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa akan
terjadi hipovolemi terjadi syok.
26
fibrinogen degradation product sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan inilah
yang menyebabkan perdarahan massif perdarahan ini akan memperberat syok
Manifestasi Klinis
Penatalaksanaan
27
28
8. DENGUE SHOCK SYNDROME
Definisi
Jenis demam berdarah dengue dengan renjatan/ syok. Ditandai dengan kegagalan
peredaran darah, kulit teraba lembab dan dingin, sianosis disekitar mulut, nadi menjadi
cepat dan lembut. Pasien tampak lesu, gelisah, dan secara cepat masuk dalam fase syok,
seringkali mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok.
Diagnosis
Klinik
Laboratorium
Trombositopenia <100.000/mm3
Hemokonsentrasi: Hct ↑ >20% dibandingkan fase konvalesen
29
DBD (DSS) III Grade I atau II ditambah adanya Trombositopenia
kegagalan sirkulasi : ( < 100.000 sel/mm3 )
- pulsasi nadi yang lemah, Hematokrit Meningkat
- hipotensi,
- perbedaan sistole dan diastole yang
sempit
DBD (DSS) IV Grade III ditambah dengan syok berat Trombositopenia
serta nadi dan tekanan darah yang tidak ( < 100.000 sel/mm3 )
terukur Hematokrit Meningkat
Tata Laksana
30
9. MEASLESS
Pengertian
Penyakit Campak dikenal juga dengan istilah morbili dalam bahasa latin dan measles
Dalam bahasa Inggris. Campak, pada masa lalu dianggap sebagai suatu hal yang harus
dialami oleh setiap anak, mereka beranggapan, bahwa penyakit Campak dapat sembuh
sendiri bila ruam sudah keluar, sehingga anak yang sakit Campak tidak perlu diobati.
Ada anggapan bahwa semakin banyak ruam keluar semakin baik. Bahkan ada upaya
dari masyarakat untuk mempercepat keluarnya ruam, dan ada pula kepercayaan bahwa
penyakit Campak akan berbahaya bila ruam tidak keluar pada kulit sebab ruam akan
muncul dirongga tubuh lain seperti dalam tenggorokan, paru-paru, perut atau usus. Hal
ini diyakini akan menyebabkan sesak napas atau diare yang dapat menyebabkan
kematian. 12,13
Penyakit Campak adalah yang sangat potensial untuk menimbulkan wabah, penyakit ini
dapat dicegah dengan pemberian imunisasi Campak. Tanpa imunisasi, 90% dari mereka
yang mencapai usia 20 tahun pernah menderita Campak. Dengan cakupan Campak yang
mencapai lebih dari 90% dan merata sampai ke tingkat desa diharapkan jumlah kasus
Campak akan menurun oleh karena terbentuknya kekebalan kelompok (herd immunity).
Penularan dapat terjadi antara 1 – 2 hari sebelumnya timbulnya gejala klinis sampai 4
hari setelah timbul ruam. Penularan virus Campak sangat efektif sehingga dengan virus
yang sedikit sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang.
31
Masa inkubasi berkisar antara 8 – 13 hari atau rata-rata 10 hari
Gejala Klinis
Biasanya berlangsung 4-5 hari, ditandai dengan panas, lesu, batuk-batuk dan mata
merah. Pada akhir stadium, kadang-kadang timbul bercak Koplik`s (Koplik spot) pada
mukosa pipi/daerah mulut, tetapi gejala khas ini tidak selalu dijumpai. Bercak Koplik
ini berupa bercak putih kelabu, besarnya seujung jarum pentul yang dikelilingi daerah
kemerahan. Koplik spot ini menentukan suatu diagnose pasti terhadap penyakit campak.
Stadium Erupsi
Batuk pilek bertambah, suhu badan meningkat oleh karena panas tinggi, kadan-kadang
anak kejang-kejang, disusul timbulnya rash (bercak merah yang spesifik), timbul
setelah 3 – 7 hari demam. Rash timbul secara khusus yaitu mulai timbul di daerah
belakang telinga, tengkuk, kemudian pipi, menjalar keseluruh muka, dan akhirnya ke
badan. Timbul rasa gatal dan muka bengkak.
Adapun komplikasi yang terjadi disebabkan oleh adanya penurunan daya tahan tubuh
secara umum sehingga mudah terjadi infeksi tumpangan.
Bronchopneumonia
Otitis media akut dapat disebabkan invasi virus Campak ke dalam telinga tengah.
Gendang telinga biasanya hyperemia pada fase prodormal dan stadium erupsi. Jika
32
terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus terjadi
otitis media purulenta.
Ensefalitis
Ensefalitis adalah komplikasi neurologic yang paling jarang terjadi, biasanya terjadi
pada hari ke 4 – 7 setelah terjadinya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam 1.000
kasus Campak, dengan CFR berkisar antara 30 – 40%. Terjadinya Ensefalitis dapat
melalui mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung virus Campak ke
dalam otak.
Pencegahan Campak
a. Pencegahan Primordial
b. Pencegahan Primer
Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk kelompok beresiko,
yakni anak yang belum terkena Campak, tetapi berpotensi untuk terkena penyakit
Campak. Pada pencegahan primer ini harus mengenal faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap terjadinya Campak dan upaya untuk mengeliminasi faktor-faktor tersebut.
Penyuluhan
Imunisasi
Di Indonesia sampai saat ini pencegahan penyakit campak dilakukan dengan vaksinasi
Campak secara rutin yaitu diberikan pada bayi berumur 9 – 15 bulan. Vaksin yang
digunakan adalah Schwarz vaccine yaitu vaksin hidup yang dioleh menjadi lemah.
33
Vaksin ini diberikan secara subkutan sebanyak 0,5 ml. vaksin campak tidak boleh
diberikan pada wanita hamil, anak dengan TBC yang tidak diobati, penderita leukemia.
Vaksin Campak dapat diberikan sebagai vaksin monovalen atau polivalen yaitu vaksin
measles-mumps-rubella (MMR). vaksin monovalen diberikan pada bayi usia 9 bulan,
sedangkan vaksin polivalen diberikan pada anak usia 15 bulan.
c.Pencegahan Sekunder
Enteritis
Enteritis terdapat pada beberapa anak yang menderita Campak, penderita mengalami
muntah mencret pada fase prodormal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel
mukosa usus.
Kasus Campak klinis adalah kasus dengan gejala bercak kemerahan di tubuh berbentuk
macula popular selama tiga hari atau lebih disertai panas badan 38ºC atau lebih (terasa
panas) dan disertai salah satu gejala bentuk pilek atau mata merah (WHO).
Kasus Campak konfirmasi adalah kasus Campak klinis disertai salah satu kriteria yaitu :
34
a. Pemeriksaaan laboratorium serologis (IgM positif atau kenaikan titer antiantibodi 4
kali) dan atau isolasi virus Campak positif.
Penderita Campak tanpa komplikasi dapat berobat jalan. Tidak ada obat yang secara
langsung dapat bekerja pada virus Campak. Anak memerlukan istirahat di tempat tidur,
kompres dengan air hangat bila demam tinggi. Anak harus diberi cukup cairan dan
kalori, sedangkan pasien perlu diperhatikan dengan memperbaiki kebutuhan cairan, diet
disesuaikan dengan kebutuhan penderita dan berikan vitamin A 100.000 IU per oral satu
kali. Apabila terdapat malnutrisi pemberian vitamin A ditambah dengan 1500 IU tiap
hari. Dan bila terdapat komplikasi, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi
komplikasi yang timbul seperti :
Otitis media akut, sering kali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, maka perlu
mendapat antibiotik kotrimoksazol-sulfametokzasol.
Enteritis, pada keadaan berat anak mudah dehidrasi. Pemberian cairan intravena dapat
dipertimbangkan apabila terdapat enteritis dengan dehidrasi.
d. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat komplikasi.
Kegiatan yang dilakukan antara lain mencegah perubahan dari komplikasi menjadi
kecatatan tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini mungkin bagi penderita yang
mengalami kecacatan.
Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien pasien dengan dokter
mapupun antara dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya. Penyuluhan juga
sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan penyakit
Campak. Dalam penyuluhan ini yang perlu disuluhkan mengenai :
35
d.3. Kesabaran dan ketakwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan keadaan
hidup dengan komplikasi kronik.
Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait juga sangat
diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin ilmu.
36
10. MUMPS
Penyakit Gondongan (Mumps atau Parotitis) adalah suatu penyakit menular dimana
seseorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah
(kelenjar ludah parotis) diantara telinga dan rahang sehingga menyebabkan
pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah.
Penyakit gondongan tersebar diseluruh dunia dan dapat timbul secara endemik atau
epidemik. Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak yang berumur 2-12 tahun.
Pada orang dewasa infeksi ini biasanya menyerang testis (buah zakar), sistem saraf
pusat, pankreas, prostat, payudara dan organ lainnya.
Adapun mereka yang beresiko besar untuk menderita atau tertular penyakit ini adalah
mereka yang menggunakan atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk menekan
hormon tiroid dan mereka yang kekurangan zat iodium dalam tubuh.
Penularan
Penyakit Gondong (Mumps atau Parotitis) penyebaran virus dapat ditularkan melalui
kontak langsung, percikan ludah, bahan muntah, mungkin dengan urin. Virus dapat
ditemukan dalam urin dari hari pertama sampai hari keempat belas setelah terjadi
pembesaran kelenjar.
Penyakit gondongan sangat jarang ditemukan pada anak yang berumur kurang dari 2
tahun, hal tersebut karena umumnya mereka masih memiliki atau dilindungi oleh anti
bodi yang baik. Seseorang yang pernah menderita penyakit gondongan, maka dia akan
memiliki kekebalan seumur hidupnya.
Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus paramyxovirus mengalami keluhan,
bahkan sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (sub clinical).
Namun demikian mereka sama dengan penderita lainnya yang mengalami keluhan,
yaitu dapat menjadi sumber penularan penyakit tersebut.
Masa tunas (masa inkubasi) penyakit Gondong sekitar 12-24 hari dengan rata-rata 17-18
hari. Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah terinfeksi dan berkembangnya masa
tunas dapat digambarkan sdebagai berikut :
1. Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala: demam (suhu
badan 38.5 – 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan,
nyeri rahang bagian belakang saat mengunyah dan adakalanya disertai kaku rahang
(sulit membuka mulut).
37
3. Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian berangsur mengempis.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila jelas ada gejala infeksi parotitis epidemika pada pemeirksaan
fisis, termasuk keterangan adanya kontak dengan penderita penyakit gondong (Mumps
atau Parotitis) 2-3 minggu sebelumnya. Selain itu adalah dengan tindakan pemeriksaan
hasil laboratorium air kencing (urin) dan darah.
Pemeriksaan laboratorium
Komplikasi
Hampir semua anak yang menderita gondongan akan pulih total tanpa penyulit, tetapi
kadang gejalanya kembali memburuk setelah sekitar dua minggu. Keadaan seperti ini
dapat menimbulkan komplikasi, dimana virus dapat menyerang organ selain kelenjar
liur. Hal tersebut mungkin terjadi terutama jika infeksi terjadi setelah masa pubertas.
Dibawah ini komplikasi yang dapat terjadi akibat penanganan atau pengobatan yang
kurang dini :
1. Orkitis ; peradangan pada salah satu atau kedua testis. Setelah sembuh, testis yang
terkena mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis yang permanen
sehingga terjadi kemandulan.
2. Ovoritis : peradangan pada salah satu atau kedua indung telus. Timbul nyeri perut
yang ringan dan jarang menyebabkan kemandulan.
3. Ensefalitis atau meningitis : peradangan otak atau selaput otak. Gejalanya berupa
sakit kepala, kaku kuduk, mengantuk, koma atau kejang. 5-10% penderita
mengalami meningitis dan kebanyakan akan sembuh total. 1 diantara 400-6.000
38
penderita yang mengalami enserfalitis cenderung mengalami kerusakan otak atau
saraf yang permanen, seperti ketulian atau kelumpuhan otot wajah.
5. Peradangan ginjal bisa menyebabkan penderita mengeluarkan air kemih yang kental
dalam jumlah yang banyak
6. Peradangan sendi bisa menyebabkan nyeri pada satu atau beberapa sendi.
Pengobatan
Jika pada jaman dahulu penderita gondongan diberikan blau (warna biru untuk mencuci
pakaian), sebenarnya itu secara klinis tidak ada hubungannya. Kemungkinan besar
hanya agar anak yang terkena penyakit Gondongan ini malu jika main keluar dengan
wajah belepotan blau, sehingga harapannya anak tersebut istirahat dirumah yang cukup
untuk membantu proses kesembuhan.
Pencegahan
Pemberian vaksinasi gondongan merupakan bagian dari imunisasi rutin pada masa
kanak-kanak, yaitu Imunisasi MMR (Mumps, Morbili, Rubela) yang diberikan melalui
injeksi pada usia 15 bulan.
39
Imunisasi MMR dapat juga diberikan kepada remaja dan orang dewasa yang belum
menderita Gondong. Pemberian imunisasi ini tidak menimbulkan efek panas atau gejala
lainnya. Cukup mengkonsumsi makanan yang mengandung kadar Iodium, dapat
mengurangi resiko terkena serangan penyakit gondongan.
40
11. RUBELA
Rubella atau campak jerman adalah penyakit karena virus yang gejala utamanya bercak
merah di badan. Rubella disebabkan virus Rubella, yang sangat mudah menular.
Rubella umumnya tidak bahaya buat anak dan orang dewasa yang tidak hamil. Pada
orang hamil, rubella menyebabkan cacat pada janin seperti tuli, katarak, jantung bocor,
gangguan mental pertumbuhan dan cacat organ lain.
Efek cacat pada janin, terutama bila ibu hamil terinfeksi di 20 minggu awal kehamilan.
Rubella termasuk golongan penyakit TORCH (TOxo, Rubella, Cmv, Herpes genital)
yang sering membuat janin cacat. Rubella menular melalui cairan yang keluar saat
batuk, bersin, bicara, makan & minum bareng. Cairan tubuh yang terinfeksi rubella bila
masuk ke tubuh melalui hidung, mata, mulut akan menularkan rubella.
Rubella bisa menular 10 hari sebelum bercak merahnya keluar hingga 7 hari setelah
bercakmerahnya keluar. Ada juga orang yang terkena rubella namun, bercak merah
tidak keluar ini juga bahaya penularannya tinggi. Gejala utama rubella; demam sumer,
bercak merah, kelenjar limfa membesar. Gejala Rubella lainnya; pusing, pilek, mata
merah, nyeri sendi, badan pegal dan lemas.
Bila ada gejala rubella saat hamil segera ke dr.sp.OG (dr.kandungan) untuk mendapat
pengobatan. Dengan pengobatan dini pada rubella, komplikasi cacat janin bisa ditekan,
walau janin bisa tetap kena. Bila sudah pernah kena rubella, cewek yang mau hamil
tidak perlu imunisasi rubella (MMR). Tapi bila belum pernah kena rubella, sangat
dianjurkan imunisasi rubella (MMR) sebelum hamil.
41
Bila terlanjur hamil, tapi belum kena Rubella dan belum imunisasi usahakan hindari
ludah atau saliva dari bayi atau anak-anak lain serta ajin-rajinlah cuci tangan, terutama
bila mau makan. Gangguan otak, pertumbuhan & mental akibat rubella saat hamil, tidak
bisa disembuhkan.
42
12. VARISELA
Penyakit ini memiliki tipe penularan air-borne route, yaitu melalui droplet dan cairan di
lesi kulit. Infeksi primer adalah saat virus mencapai mukosa saluran pernapasan dan
bermultiplikasi di jaringan limfe regional. Empat sampai enam hari pasca-infeksi primer
dinamakan viremia primer, yaitu infeksi dan multiplikasi virus telah mencapai hepar
dan limpa. Sepuluh sampai dua belas hari pasca-infeksi primer dinamakan viremia
sekunder, yaitu virus telah mencapai kulit. Sekitar empat belas hari pasca-infeksi primer
akan timbul ruam.
Lesi pada kulit dimulai dari makula, papula, vesikel, pustula, sampai krusta, kemudian
lesi menghilang. Akan tetapi, beberapa lesi dapat menghilang walaupun baru sampai
tahap makula atau papula. Atap vesikel adalah stratum korneum dan dasar vesikelnya
adalah prickle cell layer. Cairan vesikel berasal dari kapiler dermis. Ruang vesikel
merupakan hasil dari degenerasi sel epidermis.
Masa inkubasi, yaitu masa yang dimulai dari masuknya virus sampai mulai timbul
gejala awal berlangsung sekitar sepuluh sampai dua belas hari. Masa prodromal adalah
masa timbulnya gejala-gejala, seperti demam, sakit kepala, malaise, dan tidak ada nafsu
makan. Masa prodromal berlangsung satu sampai dua hari sebelum masa eksantema
muncul. Masa eksantema adalah masa timbulnya ruam. Ruam muncul pertama kali di
kulit kepala atau badan. Lesi muncul secara cepat menyeluruh, meliputi badan, kulit
kepala, muka, dan ekstremitas. Distibusinya bersifat sentrifugal. Konsentrasi terbanyak
adalah di daerah badan, muka, dan ekstremitas proksimal.
Varicella dapat sembuh tanpa diobati. Untuk meringankan gejala demam, dapat diberika
acetaminophen. Untuk mengurangi rasa gatal, dapat diberikan difenhidramin dan lotion
kalamin. Kebersihan pasien harus tetap terjaga, yaitu mandi setiap hari dan jaga kuku
tangan tetap pendek dan bersih untuk menghindari infeksi sekunder.
43
13. FLU SINGAPURA
Definisi
Penyakit yang dikenal sebagai Hand, Foot, and Mouth Disease (HFMD) atau disebut
Penyakit Tangan, Kaki, dan Mulut (PTKM). Penyakit ini sudah ada di tahun 1957 di
Toronto, Kanada. Sejak itu terdapat banyak kejadian di seluruh dunia. Dinamakan Flu
Singapore karena saat itu terjadi ledakan kasus dan kematian akibat penyakit ini di
Singapura.
Etiologi
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus RNA yang masuk dalam famili
Picornaviridae, Genus Enterovirus. Biasanya disebabkan oleh coxsackievirus A16.
Sedangkan yang sering memerlukan perawatan karena keadaannya lebih berat atau ada
komplikasi sampai meninggal adalah Enterovirus 71.
Transmisi
Melalui jalur fekal-oral (pencernaan) dan saluran pernapasan, yaitu dari droplet (butiran
ludah), pilek, air liur, tinja, cairan vesikel (kelainan kulit berupa gelembung kecil berisi
cairan) atau ekskreta. Penularan kontak tidak langsung melalui barang, handuk, baju,
peralatan makanan, dan mainan yang terkontaminasi oleh sekresi itu. Masa Inkubasi 2 -
5 hari.
Penularan dari orang ke orang terjadi setelah pasien penyakit ini beranjak sembuh.
HFMD tidak ditransmisikan dari binatang ke manusia.
Manifestasi Klinik
Mula-mula demam tidak tinggi 2-3 hari, diikuti faringitis, anoreksia, dan gejala seperti
flu, pada umumnya yang tak mematikan. Timbul vesikel yang kemudian pecah, ada 3-
10 ulkus di mulut seperti sariawan (lidah, gusi, pipi sebelah dalam) terasa nyeri
sehingga sukar untuk menelan. Bersamaan dengan itu timbul rash/ruam atau vesikel
(lepuh kemerahan), papulovesikel yang tidak gatal ditelapak tangan dan kaki. Kadang-
kadang rash/ruam (makulopapel) pada bokong dan umumnya akan membaik sendiri
dalam 7-10 hari.
Diagnosis
Sampel (Spesimen) dapat diambil dari tinja, usap rektal, cairan serebrospinal dan
usap/swab ulcus di mulut/tenggorokan, vesikel di kulit spesimen atau biopsi otak.
Isolasi virus dengan cara biakan sel dengan suckling mouse inoculation.
Setelah dilakukan Tissue Culture, kemudian dapat diidentifikasi strainnya dengan
antisera tertentu.
44
Tata Laksana
HFMD merupakan self limiting disease. Pengobatan spesifik tidak ada, sehingga hanya
diberikan secara simptomatik saja berdasarkan keadaan klinis yang ada.
• Dapat diberikan:
• Pengobatan simptomatik:
Cairan cukup untuk dehidrasi yang disebabkan sulit minum dan karena demam dan
pengobatan suportif
Pencegahan
45
14. MILIARIS RUBRA
Miliaria rubra (liken tropikus, prickle heat) adalah suatu dermatitis yang timbul akibat
tersumbatnya saluran kelenjar keringat dengan gejala klinik adanya vesikel-vesikel
terutama pada badan, setelah banyak berkeringat dan umumnya tidak memberikan
keluhan. Lebih dikenal dengan sebutan biang keringat, keringat buntet.
Miliaria sendiri terbagi kedalam 3 type, Miliaria kristalina yang sumbatannya berada
dalam stratum korneum. Miliaria profunda, sumbatan ada dalam dermo epidermis dan
Miliaria rubra dimana sumbatan terletak didalam epidermis.
Milaria rubra sering timbul pada bayi dan anak-anak, ini menggambarkan bahwa
bertambahnya struktur saluran keringat sesuai dengan bertambahnya umur dan sering
timbul pada orang yang tidak biasa pada daerah tropik.
Epidemiologi
Miliaria rubra banyak terjadi didaerah panas kelembaban yang tinggi,tapi dapat juga
terjadi didaerah lain, dimana sekitar 30 % orang yang tinggal di daerah tersebut bisa
mengalami Miliaria.
Miliaria dapat terjadi pada semua ras, meskipun ada pendapat bahwa orang Asia yang
memproduksi keringat lebih sedikit dari orang kulit putih lebih sedikit menderita
Miliaria rubra. Sebetulnya semua bayi dapat mengalami Miliaria pada kondisi yang ada.
Anak-anak lebih banyak mengalami Miliaria dibanding orang dewasa dan tidak ada
perbedaan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan.
Etiologi
Pathogenesis
a. Miliaria terjadi karena ada sumbatan keratin pada saluran keringat, Pada permulaan
musim hujan, udara mulai lembab, udara lembab ini mempengaruhi keratin di
46
sekeliling lubang kereingat yang mula-mula kering menjadi lembab dan
membengkak, sehingga lubang keringat tertutup. Bahan kimia juga dapat
menyebabkan menjadi basah dan menutupi lubang keringat, sumbatan terjadi di
dalam epidermis dan saluran keringat yang pecah ada didalam epidermis, vesikula
terjadi didalam epidermis, ditandai dengan eritem dan rasa gatal. Tanda ini adalah
akibat dari vasodilatasi dan rangsangan reseptor gatal oleh enzim yang keluar dari
sel epidermis karena keringat yang masuk ke dalam epidermis.
b. Miliaria terjadi karena kadar garam pada kulit menyebabkan spongiosis dan hal ini
terjadi pada muara kelenjar keringat.
Flora normal pada kulit seperti staphylococcus epidermidis dan staphylococcus aureus
diduga mempunyai peranan pada patogenesis dari Miliaria, pasien Miliaria memiliki
jumlah bakteri tiga kali lebih banyak dari pada jumlah bakteri per unit area pada kulit
normal yang sehat.
Gejala klinis
ditandai dengan rasa gatal dan eritem dan kadang rasa panas seperti terbakar, lesi terjadi
karena beberapa hari terpapar pada lingkungan yang panas tapi lesi baru muncul setelah
beberapa bulan terpapar atau dapat muncul setelah beberapa hari pasien berpindah dari
lingkungan yang panas tersebut. Lesi berupa papula dengan puncak dan pusatnya
berupa vesikula yang dikekelingi oleh lingkaran merah atau eritema yang tidak berbatas
tegas yang terjadi karena respon inflamasi.
Pada bayi lesi terdapat pada leher, lipat paha dan ketiak sedangkan pada anak-anak atau
orang dewasa lesi terdapat pada badan dan tempat-tempat yang terkena gesekan pakaian
yaitu bagian tubuh dibawah pakaian atau bagian tubuh yang mudah berkeringat setelah
beraktivitas atau kepanasan seperti leher, kulit kepala bagian atas atau badan dan tidak
mengenai wajah atau bagian volar kulit.
Rasa gatal dan kadang rasa panas seperti terbakar, biasanya bersamaaan dengan
rangsang yang menimbulkan keringat, penderita cepat merasa lelah dan mengalami
intoleransi terhadap panas dan dapat terjadi penurunan jumlah keringat atau tidak
berkeringat sama sekali pada daerah panas ataupun beraktivitas. Miliaria rubra yang
luas dan berat dapat menyebabkan hiperpireksia dan lelah karena panas serta pingsan.
Diagnosis
Anamnesis
Pada anamnesis biasanya penderita mengeluh gatal dan rasa panas yang membakar,
keluhan biasanya bersifat subjektif
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan lesi berupa papula dengan puncak dan
pusatnya berupa vesikel yang dikelilingi oleh eritem.
47
Pemeriksaan histopatologis
Pada pemeriksaan histopatologi tampak infiltrat limfosit verivaskuler dan
vasodilatasi di permukaan dermis.
Diagnosis banding
Prurigo
Gigitan serangga
Folikulitiis
Terapi
48
15. ROSEOLA INFANTUM
Penyakit yang ini sering diderita pada bayi dari usia 6 bulan sampai 3 tahun. Penyakit
ini sempat membuat para ibu khawatir dan cemas berlebihan, karena pada awalnya (fase
prodromal) anak ini mengalami panas tinggi 39,4-40,6° Celsius. Bahkan, 5-15%
diantara mereka mengalami kejang disebabkan demam.
Roseola infantum merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus herpes tipe
6 dan 7. Virus ini disebarkan melalui percikan ludah penderita. Masa inkubasi (masa
dari mulai terinfeksi sampai timbulnya gejala) adalah sekitar 5-15 hari. Biasanya
penyakit ini berlangsung selama 1 minggu.
Bisa terjadi pembengkakan kelenjar getah bening di belakang kepala, leher sebelah
samping dan di belakang telinga. Limpa juga agak membesar. Pada hari keempat,
demam biasanya mulai turun.
Sekitar 30% anak memiliki ruam (kemerahan di kulit), yang mendatar maupun
menonjol, terutama di dada dan perut dan kadang menyebar ke wajah, lengan dan
tungkai. Ruam ini tidak menimbulkan rasa gatal dan berlangsung selama beberapa jam
sampai 2 hari.
Disinilah yang harus diperhatikan, pada roseola infantum ruam ini muncul setelah
demam reda. Sedangkan pada campak, ruam ini muncul saat penderita masih demam.
Karena penyakit ini disebabkan oleh virus, maka pengobatan dengan antibiotik tidak
diperlukan. Terapi pada kasus ini hanyalah untuk menurunkan demamnya. Pemberian
asetaminofen atau parasetamol atau ibuprofen relatif aman untuk menurunkan demam.
Sedangkan, pemberian aspirin pada anak-anak sangat tidak dianjurkan karena bisa
menyebabkan sindroma Reye. Sebaiknya anak dikompres dengan menggunakan handuk
atau lap yang telah dibasahi dengan air hangat (suam-suam kuku). Jangan menggunakan
es batu, air dingin, alkohol maupun kipas angin.
Usahakan agar anak minum banyak air putih atau potongan-potongan es batu, larutan
elektrolit atau kaldu. Selama demam, sebaiknya anak menjalani tirah baring.
Bila anak mengalami kejang demam, segera hubungi rumah sakit atau dokter terdekat
untuk penanganan kejang. Intinya, jangan panik dan tetap tenang. Jika penyakit ini
terjadi pada pasien dengan sistem kekebalan rendah, maka dokter sering memberikan
obat antiviral supaya tidak bertambah parah.
49
16. TINEA KAPITIS
Tinea termasuk salah satu penyakit dermatofitosis atau penyakit yang disebabkan oleh
golongan jamur dermatofita. Ada 3 jenis jamur yang termasuk golongan ini yaitu
mikrosporon, trikofiton, dan epidermofiton. Golongan jamur ini bisa mencerna keratin
kulit karena punya daya tarik kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini
dapat menyerang lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum korneum sampai dengan
stratum basalis, rambut dan kuku.
Tinea capitis merupakan infeksi oleh jamur yang menyerang rambut dan kulit kepala.
Ada 4 bentuk tinea capitis
Jenis ini biasanya karena spesies mikrosporan. Dimulai dengan papul merah kecil yang
melebar ke sekitarnya dan membentuk bercak warna merah pucat dan bersisik. Warna
rambut jadi abu-abu dan tidak emngkilat lagi, mudah patah dan terlepas dari akarnya
sehingga menimbulkan alopecia setempat.
Ujung rambut tampak seperti titik titik hitam diatas permukaan kulit yang berwarna
kelabu sehingga tampak sebagai gambaran black dot
50
3. Kerion
4. Tinea Favosa
Kelainan di kepala yang dimulai dengan bintik-bintik kecil di bawah kulit yang
berwarna merahkekuningan dan berkembang menjadi krusta yang berbentuk cawan
serta memberi bau busuk seperti bau tikus (mousy odor). Rambut diatas cawan itu
putus-putus dan mudah lepas, serta tidak mengkilat lagi.
51
52
17. TINEA BARBE
Definisi
Merupakan infeksi dermatofit di daerah janggut, kumis, dan jarang di alis. Banyak
ditemukan pada laki-laki petani yang sering berkontak dengan binatang ternak
(khususnya kuda dan sapi) sebagai reservoir etiologi infeksi ini.
Etiologi
Pemeriksaan fisik
Ditemukan plak eritema dengan pustula di daerah rambut wajah, bisa ditemukan scar di
daerah tersebut, pasien tidak mengeluhkan nyeri, dan rambut wajah mudah lepas.
Terapi
53
18. TINEA FASIALIS
Definisi
Epidemiologi
Tersebar di seluruh dunia, terutama daerah tropis dan kelembaban udara tinggi.
Menyerang semua umur. Insiden laki-laki = perempuan
Etiologi
Gejala klinis
Diagnosis
Diagnosa banding
54
Dermatitis seboroik
Psoriasis
Dermatitis Numularis
Ptiriasis Rosea
Penatalaksanaan
Prognosa
Prognosis baik jika pengobatan dilakukan dengan adekuat dan kebersihan diri dan
daerah yang terkena dijaga.
55
19. TINEA KORPORIS
Definisi
Tinea corporis adalah infeksi dermatofita superfisial yang ditandai oleh baik lesi
inflamasi maupun noninflamasi pada glabrous skin (kulit tubuh yang tidak berambut)
seperti: bagian muka, leher, badan, lengan, tungkai dan gluteal. Sinonim untuk penyakit
ini adalah tinea sirsinata, tinea glabrosa, Scherende Fiechte, kurap, herpes sircine
trichophytique.
Epidemiologi
Tinea corporis adalah infeksi umum yang sering terlihat pada daerah dengan iklim yang
panas dan lembab. Seperti infeksi jamur yang lain, kondisi yang hangat dan lembab
membantu penyebaran infeksi ini. Oleh karena itu, daerah tropis dan subtropis memiliki
insien yang tinggi terhadap tinea corporis. Tinea corporis dapat terjadi pada semua usia.
Bisa didapatkan pada orang yang bekerja yang berhubungan dengan hewan-hewan.
Maserasi dan oklusi kulit lipat paha menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban
kulit yang akan memudahkan infeksi. Penularan juga dapat terjadi melalui kontak
langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak langsung melalui benda yang
mengandung jamur, misalnya handuk, lantai kamar mandi, tempat tidur hotel dan lain-
lain.
Etiologi
Patofisiologi
Perlekatan. Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat
pada jaringan keratin diantaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan
flora normal dan sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Asam lemak yang
diproduksi oleh glandula sebasea juga bersifat fungistatik
Penetrasi. Setelah terjadi perlekatan, spora harus berkembang dan menembus
stratum korneum pada kecepatan yang lebih cepat daripada proses desquamasi.
Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase, lipase dan enzim mucinolitik, yang
juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu
penetrasi jamur kejaringan. Fungal mannan didalam dinding sel dermatofita juga
56
bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit. Pertahanan baru muncul ketika
begitu jamur mencapai lapisan terdalam dari epidermis.
Perkembangan respons host. Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien
dan organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type
Hipersensitivity (DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam melawan
dermatofita. Pada pasien yang belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya,
infeksi primer menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin tes hasilnya
negative.infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh
peningkatan pergantian keratinosit. Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita
diproses oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan dalam limfosit T di
nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan bermigrasi ketempat yang
terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi,
dan barier epidermal menjadi permeable terhadap transferin dan sel-sel yang
bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh.
Gejala Klinis
Penderita merasa gatal, dan kelainan berbatas tegas, terdiri atas macam-macam
efloresensi kulit (polimorfi). Bagian tepi lesi lebih aktif (lebih jelas tanda-tanda
peradangan) daripada bagian tengah. wujud lesi yang beraneka ragam ini dapat berupa
sedikit hiperpigmentasi dan skuamasi, menahun.
Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas,
terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul ditepi. Daerah
tengahnya biasanya lebih tenang, sementara yang di tepi lebih aktif (tanda peradangan
lebih jelas) yang sering disebut dengan sentral healing.
Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Kelainan kulit juga dapat
terlihat secara polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Lesi dapat
meluas dan memberi gambaran yang tidak khas terutama pada pasien
imunodefisiensi.Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang mendadak biasanya
tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama
dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea corporis et cruris atau
sebaliknya tinea cruris et corporis.
Diagnosis
Diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan ruam yang diderita pasien.
Dari gambaran klinis didapatkan lesi di leher, lengan, tungkai, dada, perut atau
punggung. Infeksi dapat terjadi setelah kontak dengan orang yang terinfeksi atau hewan
atau objek yang baru terinfeksi. Pasien mungkin mengalami gatal-gatal, nyeri atau
pasien dapat merasa sensasi terbakar.
57
timbul warna kehijauan. Pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH 10-20% bila
positif memperlihatkan elemen jamur berupa hifa panjang dan artrospora. Sediaan basah
dibuat dengan meletakkan bahan diatas bahan alas (objek glass), kemudian ditambah 1-
2 tetes larutan KOH. Konsentrasi larutan KOH untuk sediaan rambut adalah 10% dan
untuk kulit dan kuku 20%. Setelah sediaan dicampur dengan larutan KOH, ditunggu 15-
20 menit hal ini diperlukan untuk melarutkan jaringan. Untuk mempercepat proses
pelarutan dapat dilakukan pemnasan sediaan basah diatas api kecil. Pada saat mulai
keluar uap dari sediaan tersebut, pemanasan dihentikan. Bila terjadi penguapan, maka
akan terbentuk kristal KOH, sehingga tujuan yang diinginkan tidak tercapai. Untuk
melihat elemen jamur lebih nyata dapat ditambahkan zat warna pada sediaan KOH,
misalnya tinta Parker superchroom blue black.
Diagnosa Banding
Diagnosis tinea korporis tidak sulit ditegakkan pada umumnya, namun ada beberapa
penyakit kulit yang dapat membuat rancu diagnosis tersebut, misalnya dermatitis
seboroika, psoriasis, dan pitiriasis rosea.
Kelainan kulit pada dermatitis seboroika selain dapat menyerupai tinea korporis,
biasanya dapat terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya di kulit kepala (scalp),
lipatan-lipatan kulit, misalnya belakang telinga, daerah nasolabial, dan sebagainya..
Kulit kepala berambut juga sering terkena penyakit ini. Gambaran klinis yang khas dari
dermatitis seboroika adalah skuamanya yang berminyak dan kekuningan.
Pitiriasis rosea, yang distribusi kelainan kulitnya simetris dan terbatas pada tubuh dan
bagian proksimal anggota badan, sukar dibedakan dengan tinea korporis tanpa herald
patch yang dapat membedakan penyakit ini dengan tinea korporis. Perbedaannya pada
pitiriasis rosea gatalnya tidak begitu berat seperti pada tinea korporis, skuamanya halus
sedangkan pada tinea korporis kasar. Pemeriksaan laboratoriumlah yang dapat
memastikan diagnosisnya.
58
Penatalaksanaan
Terapi yang dapat diberikan pada pasien bervariasi tergantung derajat lesi yang ada.
Prinsip pengobatan pada tinea kruris lebih kurang sama dengan prinsip pengobatan tinea
korporis
a. Terapi topikal
Terapi ini direkomendasikan untuk infeksi lokal karena dermatofit biasanya hidup pada
jaringan. Pada masa kini selain obat-obat topical konvensional, misalnya asam salisil 2-
4%, asam benzoate 6-12%, sulphur 4-6%, vioform 3%, asam undesilenat 2-5% dan zat
warna (hijau brilian dalam cat Castellani) dikenal banyak obat topical baru. Obat-obat
baru ini diantaranya tolnaftat 2%; tolsiklat, haloprogin, berbagai macam preparat
imidazol dan alilamin tersedia dalam berbagai formulasi. Dan semua obat-obat baru ini
memberikan keberhasilan terapi (70-100%). Terapi topikal digunakan 1-2 kali sehari
selama 2 minggu tergantung agen yang digunakan. Topikal azol dan allilamin
menunjukkan angka perbaikan perbaikan klinik yang tinggi.Berikut obat yang sering
digunakan :
b. Terapi sistemik
59
minggu, diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan topikal tidak ada
perbaikan.
Ketokonazol. Merupakan OAJ sistemik pertama yang berspektrum luas, fungistatik,
termasuk golongan imidazol. Dosisnya 200 mg per hari selama 10 hari - 2 minggu
pada pagi hari setelah makan.
Flukonazol. Mempunyai mekanisme kerja sama dengan golongan imidazol, namun
absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan atau kadar asam lambung.
Itrakonazol. Merupakan OAJ golongan triazol, sangat lipofilik, spektrum luas,
bersifat fungistatik dan efektif untuk dermatofita, ragi, jamur dismorfik maupun
jamur dematiacea. Absorbsi maksimum dicapai bila obat diminum bersama dengan
makanan.
Amfoterisin B. Merupakan anti jamur golongan polyen yang diproduksi oleh
Streptomyces nodosus. Bersifat fungistatik, pada konsentrasi rendah akan
menghambat pertumbuhan jamur, protozoa dan alga. Digunakan sebagai obat
pilihan pada pasien dengan infeksi jamur yang membahayakan jiwa dan tidak
sembuh dengan preparat azol.
60
20. TINEA MANUS
Definisi
Etiologi
Tinea manus pertama kali dijelaskan oleh Fox pada tahun 1870 danPellizaari tahun
1888. Bersama dengan tinea pedis, tinea manus adalah salah satutipe dermatifitosis
kronis yang biasa dan sering diderita pada usia dewasa. Hal inimungkin berkaitan
dengan kurangnya glandula sebasea dan lipid fungistatiknya.
Manifestasi Klinis
Tinea manus sering menyerang orang yang bekerja di tempat basah sepertitukang cuci,
pekerja di sawah, atau orang-orang yang setiap hari harus memakaisepatu yang
tertutup seperti anggota militer. Keluhan subjektif bervariasi mulaidari tanpa keluhan
sampai dengan rasa gatal yang hebat dan rasa nyeri bila adainfeksi sekunder.
Penatalaksanaan
61
21. TINEA UNGUIUM
Tinea unguium atau yang juga dikenal sebagai dermatophytic onychomycosis atau
ringworm of the nail adalah penyakit yang disebabkan jamur dermatofita. Penyakit ini
memiliki tiga bentukan klinis, yaitu:
62
22. TINEA KRURIS
Tinea cruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus.
Dapat bersifat akut atau menahun. Kelainan kulit yang tampak pada sela paha
merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada tepi lebih banyak daripada daerah
tengahnya. Efloresensi terdiri dari macam-macam bentuk primer dan sekunder
(polimorf). Erosi dan keluarnya cairan akibat garukan.
Diagnosis
Sediaan basah dibuat dengan meletakkan bahan di atas gelas alas, kemudian ditambah
1-2 tetes larutan KOH. Konsentrasi larutan KOH untuk sediaan rambut adalah 10%, dan
untuk kulit dan kuku 20%. Setelah sediaan dicampur dengan larutan KOH, ditunggu 15-
20 menit, hal ini diperlukan untuk melarutkan jaringan. Kemudian dilakukan
pemeriksaan melalui mikroskop. Untuk melihat elemen jamur lebih nyata dapat
ditambahkan zat warna pada sediaan KOH.
Pada sediaan kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai dua daris sejajar, terbagi
oleh sekat dan bercabang. Dapat juga terlihat spora berderet (artospora) pada kelainan
kulit lama dan atau sudah diobati. Pada sediaan rambut yang dilihat adalah spora kecil
(mikrospora). Spora dapat tersusun di luar rambut atau di dalam rambut. Kadang-
kadang juga terlihat hifa pada sediaan rambut.
Pengobatan
Pada tinea kapitis yang disebabkan oleh Microsporum audouini misalnya, dilakukan
pengobatan topikal dan disertai penyinaran dengan sinar X untuk merontokkan rambut
di bagian yang sakit. Pada masa sekarang, dermatofitosis pada umumnya dapat diatasi
dengan pemberan griseofulvin yang bersifat fungistatik. Lama pengobatan tergantung
pada lokasi penyakit, penyebab penyakit dan keadaan imunitas penderita. Setelah
sembuh klinis dilanjutkan 2 minggu agar tidak residif.
Pada pengobatan kerion stadium dini diberikan kortikosteroid sistemik sebagai anti-
inflamasi, yakni prednison 3x5 mg atau prednisolon 3x4 mg sehari selama 2 minggu.
63
Obat tersebut diberikan bersama-sama dengan griseofulvin. Griseofulvin diteruskan
selama 2 minggu setelah sembuh klinis.
Obat peroral yang juga efektif untuk dermatofitosis yaitu ketokonazol yang bersifat
fungistatik. Pada kasus-kasus yang resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan obat
tersebut sebanyak 200 mg per hari selama 10 hari sampai 2 minggu pada pagi hari
setelah makan. Ketokonazol merupakan kontraindikasi untuk penderita kelainan hepar.
Sebagai pengganti ketokonazol yang mempunyai sifat hepatotoksik, dapat diberikan
suatu obat tiazol yaitu itrakonazol.
Pada masa kini selain obat-obat topikal konvensional, misalnya asam salisil 2-4%, asam
benzoat 6-12%, sulfur 4-6%, vioform 3%, dikenal banyak obat topikal baru. Obat-obat
baru ini diantaranya tolnafat 2%, tolsiklat, derivat-derivat imidazol, siklopiroksamin dan
naftifine masing-masing 1%..
64
23. TINEA PEDIS
Tinea pedis atau sering disebut athelete foot adalah dermatofitosis pada kaki, terutama
pada sela-sela jari dan telapak kaki. Tinea pedis adalah dermatofitosis yang biasa
terjadi. Penggunaan istilah athlete foot digunakan untuk menunjukan bentuk jari kaki
yang seperti terbelah. Prevalensi dari tinea pedis sekitar 10%, terutama disebabkan oleh
penggunaan alas kaki modern, meskipun perjalanan keliling dunia juga merupakan
faktor. Kejadiaan tinea pedis lebih tinggi diantara komuniti yang menggunakan tempat-
tempat umum seperti kamar mandi, shower atau kolam renang. . Kejadian infeksi ini
sering terjadi pada iklim hangat lembab dimana dapat meningkatkan pertumbuhan
jamur, tetapi jarang ditemukan di daerah yang tidak menggunakan alas kaki.
Etiologi
Gejala klinis
Ada 4 jenis tinea pedis interdigitalis, moccasin, tipe akut ulserasi dan tipe vesiculbulosa
semua dengan karakteristik kulit masing-masing.
Interdigitalis
a. Diantara jari 4 dan 5 terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis.
b. Dapat meluas ke bawah jari(subdigital) dan ke sela jari yang lain.
65
c. Sering terlihat maserasi. Aspek klinis berupa kulit putih dan rapuh. Dapat
disertai infeksi sekunder oleh bakteri sehingga terjadi selulitis, limfangitis,
limfadenitis, dan dapat pula terjadi erisipelas.
Gambar 2. Tinea pedis interdigitalis. Maserasi dan terdapat opaque putih dan beberapa erosi
Moccasin foot[1, 6]
a. Pada seluruh kaki, dari telapak kaki, tepi sampai punggung kaki, terlihat kulit
menebal dan bersisik halus dan seperti bedak
b. Eritema biasanya ringan dan terlihat pada bagian tepi lesi
c. Tepi lesi dapat dilihat papul dan kadang-kadang vesikel
66
Gambar 4. Tinea pedis. Terdapat distribusi tipe moccasin. Bentuk arciform dari sisik yang
merupakan karakteristik
Vesiculo bulosa
a. Diakibatkan karena T.mentagrophytes
b. Diameter vesikel lebih besar dari 3mm
c. Jarang pada anak-anak, tapi etiology yang sering terjadi pada anak-anak adalah
T.rubrum
d. Vesikel pustul atau bula pada kulit tipis ditelapak kaki dan area periplantar
Gambar 5. Tinea pedis tipe bulosa. Vesicle pecah, bula, eritema, dan erosi pada bagian
belakang dari ibu jari kaki.
67
Tipe akut ulserasi
a. Mempengaruhi telapak kaki dan terkait dengan maserasi, penggundulan kulit
b. Ko infeksi bakterial ganas biasanya dari garam negative kombinasi dengan
T.mentagrophytes menghasilkan vesikel pustule dan ulcer bernanah yang besar
pada permukaan plantar
Diagnosis
Diagnosis dari tinea pedis biasanya dilakukan secara klinikal dan berdasarkan examinasi
dari daerah yang terinfeksi. Diagnosis yang digunakan biasanya dengan cara kulit
dikerok untuk preparat KOH, biopsi skin, atau kulture dari daerah yang terinfeksi. [6]
1. KOH
Hasil preparat KOH biasanya positive di beberapa kasus dengan maserasi pada kulit.
Pada pemeriksaan mikroskop KOH dapat ditemukan hifa septate atau bercabang,
arthrospore, atau dalam beberapa kasus, sel budding menyediakan bukti infeksi jamur.
[5]
2. Kultur
kultur dari tinea pedis yang dicurigai dilakukan SDA(sabouraud’s dextrose agar), pH
asam dari 5,6 untuk media ini menghambat banyak spesies bakteri dan dapat dibuat
lebih selektif dengan penambahan suplemen kloramfenikol. Ini dapat selesai 2-4
minggu. Dermatophyte test medium(DTM) digunakan untuk isolasi selektif dan
mengenali jamur dermatofitosis adalah pilihan lain diagnostik, yang bergantung pada
indikasi perubahan warna dari oranye ke merah untuk menandakan kehadiran
dermatofit. [5]
3. Tes PAS
PAS menunjukkan dinding polisakarida-sarat dari organisme jamur yang terkait dengan
kondisi ini dan merupakan salah satu teknik yang paling banyak digunakan untuk
mendeteksi karbohidrat protein terikat (glikoprotein). Tes ini dilakukan dengan
mengekspos jaringan dari berbagai substrat untuk serangkaian reaksi oksidasi-reduksi,
sebagai hasil akhir, elemen positif seperti karbohidrat, bahan membran basement
menjadi permen apel merah(candy apple red). PAS kontras positif komponen ini tajam
terhadap latar belakang biru merah muda. Tidak seperti kulture pada SDA atau DTM,
hasil PAS dapat selesai sekitar 15 menit. PAS juga telah menjadi tes diagnostik yang
paling dapat diandalkan untuk tinea pedis, dengan keberhasilan 98,8% dengan biaya
paling efektif.[5]
Diagnosis banding
Diagnosis banding klinis dari erupsi cutaneus kaki seperti kontak dermatitis, psoriasis,
dihydrosis, eczema, dermatitis atopic, keratoderma, liken planus dan beberapa infeki
68
bacterial seperti C.minutissimum, streptococcal cellulitis dan lain-lain yang umumnya
susah dibedakan dengan tinea pedis.[3, 5]
Penatalaksanaan
1. Topikal
Menggunakan topikal agen seperti bedak, krim atau spray. Krim dan spray lebih
berguna daripada bedak. Topikal antifungal seperti Clotrinazole, miconazole,
sulconazole, oxiconazole, ciclopirox, econazole, ketoconazole, naftifine, terbinafine,
flutnmazol, bifonazole, dan butenafine tetapi clotrhnazole, miconazole membutuhkan
waktu 4 minggu dibandingkan jika menggunakan terbinafine yang membutuhkan
waktu 1-2 minggu. Kalau terjadi maserasi diantara jari, pisahkan jari dengan busa
atau gunakan kapas pada malam hari. Aluminium kloride10% atau aluminium acetat
juga dapat berguna. Topikal yang berguna untuk organisme gram-negatif adalah
salep antibiotik seperti gentamicin untuk lesi interdigitalis. Keratolitik agen
mengandung salisil acid, resorcinol, lactic acid dan urea berguna di beberapa kasus
walaupun dapat mengakibatkan maserasi.[4,6]
2. Sistemik [4]
Griseofulvin 500-1000 mglhari. Buat anak-anak 10- 20 mglkglhari.
Terbinafine 250 mglhari untuk 1-2 minggu
Itraconazole 200 mg/2 kali sehari untuk 1 minggu. Untuk kasus ringandi
berikan 100mg 2 kali sehari
Fluconazole 150 mg/minggu untuk 4 minggu
Pencegahan
69
24. PITYRIASIS VESICOLOR
Etiologi
Pityriasis versicolor atau tinea versicolor adalah kelainan kulit yang umum, jinak,
infeksi jamur superfisial yang biasanya ditandai dengan makula hipopigmentasi atau
hiperpigmentasi di dada dan punggung. Pada pasien dengan predisposisi tinea versicolor
bisa terkena penyakit ini berkali-kali. Infeksinya hanya di daerah stratum korneum.
Gejala
Tampilan umum dari bentuk ini adalah multiple, sirkumskrip, bersisik, oval sampai
lingkaran makula yang tersebar di dada, terkadang juga sampai abdomen bagian
bawah, leher, dan ekstremitas proximal.
Makula tidak menyatu, membentuk bercak dengan perubahan warna pigmen yang
tidak beraturan. Nama versicolor menyatakan warnanya yang bermacam-
macam. Makulanya bisa jadi lebih gelap atau lebih terang dari daerah disekitarnya.
Kerokan tipis pada makula dengan pisau scapel akan didapat keratin akan didapat
keratin yang berlebihan jumlahnya terangkat.
Bentuk lain dari tinea versicolor adalah dengan distribusi yang sama sekali berbeda,
pada daerah lipatan, wajah, dan ekstremitas. Bentuk tinea versicolor ini lebih sering
terlihat pada orang dengan immunocompromised.
Bentuk ini sulit dibedakan dengan infeksi lain seperti candidiasis, seborrheic
dermatitis, psoriasis, erythrasma, dan infeksi dermatofita
Bentuk ketiga ini melibatkan folikel rambut. Biasanya terdapat di punggung, dada,
atau kaki.
Bentuk ini sulit dibedakan dengan infeksi bakteri folikulitis
Bentuk ini lebih sering terlihat pada orang dengan diabetes, kelembapan tinggi,
terapi steroid atau antibiotika, dan terapi immunosuppresant
Bentuk klinis ini adalah papul multiple, 2-3 mm, monomorfik, berwarna merah
sampai coklat. Pada lesi juga ada kemungkinan terdapat skuama putih.
Lesi biasanya ditemukan di torso dan asimtomatik
70
Secara histologis, ruam nya tidak hanya menunjukkan hifa dan spora pada stratum
korneum, tetapi juga ada ciri yang mirip dengan dermatitis pada bagian dermis
superfisialnya
Patofisiologi
Tinea versicolor disebabkan oleh adanya infeksi dari organisme dimorphic, lipoflik,
dengan genus Malassezia, formalnya dikenal dengan nama Pityrosporum. Delapan
spesies dikategorikan dalam klasifikasi ini, yang dimana Mlassezia globosa dan
Malassezia furfur adalah spesies yang utama ditemukan pada tinea versicolor.
Malassezia sangat sulit dikultur dalam laboratorium dan hanya dapat dikultur di media
yang kaya asam lemak C12-C14. Malassezia normalnya dapat ditemukan di semua kulit
binatang, termasuk manusia. Jamur ini dapat diisolasi pada bayi 18% dan pada orang
dewasa 90-100%.
Organisme ini dapat ditemukan disemua kulit yang sehat sampai dengan penyakit kulit.
Pada pasien dengan penyakit kulit, organisme ini ditemukan dengan dalam bentuk yeast
dan filamen. Faktor yang menyebabkan perubahan dari dulunya saprofita menjadi
parasitik, karena adanya genetis, temperatur hangat, lembap, immunosuppresion,
malnutrisi, dan penyakit cushing. Peptida manusia LL-37 berperan dalam
mempertahankan kulit dari infeksi jamur ini.
Meskipun malassezia termasuk dalam flora normal kulit tetapi bisa ada kemungkinan
menjadi patogen. Organisme ini juga dapat menjadi faktor pendukung penyakitkulit lain
seperti pityrosporum folliculitis, konfluens dan reticulate papilomatosis, seborrheic
dermatitis, dan beberapa bentuk dermatitis atopik.
Faktor
Hamil
Malnutrisi
Luka bakar
Terapi steroid
Supressed imune system
Kontrasepsi
Suhu panas
kelembapan
Diagnosis
Tinea versicolor mempunyai penampakan klinis yang khas sehingga diagnosis biasanya
dapat di tegakan tanpa melakukan pemeriksaan laboratorium
71
Cahaya wood dapat digunakan untuk melihat warna tinea versicolor yang berwarna
tembaga-oranye. Namun dalam beberapa kasus lesi tampak lebih gelap dari pada
sekitarnya meskipun tidak berpendar
Diagnosis dapat diperkuat dengan pemeriksaan kalium hidroksida (KOH), yang
ditemukan adalah spora dengan mycelium pendek seperti spageti dan bakso sebagai
tanda adanya tinea versicolor. Untuk visualisasi yang lebih baik dapat digunakan
pewarnaan blue stain, parker ink, methylene blue stain, atau swartz-medrik stain
pada preparat KOH. Pewarnaan kontras dengan 1% chicago sky blue 6B dan
8%KOH akan didapat sensitivitas dan spesivisitas terbaik.
Beberapa media membutuhkan adanya kultur, meskipun kultur sulit untuk
didapatkan.
Tata laksana
Pasien harus diberi tahu bahwa tinea versicolor disebabkan oleh jamur yang normal ada
di kulit manusia dan tidak termasuk penyakit menular. Kulit yang terkena tidak akan
menimbulkan bekas atau perubahan pigmen yang permanen dan perubahan warna kulit
akan kembali keawal setelah 1-2 bulan setelah pengobatan.
Tinea versicolor dapat diobati dengan berbagai macam obat. Obat topikal yang efektif
adalah selenium sulfide, sodium sulfacetamide, ciclopiroxolamine, azole, dan
alollamine antifungal. Terapi oral juga efektif untuk mengobati tinea versicolor dan
biasanya dipilih pasien karena mudah dan tidak merepotkan. Obat oral tersebut adalah
ketoconazole, fluconazole, dan itraconazole. Obat oral tidak menyembuhkan tinea
versicolor dengan terlalu baik dan harus diulang beberapa kali dalam setahun. Karena
tinea versicolor jinak dan obat oral mempunyai efek samping, tentunya pilihan untuk
memakai obat oral harus dibuat setelah menjelaskan dan memahami efek sampingnya.
Penyembuhan tinea versicolor juga bisa digunakan asam 5-aminolevulinic pada terapi
photodynamic.
72
25. KANDIDOSIS MUKOKUTAN
Penyakit jamur, yang bersifat akut atau sub akut disebabkan oleh spesies Candida,
biasanya oleh spesies candida albicans dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku,
bronki atau paru, kadang-kadang dapat menyebabkan septikemia, endokarditis, atau
meningitis. Dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Jamur
penyebabnya terdapat pada orang sehat sebagai saprofit
Etiologi
Candida albicans yang dapat diisolasi dari kulit, mulut, selaput mukosa vagina, dan
feses orang normal. Sebagai penyebab endokarditis kandidosis ialah C.parapsilosis dan
penyebab kandidosis septikemia adalah C.tropicalis.
Patogenesis
Infeksi kandida dapat terjadi, apabila ada faktor predisposisi endogen maupun eksogen.
Faktor Endogen :
Perubahan fisiologik
o Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina
o Kegemukan, karena banyak keringat
o Debilitas
o Iatrogenik
o Endokrinopati, gangguan gula darah kulit
o Penyakit kronik : TB, SLE dengan keadaan umum yang buruk
o Umur : Orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi karena status
imunologiknya tidak sempurna
o Imunologik : Penyakit genetik
Faktor Eksogen :
o Iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat
o Kebersihan kulit
o Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan
maserasi dan memudahkan masuknya jamur
o Kontak dengan penderita, misalnya pd thrush, balanopostitis
Gejala Klinis
Diagnosis
Pemeriksaan langsung : Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan
KOH 10% atau dengan pewarnaan gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa semu
(pseudohifa). Pemeriksaan biakan : Ditanam dalam agar dekstrosa glukosa Saboraud,
73
dapat pula agar dibubuhi antibiotik (kloramfenikol) untuk mencegah pertumbuhan
bakteri. Perbenihan dismpan dalam suhu kamar atau 37o C, koloni tumbuh setelah 24-
48 jam berupa yeast like colony. Identifikasi kandida albicans dilakukan dengan
membiakkan tumbuhan tersebut pada commeal agar.
Pengobatan
Prognosis
74
26. ANTI VIRAL
ANTIVIRUS
Empat golongan antivirus yang akan dibahas dalam dua bagian besar pembahasan yaitu
mengenai antinonretrovirus dan antiretrovirus. Klasifikasi penggolongan obatantvirus
adalah :
1. Antinonretovirus
– Antivirus untuk herpers– Antivirus untuk influenza
– Antivirus untuk HBV dan HCV
2. Antiretrovirus
– Nukleuside reverse transcriptase inhhibiror (NRTI)
– Nukleuside reverse transcriptase inhhibiror (NtRTI)
– NNRTI (non neokleoside reverse transcriptase inhibitor)
– Protease inhibitor (PI)
– Viral entry inhibitor.
Virus hervers dihubungkan dengan spectrum luas penyakit-penyakit, yaitu bisul dingin,
essence valitis, dan infeksi genital, yang terakhir merupakan bahaya untuk bayi baru
lahir selama persalinan. Obat-obat yang efektif terhadap virus ini bekerja selama fase
akut infeksi virus dan tidak memberikan efek pada fase laten. Kecuali foskarnet, obat-
obat tersebut adalah analokpurin atau pirimidin yang menghambat sintesis virus DNA.
A. Asiklovir
Asiklovir merupakan obat antivirus yang paling banyak digunakan karena efektif
terhadap virus hervers.
Mekanisme kerja : Asiklovir, suatu analog guanosin yang tidak mempunyai gugs
glukosa, mengalami monofosforilasi dalam sel oleh enzim yang di kode hervers virus,
timidin kinase. Karena itu, sel-sel yang di infeksi virus sangat rentan. Analok monofofat
diubah ke bentuk di-dan trifosfat oleh sel pejamu. Trifosfat asiklovir berpacu dengan
deoksiguanosin trifosfat (dGTP) sebagai suatu subsrat untuk DNA polymerase dan
masuk ke dalam DNA virus yang menyebabkan terminasi rantai DNA yang premature.
Ikatan yan irrevelsibel dari template primer yang mengandung aseklopir ke DNA
polymerase melumpuhkan enzim. Zat ini kurang efektif terhadap enzim penjamu.
75
Resistensi: Timidin kinase yang sudah berubah atau berkurang dan polymerase DNA
telah ditemukan dalam beberapa strain virus yang resisten. Resistensi terhadap asiklovir
disebabkan oleh mutasi pada gen timidin kinase virus atau pada gen DNA polymerase.
Mekanisme kerja analog purin dan pirimidin : asiklovir dimetabolisme oleh enzim
kinase virus menjadi senyawa intermediet. Senyawa intermediet asiklovir(dan obat obat
seperti idosuridin, sitarabin,vidaradin, dan zidovudin) dimetabolisme lebih lanjut oleh
enzim kinase sel hospes menjadi analog nukleotida, yang bekerja menghambat replikasi
virus.
Indikasi : infeksi HSV-1 dan HSV-2 baik local maupun sistemik (termasuk keratitis
herpetic, herpetic ensefalitis, herpes genitalia, herpes neonatal, dan herpes labialis.) dan
infeksi VZV(varisela dan herpes zoster). Karena kepekaan asiklovir terhadap VZV
kurang dibandingkan dengan HSV, dosis yang diperlukan untuk terapi kasus varisela
dan zoster lebih tinggi daripada terapi infeksi HSV.
Dosis : untuk herpes genital : 5Xsehari 200mg tablet, sedangkan untuk herpes zoster
ialah 4x400mg sehari.penggunaan topical untuk keratitis herpetic adalah dalam bentuk
krim ophthalmic 3% dank rim 5% untuk herpes labialis. Untuk herpes ensefalitis, HSV
berat lain nya dan infeksi VZV digunakan asiklovir intravena 30mg/kgBB perhari.
Farmakokinetik : pemberian obat bisa secara intravena, oral atau topical. Efektivitas
pemberian topical diragukan.obat tersebar keseluruh tubuh,termaksuk cairan
serebrospinal.asiklovir sebagian dimetabolisme menjadi produk yang tidak
aktif.Ekskresi kedalam urine terjadi melalui filtrasi glomerular dan sekresi tubular.
Efek samping : Efek samping tergantung pada cara pemberian. Misalnya, iritasi local
dapat terjadi dari pemberian topical; sakit kepala; diare; mual ;dan muntah merupakan
hasil pemberian oral , gangguan fungsi ginjal dapat timbul pada dosis tinggi atau pasien
dehidrasi yang menerima obat secara intravena.
B. Gansiklovir
76
sedikitnya 12 jam, sedangkan asiklovir hanya 1-2 jam.perbedaan inilah yang
menjelaskan mengapa gansiklovi lebih superior dibandingkan dengan asiklovir untuk
terapi penyakit yang disebabkan oleh sitomegalovirus.
Resistensi : Sitomegalovirus dapat menjadi resisten terhadap gansiklovir oleh salah satu
dari dua mekanisme.penurunan fosporilasi gansiklovir karena mutasi pada
fospotranverase virus yang dikode oleh gen UL97 atau karena mutasi pada DNA
polymerase virus.varian virus yang sangat resisten pada gansiklovir disebabkan karena
mutasi pada keduanya( Gen UL97 dan DNA polymerase ) dan dapat terjadi resistensi
silang terhadap sidofovir atau foskarnet.
Sediaan dan Dosis : Untuk induksi diberikan IV 10 mg/kg per hari ( 2 X 5 mg/kg, setiap
12 jam) selama 14-21 hari,dilanjutkan dengan pemberian maintenance peroral 3000mg
per hari ( 3 X sehari 4 kapsul @ 250 mg ). Inplantsi intraocular ( intravitreal ) 4,5 mg
gnsiklovir sebagai terapi local CMV retinitis.
Efek samping : mielosupresi dapat terjadi pada terapi dengan gansiklovir. Neotropenia
terjadi pada 15-40 % pasien dan trombositopenia terjadi pada 5-20 %. Zidovudin dan
obat sitotoksik lain dapat meningkatkan resiko mielotoksisitas gansiklovir. Obat-obat
nefrotoksik dapat mengganggu ekskresi gansiklovir. Probenesit dan asiklovi dapat
mengurangi klirens renal gansiklovir. Rekombinan koloni stimulating factor ( G-CSF,
filgastrim, lenogastrim) dapat menolong dalam penanganan neutropenia yang
disebabkan oleh gansiklovir.
C. Famsiklovir
Efek samping termasuk sakit kepala dan mual.penelitian pada hewan percobaan
menujukan peningkatan terjadinya adenokarsinoma mamae dan toksisitas testicular.
D. Foskarnet
Tidak seperti kebanyakan obat antivirus lainnya, foskarnet bukan analog purin atau
pirimidin, obat ini adalah fosfonoformat, suatu derivate pirofosfat. Meskipun aktivitas
antivirus in vitro cukup luas, disetujui hanya sebagai pengobatan retinitis sitomegalic
pada pasien penderita HIV dengan tanggap imun yang lemah terytama jika infeksi
tersebut resisiten terhadap gansiklovir. Foskarnet bekerja dengan menghamabat
polimerese DNA & RNA secara reversible, yang mengakhiri elongasi rantai.
77
Mutasi struktur polymerase menyebabkan resistensi virus. Foskarnet sukar diabsorpsi
peroral harus disuntikan intravena, dan perlu diberikan berulang untuk menghindari
relaps jika kadarnya turun. Tersebat merata di seluruh tubuh. Lebih dari 10% masuk
matriks tulang yang secara lambat dilepaskan. Obat asli dikeluarkan oleh glamerolus
dan sekresi tubular masuk urine.
E. Trifluridin
Pengobatan untuk infekksi antivirus pada saluran pernapasan termasuk influenza tipe A
& B, virus sinsitial pernapasan (RSV).
Amantadin & rimantadin memiliki mekanisme kerja yang sama. Efikasi keduanya
terbatas hanya pada influenza A saja.
Mekanisme kerja : Amanatadin dan rimantadin merupakan antivirus yang bekerja pada
protein M2 virus, suatu kanal ion transmembran yang diaktivasi oleh pH. Kanal M2
merupakan pintu masuk ion ke virion selama proses uncoating. Hal ini menyebabkan
destabilisasi ikatan protein serta proses transport DNA virus ke nucleus. Selain itu, fluks
kanal ion M2 mengatur pH kompartemen intraseluler, terutama aparatus Golgi.
Indikasi : Pencegahan dan terapi awal infeksi virus influenza A ( Amantadin juga
diindikasi untuk terapi penyakit Parkinson ).
78
Rimantadin dimetabolisme seluruhnya oleh hati. Metabolit dan obat asli dikeluarkan
oleh ginjal.
Dosis : Amantadin dan rimantadin tersedia dalam bentuk tablet dan sirup untuk
penggunaan oral. Amantadin diberikan dalam dosis 200 mg per hari ( 2 x 100 mg kapsul
). Rimantadin diberikan dalam dosis 300 mg per hari ( 2 x sehari 150 mg tablet ). Dosis
amantadin harus diturunkan pada pasien dengan insufisiensi renal, namun rimantadin
hanya perlu diturunkan pada pasien dengan klirens kreatinin ≤ 10 ml/menit.
Merupakan obat amtivirus dengan mekanisme kerja yang sam terhadap virus influenza
A dan B. Keduanya merupakan inhibitor neuraminidase; yaitu analog asam N-
asetilneuraminat ( reseptor permukaan sel virus influenza ), dan disain struktur
keduanya didasarkan pada struktur neuraminidase virion.
Resistensi : Disebabkan adanya hambatan ikatan pada obat dan pada hambatan aktivitas
enzim neuraminidase. Dapat juga disebabkan oleh penurunan afinitas ikatan reseptor
hemagglutinin sehingga aktivitas neuraminidase tidak memiliki efek pada penglepasan
virus pada sel yang terinfeksi.
Dosis : Zanamivir diberikan per inhalasi dengan dosis 20 mg per hari ( 2 x 5 mg, setiap
12 jam )selama 5 hari. Oseltamivir diberikan per oral dengan dosis 150 mg per hari ( 2 x
75 mg kapsul, setiap 12 jam ) selama 15 hari. Terapi dengan zanamivir /oseltamivir
dapat diberikan seawal mungkin, dalam waktu 48 jam, setelah onset gejala.
79
Efek samping : Terapi zanamivir : gejala saluran nafas dan gejala saluran cerna., dapat
menimbulkan batuk, bronkospasme dan penurunan fungsi paru reversibel pada beberapa
pasien. Terapi oseltamivir : mual, muntah, nyeri abdomen , sakit kepala.
C. Ribavirin
Ribavirin merupakan analog sintetik guanosin, efektif terhadap virus RNA dan DNA.
Mekanisme kerja : Ribavirin merupakan analog guanosin yang cincin purinnya tidak
lengkap. Setelah mengalami fosforilasi intrasel , ribavirin trifosfat mengganggu tahap
awal transkripsi virus, seperti proses capping dan elongasi mRNA serta menghambat
sintesis ribonukleoprotein.
Resistensi : Hingga saat ini belum ada catatan mengenai resistensi terhadap ribavirin,
namun pada percobaan diLaboratorium menggunakan sel, terdapat sel-sel yang tidak
dapat mengubah ribavirin menjadi bentuk aktifnya.
Spektrum aktivitas : Virus DNA dan RNA, khusunya orthomyxovirus ( influenza A dan
B ), para myxovirus ( cacar air, respiratory syncytialvirus (RSV) dan arenavirus ( Lassa,
Junin,dll ).
Indikasi : Terapi infeksi RSV pada bayi dengan resiko tinggi. Ribavirin digunakan
dalam kombinasi dengan interferon-α/ pegylated interferon – α untuk terapi infeksi
hepatitis C.
Farmakokinetik : Ribavirin rfektif diberikan per oral dan intravena. Terakhir digunakan
sebagai aerosol untuk kondisi infeksivirus pernapasan tertemtu, seperti pengobatan
infeksi RSV. Penelitian distribusi obat pada primate menunjukkan retensi dalam semua
jaringan otak. Obat dan metabolitnya dikeluarkan dalam urine.
Dosis : Per oral dalam dosis 800-1200 mg per hari untuk terapi infeksi HCV/ dalam
bentuk aerosol ( larutan 20 mg/ml ).
Efek samping : Pada penggunaan oral / suntikan ribavirin termasuk anemia tergantung
dosis pada penderita demam Lassa. Peningkatan bilirubin juga telah dilaporkan Aerosol
dapat lebih aman meskipun fungsi pernapasan pada bayi dapat memburuk cepat setelah
permulaan pengobatan aerosoldan karena itu monitoring sangat perlu. Karena terdapat
efek teratogenikpada hewan percobaan, ribavirin dikontraindikasikan pada kehamilan.
A. Lamivudin
80
dengan cara menghentikan sintesis DNA, secara kompetitif menghambat polymerase
virus. Lamivudin tidak hanya aktif terhadao HBV wild-type saja, namun juga terhadap
varian precorel core promoter dan dapat mengatasi hiperresponsivitas sel T sitotoksik
pada pasien yang terinfeksi kronik.
Farmakokinetik : Bioavailabilitas oral lamivudin adalah 80% C max tercapai dalam 0,5-
1,5 jam setelah pemberian dosis. Lamivudin didistribusikan secara luas dengan Vd
setara dengan volume cairan tubuh. Waktu paruh plasmanya sekitar 9 jam dan sekitar
70% dosis diekskresikan dalam bentuk utuh di urine. Sekitar 5% lamivudin
dimetabolisme menjadi bentuk tidak aktif. Dibutuhkan penurunan dosis untuk
insufisiensi ginjal sedang ( CLcr <50 ml /menit ). Trimetoprim menurunkan klirens
renal lamivudin.
Dosis : Per oral 100 mg per hari ( dewasa ), untuk anak-anak 1mg/kg yang bila perlu
ditingkatkan hingga 100mg/hari. Lama terapi yang dianjurkanadalah 1 tahun pada
pasien HBeAg (-) dan lebih dari 1 tahun pada pasien yang HBe(+).
Efek Samping : mual, muntah, sakit kepala, peningkatan kadar ALT dan AST dapat
terjadi pada 30-40% pasien.
B. Adefovir
Spektrum aktivitas : HBV, HIV, dan retrovirus lain. Adefovir juga aktif terhadap virus
herpes.
Indikasi : Adefovir terbukti efektif dalam terapi infeksi HBV yang resisten terhadap
lamivudin.
81
Dosis : Per oral dosis tinggal 10 mg per hari.
Efek samping : Adefovir 10mg/hari dapat ditoleransi dengan baik. Setelah terapi selama
48 minggu terjadi peningkatan kreatinin serum ≥ 0,5 mg/dL di atas baseline pada 13%
pasien yang umumnya memiliki factor resiko disfungsi renal sejak awal terapi.
C. Entekavir
Spektrum aktivitas : Entekavir aktif terhadap CMV, HSV1 dan 2 serta HBV.
Farmakokinetik :Entekavir diabsorbi baik per oral. Cmax tercapai antara 0,5-1,5 jam
setelah pemberian, tergantung dosis. Entekavir dimetabolisme dalam jumlah kecil dan
bukan merupakan substrat system sitokrom P450. T½nya pada pasien dengan fungi
ginjal normal adalah 77-149 jam. Entekavir dieliminasi terutama lewat filtrasi
glomerulus dan sekresi tubulus. Tidak perlu dilakukan penyesuaian dosis pada pasien
dengan penyakit hati sedang hingga berat.
Dosis : Per oral 0,5 mg/hari dalam keadaan perut kosong, pada pasien yang gagal terapi
dengan lamivudin, pemberian entekavir ditingkatkan hingga 1 mg/hari.
Efek samping : Sakit kepala, infeksi saluran nafas atas, batuk, nasofaringitis, fatigue,
pusing, nyeri abdomen atas dan mual.
D. Interferon
Merupakan glikoprotein yang terjadi alamiah jika ada perangsangan dan menggangugu
kemampuan virus menginfeksi sel. Meskipun interferon menghambat pertumbuhan
berbagai virus in vitro, aktivitas in vivo pada virus mengecewakan. Pada waktu ini,
interferon disintesis dengan teknologi DNA rekombinan. Setidaknya terdapat 3 jenis
interferon; alfa, beta, gama. Satu dari 15 jenis α-interferon, α-2b telah disetujui untuk
pengobatan hepatitis B dan C. Dan terhadap kanker seperti leukemia sel berambutdan
sarcoma Kaposi.
82
Efek samping : demam, alergi, depresi sum-sum tulang, gangguan kardiovaskular
seperti gagal jantung kongestif dan reaksi hipersensitif akut, gagal hati infiltrasi paru
jarang.
Reverse transkripstase (RT ) mengubah RNA virus menjadi DNA proviral sebelum
bergabung dengan kromosom hospes. Karena antivirus golongan ini bekerja pada tahap
awal replikasi HIV, obat obat golongan ini menghambat terjadinya infeksi akut sel yang
rentan, tapi hanya sedikit berefek pada sel yang telah terinfeksi HIV. Untuk dapat
bekerja, semua obat golongan NRTI harus mengalami fosforilasi oleh enzim sel hospes
di sitoplasma. Yang termasuk komplikasi oleh obat obat ini adalah asidosilaktat dan
hepatomegali berat dengan steatosis.
A. Zidovudin
Mekanisme kerja : target zidovudin adalah enzim reverse transcriptase (RT) HIV.
Zidovudin bekerja dengan cara menghambat enzim reverse transcriptase virus, setelah
gugus asidotimidin (AZT) pada zidovudin mengalami fosforilasi. Gugus AZT 5’- mono
fosfat akan bergabung pada ujung 3’ rantai DNA virus dan menghambat reaksi reverse
transcriptase.
Resistensi : Resistensi terhadap zidovudin disebabkan oleh mutasi pada enzim reverse
transcriptase. Terdapat laporan resisitensi silang dengan analog nukleosida lainnya.
Indikasi : infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya(seperti lamivudin dan
abakafir)
Farmakokinetik : obat mudah diabsorpsi setelah pemasukan oral dan jika diminum
bersama makanan, kadar puncak lebih lambat, tetapi jumlah total obat yang diabsorpsi
tidak terpengaruh. Penetrasi melewati sawar otak darah sangat baik dan obat
mempunyai waktu paruh 1jam. Sebagian besar AZT mengalami glukuronidasi dalam
hati dan kemudian dikeluarkan dalam urine.
Dosis : Zidovudin tersedia dalam bentuk kapsul 100 mg, tablet 300 mg dan sirup 5 mg
/5ml disi peroral 600 mg / hari
B. Didanosin
83
Mekanisme kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan
pembentukan rantai DNA virus.
Indikasi : Infeksi HIV, terutama infeksi HIV tingkat lanjut, dalam kombinasi anti HIV
lainnya.
Dosis : tablet & kapsul salut enteric peroral 400 mg / hari dalam dosis tunngal atau
terbagi.
C. Zalsitabin
Mekanisme kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan
pembentukan rantai DNA virus.
Indikasi : Infeksi HIV, terutama pada pasien HIV dewasa tingkat lanjut yang tidak
responsive terhadap zidovudin dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya (bukan
zidanudin).
D. Stavudin
84
Mekanisme kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan
pembentukkan rantai DNA virus.
Indikasi : Infeksi HIV terutama HIV tingkat lanjut, dikombinasikan dengan antiHIV
lainnya.
Farmakokinetik : Stavudin adalah analog timidin dengan ikatan rangkap antara karbon
2’ dan 3’ dari gula.Stavudin harus diubah oleh kinase intraselular menjadi triposfat yang
menghambat transcriptase reverse dan menghentikan rantai DNA.
E. Lamivudin
Mekanisme kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dan HBV RT dengan cara
menghentikan pembentukan rantai DNA virus.
Resistensi : Disebabkan pada RT kodon 184. Terdapat laporan adanya resistensi silang
dengan didanosin dan zalsitabin.
Indikasi : Infeksi HIV dan HBV, untuk infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV
lainnya (seperti zidovudin,abakavir).
Farmakokinetik : Ketersediaan hayati lamivudin per oral cukup baik dan bergantung
pada ekskresi ginjal.
Dosis : Per oral 300 mg/ hari ( 1 tablet 150 mg, 2x sehari atau 1 tablet 300 mg 1x sehari
). Untuk terapi HIV lamivudin, dapat dikombinasikan dengan zidovudin atau abakavir.
F. Emtrisitabin
85
Indikasi : Infeksi HIV dan HBV.
Efek samping : Nyeri abdomen, diare, sakit kepala, mual dan ruam .
G. Abakavir
Tenofovir Disoproksil
Mekanisme kerja : Bekerja pada HIV RT ( dan HBV RT ) dengan cara menghentikan
pembentukan rantai DNA virus.
Spektrum aktivitas : HIV ( tipe 1 dan 2 ), serta berbagai retrovirus lainnya dan HBV.
Indikasi : Infeksi HIV dalam kombinasi dengan evafirens, tidak boleh dikombinasi
dengan lamifudin dan abakafir.
86
3. NON- NUCLEOSIDE REVERSE TRANSCRIPTASE INHIBITOR (NNRTI)
Merupakan kelas obat yang menghambat aktivitas enzim revers transcriptase dengan
cara berikatan ditempat yang dekat dengan tempat aktif enzim dan menginduksi
perubahan konformasi pada situs akif ini. Semuasenyawa NNRTI dimetabolisme oleh
sitokrom P450 sehingga cendrung untuk berinteraksi dengan obat lain.
A. Nevirapin
Mekanisme kerja : Bekerja pada situs alosterik tempat ikatan non subtract HIV-1 RT.
Dosis : Per oral 200mg /hari selama 14 hari pertama ( satu tablet 200mg per hari ),
kemudian 400mg / hari ( 2 x 200 mg tablet ).
Efek samping : Ruam, demam, fatigue, sakit kepala, somnolens dan peningkatan enzim
hati.
B. Delavirdin
Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT. Tidak ada resistensi silang dengan
nefirapin dan efavirens.
Indikasi : Infeksi HIV-1, dikombinasi dengan anti HIV lainnya terutama NRTI.
Dosis : Per oral 1200mg / hari ( 2 tablet 200mg 3 x sehari ) dan tersedia dalam bentuk
tablet 100mg.
C.Efavirenz
87
Indikasi : Infeksi HIV- 1, dalam kombinasi dengan antiHIV lainnya terutama NRTI dan
NtRTI.
Dosis : Peroral 600mg/hari (1Xsehari tablet 600mg), sebaiknya sebelum tidur untuk
mengurangi efek samping SSP nya.
Efek samping : Sakit kepala, pusing, mimpi buruk, sulit berkonsentrasi dan ruam .
4.PROTEASE INHIBITOR ( PI )
Semua PI bekerja dengan cara berikatan secara reversible dengan situs aktif HIV –
protease.HIV-protease sangat penting untuk infektivitas virus dan penglepasan
poliprotein virus. Hal ini menyebabkan terhambatnya penglepasan polipeptida prekusor
virus oleh enzim protease sehingga dapat menghambat maturasi virus, maka sel akan
menghasilkan partikel virus yang imatur dan tidak virulen.
A. Sakuinavir
Mekanisme kerja : Sakuinavir bekerja pada tahap transisi merupakan HIV protease
peptidomimetic inhibitor.
Resistensi :Terhadap sakuinavir disebabkan oleh mutasi pada enzim protease terjadi
resistensi silang dengan PI lainnya.
Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lain ( NRTI dan beberapa PI
seperti ritonavir).
Dosis : Per oral 3600mg / hari (6 kapsul 200mg soft kapsul 3 X sehari ) atau 1800mg /
hari (3 hard gel capsule 3 X sehari), diberikan bersama dengan makanan atau sampai
dengan 2 jam setelah makan lengkap.
B. Ritonavir
Resistensi : Terhadap ritonavir disebabkan oleh mutasi awal pada protease kodon 82.
Indikasi :Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya (NRTI dan PI seperti
sakuinavir ).
88
Dosis : Per oral 1200mg / hari (6 kapsul 100mg, 2 X sehari bersama dengan makanan )
C. Indinavir
Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainya seperti NRTI.
Dosis : Peroral 2400mg / hari (2 kapsul 400mg setiap 8jam, dimakan dalam keadaan
perut kosong, ditambah dengan hidrasi(sedikitnya 1.5L air / hari). Obat ini tersedia
dalam kapsul 100,200, 333,dan 400mg.
D. Nelfinavir
Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainya seperti NRTI.
Dosis : Per oral 2250 mg / hari (3 tablet 250mg 3 X sehari) atau 2500mg / hari (5 tablet
250mg 2 X sehari )bersama dengan makanan.
E. Amprenavir
Resistensi : Terhadap amprenavir terutama disebabkan oleh mutasi pada protease kodon
50.
Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya seperti NRTI.
Dosis : Per oral 2400mg/ hari (8kapsul 150 mg 2 X sehari, diberikan bersama atau tanpa
makanan, tapi tidak boleh bersama dengan makanan.
89
Efek samping : Mual, diare, ruam, parestesia per oral / oral.
F. Lopinavir
Indikasi : Infeksi HIV dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya seperti NRTI.
Dosis : Per oral 1000mg / hari(3kapsul 166.6mg 2 X sehari, setiap kapsul mengandung
133.3mg lopinavir + 33.3mg ritonavir), diberikan bersamaan dengan makanan.
G. Atazanavir
Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan HIV lainnya seperti NRTI.
Dosis : Per oral 400 mg per hari (sekali sehari 2 kapsul 200 mg), diberikan bersama
dengan makanan.
Enfuvirtid merupakan obat pertama yang masuk ke dalam golongan VIRAL ENTRY
INHIBITOR. Obat ini bekarja dengan cara menghambat fusi virus ke sel. Selain
enfuvitid ; bisiklam saat ini sedang berada dalam study klinis. Obat ini bekerrja dengan
cara menghambat masukan HIV ke sel melalui reseptor CXCR4.
Enfurtid
Resistensi : Perubahan genotif pada gp41 asam amino 36-45 menyebabkan resistensi
terhadap enfuvirtid, tidak ada resistensi silang dengan anti HIV golongan lain.
90
Indikasi :Terapi infeksi HIV-1 dalam kombinasi dengan antiHIV-lainnya.
Dosis : Enfurtid 90 mg (1ml) 2 kali ssehari diinjeksikan subkutan dengan lengan atas
bagian paha enterior atau abdomen.
Efek samping : Adanya reaksi local seperti nyeri, eritema, proritus, iritasi dan nodul
atau kista.
Tujuan utama terapi antivirus pada pasien imonnukompeten adalah menurunkan tingkat
keparahan pennyakit dan komplikasinya, serta menurunkan kecepatan transmisi virus,
sedangkan paa pasien dengan infeksi virus kronik, tujuan terapinya adalah mencegah
kerusakan oleh virus orga visceral, terutama hati, paru, saluran cerna dan SSP.
Antivirus dapat di gunakn untuk prapilaksis, supresi (untuk menjaga agar replikasi virus
berada di bawah kecapatan yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada pasien
terinfeksi yang asimtomatik).
Beberapa Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penggunaan obat terapi antivirus :
1. Lamanya terapi
2. Peemberian terapi tunggal atau kombinasi
3. Interaksi obat
4. Kemungkinan terjadinya resistensi
HIV-AIDS
Secara teoritis terapi kombinasi untuk HIV lebih baik dari pada mono terapi karena :
Menghidari atau menunda resistensi obat atau meluasnya cakupan terhadap virus
dan memperlama efek
Peningkatan efikasi karena adanya efek adiktif atau sinergis.
Peningkatan target reserpoir jaringan atau sellular(contoh : limposit, makrofak)
virus.
Gangguan pada lebih dari satu fase hidup virus
Penurunan toxisitas karena dosis yang digunakan lebih rendah.
91
Anti-retrovirus tidak mampu sepenuhnya memberantas virus.
Jenis HIV yang resisten sering muncul, terutama jika keputusan pasien pada
terapi tidak hamper sempurna.
Penularan HIV melalui perilaku yang beresiko dapat terus terjadi walaupun viral
load tidak terdeteksi.
Efek samping jangka pendek akibat pengobatan sering terjadi mual ringan
termasuk anemia, neutropenia, mual, sakit kepala sampai yang berat missal
hepatitis akut.
92
27. ANTI FUNGAL
1. Polyenes
Farmakodinamik : mengikat pada ergosterol di membran sel fungi, sehingga
sitoplasma fungi merembes keluar dan sel fungi kolaps.
Farmakokinetik : diserap cepat di retikulum endothelial sel kemudian
didistribusikan ke seluruh tubuh. Mudah larut dalam lemak, sulit larut dalam air.
Contoh : Amphotericin B
Indikasi : Infeksi jamur spektrum luas
2. Azoles, allylamines, dan morpholines
Farmakodinamik : Menyaingi lanosterol yang akan masuk ke enzim di dalam
sitoplasma, sehingga lanosterol terhambat untuk menjadi ergosterol dengan hasil
ergosterol di membran sedikit lalu sel fungi kolaps. Azoles, allylamines, dan
morpholines bekerja di enzim yang berbeda sepanjang rantai perubahan lanosterol
menjadi ergosterol.
Farmakokinetik : diserap cepat di retikulum endothelial sel kemudian
didistribusikan ke seluruh tubuh. Mudah larut dalam lemak, sulit larut dalam air.
Contoh : Fluconazole, ketoconazole
Indikasi : candida, cryptococus, coccidioides, histoplasma, blastomyces
3. Echinocandins
Farmakodinamik : blokade β 1,3 glucan synthase di dinding sel fungi, sehingga
struktur dinding sel fungi tidak dapat dipertahankan dan sel fungi rusak.
Farmakokinetik : diserap cepat di retikulum endothelial sel kemudian
didistribusikan ke seluruh tubuh. Mudah larut dalam lemak, sulit larut dalam air.
Contoh : caspofungin, micafungin
Indikasi : candida, aspergillus
93